Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Peningkatan kegiatan bengkel kendaraan bermotor menyebabkan

peningkatan jumlah air limbah kegiatan bengkel Air limbah tersebut mengadung

polutan yang menyebabkan permasalahan dan dampak terhadap manusia ataupun

lingkungan.Walaupun limbah bengkel dapat dimanfaatkan, limbah dari kegiatan

perbengkelan dapat menimbulkan pencemaran terhadap tanah, air maupun udara.

(Mukhlishoh, 2004). Air limbah dari kegiatan perbengkelan dapat berupa bahan

oli ceceran, pelarut, pembersih, dan air limbah domestik. Air limbah dari kegiatan

bengkel pada umumnya memiliki kekeruhan tinggi (turbidity), bahan organic

tinggi seperti BOD, COD dan minyaklemak. (Arini, 2015)

Beberapa metode yang digunakan untuk mengolah limbah cair bengkel

yaitu menggunakan grease trap, filtrasi, fitoremediasi dan elektrokoagulasi.

Metode elektrokoagulasi adalah suatu proses pengendapan partikel-partikel halus

yang ada didalam air limbah dengancara mengalirkan arus listrik pada dua buah

lempeng elektroda yang dimasukkan kedalam air limbah yang diolah.

Elektrokoagulasi merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang

mudah dilakukan dan cukup efektif untuk mengolah limbah cair bengkel.

Elektrokoagulasi yang memiliki keunggulan diantaranya yaitu merupakan metode

yang sederhana, efisien, baik digunakan untuk menghilangkan senyawa organik

dan an-organik, tanpa penambahan zat kimia sehingga mengurangi pembentukan

1
residu (sludge), dan baik untuk menghilangkan padatan tersuspensi

(Sutanto,2019).

Besarnya rapat arus, waktu kontak dan jarak elektroda akan mempengaruhi

kecepatan dan efisiensi penyisihan pada metode elektrokoagulasi. Hal ini

berkaitan dengan pelepasan ion elektroda sebagai koagulan untuk pembentukan

flok. Semakin lama proses elektrokoagulasi berlangsung maka akan semakin

banyak koloid-koloid yang terikat membentuk flok-flok berukuran besar atau

yang terflotasi ke atas (Prabowo, 2012).

Penyisihan parameter pencemar air limbah kegiatan bengkel dengan

metode elektrokoagulasi, bahwa metode elektrokoagulasi efektif dalam

menurunkan parameter BOD, COD, TSS, minyak lemak dan besi (Fe) pada air

limbah kegiatan bengkel (Priliandana, 2021).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari topik penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh jenis plat elektroda pada proses elektrokoagulasi

dalam penyisihan polutan limbah cair bengkel?

2. Bagaimana pengaruh jumlah elektroda pada proses elektrokoagulasi dalam

menyisihkan pencemar pada air limbah bengkel?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh jenis plat elektroda pada proses

elektrokoagulasi dalam penyisihan polutan limbah cair bengkel.

2
2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah plat pada proses elektrokoagulasi

dalam penyisihan polutan limbah cair bengkel.

1.4 Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitian yang digunakanyaitu:

1. Sampel limbah cair yang digunakan adalah dari PT. DIPO Internasional

Pahala Otomotif yang merupakan showroom dan bengkel dealer dikota

Jambi.

2. Variabel bebas pada penelitian ini adalah jenis elektroda yaitu alumunium

dan tembaga dan jumlah plat elektroda yaitu berjumlah 2, 4 dan 6.

3. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah efisiensi penyisihan parameter

polutan BOD, COD, TSS dan Fe.

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan laporan tugas akhir ini, maka sistematika

penulisan disusun sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, batasan masalah,serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini, dituliskan semua landasan teori dari topik Tugas Akhir.

Dasarteori yang benar-benar menjadi rujukan teori dalam Tugas Akhir harus

mendalam, lengkap dengan referensinya.

BAB III Metodologi Penelitian

3
Uraian metodologi penyelesaian masalah dapat berupa variabel-variabel

dalam penelitian, model/desain yang digunakan, rancangan penelitian, teknik

pengumpulan data dananalisis data, cara analisa hasil penelitian. Bab 3 terdiri

dari:

1. Jenis Penelitian, menjelaskan metode penelitian yang akan digunakan, baik

kuantitatif maupun kualitatif.

2. Tempat dan Waktu Penelitian, menjelaskan lokasi dan waktu penelitian

berlangsung.

3. Diagram Alir Penelitian, menjelaskan tahapan alur penelitian secara rinci.

4. Alat dan bahan yang digunakan, prosedur laboratorium dan lain sebagainya.

5. Analisis Data, menjelaskan metode analisis yang digunakan untuk

menganalisis data penelitian secararinci.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Cair

Air limbah adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga

yang berasal dari industri, rumah sakit, air tanah, air permukaan serta buangan

lainnya, dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran

umum. Air limbah berasal dari dua jenis sumber, yaitu air limbah rumah tangga

dan air limbah industri. Secara umum di dalam limbah rumah tangga tidak

terkandung zat-zat berbahaya, sedangkan di dalam limbah industri harus

dibedakan antara limbah yang mengandung zat-zat yang berbahaya dan yang

tidak. Untuk yang mengandung zatzat yang berbahaya harus dilakukan

penanganan khusus tahap awal sehingga kandungannya bisa diminimalisasi

terlebih dahulu, karena zat-zat berbahaya itu dapat mematikan fungsi

mikroorganisme yang berfungsi menguraikan senyawasenyawa di dalam air

limbah. Penanganan limbah industri tahap awal ini biasanya dilakukan secara

kimiawi dengan menambahkan zat-zat kimia yang bisa mengeliminasi zat-zat

yang berbahaya (Iswanto, 2009).

5
Sesuai dengan batasan air limbah yang merupakan benda sisa, maka air

limbah sudah tidak dipergunakan lagi. Apabila limbah tersebut tidak dikelola

secara baik akan dapat menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan. Air

limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat bahwa banyak

penyakit yang dapat ditularkan melalui air limbah. Air limbah ini ada yang hanya

berfungsi sebagai media pembawa saja, seperti penyakit kolera, radang usus,

hepatitis infektiosa, serta schitosomiasis. Selain itu, pada air limbah itu sendiri

banyak terdapat bakteri patogen penyebab penyakit, seperti virus, vibrio cholera,

salmonella thyphosa, dan sebagainya. Selain sebagai pembawa dan kandungan

kuman penyakit, air limbah juga dapat mengandung bahan-bahan beracun,

penyebab iritasi, bau, dan bahkan suhu yang tinggi, serta bahan-bahan lainnya

yang mudah terbakar. Keadaan demikian ini sangat dipengaruhi oleh sumber asal

air limbah (Wiyanto, 2014).

2.1.1. Karakteristik Limbah Cair

Karakteristik Limbah Cair Limbah cair baik domestik maupun non

domestik mempunyai beberapa karakteristik sesuai dengan sumbernya, dimana

karakteristik limbah cair dapat digolongkan pada karakteristik fisik, kimia, dan

biologi yang diuraikan sebagai berikut (Metcalf, 2008).

1. Karakteristik Fisik

Karakteristik fisika air limbah yang perlu diketahui adalah total solid, bau,

temperatur, densitas, warna, konduktivitas, dan turbidity.

a. Total Solid (TS)

6
Total solid adalah semua materi yang tersisa setelah proses evaporasi

pada suhu 103-105°C. Karakteristik yang bersumber dari saluran air

domestik, industri, erosi tanah, dan infiltrasi ini dapat menyebabkan

bangunan pengolahan penug dengan sludge dan kondisi anaerob dapat

tercipta sehingga mengganggu proses pengolahan.

b. Bau

Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi

materi atau penambahan substansi pada limbah.

c. Temperatur

Temperatur ini mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di dalam

air. Air yang baik mempunyai temperatur normal 8°C dari suhu kamar

27°C. Semakin tinggi temperatur air (>27°C) maka kandungan oksigen

dalam air berkurang atau sebaliknya.

d. Density

Density adalah perbandingan anatara massa dengan volume yang

dinyatakan sebagai slug/ft3 (kg/m3 ).

e. Warna.

Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu

dan meningkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–

abu menjadi kehitaman.

f. Kekeruhan

7
Kekeruhan diukur dengan perbandingan antara intensitas cahaya yang

dipendarkan oleh sampel air limbah dengan cahaya yang dipendarkan oleh

suspensi standar pada konsentrasi yang sama (Eddy, 2008).

2. Karateristik Kimia

Pada air limbah ada tiga karakteristik kimia yang perlu diidentifikasi yaitu

bahan organik, anorganik, dan gas.

a. Bahan organik

Pada air limbah bahan organik bersumber dari hewan, tumbuhan, dan

aktivitas manusia. Bahan organik itu sendiri terdiri dari C, H, O, N yang

menjadi karakteristik kimia adalah protein, karbohidrat, lemak dan

minyak, surfaktan, pestisida dan fenol, dimana sumbernya adalah limbah

domestik, komersil, industri kecuali pestisida yang bersumber dari

pertanian.

b. Bahan anorganik

Jumlah bahan anorganik meningkat sejalan dan dipengaruhi oleh asal

air limbah. Pada umumnya berupa senyawa-senyawa yang mengandung

logam berat (Fe, Cu, Pb, dan Mn), asam kuat dan basa kuat, senyawa

fosfat senyawa-senyawa nitrogen (amoniak, nitrit, dan nitrat), dan juga

senyawa- senyawa belerang (sulfat dan hidrogen sulfida).

c. Gas

8
Gas yang umumnya ditemukan dalam limbah cair yang tidak diolah

adalah nitrogen (N2), oksigen (O2), metana (CH4), hidrogen sulfida

(H2S), amoniak (NH3), dan karbondioksida (Eddy, 2008).

3. Karakteristik Biologi

Pada air limbah, karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol

timbulnya penyakit yang dikarenakan organisme pathogen. Karakteristik

biologi tersebut seperti bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat

dalam dekomposisi dan stabilitas senyawa organik (Eddy, 2008).

2.1.2. Sumber Limbah Cair

Sumber air limbah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Air Limbah domestik atau rumah tangga

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun

2003, Limbah cair domestik adalah limbah cair yang berasal dari usaha dan

atau 8 kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan,

apartemen, dan asrama. Air limbah domestik menganduk berbagai bahan,

yaitu kotoran, urine, dan air bekas cucian yang mengandung detergen, bakteri,

dan virus (Eddy, 2008).

2. Air limbah industri

9
Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri,

pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber lainnya (Eddy,

2008).

3. Infiltrasi

Infiltrasi adalah masuknya air tanah ke dalam saluran air buangan melalui

sambungan pipa, pipa bocor, atau dinding manhole, sedangkan inflow adalah

masuknya aliran air permukanaan melalui tutup manhole, atap, area drainase,

cross connection saluran air hujan maupun air buangan (Eddy, 2008).

2.2. Air Limbah Kegiatan Bengkel

Limbah berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan

yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat atau

konsentrasinya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan

atau merusak lingkungan hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (PP No. 101

Tahun 2014). Limbah B3 tidak saja dihasilkan oleh kegiatan industri tetapi juga

dari berbagai aktifitas manusia lainnya misalnya dari kegiatan pertanian,

perbengkelan, rumah tangga dan rumah sakit.

Limbah cair bengkel motor termasuk kedalam limbah B3, contohnya

dalam air buangan bengkel yang telah terkontaminasi dengan tumpahan oli bekas,

air sisa tambal ban, dan limbah dari aktifitas cuci motor mengandung zat-zat

berbahaya yang dapat merusak lingkungan hidup. Limbah pencucian motor

mengandung detergen dan surfaktan lainnya, sedangkan oli bekas mengandung

10
sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam, korosif, deposit, dan logam

berat yang bersifat karsinogenik (Bawamenewi, 2015).

Apabila limbah cair bengkel dibuang ke sungai akan mempengaruhi air,

tanah dan berbahaya bagi lingkungan. Hal inilah yang merupakan karakteristik

dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Untuk itulah perlu dikelola secara benar

sehingga tidak mencemari dan mengganggu kesehatan manusia (Syafitri, 2017).

2.2.1. Sumber dan Karakteristik Limbah Cair Kegiatan Bengkel

Limbah B3 yang dihasilkan dari usaha bengkel antara lain limbah padat

dan limbah cair. Limbah B3 padat meliputi limbah logam yang dihasikan dari

kegiatan usaha perbengkelan seperti botol bekas kemasan oli, aki, lampu bekas,

potongan logam, majun yang terkontaminasi oleh pelumas bekas maupun pelarut

bekas. Sedangkan limbah cair meliputi oli bekas, pelarut atau pembersih, H2SO4

dari aki bekas. Jumlah timbulan limbah minyak pelumas dan botol bekas oli

sebanding dengan kategori bengkel, dimana semakin ramai bengkel tersebut maka

jumlah timbulan yang dihasilkan juga akan semakin besar, berbeda dengan limbah

aki bekas dan onderdil terkontaminasi pelumas yang pemakaiannya sangat jarang

dan untuk penggantiannya membutuhkan waktu yang cukup lama (Widodo,

2001).

Limbah timbal yang mencemari perairan dapat menyebabkan adanya

kandungan timbal di dalam darah masyarakat yang menggunakan air tersebut dan

akan membahayakan kesehatan. Bahaya limbah diperparah dengan adanya

paparan timah hitam atau timbal (Pb) karena bensin yang sekarang ini masih

11
mengandung zat itu. Dalam bentuk Tetra Etil Lead (TEL), timbal meningkatkan

nilai oktan bensin serta berfungsi sebagai pelumas dudukan katup kendaraan

bermotor (Saleh,2010). Timbal (Pb) sangat berbahaya bagi kesehatan karena

cenderung untuk terakumulasi dalam jaringan tubuh serta meracuni jaringan

syaraf (Widowati, 2008).

Penurunan kualitas air tanah dapat juga disebabkan oleh masuknya bahan-

bahan pencemar yang dikeluarkan oleh bengkel ke dalam tanah maupun ke dalam

selokan. Beberapa jenis bakteri dan bahan partikel kecil biasanya mencemari air

permukaan dan dapat tersaring oleh tanah sehingga menjadi cukup bersih di dalam

air tanah. Akan tetapi, bila mana pencemarannya sangat berat dan melebihi

kapasitas filtrasi tanah terhadap air yang tercemar, maka daya filtrasi tanah akan

menurun (Sumadi, 2008).

2.2.2. Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Bengkel

Baku mutu limbah cair kegiatan bengkel kendaraan bermotor dapat dilihat

dalam Permen LH No.5 Tahun 2014 Lampiran XLVII, tentang Baku Mutu Air

Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan yang belum memiliki Baku Mutu air

limbah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

12
Tabel 2.1 Baku Mutu air limbah Bagi Usaha dan /atau Kegiatan yang belum
memiliki Baku Mutu air limbah.

No Parameter Satuan Kadar Maksimum


1 Temperatur o
C 38
2 Zat Padat Telarut (TDS) Mg/L 2.000
3 Zat Padat Tersuspensi (TSS) Mg/L 200
4 pH - 6,0 - 9,0
5 Fe Mg/L 5
6 Mangan Terlarut (Mn) Mg/L 2
7 Barium (Ba) Mg/L 2
8 Tembaga (Cu) Mg/L 2
9 Seng (Zn) Mg/L 5
10 Krom Heksavalen (Cr6+) Mg/L 0,1
11 Krom Total (Cr) Mg/L 0,5
12 Cadmium (Cd) Mg/L 0,05
13 Air Raksa (Hg) Mg/L 0,002
14 Timbal (Pb) Mg/L 0,1
15 Stanum (Sn) Mg/L 2
16 Arsen (As) Mg/L 0,1
17 Selenium (Se) Mg/L 0,05
18 Nikel (Ni) Mg/L 0,2
19 Kobalt (Co) Mg/L 0,4
20 Sianida (CN) Mg/L 0,05
21 Sulfida (H2S) Mg/L 0,5
22 Fluorida (F) Mg/L 2
23 Klorin bebas (Cl2) Mg/L 1
24 Amonia-Nitrogen (NH3-N) Mg/L 5
25 Nitrat (NO3-N) Mg/L 20

13
26 Nitrit (NO2-N) Mg/L 1
27 Total Nitrogen Mg/L 30
28 BOD Mg/L 50
29 COD Mg/L 100
30 Senyawa Aktif Biru Metilen Mg/L 5
31 Fenol Mg/L 0,5
32 Minyak & Lemak Mg/L 10
33 Total Bakteri Koliform MPN/100 mL 1000
Sumber: Permen LH No.5 Tahun 2014

2.2.3. Parameter Kualitas Limbah Cair Kegiatan Bengkel

1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Ialah jumlah oksigen terlarut yang diperlukan mikroorganisme buat

mengoksidasi material karbonium (materi organik). Bila ada lumayan

oksigen, pembusukan biologis materi organik dengan cara serobik bisa

berjalan sampai seluruh materi organik terdegradasi. BOD dipakai selaku

penanda terbentuknya kontaminasi dalam sesuatu perairan. Angka BOD

yang besar (melampaui dasar kualitas) menunjukkan kalau perairan terebut

telah terkontaminasi (Agustina, 2016).

2. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD membuktikan jumlah oksigen yang diperlukan dalam

mengoksidasi materi organik dengan cara kimiawi, bagus materi

organikbiodegradable ataupun non- biodegradable. Angka COD senantiasa

lebih besar dari BOD sebab COD menerangkan jumlah keseluruhan materi

organik dalam air. Ideal perbandingan BOD atau COD buat air limbah

domestik yang belum diolah merupakan 0,3 sampai 0,8. Bila perbandingan

14
di dasar 0,3, berarti air limbah itu memiliki bagian toksik ataupun

diperlukan aklimatisasi mikroorganisme buat penstabilan air kotoran saat

sebelum diolah (Tchobanoglous et al, 2014).

3. Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solids (TSS) merupakan material yang halus di

dalam air yang mengandung lanau, bahan organik, mikroorganisme,

limbah industri dan limbah rumah tangga yang dapat diketahui beratnya

setelah disaring dengan kertas filter ukuran 0.042 mm. Nilai konsentrasi

TSS yang tinggi dapat menurunkan aktivitas fotosintesa dan penambahan

panas di permukaan air sehingga oksigen yang dilepaskan tumbuhan air

menjadi berkurang dan mengakibatkan ikan-ikan menjadi mati (Budianto

dan Hariyanto 2017).

4. Besi (Fe)

Salah satu bagian kimia yang biasanya terdapat dalam air merupakan

zat besi (Fe). Besi (Fe) dalam jumlah kecil ialah sesuatu bagian dari

bermacam enzim yang pengaruhi semua respon kimia berguna dalam

tubuh, besi tercantum faktor elementer untuk makhluk hidup. Pada

tanaman terhitung algae, besi berfungsi selaku pembuat sitokrom serta

klorofil. Kandungan besi yang kelewatan tidak hanya bisa menyebabkan

tampaknya warna merah pula menyebabkan karat pada perlengkapan yang

dibuat dari metal. Pada tanaman, besi berfungsi dalam sistem enzim serta

memindahkan elektron pada cara fotosintesis. Besi banyak dipakai dalam

15
aktivitas pertambangan, pabrik kimia, materi celupan, kain, penyulingan,

minyak, serta serupanya (Effendi, 2017).

2.4. Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah proses pengolahan air dimana arus listrik

diterapkan di elektroda untuk menghilangkan berbagai kontaminan air (Feryal,

2014). Elektrokoagulasi merupakan metode tanpa bahan kimia pada proses

koagulasi dan mampu menurunkan parameter kekeruhan dan warna.

Elektrokoagulasi punya efisiensi yang tinggi dalam penghilangan kontaminan dan

biaya operasi yang lebih rendah. Reaktor elektrokoagulasi adalah sel elektrokimia

dimana anoda (biasanya menggunakan aluminium atau besi) digunakan sebagai

agen koagulan. Secara simultan, gas-gas elektrolit dihasilkan (hidrogen pada

katoda). Beberapa material elektroda dapat dibuat dari aluminium, besi, stainless

steel, dan platina (Holt, 2002).

Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus

listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia, yaitu gejala dekomposisi

elektrolit, dimana ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron

yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan

elektron yang dioksidasi (Larue, 2003).

2.4.1. Reaksi Pada Elektrokoagulasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat dua macam reaksi pada saat

proses elektrokoagulasi berlangsung, yaitu reaksi oksidasi dan reduksi yang

16
terjadi pada plat yang berbeda, maka berikut ini penjelasan mengenai kedua reaksi

tersebut yang terjadi pada anoda maupun katoda.

1. Reaksi pada Katoda

Pada katoda akan terjadi reaksi-reaksi reduksi terhadap kation, yang termasuk

dalam kation ini adalah ion H+ dan ion-ion logam.

a. Ion H+ dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidrogen yang akan

bebas sebagai gelembung-gelembung gas.

2H+ + 2e H2 ..................................................................Persamaan 2.1

b. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, alkali tanah, maka ion-ion

ini tidak dapat direduksi dari larutan yang mengalami reduksi adalah

pelarut (air) dan terbentuk gas hidrogen (H2) pada Katoda.

2H2O + 2e 2OH- + H2 ........................................................Persamaan 2.2

c. Jika larutan mengandung ion-ion logam lain, maka ion-ion logam akan

direduksi menjadi logamnya dan terdapat pada batang katoda.

2. Reaksi pada Anoda

a. Anoda yang digunakan adalah logam Stainless Steel akan teroksidasi:

Fe3+ + 3OH- Fe (OH)3 .......................................................Persamaan 2.3

b. Ion OH- dari basa akan mengalami oksidasi membentuk gas oksigen

(O2):

4OH- 2H2O + O2 + 4e ........................................................Persamaan 2.4

17
c. Anion-anion lain (SO4 - , SO3 -) tidak dapat dioksidasi dari larutan, yang

akan mengalami oksidasi adalah pelarutnya (H2O) membentuk gas

oksigen (O2) pada anoda:

2H2O 4H- + O2 + 4e ........................................................Persamaan 2.5

Dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses elektrokoagulasi, maka pada

katoda akan dihasilkan gas reaksi ion logamnya. Pada anoda akan dihasilkan gas

halogen dan pengendapan flok-flok yang terbentuk.

Gambar 2.1 Prinsip proses elektrokoagulasi (Ni’am, 2007)

Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di

dalamnya terdapat katoda dan anoda sebagai penghantar arus listrik searah yang

disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan limbah sebagai elektrolit. Dalam

proses elektrokoagulasi ini menghasilkan gas yang berupa gelembung-gelembung

gas, maka kotoran-kotoran yang terbentuk yang berada dalam air akan terangkat

18
ke atas permukaan air. Flok-flok yang terbentuk tadi lama kelamaan akan

bertambah besar ukurannya. Setelah air mengalami elektrokoagulasi, kemudian

dilakukan proses pengendapan, yang berfungsi untuk mengendapkan partikel-

partikel atau flok yang terbentuk tadi. Setelah flok-flok yang terbentuk

mengendap di dasar tabung, air limbah yang terdapat diatas flok yang mengendap

dialirkan menuju membran yang akan menyaring air limbah tersebut, kemudian

efluen yang dihasilkan akan dianalisa.

2.4.2. Plat Elektroda

Pada dasarnya, proses elektrokoagulasi merupakan pengembangan dari

proses elektrolisis yang menggunakan metode elektroda sebagai titik tumpu

pengendali prinsip kerja sistem ini. Elektrolisis merupakan penguraian elektrolit

oleh arus listrik searah dengan menggunakan dua macam elektroda.

Dalam prakteknya, katoda akan menghasilkan ion hidrogen yang

mengangkat berbagai flokulan yang terbentuk pada saat proses elektrokoagulasi

berlangsung, sehingga setelah proses elektrokoagulasi selesai, maka akan terlihat

bercak-bercak putih yang terdapat pada katoda tanda dari keluarnya ion hidrogen

pada bagian tersebut.

Berbeda dengan katoda, pada proses elektrolisis maupun elektrokoagulasi,

anoda berperan sebagai kutub negatif. Pada anoda akan terjadi reaksi oksidasi,

yaitu anion ditarik oleh anoda dan jumlah elektronnya akan berkurang sehingga

oksidasinya bertambah. Maka hal inilah yang menyebabkan bahwa pada saat

19
proses elektrokoagulasi berlangsung, flokulan-flokulan yang terbentuk akan

banyak menempel pada anoda sebagai agen koagulan (Agung, 2012).

2.4.3. Logam Alumunium (Al)

Aluminium merupakan salah satu logam anorganik yang dijumpai dalam

air minum. Aluminium juga merupakan salah satu elektroda yang paling umum

digunakan dalam proses elektrokoagulasi karena nilai konduktivitasnya yang

cukup tinggi sehingga dianggap baik untuk menghantarkan muatan- muatan

listrik dalam proses tersebut (yulianto, 2016). Dalam banyak kasus, elektroda

aluminium memiliki keunggulan dalam segi efisiensi penyisihan bila

dibandingkan dengan elektroda lain (Pulkka, 2014).

2.4.4. Logam Tembaga (Cu)

Tembaga (Coppper) adalah salah satu logam yang bersifat lunak, menarik,

liat, tahan korosi, daya hantar panas yang baik, konduktivitas listrik yang tinggi

dan tahan oksidasi pada larutan non asam. Penggunaan lapisan tembaga sangat

luas dan sering digunakan , hal ini dikarenakan selain meningkatkan tampak rupa,

serta perlindungan korosi juga dapat meningkatkan sifat-sifat benda yang dilapisi

menurut aspek-aspek teknologi yang diinginkan. Dalam dunia industri, pelapisan

tembaga salah satunya dimanfaatkan sebagai lapisan dasar (Strike) pada proses

pelapisan nikel-kromium dekoratif (Saleh, 2014).

2.4.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Elektrokoagulasi

20
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses elektrokoagulasi antara lain

(Putero dkk, 2008):

1. Kerapatan Arus Listrik

Kenaikan kerapatan arus akan mempercepat ion bermuatan membentuk

flok. Jumlah arus listrik yang mengalir berbanding lurus dengan bahan yang

dihasilkan.

2. Waktu

Menurut hukum Faraday, jumlah muatan yang mengalir selama proses

elektrolisis sebanding dengan jumlah waktu kontak yang digunakan.

3. Tegangan

Karena arus listrik yang menghasilkan perubahan kimia mengalir melalui

medium (logam atau elektrolit) disebabkan adanya beda potensil, karena

tahanan listrik pada medium lebih besar dari logam, maka yang perlu

diperhatikan adalah mediumnya dan batas antar logam dengan medium.

4. Kadar Keasaman (pH)

Karena pada proses elektrokoagulasi terjadi proses elektrolisis air yang

mengahasilkan gas hydrogen dan ion hidroksida, maka dengan semakin lama

waktu kontak yang digunakan, maka semakin cepat juga pembentukan gas

21
hydrogen dan ion hidroksida, apabila ion hidroksida yang dihasilkan lebih

banyak maka akan menaikkan pH dalam larutan.

5. Ketebalan Plat

Semakin tebal plat elektroda yang digunakan, daya tarik elektrostatiknya

dalam mereduksi dan mengoksidasi ion logam dalam larutan akan semakin

besar.

6. Jarak antar Elektroda

Semakin besar jaraknya semakin besar hambatannya, sehingga semakin

kecil arus yang mengalir.

2.4.6. Kelebihan dan Kekurangan Proses Elektrokoagulasi

Dalam penggunaan proses elektrokoagulasi harus diberikan gambaran

tentang kelebihan dan kerugian dalam mengolah limbah cair (Kamilul, 2008).

Adapun kelebihan dalam proses elektrokoagulasi yaitu:

1. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sederhana dan mudah

dioperasikan.

2. Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluent

lebih jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.

3. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan

flok yang berasal dari flokulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari

22
elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air lebih sedikit,

lebih stabil, dan mudah dipisahkan dengan filtrasi.

4. Keuntungan dari elektrokoagulasi ini lebih cepat mereduksi kandungan

koloid yang paling kecil, hal ini disebabkan menggunakan medan listrik

dalam air sehingga mempercepat gerakan yang demikian rupa agar

memudahkan proses koagulasi.

5. Elektrokoagulasi menghasilkan effluent dengan kandungan Total

Dissolved Solid (TDS) dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan

dengan koagulasi kimiawi. TDS yang rendah akan mengurangi biaya

recovery.

6. Elektrokoagulasi tidak memerlukan koagulan, sehingga tidak bermasalah

dengan netralisasi.

7. Gelembung gas yang dihasilkan dari proses elektrokoagulasi ini membawa

polutan ke permukaan air sehingga mudah dibersihkan.

8. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai

kondisi dikarenakan tidak dipengaruhi temperature.

9. Pemeliharaan lebih mudah karena menggunakan sel elektrolisis yang tidak

bergerak.

Kekurangan proses elektrokoagulasi ialah:

1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai sifat

elektrolit cukup tinggi karena akan terjadi hubungan singkat antar

elektroda.

23
2. Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi oleh besar

kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang

kontak elektroda dan jarak elektroda.

3. Elektroda yang diganti dalam proses elektrokoagulasi harus diganti secara

teratur.

4. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi pengolahan.

2.4.7. Arus Pada Elektroda

Arus listrik merupakan banyaknya muatan listrik yang mengalir masing-

masing satuan durasi. Muatan listrik dapat mengalir lewat kabel ataupun

penghantar listrik yang lain. Pada jaman dahulu, arus konvensional didefinisikan

selaku aliran muatan positif, sekalipun kita saat ini ketahui kalau arus listrik itu

diperoleh dari aliran elektron yang bermuatan minus ke arah yang kebalikannya.

Satuan SI buat arus listrik merupakan ampere (A). Arus listrik merupakan besaran

skalar sebab bagus bagasi ataupun durasi ialah besaran skalar.

Arus listrik ialah aksi golongan elemen bermuatan listrik dalam arah khusus.

Arah arus listrik yang mengalir dalam sesuatu konduktor merupakan dari

potensial besar ke potensial kecil (bertentangan arah dengan aksi elektron). Satu

ampere serupa dengan 1 couloumb dari elektron melampaui satu titik pada satu

detik.

Muatan listrik dapat mengalir lewat kabel ataupun penghantar listrik yang

lain. Pada era dahulu, arus konvensional didefinisikan selaku gerakan bagasi

positif, sekalipun kita saat ini ketahui kalau arus listrik itu diperoleh dari gerakan

elektron yang bermuatan minus ke arah yang kebalikannya. Dengan cara

24
matematis, angka arus listrik bisa dicari dengan metode menyamakan nilai dari

beda potensial yang ada pada susunan dengan nilai halangan yang terjalin. Ada

pula nilai dari arus listrik hendak cocok dengan beda potensial pada susunan itu.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya tentang

penyisihan parameter pencemar air limbah kegiatan bengkel dengan metode

elektrokoagulasi (Firfansyah, 2022). Penelitian tersebut merupakan penelitian

eksperimenental laboratorik dengan metode elektrokoagulasi sistem batch.

Teknik pengolahan tersebut berfungsi untuk menyisihkan parameter pencemar air

25
limbah kegiatan bengkel, dimana hasil air olahannya diharapkan memenuhi baku

mutu air limbah mengacu pada Permen LH No.5 Tahun 2014. Pada penelitian ini,

pengolahan limbah cair kegiatan bengkel dilakukan dengan metode

elektrokoagulasi dengan sistem kontinyu. Sistem kontinyu merupakan suatu

sistem proses dimana selama proses berlangsung terdapat masukkan dan

pengeluaran hasil dilakukan dalam selang waktu tertentu. Metode sampling yang

digunakan yaitu sample sesaat (grab sample) dimana sampel diambil langsung

pada saat tertentu dari satu titik, yaitu pada titik dan kedalaman yang sama pada

titik outlet pada reaktor.

3.2 Tempat dan Waktu Eksperimen

Tempat pengambilan sampel limbah cair diproleh dari bengkel dealer di

Kota Jambi dan penelitian dilakukan di laboratorium Fakultas Teknik Universitas

Batanghari. Hasil penelitian ini akan diuji di laboratorium PT. Jambi Lestari

Internasional kota Jambi. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret

2023.

3.3 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan langkah-

langkah sistematis dalam melakukan tahapan dari penelitian ini. Diagram alir

penelitian dijelaskan pada Gambar 3.1.

26
Mulai

Studi Literatur

Identifikiasi Masalah

Persiapan:
 Alat dan Bahan
 Perakitan Reaktor
Elektrokoagulasi
27
Uji parameter awal air imbah
bengkel

Eksperimen
Proses Elektrokoagulasi
Tipe Plat : Alumunium dan Tembaga
Ketebelan : 2 mm
Waktu : 60 menit
Jumlah Plat : 2, 4, dan 6 Plat

Hasil uji parameter air limbah


bengkel Setelah Pengolahan

Analisis dan pembahasan

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Eksperimen

3.4. Persiapan Eksperimen

Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Perakitan reaktor elektrokoagulasi

3.4.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah

sebagai berikut:

28
1. Reaktor, digunakan sebagai tempat limbah saat proses elekrokoagulasi

berlangsung

2. Plat Almunium dan Plat Tembaga, digunakan sebagai plat elektroda pada

proses elektrokoagulasi

3. Power supply, digunakan sebagai penghantar listrik pada proses

elektrokoagulasi

4. Ampere meter, digunakan untuk mengetahui seberapa besar arus listrik yang

mengalir kedalam reaktor. karena kuat arus dapat berkurang akibat adanya

hambatan.

5. Kabel penghubung, digunakan untuk menghubungkan antara plat elektroda

dengan power supply

6. Penjepit buaya, digunakan sebagai penjepit antara kabel plat elektroda

dengan kabel penghubung

7. Tembaga, untuk kedudukan plat almunium pada reaktor

8. Jerigen, digunakan sebagai wadah limbah sebelum diolah

9. Botol, digunakan sebagai wadah limbah setelah diolah

10. Limbah cair kegiatan bengkel.

3.4.2. Tahap Eksperimen

Tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Perakitan Reaktor Elektrokoagulasi.

2. Siapkan sampel limbah cair kegiatan bengkel (Cin).

3. Masukan limbah cair (Cin) ke dalam reaktor elektrokoagulasi.

4. Atur jumlah plat sebanyak 2, 4 dan 6 plat pada masing-masing percobaan.

29
5. Setelah itu nyalakan power supply dan atur tegangan listrik sebesar 16 V

(Volt) selama 1 jam. Lakukan pengukuran arus listrik menggunakan ampere

meter.

6. Pada waktu kontak selama 1 jam dilakukan pengambilan sampel.

7. Setelah 1 jam matikan power supply, lalu diamkan selama 15 menit.

8. Kemudian lakukan uji BOD, COD, TSS, dan besi (Fe) diuji di laboratorium

PT. Jambi Lestari Internasional kota Jambi.

9. Bersihkan reaktor elektrokoagulasi menggunakan aquades.

10. Ulangi tahapan dengan varian jarak antar anoda dan katoda.

3.4.3. Variabel Eksperimen

Adapun variabel pengolahan limbah cair kegiatan bengkel dengan metode

elektrokoagulasi ini sebagai berikut:

1. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian yaitu parameter yang diuji BOD, COD,

TSS dan besi.

2. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah jumlah plat sebanyak 2, 4 dan 6

plat, waktu kontak selama 1 jam dengan tegangan listrik sebesar 16 V (Volt).

Tabel 3.1 Varian Eksperimen

No Jumlah Plat Tegangan Listrik Parameter Satuan


BOD Mg/l
1 2 16 Volt
COD Mg/l

30
TSS Mg/l
Besi Mg/l
BOD Mg/l
COD Mg/l
2 4 16 Volt
TSS Mg/l
Besi Mg/l
BOD Mg/l
COD Mg/l
3 6 16 Volt
TSS Mg/l
Besi Mg/l

Pada tabel 3.1 varian penelitian akan dilakukan sebanyak 3 kali, dimana

varian menggunakan jumlah plat sebanyak 2, 4 dan 6 plat, dengan menggunakan

air limbah kegiatan bengkel sebanyak 12 liter. Plat Elektroda yang digunakan

adalah plat alumunium dan tembaga dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 0,2 cm. Plat

yang terendam dalam air limbah adalah 17 cm dengan tegangan yang digunakan

adalah 16 V (Volt).

3.5. Desain Reaktor


Reaktor elektrokoagulasi yang akan digunakan merupakan reaktor dengan

limbah cair yang dialirkan dari atas reaktor kemudian sebagai outletnya

menggunakan kran, kapasitas reaktor 12 liter. Konfigurasi elektroda monopolar

disusun secara paralel, dipasang secara berselang yang dimana memiliki dua

kutub sebagai elektroda yaitu elektroda positif (Anoda) dan elektroda negatif

(Katoda) Berikut ini adalah gambar desain reaktor elektrokoagulasi yang akan di

gunakan dalam penelitian ini.

31
Gambar 3.2. Reaktor elektrokoagulasi
Spesifikasi reaktor adalah sebagai berikut:

1. Bentuk : kubus

2. Ukuran : 25 cm x 20 cm x 25 cm

3. Bahan : kaca dengan ketebalan 5 mm

4. Elektroda : Menggunakan plat aluminium dan tembaga

5. Ukuran Elektroda : 20 cm x 19 cm

6. Jumlah Elektroda : Variasi 2, 4 dan 6 plat elektroda.

7. Ketebalan Elektroda : 2 mm

8. Power Supply Dc 30 Ampere 16 Volt.

3.6. Analisis dan Pembahasan


Analisis yang dilakukan adalah perhitungan efisiensi penyisihan pencemar,

efisiensi penyisihan pencemar dihitung0dengan0membandingkan nilai pada

influen dan0efluen0yang0akan dinyatakan dalam persen (%). Penentuan0efisiensi

32
penyisihan pencemar dapat dihitung dengan0menggunakan perhitungan dibawah

ini (Telambanua, 2017):

Influen−Effluen
Efisiensi (E) = ×10 0 %..............................Persamaan 3.1
influen

33

Anda mungkin juga menyukai