Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL LAPORAN AKHIR

Pengolahan Limbah Cair dari Proses BeamHouse PT Rajawali


Tanjungsari Menggunakan Elektrokoagulasi Kontinyu dengan
Elektroda Silinder Berputar

Disusun oleh :

1. Vellanda Aderista Larasati 1431410033


2. Rizki Oktavia Fardani 1431410096

DOSEN PEMBIMBING
Ir. Bambang Widiono, MT

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2016
HALAMAN PERTEJUAN
Proposal laporan akhir disusun untuk memenuhi salah satu syarat lulus
Program Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang

Oleh :

1. Vellanda Aderista Larasati 1431410033


2. Rizki Oktavia Fardani 1431410096

Tanggal Pengajuan :
Februari 2017

Disetujui oleh :
Pembimbing

Ir. Bambang Widiono, MT


NIP. 195711281988031001
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya suatu proses di industri selain menghasilkan produk yang
diinginkan, juga menghasilkan produk samping berupa limbah. Limbah adalah
buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungannya. Limbah yang mengandung bahan polutan yang
memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang
dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi
untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya (Ginting, 2007). Jenis-jenis
limbah berdasarkan karakteristiknya yaitu limbah cair, padat dan gas.
Pada Menurut Niam (2007), elektrokoagulasi adalah proses
penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air
menggunakan energi listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana
elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang
disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan elektrolit.


.
Maka dari itu, penelitian ini dilakukan dengan mengoperasikan alat secara
kontinyu. Desain alat menggunakan elektroda silinder berputar yang
berfungsi untuk mempercepat pelepasan gas-gas pada elektroda sehingga
reaksi oksidasi reduksi dapat berlangsung secara cepat. Guna mencapai
efektifitas dalam pengolahan yang lebih baik, perlu kajian lebih lanjut
mengenai elektrokoagulasi dalam menurunkan parameter pencemar pada air
limbah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode
pengolahan untuk limbah cair industri yang lebih efektif dan efisien.

1.2 Ruang Lingkup Masalah


Pengolahan limbah cair dari PT Rajawali Tanjungsari dengan metode
Elektrokoagulasi dengan elektroda silinder berputar skala laboratorium.

1.3 Batasan Masalah


1) Proses dilakukan secara kontinyu dengan ukuran volume alat sekitar
. L
2) Bahan yang digunakan yaitu limbah cair dari PT Rajawali Tanjungsari.
3) Variabel yang digunakan :
a) Variabel Tetap
- Kecepatan putar katoda
- Konsentrasi Limbah (dilakukan pengenceran kali)
- Katoda (stainless steel)
- Anoda (alumunium)
b) Variabel Berubah
- Kuat arus (A)
- Flowrate(. L/h)

1.4 Rumusan Masalah


1) Bagaimana efisiensi penurunan kadar logam Cr, COD, BOD, dan TDS
melalui proses elektrokoagulasi dengan elektroda silinder berputar
terhadap limbah yang diolah secara kontinyu?
2) Bagaimana pengaruh variable kuat arus dan flowrate umpan terhadap
penurunan kadar Cr, COD, BOD dan TDS?

1.5 Tujuan Penelitian


1) Mengetahui efisiensi penurunan kadar logam Cr, COD, BOD, dan TDS
melalui proses elektrokoagulasi dengan elektroda silinder berputar
terhadap limbah yang diolah secara kontinyu.
2) Mengetahui hubungan variabel kuat arus dan flowrate umpan terhadap
penurunan kadar Cr, COD, BOD, dan TDS.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai
ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat
racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai
bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak
lingkungan hidup dan sumberdaya (Ginting, 2007).
Limbah merupakan bahan buangan yang berbentuk cair, gas dan padat
yang mengandung bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya
sehingga air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak
membahayakan kesehatan lingkungan. Air limbah yaitu air dari suatu daerah
permukiman yang telah dipergunakan untuk berbagai keperluan, harus
dikumpulkan dan dibuang untuk menjaga lingkungan hidup yang sehat dan
baik.(Muhtar., dkk,2011).

2.2 Jenis-jenis Limbah


Menurut Muhtar., dkk, (2011) menyatakan bahwa berdasarkan
karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu :
1) Limbah cair
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair.
2) Limbah padat
Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah
domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah
padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari
tempat-tempat umum.
3) Limbah gas dan partikel
Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat
(limbah) yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur
dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), karbon monoksida
dan timah.

2.3 Pengolahan Limbah Cair


Secara umum dapat dikemukakan bahwa limbah cair adalah cairan
buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat
umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan
kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup
(Kusnoputranto, 1985). Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam
memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah
domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan
dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih
harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Tujuan utama dari pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan
bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan
tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat
diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam.
Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup, baku mutu air limbah
adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair (Termasuk Pengolahan Limbah


Terpusat/Kawasan Industri)
Sumber : Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 Tahun 2002 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha Lainnya di
Jawa Timur

2.4 Metode Pengolahan Air Limbah


Menurut Metcalf (1991), Teknologi pengolahan air limbah adalah
kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi
pengolahan air limbah industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan
dipelihara oleh perusahana setempat. Berbagai teknik pengolahan air
buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan
dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang
telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode
pengolahan:
1. Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan
terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi
berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan
yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening)
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan
tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah
mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses
pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu
detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
2. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap
(koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun;
dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.
Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung
melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat
diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik
dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung
sebagai hasil reaksi oksidasi.
3. Pengolahan Secara Biologi
Pengolahan secara biologi (biologycal treatment) melibatkan
beberapa proses biologi, yaitu:
a) Lumpur Aktif
Lumpur aktif adalah kumpulan mikroba yang masih
aktif berupa gumpalan lumpur atau menyerupai lumpur,
maka disebut lumpur aktif.
b) Trickling filter
Istilah trickling filter bukan filter dikenal, namun
trickling filter terbuat dari bak beton bentuk silinder berisi
batu kecil atau kepingan plastik. Trickling filter atau
perlokasi berbentuk silinder atau empat persegi panjang
dengan dinding baja untuk menyimpan kerikil, batu,
kepingan plastik atau batu kapur.
c) Proses aerobik
Perlakuan aerobik limbah cair bertujuan untuk
melarutkan dan menggumpalkan senyawa organik menjadi
produk baru seperti CO2, NH3, radikal anorganik seperti
SO4, PO43- dan mikroba baru. Bakteri dalam jumlah besar
dalam bioreaktor digunakan untuk mengkonversi limbah cair
yang berisi senyawa organik dan anorganik beracun.
Masing-masing spesies mikroba tidak diketahui dan
tiadanya pembibitan (seeding) yang diperlukan.
d) Proses anaerobik
Limbah industri khususnya lumpur primer dinyatakan
dalam wujud limbah organik yang mudah busuk dan
berpotensi menimbulkan mikroba patogen. Pada pengolahan
limbah lumpur berupa senyawa kimia organik dengan proses
anaerobik oleh berbagai macam mikroba yang dibantu oleh
nutrien menjadi produk gas bio. Keuntungan perlakuan
anaerobik diantaranya adalah reduksi limbah, stabilisasi,
perbaikan drainase, dan matinya mikroba patogen.

2.5 Elektrokimia
Secara umum sel elektrokimia dibagi menjadi sel galvani atau sel
elektrokimia dan sel elektrolisis. Proses yang terjadi pada sel galvani ialah
reaksi kimia berubah menjadi energi listrik, sedangkan di dalam sel
elektrolisis sebaliknya, dari energy listrik menjadi energi kimia. Pada sel
galvani elektroda positif menjadi katoda, dan elektroda negatif sebagai
anoda, sedangkan pada sel elektrolisis sebaliknya, yaitu elektroda negatif
sebagai katoda, dan elektroda positif sebagai anoda (Mulyono, 2009).
Menurut Riyanto (2013), Elektrokimia merupakan bagian dari ilmu
kimia yang mempelajari hubungan antara reaksi kimia dengan arus listrik.
Elektrokimia dapat diaplikasikan dalam berbagai keperluan manusia, seperti
keperluan seharihari dalam skala rumah tangga dan industri-industri besar
seperti industri yang memproduksi bahan-bahan kimia baik organik maupun
anorganik, farmasi, polimer, otomotiv, perhiasan, pertambangan, pengolahan
limbah dan bidang analisis. Pengunaan elektrokimia diantaranya adalah:
a) Sel galvani yaitu sel yang didasarkan pada reaksi kimia yang dapat
menghasilkan arus listrik, seperti baterai, aki dan sel bahan bakar (fuel
cell).
b) Sel elektrolisis, yaitu sel yang didasarkan pada reaksi kimia yang
memerlukan arus listrik.
Sel galvanis dan sel elektrolisis adalah inti dari suatu proses
elektrokimia. Sel galvanis menghasilkan energi yang disebabkan oleh hasil
reaksi kimia, sedangkan sel elektrolisis dibutuhkan energi listrik untuk
melangsungkan reaksi kimia. Pada sel galvanis katoda berfungsi sebagai
penghantar listrik sehingga berkutub positif. Proses aliran elektron terjadi
dari elektroda negatif ke elektroda positif dengan melewati media elektrolit
yang berfungsi sebagai penghantar arus listrik sehingga rekasi yang terjadi
adalah spontan.
Pada sel elektrolisis elektroda yang berfungsi penghantar listrik adalah
anoda sehingga terjadi suatu pelarutan material anoda menghasilkan kation
logam (M+). Elektrolisis air merupakan reaksi samping yang menghasilkan
gas hidrogen pada katoda dan gas oksigen pada anoda (Purwanto, 2005).

2.5 Elektrolisis
Proses yang mana reaksi redoks yang tidak bisa berlangsung spontan,
disebut elektrolisis. Banyaknya perubahan kimia yang dihasilkan oleh
arus listrik berbanding lurus dengan kuantitas listrik yang lewat. Fakta
ini ditemukan oleh Michael Faraday tahun 1834 sebelum sifat dasar
elektron arus listrik diketahui. Kuantitas satuan standar kelistrikan yang
menyatakan banyaknya elektron yang melewati elektron adalah coulomb.
1 Faraday = 1 mol elektron = 9,65 x 10 4C. Bunyi hukum Faraday dalam
elektrolisis, lewat 1 faraday pada rangkaian mengakibatkan oksidasi satu
bobot ekuivalen suatu zat pada satu elektrode dan reduksi satu bobot
ekuivalen pada elektrode yang lain (Keenan, 1992:54).
Elektrolisis merupakan suatu peristiwa dimana suatu larutan akan
diuraikan menjadi ion-ionnya, yaitu ion positif (kation) dan ion negatif
(anion), ketika arus listrik searah dialirkan kedalam larutan elektrolit
melalui elektroda. Pada peristiwa ini kation akan mengalami reduksi
karena menangkap elektron, sedangkan anion akan mengalami oksidasi
karena melepaskan elektron. Maka peristiwa reduksi terjadi di katoda dan
oksidasi terjadi di anoda, dan kation akan menuju katoda sedangkan
anion akan menuju anoda (Wiharti,2010).
Sel elektrolisis tersusun atas elektroda positif (anoda) dan elektroda
negatif (katoda). Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, sedangkan pada katoda
terjadi reaksi reduksi. Ada dua tipe elektroda, yakni elektroda inert dan
reaktif. Bila anoda berupa elektroda inert, reaksi oksidasi sangat bergantung
pada jenis anion yang ada dalam larutan, sebaliknya bila anoda berupa
elektroda reaktif maka elektroda itu akan larut. (Isana.S.Y.L,2007)

Gambar 2.1 Mekanisme Elektrolisis


Sumber: Overview of Electrolytic treatment: An alternative technology for
purification of wastewater (A. K. Chopra, Arun Kumar Sharma*,
Vinod Kumar), Department of Zoology and Environmental
Sciences, Gurukula Kangri University, Haridwar (Uttarakhand)
India

Prinsip dasar elektrolisis


1) Memanfaatkan reaksi oksidasi dan reduksi (redoks)
2) Tidak memerlukan jembatan garam seperti sel volta. (sel elektrokimia)
Komponen utama sel elektrolisis
1) Wadah
2) Elektrode : berasal dari baterai
3) Elektrolit:cairan atau larutan yang diuji dan dapat menghantarkan listrik
4) Sumber arus searah : bisa berasal dari baterai ataupun aki
Elektrode pada sel elektrolis terdiri atas katode yang bermuatan negatif
dan anode yang bermuatan positif.Hal inilah yang membedakan antara sel
elektrolis dengan sel elektrokimia. Berikut prinsip dasar elektrolis
berlawanan dengan elektrokimia, yaitu :
1) Reaksi elektrolis, mengubah energi listrik menjadi energi kimia
2) Reaksi elektrolis, merupakan reaksi tidak spontan, karena melibatkan
energi listrik dan luar.
Reaksi elektrolis berlangsung di dalam sel selektrolis, yaitu terdiri dari
satu jenis larutan atau leburan elektrolit dan memiliki dua macam elektrode,
yaitu:
1) Elektrode (-) : Elektrode yang dihubungkan dengan kutub (-) sumber
arus listrik
2) Elektrode (+) : Elektrode yang dihubungkan dengan kutub (+) sumber
arus listrik
Bila suatu cairan atau larutan elektrolit dialiri arus listrik arus searah
melalui batang elektrode, maka ion-ion yang ada di dalam cairan atau
larutan tersebut akan bergerak menuju ke elektrode yang berlawananan
muatannya. Pada sel elektrolis kutub positif merupakan terjadinya ionisasi
(oksidasi) sehingga disebut anode & kutub negatif merupakan tempat
terjadinya reduksi sehingga disebut katode.
Hal yang mempengaruhi elektrolisis, di antaranya adalah:
1) Overpotensial
Tegangan yang dihasilkan akan lebih tinggi dari yang diharapkan.
Overpotensial bisa menjadi penting untuk mengendalikan interaksi
antara elektroda.
2) Tipe elektroda
Elektroda inert berperan sebagai permukaan untuk reaksi yang
terjadi. Namun elektroda tidak ikut bereaksi dimana elektroda aktif
menjadi bagian dari setengah reaksi.
3) Reaksi elektroda yang bersamaan
Jika dua pasang setengah reaksi terjadi bersamaan, maka salah satu
setengah reaksi harus dihentikan untuk menentukan pasangan tunggal
reaksi yang dapat dielektrolisis.
4) Keadaan pereaksi
Jika pereaksi tak standar, maka tegangan setegah sel akan berbeda
dari nilai standar. Pada kasus ini, larutan untuk anoda setengah sel
mungkin akan mempunyai pH lebih tinggi atau rendah dari pH standar
(yaitu 4).

2.6 Hukum Faraday


Seorang ahli kimia inggris bernama Michael Faraday pada awal tahun
1830 an menemukan bahwa larutan tertesntu dapat segera mengalirkan arus
listrik. Dan pada tahun 1832 Faraday mengemukakan 2 hukum penting,
yaitu:
a) Hukum Faraday I
Massa zat yang dihasilkan pada tiap-tiap elektrode sebanding dengan
kuat arus listrik yang megalir pada elektrode tersebut. Berdasarkan
hukum faraday 1, diperoleh persamaan:
m = i .t
m=Q
Q = i .t
Keterangan :
m = massa zat yang dihasilkan (gram)
i = kuat arus listrik (ampere)
t = waktu (detik)
Q = muatan listrik (coulomb)

b) Hukum Faraday II
Massa dari berbagai zat yan terbentuk pada tiap-tiap electrode
sebanding dengan massa ekuivalen zat tersebut. Maka, m = w
keterangan:
m = massa zat (gram)
w = massa ekuivalen
Ar = massa atom relatif
e = ekuivalen suatu zat (jumlah) elektrok yang berperan pada suatu
mol zat
Bila 2 hukum tersebut digabung, maka:
m= x.f
m= x
mol elektron = mol
keterangan :
1f = 1 mol elektron = 96.500

2.7 Elektroflotasi
Prinsip kerja elektrokoagulasi flotasi adalah pelarutan logam anoda (M +)
yang kemudian bereaksi dengan ion hidroksi (OH -) membentuk koagulan.
Koagulan ini akan mengadsorbsi polutan-polutan menjadi senyawa
berpartikel besar yang tidak larut yang akan terflotasi ke permukaan bak
proses.
Elektroflotasi ialah flotasi yang melibatkan elektron. Dalam hal ini
diartikan sebagai aliran elektron di dalam sirkuit listrik. Sebab, hakikatnya
listrik merupakan aliran elektron dari kutub negatif ke kutub positif. Proses
ini juga melibatkan reaksi kimia di dalam aliran listrik, yaitu elektrokimia.
Artinya, fenomena yang terjadi adalah fisika dan kimia. Apungan merujuk
pada fenomena fisika, berkaitan dengan hukum Archimedes dan
pembentukan gas terjadi lewat reaksi kimia yang dipicu oleh aliran elektron
(listrik) dan lumrah dikenal dengan sebutan elektrolisa air. Dengan bantuan
elektroda. unit ini mampu mengubah air menjadi gas hidrogen dan oksigen
(dianalogikan sebagai "blower" atau "kompresor" pada unit flotasi).
Reaksi yang terjadi pada elektroflotasi dikenal dengan istilah reaksi
redoks atau reduksi oksidasi. Reduksi terjadi di katoda dengan reaksi:
2H2O + 2e 2(OH-) + H2.
Reaksi oksidasi terjadi di anoda dengan reaksi:
2H2O 4H+ + O2 + 4e.
Agar mudah diingat, "jembatan keledai" yang dapat digunakan ialah
KRAO. K= katoda, reaksinya reduksi. A = anoda, reaksinya oksidasi.
Berikutnya adalah KNAP: katoda = negatif, anoda = positif.
Jenis arus listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu arus DC (Direct
Current) dan AC (Alternating Current). Arus DC diterjemahkan menjadi
arus searah. Ini terjadi karena ada aliran elektron dari titik yang tinggi energi
potensialnya ke titik yang rendah energi potensialnya. Arus ini dihasilkan
oleh sumber listrik yang kutubnya tetap, seperti batere dan aki. Di sumber
listrik ini terjadi reaksi kimia lalu hasilnya berupa beda potensial antara
kutub positif dan kutub negatif. Kutub positif dan negatif tidak berubah
(tetap) selamanya. Kejadian berlawanan terjadi pada arus AC. Di sini terjadi
perubahan menerus pada arah arusnya sehingga sering disebut arus bolak-
balik, seperti listrik yang dipasok oleh PLN atau genset.
Mekanisme elektroflotasi adalah sebagai berikut. Sebuah reaktor
elektroflotasi adalah sel elektrokimia dimana anoda korban (biasanya
menggunakan aluminium atau besi) digunakan sebagai agen akoagulan
(Matteson et al., 1995; Vik et al., 1984; Holt et al., 1999; Barkley etal.,
1993; Mameri et al., 1998; Pouet and Grasmick, 1995). Secara simultan,
gas-gas elektrolit dihasilkan (hidrogen pada katoda).
Beberapa material elektroda dapat dibuat dari aluminium, besi, stainless
steel dan platina. Aluminium merupakan material anoda yang sering
digunakan. Persamaan (1) menjelaskan pelarutan anode aluminium :
Al3+ + 3e Al . (1)
Secara simultan, reaksi katodik biasanya terjadi perubahan hidrogen.
Reaksi ini terjadi pada katoda dan tergantung pada pH Pada pH netral atau
alkali, hidrogen diproduksi melalui persamaan (2) :
2H2O+ 2e OH +H2 ..(2)
ketika dalam kondisi asam, persamaan (3) dapat menjelaskan dengan baik
perubahan hidrogen pada katoda.
2H+ +2e H2 ... (3)
a) Keuntungan Elektroflotasi
Keuntungan dari penggunaan elektroflotasi adalah sebagai berikut :
1) Elektroflotasi membutuhkan peralatan yang sederhana dan mudah
dioperasikan.
2) Air limbah yang diolah dengan elektroflotasi menghasilkan
effluent yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
3) Lumpur yang dihasilkan elektroflotasi relatif lebih stabil dan mudah
dipisahkan karena terutama berasal dari oksida logam. Selain itu
jumlah lumpur yang dihasilkan sedikit.
4) Flok yang terbentuk pada elektroflotasi memiliki kesamaan dengan
flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok
dari elektroflotasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang
sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan
filtrasi.
5) Elektroflotasi menghasilkan effluent yang mengandung TDS dalam
jumlah yang lebih sedikit dibandingkan pengolahan kimiawi. Jika air
hasil pengolahan ini digunakan kembali,kandungan TDS yang
rendah akan mengurangi biaya recovery.
6) Proses elektroflotasi mempunyai keuntungan dalam mengolah
partikel koloid yang berukuran sangat kecil karena dengan
pemakaian arus listrik menyebabkan proses koagulasi lebih mudah
terjadi dan lebih cepat.
7) Proses elektroflotaasi tidak memerlukan pemakaian bahan kimia
sehingga tidak bermasalah dengan netralisasi kelebihan bahan kimia
dan tidak membutuhkan kemungkinan pengolahan berikutnya jika
terjadi penambahan senyawa kimia yang terlalu tinggi seperti pada
penggunaan bahan kimia.
8) Gelembung gas yang dihasilkan selama proses elektrolisis membawa
polutan yang diolah untuk naik ke permukaan (flotasi) dimana flok
tersebut dengan mudah terkonsentrasi, dikumpulkan dan dipisahkan
9) Perawatan reaktor elektroflotasi lebih mudah karena proses
elektrolisis yang terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa
perlu memindahkan bagian dalamnya.
10) Teknologi elektroflotasi dapat dengan mudah diaplikasikan di daerah
yang tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan menggunakan
panel matahari yang cukup untuk terjadinya proses pengolahan.
b) Kerugian Elektroflotasi
Sedangkan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi adalah :
1) Elektroda yang digunakan dalam proses ini harus diganti secara
teratur.
2) Penggunaan listrik kada kala lebih mahal pada beberapa daerah.
3) Terbentuknya lapisan di elektroda yang dapat mengurangi efisiensi
pengolahan.
4) Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air
limbah yang diolah (Mollah, 2001).

2.8 Elektrokoagulasi
Proses elektrokoagulasi merupakan gabungan dari proses elektrokimia
dan proses koagulasi flokulasi dan elektrokimia. Proses ini diduga dapat
menjadi pilihan metode pengolahan limbah radioaktif dan limbah B3
cair fase air alternatif mendamping metode pengolahan yang lain
(Retno, dkk 2008).
Elektrokoagulasi adalah proses destabilisasi suspensi, emulsi dan
larutan yang mengandung kontaminan dengan cara mengalirkan arus
listrik melalui air, menyebabkan terbentuknya gumpalan yang mudah
dipisahkan. Reaktor elektrokimia merupakan sebuah sel elektrokimia
dimana kutub anoda yang berupa logam (biasanya alumunium atau
terkadang besi) dimana ion logam yang terlepas berfungsi sebagai agen
koagulan. Dan secara simultan terjadi gelembung gas hidrogen di kutub
katoda.
Elektrokoagulasi mempunyai kemampuan untuk mengolah berbagai
macam polutan termasuk padatan tersuspensi, logam berat, tinta, bahan
organik, minyak dan lemak, ion dan radionuklida. Karakteristik fisika kimia
dari polutan mempengaruhi mekanisme pengolahan misalnya polutan
berbentuk ion akan diturunkan melalui proses presipitasi sedangkan padatan
tersuspensi yang bermuatan akan diabsorbsi ke koagulan yang bermuatan.
Kemampuan elektrokoagulasi untuk mengolah berbagai macam polutan
menarik minat industri untuk menggunakannya.
Menurut Mollah (2004) dalam penggunaan proses elektrokoagulasi
harus diberikan gambaran tentang kelebihan dan kerugian dalam
mengolah limbah cair. Adapun kelebihan dalam proses elektrokoagulasi,
yaitu:
1) Elektrokoagulasi butuh peralatan sederhana dan mudah untuk
diopeasikan.
2) Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan
effluent yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
3) Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan
flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok
dari elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air
yang sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan
filtrasi.
4) Keuntungan dari elektrokoagulasi ini lebih cepat mereduksi kandungan
koloid yang paling kecil, hal ini disebabkan menggunakan medan
listrik dalam air sehingga mempercepat pergerakan yang demikian
rupa agar memudahkan proses koagulasi.
5) Elektrokoagulasi menghasilkan effluent yang mengandung Total
Dissolved Solid (TDS) dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan
dengan pengolahan kimiawi. TDS yang rendah akan mengurangi
biaya recovery.
6) Proses elektrokoagulasi tidak memerlukan penggunaan bahan kimia
sehingga tidak bermasalah dengan netralisasi.
7) Gelembung gas yang dihasilkan pada prose elektrokoagulasi ini
dapat membawa polutan ke permukaan air sehingga mudah
dibersihkan.
8) Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk
berbagai kondisi dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur.
9) Pemeliharaan lebih mudah karena menggunakan sel elektrolisis yang
tidak bergerak.
Sedangkan kelemahan dalam proses elekrokoagulasi ialah :
1) Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai
sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan
singkat antar elektroda.
2) Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi oleh
besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas
sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda.
3) Elektroda yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi harus diganti
secara teratur.
4) Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi
pengolahan.

2.9 Mekanisme Elektrokoagulasi


Menurut Mollah (2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi di
dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga faktor utama yaitu :
1) terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda,
2) destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi, dan pemecahan emulsi, dan
3) agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok.
Menurut Holt et al. (2006) ada berbagai kemungkinan mekanisme yang
terjadi dalam elektrokoagulasi (interaksi dalam larutan) yaitu :
1) Migrasi ke muatan elektroda yang berlawanan (electrophoresis) dan
agregatisasi netralisasi muatan.
2) Kation atau ion OH- membentuk suatu presipitasi dengan polutan
3) Interaksi kation logam dengan OH- untuk membentuk suatu hidroksida
yang mempunyai sifat-sifat adsorpsi yang tinggi sekaligus mengikat
polutan (jembatan koagulasi).
4) Hidroksida membentuk struktur seperti kisi yang lebih besar dan sweep
coagulation.
5) Oksidasi polutan-polutan untuk jenis racun yang lebih sedikit.
6) Pemindahan oleh elektroflotasi dan adhesi ke gelembung.

Gambar 2.2 Mekanisme Elektrokoagulasi


Sumber: Holt et al, 2002
2.10 Mekanisme Reaksi Pada Anoda dan Katoda
Menurut Hanupurti (2008) Sebuah reaktor elektrokoagulasi adalah sel
elektrokimia dimana anoda (biasanya menggunakan aluminium atau besi)
digunakan sebagai koagulan. Dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
Al Al3+ + 3e
Katoda : 2H2O + 2e- OH-+ H2
Anoda : 2H2O 4H++ O2+ 4e
Reaksi total : Al + 6H2O 3H2+ 6 OH-+ 2 Al3+
Al + 6H2O 3H2+ 2 Al(OH)3
Gas O2 yang terbentuk sangat kecil dan diabaikan. Dari reaksi tersebut
akan dihasilkan gas dan buih serta terjadi pelepasan Al 3+ dari plat elektroda
sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan dan
partikel-partikel dalam limbah.
Proses ini timbul karena adanya reaksi pada elektroda, reaksi yang
timbul diakibatkan oleh masuknya aliran arus listrik searah dengan
tegangan tertentu. Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua
elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa
elektrokimia, yaitu dekomposisi elektrolit berat ion positif (kation) bergerak
ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif
(anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi.
Pada intinya mekanisme proses oksidasi-reduksi yaitu untuk melakukan
destabilisasi ion sehingga mudah untuk dilakukan proses pengendapan
serta dapat mengurangi sifat racun dari ion tersebut.

2.11 Faktor yang Mempengaruhi Proses Elektrokoagulasi


Menurut Putero, dkk (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi proses
elektrokoagulasi antara lain:
a) Jarak elektroda
Jarak antar elektroda akan mempengaruhi besarnya hambatan
elektrolit, semakin besar jaraknya semakin besar hambatannya, sehingga
semakin kecil arus yang mengalir. Arus yang kecil menyebabkan reaksi
yang terjadi tidak maksimal karena jumlah Al 3+ menjadi sedikit sehingga
polutan yang terendapkan pun juga sedikit.
b) Suhu
Semakin tinggi suhu dalam cairan, maka semakin besar energi
aktifasinya, sehingga kecepatan reaksi akan semakin besar, sehingga
kemungkinan proses oksidasi akan semakin cepat.
c) Waktu Kontak
Faktor yang sangat berpengaruh dalam proses elektrokoagulasi,
maka semakin lama waktu kontak penempelan ion-ion logam pada
elektroda semakin banyak.
d) Kuat Arus Listrik
Dalam proses elektrokoagulasi arus yang digunakan yaitu arus
searah yang dicari sampai optimum, besarnya arus dapat
menyebabkan pembentukan gas H2 yang terlalu besar dan cepat bisa
memecahkan flok yang sudah terbentuk.
e) Tegangan
Karena arus listrik yang menghasilkan perubahan kimia mengalir
melalui medium (logam atau elektrolit) disebabkan adanya beda
potensial, karena tahanan listrik pada medium lebih besar dari
logam, maka perlu diperhatikan adalah mediumnya dan batas antar
logam dengan medium.
f)Kadar keasaman (pH)
Karena pada proses elektrokoagulasi terjadi proses elektrolisis air
yang menghasilkan gas hydrogen dan ion hidroksida, dengan semakin
lama waktu kontak yang digunakan, maka semakin cepat pembentukan
gas hydrogen dan ion hidroksida, apabila ion hidroksida yang
sdihasilkan lebih banyak maka akan menaikkan pH dalam larutan.

2.11 Parameter yang Akan Diuji


a) Kadar Logam Cr
Limbah industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri
yang menghasilkan kromium cukup besar dalam limbahnya. Senyawa
kromium (Cr) dalam limbah cair industri penyamakan kulit berasal dari
proses produksi penyamakan kulit, dimana dalam penyamakan kulit
digunakan senyawa kromium sulfat antara 60 % - 70 % dalam bentuk
larutan kromium sulfat yang tidak semuanya dapat terserap oleh kulit.
Kromium dipilih karena memberikan keuntungan lebih banyak, yaitu
harga murah, proses penyamakan cepat, dan kulit yang dihasilkan
bermutu tinggi (Potter,dkk.1994) .
Keberadaan kromium dengan konsentrasi yang tinggi dalam
limbah cair industri penyamakan kulit tentunya dapat menyebabkan
pencemaran terhadap lingkungan . Nilai baku mutu kromium total
menurut KEPMENLH no.51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu
limbah cair bagi kegiatan industri adalah 0,6 mg/L (Wahyuningtyas,
Nursetyati.2001).
Pengolahan Limbah kromium dilakukan untuk mengurangi
konsentrasi kromium sisa dan memperoleh kembali kromium
sehingga dapat digunakan kembali dalam proses penyamakan kulit
(Benefield,dkk.1990). Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk
mengurangi atau menurunkan kadar logam berat kromium dalam
limbah cair, diantaranya dengan pertukaran ion menggunakan resin
(Cavaco.2007), metode hidrolisis dan hidrolisis dengan penambahan
enzim , koagulasi menggunakan NaOH serta elektrokoagulasi
(Esmaeili.2005).
b) TDS (Total Dissolved Solid)
Kelarutan zat padat dalam air atau disebut sebagai Total Dissolved
Solid (TDS) adalah terlarutnya zat padat, baik berupa ion, berupa
senyawa, koloid di dalam air. Sebagai contoh adalah air permukaan
apabila diamati setelah turun hujan akan mengakibatkan air sungai
maupun kolam kelihatan keruh yang disebabkan oleh larutnya partikel
tersuspensi didalam air,sedangkan pada musim kemarau air kelihatan
berwarna hijau karena adanya ganggang di dalam air. Konsentrasi
kelarutan zat padat ini dalam keadaan normal sangat rendah, sehingga
tidak kelihatan oleh mata telanjang (Situmorang, 2007: 23)
c) COD
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bahan oksidan (misal: Kalium Dikromat) untuk
menguraikan bahan organic (Fardiaz, 1992). Uji COD sebagai alternatif
uji penguraian beberapa komponen yang stabil terhadap reaksi biologi
atau tidak dapat diurai/dioksidasi oleh mikroorganisme.

Tabel 2. Tingkat Pencemaran Berdasarkan Nilai COD

Nilai COD Tingkat


(mg/l) pencemaran
< 400 Ringan
400-700 Sedang
700-1500 Berat
> 1500 Sangat berat
Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

3/MENLH/1/1998 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan

Industr.i

Baku mutu limbah cair industri atau usaha untuk parameter COD adalah

maksimum 100 mg/l.

d) BOD
BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut
yang dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau
mengoksidasi bahan buangan dalam air (Fardiaz, 1992 dalam alamsyah
; 2008) atau merupakan suatu nilai empiris yang mendekati secara
global terjadinya proses penguraian bahan- bahan yang terdapat
dalam air dan sebagai hasil dari proses oksidasi tersebut akan terbentuk
CO2, air, dan NH3 (Alaert, 1987 dalam Alamsyah ; 2008). BOD
merupakan parameter utama dalam menentukan tingkat pencemaran
perairan, dan tingkat pencemaran berdasarkan nilai BOD disajikan
pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Tingkat pencemaran Berdasarkan Nilai BOD

Nilai BOD Tingkat


(mg/l) pencemaran
< 200 Ringan
200-350 Sedang
350-750 Berat
> 750 Sangat berat

2.12 Penelitian dengan Elektrokoagulasi


Telah dilakukan penelitian dalam air sumur tentang efektifitas proses
elektrokoagulasi terhadap penurunan kadar besi. Dalam penelitian ini
penurunan kadar besi dilakukan dengan tiga tahap yaitu filtrasi,
elektrokoagulasi dan elektrokoagulasi yang disertai dengan filtrasi, dimana
proses elektrokoagulasi dilakukan dengan variasi waktu 15, 30, 45 dan 60
menit menggunakan elektroda aluminium. Filtratnya ditambahkan dengan
asam nitrat yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengganggu yang
terdapat dalam sampel dengan bantuan pemanas listrik. Logam Fe dianalisa
dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil analisa diperoleh waktu
elektrokoagulasi optimum adalah 45 menit, dengan persentasi penurunan
kadar Fe yaitu 78,68% dengan kadar Fe : 0,2182 mg/L, selanjutnya proses
elektrokoagulasi disertai dengan penyaringan dan diperoleh persentasi
penurunan kadar Fe yaitu 85,02% dengan kadar Fe : 0,1533 mg/L. Dari hasil
tersebut diperoleh bahwa proses penyaringan (filtrasi) juga berpengaruh pada
penurunan kadar logam Fe (Sembiring, 2015)

2.13 Rotating Cylinder Electrode (Silinder Elektrode Berputar)


Pada tingkat rotasi yang sangat lambat, larutan mendekati silinder yang
berputar kemudian mengalir dengan teratur dan gerakan yang halus disebut
aliran laminar. Sementara tingkat rotasi yang meningkat, maka aliran larutan
menjadi lebih kompleks. Sedangkan lapisan dalam larutan berkontak
langsung dengan silinder kemudian melekat pada permukaan, tegangan
langsung antara lapisan ini dan lapisan berikutnya dari silinder membuat
pusaran berhenti berputar. Pada titik ini, transisi aliran laminar larutan dari
menjadi turbulen mengalir, dan dengan meningkatnya tingkat rotasi, pusaran
sendiri menghasilkan pusaran lebih lanjut. (Research Instrumentation, 2006)
Rotating cylinder electrode digunakan untuk menghasilkan gerakan
cairan dalam sel yang menyebabkan kecepatan sudut. Percobaan
membutuhkan sejumlah kecil cairan dan pengukuran elektrokimia dapat
dibuat secara bersamaan. Sebuah silinder berputar menyebabkan turbulensi
karena terbawanya cairan di permukaan (T. Prez et. Al, 2013). Namun
percobaan tersebut hanya berfokus pada pengaruh piring dan silinder
konsentris digunakan sebagai elektroda penghitung disimulasikan pada
aliran turbulen dari elektroda silinder berputar (P. Atempa Rosiles et. al,
2014).
Visualisasi RCE sebagai dasar reaktor menyiratkan asumsi dasar
tertentu. Untuk contoh bahwa reaksi elektrokimia dapat dipromosikan
dalam sel khusus dan dioptimalkan untuk tingkat konversi reaktan yang
lebih tinggi dengan efisiensi yang tinggi. Desain sel jelas penting dan harus
disesuaikan dengan reaksi tertentu dan karakteristik spesifik. Utamanya hal
ini menguntungkan karakteristik Rotating Cylinder Electrode Reactor
karena hal tersebut menghasilkan:
1) Permukaan elektroda secara sesungguhnya ekipotensial (daerah disekitar
yang memiliki gaya potensial) jika diatur dalam konfigurasi anoda
konsentris, dan kontrol potensi konstan yang berhubungan dengan
elektroda menjadi dimungkinkan.
2) Kerapatan arus secara sesungguhnya seragam memberikan kontrol
perpindahan massa yang baik.
3) Turbulen aliran tiga dimensi memberikan pendekatan yang baik untuk
terus menerus pada reaktor tangki (CSTR).
4) Transportasi perpindahan massa massal yang seragam, tinggi dan
dikendalikan terutama oleh rotasi silinder bukan aliran aksial melalui
reaktor.
5) Elektroda Rough menampilkan transportasi perpindahan massa massal
yang lebih tinggi daripada elektroda statis yang tetap mempertahankan
ketergantungan pada tingkat rotasi (D. R. Gabe dan F. C. Walsh, 1983)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat
elektrokoagulasi yang dioperasikan secara kontinyu. Alat elektrokoagulasi
yang dibuat yaitu berupa bak elektrokoagulasi dan elektroda yang digunakan
adalah jenis silinder pejal berputar. Elektroda tersebut dibuat berputar,
disambung dengan motor penggerak yang berfungsi untuk mempercepat
pelepasan gas H2 yang terbentuk di elektroda dan juga untuk mencegah
terjadinya pasivasi.
Bak elektrokoagulasi dibuat dengan ukuran bagian bawah dengan
panjang 44 cm, lebar 30 cm dan ukuran bagian atas dengan panjang 48 cm,
lebar 34 cm. Tinggi bak elektrokoagulasi berukuran 28 cm. Elekroda yang
digunakan yaitu Alumunium sebagai anoda dan Stainless steel sebagai
katoda. Dalam penelitian ini dilakukan variasi kuat arus yaitu ..
Ampere dan variasi flowrate umpan yaitu .. dengan waktu
pengambilan sampling setiap .. dengan kecepatan putar elektroda
tetap 36 rpm dan konsentrasi limbah tetap.
Limbah yang digunakan dalam penelitian berasal dari
.. Hasil dari proses elektrokoagulasi tersebut nantinya
akan dianalisis kandungan Logam Cr, Total Dissolved Solids (TDS) ,COD,
dan BOD. Gambar 3.1 menunjukkan serangkaian alat elektrokoagulasi yang
akan digunakan.
3.2 Alat dan Bahan
a) Alat
1. Serangkaian Alat Elektrokoagulasi

Adapter Motor
Listrik
Motor Lisrik
36
rpm
25

Elektroda rpm
15
rpm

Feed
Tank Analisis
(BOD, COD, TSS,
Turbidity)

Anoda
Katoda

Gambar 3.1 Rancangan Spesifikasi Alat

Tampak Depan

48 cm
28 cm
44 cm
Tampak Samping

34 cm
28 cm
30 cm

Gambar 3.2 Tangki Penampung


8 cm

12 cm

9 cm
Gambar 3.3 Elektroda

Spesifikasi Alat :
1. Tangki Penampung Limbah berbentuk trapezium terbalik dengan
ukuran:
- Tinggi = 28 cm
- Panjang bagian bawah = 44 cm
- Lebar bagian bawah = 30 cm
- Panjang bagian atas = 48 cm
- Lebar bagian atas = 34 cm
2. Elektroda dengan ukuran:
- Katoda : Panjang = 12 cm dan Diameter = 9 cm
- Anoda : Panjang = 12 cm dan Diameter = 8 cm

b) Bahan
1. Limbah Cair dari SRU (Sulfur Recovery Unit) JOB Pertamina
Petrochina

3.3 Skema Kerja Penelitian

Persiapan Alat dan Bahan


Variabel :
Kuat Arus dan
Flowrate Umpan Proses Elektrokoagulasi

Proses Elektrokoagulasi

Pengamatan dan Pengambilan Pengambilan Sampling


Data dilakukan
Analisis Kadar Cr, COD,
BOD dan TDS
3.4 Prosedur Percobaan
a) Pengenceran limbah sebesar .. kali ini hanya dilakukan sekali, karena
konsentrasi limbah adalah sebagai variabel tetap
b) Atur flowrate feed
c) Tunggu hingga larutan memenuhi tangki
d) Atur kuat arus yang akan digunakan
e) Hidupkan motor listrik dengan kecepatan putar pengadukan selalu tetap
f) Pengambilan sampling dilakukan setiap .
g) Ambil sampling sebanyak kurang lebih ..
h) Lakukan analisis Kadar Cr, BOD, COD dan TDS
i) Ulangi mulai langkah awal jika akan ke variabel selanjutnya

3.5 Variabel Percobaan


Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Variabel Tetap
1. Kecepatan putar katoda
2. Konsentrasi Limbah
3. Katoda (stainless steel)
4. Anoda (alumunium)
b) Variabel Bebas
1. Kuat arus (. A)
2. Flowrate umpan ( L/h)

3.6 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


BAB IV
WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

4.1 Tempat Pelaksanaan Laporan Akhir


Pelaksanaan Laporan Akhir dilaksanakan di Laboratorium Jurusan
Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang. Adapun laboratorium yang
digunakan adalah:
1. Laboratorium Kimia Dasar
2. Laboratorium Pengolahan Limbah
3. Laboratorium Riset
4. Laboratorium Analisa Instrumen

4.2 Waktu Pelaksanaan Laporan Akhir


Waktu pelaksanaan penelitian dan penulisan dilaksanakan selama kurang
lebih .
4.3 Jadwal Pelaksanaan
Adapun jenis jenis kegiatan

LAMPIRAN
I. Prosedur Analisis
A. Penentuan kadar Cr menggunakan
B. Penentuan TDS
C. Penentuan COD
D. Penentuan BOD

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai