Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI

MAKANAN

Diajukan sebagai syarat Ujian Akhir Semester Teknologi Pengolahan Limbah

DISUSUN OLEH :
AGUNG RISMANTO (2016090118)
ASTRID SETIA INDARWATI (2016090048)
DEWI PARAMITA (2016090072)
MARIA GRATIA REGINALDIS T (201690052)

UNIVERSITAS PAMULANG
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan industri, kontribusi pencemaran oleh industri mengalami
peningkatan secara tajam. Di pulau Jawa, industri pencemaran,secara signifikan terutama
di daerah perkotaan. Beberapa parameter pencemaran air telah melampaui baku mutu
yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini memicu meningkatnya perhatian masyarakat
dan pemerintah pada pencemaran lingkungan. Industri, termasuk industri pangan, saat ini
dituntut untuk mengolah air limbah yang dihasilkan hingga memenuhi baku mutu
sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan air limbah industri pangan umumnya
dilakukan dengan menggunakan sistem lumpur aktif, karena sistem ini telah terbukti
efektif untuk mengolah air limbah dengan kandungan utama bahan organik. Menurut
Kristanto (2002), teknologi lumpur aktif mampu menurunkan total padatan tersuspensi
(TSS) hingga 91%, COD (chemical oxygen demand) 62%, dan BOD5 (biochemical
oxygen demand) 97%.
Beban bahan organik (COD, BOD) air limbah yang makin besar menyebabkan
penurunan kemampuan degradasi IPAL (instalasi pengolahan air limbah) yang ada,
sehingga tingkat efisiensi pengolahan mengalami penurunan. Untuk mengantisipasi
peningkatan beban bahan organik air limbah di masa yang akan datang, maka perlu
dilakukan karakterisasi kondisi operasi dan optimasi proses pengolahan air limbah
sehingga diperoleh tingkat efisiensi pengolahan yang tinggi.
B. Pengolahan Limbah

Pengolahan limbah merupakan sebuah proses yang mengolah air buangan yang sudah
tidak bisa dipakai lagi (disebut “limbah”) untuk dapat dikembalikan ke siklus air di
lingkungan sekitar sehingga dapat digunakan kembali sebagai air baku. Jika limbah yang
diolah dapat langsung digunakan sebagai air bersih disebut reklamasi air (water
reclamation). Pengolahan yang digunakan meliputi beberapa metode dalam sebuah
infrastruktur sistem yang terintegrasi yang disebut Instalasi Pengolahan
Limbah(wastewater treatment plant, WWTP).
Limbah yang diolah meliputi limbah rumah tangga, limbah padat (solid waste), limbah
kotoran manusia (human waste), buangan air hujan atau salju (stormwater), dan buangan

dari pengolahan air (disposal water treatment). Jika limbah lebih banyak berasal dari
limbah perkotaan baik rumah tangga atau industri kecil disebut “sewage” dan
pengolahannya disebut “sewage treatment”.

Dalam membuat instalasi pengolahan limbah, perlu diperhatikan tujuan hasil akhirnya:
(1) dibuang (disposal) atau (2) digunakan kembali (reuse). Jika kita ingin
membuangnya maka terdapat beberapa regulasi yang diatur sebelum dibuang sehingga
tidak mencemari lingkungan. Setiap negara memiliki regulasi yang berbeda-beda terkait
hasil buangan pengolahan limbah baik melalui sungai ataupun laut. Adapun jika kita
ingin menggunakan kembali air limbah sebagai air bersih, maka beberapa metode perlu
digunakan agar memenuhi standar air bersih atau air minum yang ditentukan, akan tetapi
harganya akan jauh lebih mahal karena melibatkan banyak proses pengolahan. Selain itu,
pengotor (impurities) yang dipisahkan perlu dipertimbangkan pula untuk pembuangannya
jika mengandung bahan-bahan pencemar berbahaya yang dapat mencemari lingkungan.
Instalasi pengolahan limbah secara garis besar terdiri atas 3 proses:

1. Separation phase (fase pemisahan)


Pada proses fase pemisahan terjadi pengolahan limbah cair menjadi bentuk cairan dan
padatan. Limbah padat yang dihasilkan akan diolah melalui proses oksidasi atau
polishing pada tahap selanjutnya, padatan minyak dan lemak umumnya diolah melalui
saponifikasi (penyabunan) dan padatan lumpur (sludge) diolah melalui proses
dewatering. Adapun limbah cair yang dihasilkan akan diolah biasanya dengan sistem
filtrasi yang disesuaikan dengan kualitas airnya. Secara garis besar, fase pemisahan
terdiri atas 2 metode:

a. Metode sedimentasi
Metode sedimentasi merupakan proses pengendapan dengan gaya gravitasi untuk
menghilangkan padatan terlarut (suspended solids) dari limbah. Terdapat 2 jenis cara
yaitu (1) kolam pengendapan (sedimentation pond) dan (2) clarifier yaitu tanki yang
dibangun dengan proses mekanis dapat menghilangkan padatan melalui proses
sedimentasi secara kontinu, selain itu terdapat juga unit clarifier yang lebih komplek
dengan menggunakan skimmer sebagai alat penghilang buih sabun (soap scum) dan
padatan non-polar seperti minyak yang mengapung diatas permukaan air.
b. Metode filtrasi
Suspensi padatan koloid dalam limbah cair akan dihilangkan dengan proses filtrasi baik
dengan filter pasir, karbon aktif, atau sistem membran. Metode filtrasi ini penting untuk
mengurangi total padatan terlarut (TDS). Sistem bioreaktor membran sering juga
digunakan untuk sistem pemulihan (recovery) dan sistem pemanfaatan kembali (reuse).
MBR (Membrane Bio-Reactor) adalah kombinasi proses membran (mikrofiltrasi atau
ultrafiltrasi) dengan sistem pertumbuhan bakteri dalam bioreaktor.  MBR terdiri atas 2
konfigurasi: internal atau submerged MBR, dan external atau sidestream MBR.
Perbedaan keduanya ada pada peletakan membran, dimana internal MBR berada dan
didalam dan external BMR diluar system.
2. Oxidation (Oksidasi)
Proses oksidasi mengindikasikan jumlah senyawa organik dalam limbah. Dengan
melakukan proses oksidasi maka nilai BOD dan COD dalam limbah dapat direduksi,
serta toksisitas yang disebabkan oleh bahan pencemar dapat dikurangi sebelum dibuang
ke lingkungan. Pengukuran BOD dan COD sangatlah penting untuk melihat karakteristik
limbah yang akan diolah.

a. BOD (Biochemical Oxygen Demand), adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan
mikroorganisme aerobik untuk menghancurkan materi organik dalam air (limbah) pada
suhu tertentu (20 C) selama periode tertentu (5 hari), satuan BOD yaitu miligram O2 per
liter. Total BOD lebih berpengaruh terhadap jaring makanan (food web) dalam limbah,
hal ini karena nilai BOD mengindikasikan seberapa banyak senyawa organik dalam
limbah sebagai sumber makanan bakteri untuk dioksidasi oleh bakteri. Semakin tinggi
nilai BOD maka semakin rendah oksigen terlarut dalam limbah karena dikonsumsi oleh
bakteri. Limbah yang memiliki nilai BOD-nya tinggi biasanya mengandung nitrat dan
fosfat tinggi yang berasal dari limbah makanan.
Proses oksidasi secara biologi sangatlah penting untuk menghilangkan senyawa organik
dalam limbah yang dapat sebagai sumber makanan oleh ekosistem lingkungan sebelum
dibuang. Instalasi pengolahan limbah biasanya didesign agar mempunyai tingkat efisiensi
mereduksi BOD lebih dari 96%.

Nilai BOD juga dapat merepresentasikan kualitas air limbah sekalipun tidak signifikan,
berikut tabel kondisi kualitas limbah berdasarkan nilai BOD-nya:

Tingkat BOD
(ppm) Kualitas Air
1–2
Sangat bagus, sedikit mengandung limbah organic
3–5
Bagus, limbah kondisinya bersih
Buruk, mengandung limbah organik dan terjadi aktivitas
6–9 dekomposisi limbah oleh bakteri
Sangat buruk, limbah mengandung tinggi senyawa organik
> 50 dan banyak aktivitas dekomposisi oleh bakteri
b. COD (Chemical Oxygen Demand), adalah jumlah ketersediaan elektron dalam
senyawa organik dalam air (limbah) untuk mereduksi oksigen terlarut dalam air. Hal ini
perlu dibedakan dengan TOC (Total Organic Compound) yang mengukur jumlah total
senyawa organik dalam air. Nilai TOC biasanya lebih besar dibandingkan COD karena
tidak semua senyawa organik dapat teroksidasi. Adapun nilai COD akan lebih besar
dibandingkan BOD karena tidak semua senyawa organik yang dapat teroksidasi mampu
dioksidasi oleh bakteri sebagai sumber makanan. Pengukuran COD dengan cara
mengoksidasi senyawa organik dengan senyawa pengoksidasi seperti potasium dikromat
(V) dan potasium manganat (VII) menghasilkan karbon dioksida, air, dan ammonia.
Umumnya, nilai COD dapat menentukan jumlah polutan organik dalam air permukaan
atau air limbah, sehingga nilai COD sangatlah penting untuk menentukan kualitas air.
Satuan yang digunakan yaitu miligram oksigen per liter larutan.
Beberapa proses dapat digunakan untuk menurunkan BOD dan COD pada limbah
meliputi koagulasi biasa dengan flocculant polimer kation, mirobiologi, elektrokoagulasi,
peroksi-koagulasi, reagent Fenton, dan elektro-Fenton. Koagulasi biasa dapat mereduksi
BOD dan COD sekitar 30% – 40%, pada limbah industri biasanya dikombinasikan
dengan proses lainnya seperti peroksi-koagulasi menggunakan H2O2 saja atau dengan
reagen Fenton (kombinasi H2O2 dan katalis Fe2+) tergantung kualitas airnya.

3. Polishing
Beberapa kondisi air limbah biasanya bersifat fluktuatif kualitasnya, sehinggu perlu
dilakukan pengaturan parameter seperti pH atau perlakuan tambahan sebelum dibuang ke
lingkungan. Polishing dilakukan tergantung dari hasil kualitas limbah setelah ditreatment
sebelum dibuang (disposal) atau digunakan kembali (reuse). Kadang digunakan juga
karbon filter untuk menghilangkan kontaminan dan pengotor yang yang masih ada dalam
limbah dengan adsorpsi oleh karbon aktif.

Setiap instalasi pengolahan limbah akan memperhatikan kualitas limbah dan keluarannya
disesuaikan dengan regulasi setempat sebelum dibuang ke sungai atau danau. Di
Indonesia setiap limbah baik dari rumah tangga perkotaan atau industri akan mengikuti
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014, tentang Baku Mutu Air
Limbah. Tiap industri memiliki standar baku mutu air limbah yang berbeda-beda
dibedakan dengan jenis usahanya, akan tetapi jika jenis usahanya belum ditetapkan,
pemerintah Indonesia memberlakukan standard yang umum sebagai berikut:

C. Jenis Produk
Bahan inti yang digunakan PT. Maya Food Industries dalam industri pengalengan ikan yaitu
ikan mackerel dan ikan sardine. Ikan mackerel yang digunakan diimpor dari negara China
dan Jepang sedangkan ikan sardine yang digunakan dimpor dari negara China. Produk
pengalengan ikan ini mempunyai beberapa macam variasi saus seperti media minyak, saus
tomat, saus teriyaki, saus balado dan saus cabe. Masa umur simpan produk ikan kaleng
tersebut yaitu 3 tahun dalam suhu ruang. Produk pangan tersebut ditargetkan untuk semua
umur namun tidak disarankan untuk balita serta orang-orang yang mempunyai alergi
terhadap ikan.
Kemasan primer yang digunakan yaitu kaleng dengan bentuk silinder besar tipe 300, silinder
kecil tipe 200 dan kaleng tipe club can. Kemasan silinder besar tipe 300 mempunyai
kapasitas berat bersih sebesar 425 gram, kemasan silinder kecil tipe 200 mempunyai
kapasitas berat bersih sebesar 155 gram dan kemasan kaleng tipe club can mempunyai
kapasitas berat bersih sebesar 125 gram. Produk dengan kemasan tipe club can
didistribusikan secara ekspor sedangkan produk dengan kemasan berbentuk silinder dapat
didistribusikan secara ekspor maupun lokal. Kemasan kaleng tersebut didapatkan dari PT.
Cometa Can dan PT. Ancol Trang yang berasal dari Jakarta.
Kemasan sekunder ikan kaleng yaitu menggunakan karton yang di-supply dari PT. Bahana
Buana Box dan PT. Puri Nusa Eka Persada yang berasal dari Semarang. Setiap karton
mampu memuat jumlah kaleng yang berbeda-beda berdasarkan jenis produk yang dikemas.
Pada produk Botan MIB dengan menggunakan kaleng silinder tipe 300 dapat dikemas
sebanyak 48 kaleng per karton sedangkan produk Botan MIK dengan kaleng silinder tipe 200
dapat dikemas sebanyak 100 kaleng per karton. Pada produk Alam Indo SPB dengan
menggunakan kaleng silinder tipe 300 dapat dikemas sebanyak 24 kaleng per karton
sedangkan produk Alam Indo SPK dengan menggunakan kaleg silinder tipe 200 dapat
dikemas sebanyak 50 kaleng per karton. Pada produk yang menggunakan club can dapat
dikemas sebanyak 50 kaleng per karton.

D. PROSES PRODUKSI
PT. Maya Food Industries melakukan proses produksi berdasarkan permintaan buyer dan
ketersediaan bahan-bahan yang dibutuhkan. Proses produksi dapat berjalan selama 1 minggu
penuh atau hanya beberapa hari, tergantung pada jumlah produk yang ingin diproduksi.
Selain itu, proses produksi dilakukan pada hari Senin sampai Jumat dan setiap hari Sabtu
hanya digunakan untuk sanitasi atau membersihkan ruang produksi secara menyeluruh.
Proses produksi di PT. Maya Food Industries dilakukan secara bertahap

E. Penerimaan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi ikan kaleng terdiri dari bahan inti dan
bahan tambahan. Bahan inti dalam pengalengan ikan di PT. Maya Food Industries yaitu ikan
mackerel dan ikan sardine yang diimpor dari Jepang, Korea dan China. Bahan tambahan
yang digunakan antara lain garam, air, tepung pengental, es dan pasta saus.
Air digunakan dalam mengencerkan pasta saus dan melarutkan tepung pengental serta garam.
Selain itu digunakan juga air sumur yang telah di-treatment untuk proses thawing, pencucian,
perendaman serta sanitasi ruang proses. Pasta saus yang digunakan berasal dari China dan
Turki. Tepung pengental yang digunakan merupakan tipe MR 300 yang berasal dari PT.
Lautan Luas. Selain itu, es digunakan untuk memperpanjang umur simpan ikan segar yang
dikirim. Pada proses penerimaan ikan, terlebih dahulu ikan diambil beberapa sebagai
sampel kemudian diperiksa atau dilakukan pengujian terhadap kandungan histamin,
formalin, organoleptik dan micro uji virus oleh BKIPM (Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan) dan oleh bagian Quality Control di
PT. Maya Food Industries sendiri. Kadar formalin yang diperbolehkan dalam ikan yaitu
0% sedangkan kadar histamin dalam ikan yang diperbolehkan berdasarkan individu
sebesar 57% dan berdasarkan komposit sebesar 17% dengan menggunakan maksimal 3
sampel. Selama pengujian ini, ikan lainnya dikarantina dalam cold storage selama ± 4
hari.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Industri Makanan Air Limbah yang dihasilkan


Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi, barang jadi yang memiliki nilai tambah
untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga
reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang,
tetapijuga dalam bentuk jasa. Industri makanan,minuman dan susu sendiri adalah
industri yang mengolah bahan mentah atau barang menjadi barang jadi yang
berupa makanan,minuman dan susu. Industri makanan dan minuman bermacam-
macam tergantung dari jenis pangan yang diolah, ada industri
tempe,tahu,kerupuk,rumput laut,makanan dan minuman dalam kemasan seperti
bir,cola cola dll. Industry makanan,minuman dan susu sendiri biasanya
memproduksi bahan baku dari bahan pangan yang diolah menjadi bahan pangan
lainnya.
Contoh bahan-bahan yang digunakan dalam industry makanan Antara lain,
industry makanan : Tepung (Terigu,Gandum,Kanji,Beras ,dll),Pemanis, zat
tambahan bahan pangan (Pengawet, pewarna, nutrisi Tambahan dll,), industry
minuman : Air, Pemanis, Pengawet,Pewarna dll.
Limbah yang dapat dihasilkan dari industry pangan tentu berbeda-beda
tergantung jenis pangan yang diolah. Contohnya menurut Koesoebiono (1984),
limbah cair industry tapioca mengandung padatan tersuspensi 1000-10.000 mg/L
dan bahan organic 1500-5300 mg/L (Departemen Perindustrian,2007). Contoh
lain adalah dalam produksi temped an tahu dihasilkan limbah sebanyak 3000-
5000 L/ton produk.
B. Karakteristik & Parameter pengukuran kualitas air limbah
1. Parameter fisika seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau, dll.
2. Parameter kimia; Berikut parameter pengukuran kualitas air limbah
industry pangan secara umum
parameter standard Effluen
PH 4,5-6,5 (variable)
BOD 5000-10000 ppm
COD 1500-20000 ppm
TDS 1350-7250 ppm
TSS 500-2000 ppm
TKN 800-1000 ppm
Sumber: www.ozonegeneratorindia.com
Sedangkan karakterikstik & Parameter pengukuran kualitas air limbah
masing-masing jenis industry pangan diatur dalam peraturan menteri LH
RI No 05 Thn 2014 tentang baku mutu air limbah.
C. Dampak dari air limbah industry makana dan minuman
Dampak air limbah industry makanan dan minuman jika tidak diolah
dengan baik dan dibuang secara sembarangan.
1. Menurunnya kualitas lingkungan
2. Menurunnya estetika atau nilai keindahan lingkungan
3. Terhambatnya pengembangan Negara
4. Membuat lingkungan kurang nyaman untuk ditempati
5. Membuat makhluk hidup yang terkena pencemaran menjadi
musnah atau mati.
D. Kebijakan pemerintah dalam pengolahan air limbah industry makanan dan
minuman.
a. Kebijakan pemerintah diatur dalam keputusan menteri Negara
lingkungan hidup No KEP-51/MENLH/10/1995 Tentang baku mutu
limbah cair bagi kegiatan industry. Bahkan kegiatan industry
mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh
karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah
cair dengan menetapkan baku mutu limbah cair.
b. Dan UU RI No.32 Tahun 2009 Tentang perlingdungan dan penglolaan
lingkungan hidup, maka setiap industry maupun instansi/badan usaha
harus dari kegiatannya.
E.Karakteristik Limbah Ikan
Pengolahan limbah cair ditentukan berdasarkan karakteristik limbah yang akan diolah.
Pengolahan hasil perikanan akan menghasilkan limbah cair dengan kandungan bahan
organik yang tinggi dimana tingkat pencemaran bergantung pada proses pengolahan serta
jenis ikan yang diolah (Ibrahim, 2005). Berdasarkan Suzuki 1981 dalam Siregar 2011,
daging ikan memiliki komposisi kimiawi yang secara umum berupa air 66 – 84%,
karbohidrat 1 – 3%, protein 15 – 24%, lemak 0,1 – 22% dan substansi anorganik 0,8 –
2%. Komponen kimia ini didominasi oleh air yang mempengaruhi kandungan lemak
yaitu semakin kadar air tinggi maka kadar lemak dalam daging ikan semakan rendah.
Ikan merupakan sumber protein dan memiliki kandungan lain yaitu minyak. Selain itu,
pada limbah cair di PT. Maya Food Industries terdapat juga air sanitasi yang memiliki
kandungan zat kimia. Pengolahan limbah cair ini dilakukan secara biologis karena proses
utama dalam pabrik ini adalah pengolahan hasil perikanan yang mengandung banyak
bahan organic

F. Pengolahan Limbah Cair


Limbah cair dalam industri pangan, sebagian besar dapat diatasi dengan menggunakan
sistem biologis. Hal ini disebabkan oleh polutan utama limbah yaitu bahan organik berupa
lemak, karbohidrat, vitamin dan protein dengan bentuk terlarut atau tersuspensi. Tujuan
yang mendasari pengolahan limbah cair yaitu sebagai proses menghilangkan sejumlah
padatan yang tersuspensi maupun bahan yang terlarut, terkadang juga digunakan untuk
menyisihkan nutrien atau unsur hara seperti fosfor dan nitrogen. Pengolahan limbah cair
secara umum dibedakan menjadi tiga yaitu pengolahan primer, pengolahan sekunder serta
pengolahan tersier (Direktorat, 2007).
Pengolahan limbah cair pada PT. Maya Food Industries terdapat pada IPAL. Menurut
Permadi (2011), IPAL atau Instalasi Pengolahan Air Limbah merupakan usaha perusahaan
dalam sistem pengolahan limbah setelah optimasi produksi dan pengurangan serta
pemanfaatan limbah. Tujuan pengolahan air limbah yaitu untuk mengurangi tingkat cemaran
yang ada pada air limbah sehingga aman untuk lingkungan.
G. Pengolahan Primer
Pengolahan primer adalah pengolahan secara fisik yang berguna dalam memisahkan padatan
yang tersuspensi terendapkan oleh gravitasi atau yang terapung maupun mengambang.
Pengolahan primer dapat dilakukan dengan cara penyaringan kasar serta pengendapan primer
yang bertujuan untuk memisahkan bahan yang inert yaitu tanah atau butiran pasir. Saringan
kasar berguna dalam memisahkan padatan yang berukuran cukup besar. Butiran pasir maupun
tanah adalah bahan yang non-biodegradable serta dapat mengendap pada dasar instalasi
sehingga harus dipisahkan. Umumnya, pengendapan primer dirancang dengan waktu tinggal ±
2 jam (Direktorat, 2007).
Pengolahan primer yang terjadi dalam IPAL terdapat pada bak penampungan, bak penyaringan
/ screening dan bak pre-treatment. Masing-masing bak melakukan proses pemisahan padatan
maupun minyak / lemak berdasarkan gaya gravitasi. Bak penampungan yaitu tempat
berkumpulnya air limbah sisa produksi dan tempat untuk mengendapkan padatan yang akan
diambil sehari setelah proses berangsung. Bak penyaringan yaitu tempat menyaring padatan
yang lebih kecil dengan menggunakan saringan berukuran 5 mm, 3 mm dan 2 mm.
Bak pre-treatment merupakan tempat untuk memisahkan minyak yang ada dalam air limbah
berdasarkan densitasnya. Menurut Metcalf & Eddy (2004) dalam Priyanka (2012), minyak
adalah senyawa organik yang stabil serta sulit didekomposisi oleh bakteri. Minyak dalam suatu
limbah cair dapat menyebabkan berbagai masalah pada saluran pipa maupun IPAL itu sendiri.
Sedangkan keberadaannya dalam air permukaan dapat menyebabkan gangguan kehidupan
biota dan estetika yaitu terbentuknya materi-materi terapung serta lapisan film pada permukaan
air. Selain itu, berdasarkan pendapat Saputri & Didik (2016), konsentrasi minyak serta lemak
yang tinggi akan menghambat aktivitas mikroorganisme untuk mendegradasi polutan organik
serta berkontribusi terhadap konsentrasi COD sehingga diperlukan perlakuan pencegahan
dengan memastikan bahwa minyak dan lemak tidak ikut terbuang dengan membangun grease
trap atau unit penangkap minyak serta lemak.
H. Pengolahan Sekunder
Pengolahan sekunder pada IPAL PT. Maya Food Industries terjadi pada bak anaerob dan
bak aerob dimana bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan dalam limbah
yang terlarut atau tersuspensi dengan melalui proses biologis berupa aerobik dan anaerobik.
Prinsip dalam pengolahan secara biologis yaitu dengan memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme antara lain protozoa dan bakteri. Mikroba ini mendapatkan nutrisi dari polutan
organik biodegradeble serta dapat melakukan konversi pada polutan organik menjadi air,
karbondioksida serta energi agar dapat tumbuh dan bereproduksi. Dengan demikian, sistem
pengolahan limbah cair melalui proses biologis harus mampu mengkondisikan lingkungan
yang optimum untuk mikroorganisme sehingga mikroorganisme dapat memberikan kestabilan
pada polutan organik biodegradable dengan optimum pula. Cara untuk mempertahankan
mikroorganisme agar tetap produktif dan aktif yaitu dengan pemasokan oksigen yang cukup,
waktu yang cukup untuk kontak dengan polutan organik, suhu serta komposisi medium yang
disesuaikan. Pada IPAL, pemasokan oksigen pada bak aerob berasal dari blower udara dan
waktu kontak bakteri dengan polutan pada bak anaerob dan aerob yaitu antara 3-4 hari
sehingga mikroorganisme dapat aktif dan produktif. Pengolahan sekunder bertujuan untuk
mengurangi TSS dan BOD dalam limbah secara signifikan namun efluen yang ada, masih
memiliki kandungan nitrat atau amonium dan fosfor yang terlarut (Direktorat, 2007).
Pengolahan limbah cair menggunakan mikroorganisme anaerobik digunakan dalam mengolah
kandungan pada padatan organik yang tersuspensi tinggi. Keuntungan pada sistem ini yaitu
produksi lumpur yang rendah, konsumsi energi yang rendah, serta menghasilkan gas metana
atau gas bio yang merupakan produk samping bermanfaat (Direktorat, 2007). Bakteri anaerob
dikatakan dalam kondisi baik bila lumpur yang dihasilkan tidak mengambang dan hanyut.
Berdasarkan Helard & Komala (2006) dalam Indrawan (2014), bakteri anaerob yang umum
digunakan adalah Clostridium sp., Bacillus sp, dan Pseudomonas sp. Penanganan yang
dilakukan bila bakteri anaerob tidak dapat bekerja dengan baik yaitu dengan diberikan pupuk
urea yang diencerkan terlebih dahulu dengan menggunakan air. Hal ini dilakukan karena
digunakan pada hampir semua macam jenis limbah cair dalam industri pangan. Fungsi sistem
lumpur aktif yaitu untuk melaksanakan nitrifikasi, oksidasi karbon, denitrifikasi serta eliminasi
fosfor. Sistem ini menggunakan peralatan mekanis yaitu blower dan pompa yang memerlukan
biaya investasi dan biaya operasi (pemakaian energi listrik) yang besar (Direktorat, 2007).
Selain itu, bakteri yang dapat digunakan pada bak arerob secara umum adalah
Nitrosomonas sp., Nicrobacter sp., Bacillus sp. Saccharomyces C dan Aerobacter sp (Sutoro
2010 dalam Indrawan, 2014). Pada bak aerob, bakteri tidak mengendap karena terdapat blower
udara yang memasukkan oksigen ke dalam limbah. Namun, oksigen tersebut selama proses
konversi akan mengubah amonia menjadi nitrat (nitrifikasi) oleh mikroorganisme. Penanganan
dalam bak aerob yaitu dengan penambahan gula sebagai nutrisi dalam pertumbuhan
mikroorganisme. Selain itu, dapat ditambahkan pula kapur yang bersifat basa untuk
menyeimbangkan pH air limbah yang asam.
Kombinasi pengolahan IPAL dengan menggunakan proses anaerob dan aerob memiliki
keuntungan dalam meningkatkan efisiensi penghilangan BOD dan senyawa fosfor bila
dibandingkan dengan menggunakan salah satu proses saja. Pada kondisi anaerob, sel-sel
mikroorganisme yang mengandung senyawa fosfor anorganik akan terlepas sebagai hasil dari
hidrolisis senyawa fosfor. Kemudian akan menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengurangi BOD (senyawa organik) pada air limbah. Penghilangan BOD akan berjalan baik
pada perbandingan BOD : P = 1 : 10 (Said & Arie, 2015).
Pada kondisi aerob, bakteri ataupun mikroorganisme akan menggunakan senyawa fosfor
dan akan dilakukan sintesa hingga menjadi polyphospat dengan menggunakan energi hasil
proses oksidasi senyawa organik (BOD). Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi proses
anaerob dengan proses aerob akan menghilangkan fosfor dan BOD dengan baik serta cocok
digunakan dalam pabrik yang menghasilkan limbah cair dengan beban organik yang cukup
besar (Said & Arie, 2015)

I. Pengolahan Tersier
Pengolahan tambahan yaitu pengolahan tersier atau dikenal dengan advanced waste
water treatment berguna dalam menghilangkan atau mengurangi konsentrasi TSS, BOD serta
nutrien (N, P). Penerapan proses pengolahan tersier yaitu dengan menggunakan filtrasi pasir,
eliminasi fosfor (secara kimia dan biologi) dan eliminasi nitrogen (nitrifikasi dan denitrifikasi)
(Direktorat, 2007). Pengolahan tersier pada IPAL ini terdapat pada Wet Land dimana pada bak
tersebut dipenuhi oleh batu dan tanaman yang akan menyerap nutrisi pada air limbah. Tanaman
dalam Wet Land disebut sebagai tanaman akuatik yang mendapatkan nutrisi dari fosfor dan
nitrat / amonium. Bila nutrien tanaman akuatik tersebut dikeluarkan ke perairan (sungai maupun
danau), maka dapat menyebabkan berlebihnya pertumbuhan biota air yang kemudian dapat
mengakibatkan pendangkalan badan air dan eutrofikasi sehingga unsur hara perlu dieliminasi.
Nitrogen dalam efluen kebanyakan berupa senyawa amonia yang bersifat toksik pada ikan bila
konsentrasinya tinggi (Direktorat, 2007).
BAB III
PROSES PENGOLAHAN

Setling

Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah

3.1. Pengolahan Limbah Cair


Pengolahan limbah cair di PT. Maya Food Industries dilakukan dalam IPAL atau Instalasi
Pengolahan Air Limbah. Sumber air limbah tersebut antara lain air sisa produksi dan air
sanitasi namun tidak termasuk air toilet / kebersihan diri. Luas total IPAL di PT. Maya Food
Industries sebesar 2700m2. Produksi air limbah dalam satu hari yaitu 346 m³ sementara total
pengolahan dalam IPAL secara keseluruhan dapat mencapai lima hingga enam hari. Denah
IPAL PT. Maya Food Industries dapat dilihat pada Lampiran 8. Berikut ini layout IPAL milik
PT. Maya Food Industries: Pengolahan limbah cair ini dilakukan bertahap yaitu (1)
penampungan, (2) penyaringan, (3) pre-treatment, (4) ekualisasi, (5) bak anaerob, (6) bak
aerob, (7) settling, (8) Wet Land dan (9) outlet. Pengolahan IPAL ini berjalan secara continue
dan otomatis sehingga bila hujan turun pada saat jam kerja telah selesai maupun pada hari
libur maka pengolahan dapat berjalan dengan semestinya agar limbah cair tidak melebihi
batas kapasitas ruang yang ada.
a. Bak Penampungan
Langkah awal dalam mengolah air limbah di PT. Maya Food Industries adalah dengan
menampung limbah cair pada suatu bak penampungan khusus. Penampungan ini
memiliki tujuan untuk menampung semua limbah cair hasil produksi dan sanitasi kecuali
air toilet atau kebersihan diri. Selain itu, bak penampungan juga berperan sebagai tempat
untuk mengendapkan padatan yang terbawa oleh arus air. Sisa padatan akan mengendap
pada bagian dasar bak akibat tekanan alir air dan gaya gravitasi. Pengambilan endapan
padatan tersebut dilakukan sehari setelah berlangsungnya proses pengolahan limbah cair
dengan cara manual yaitu terdapat pekerja yang mengambilnya dengan menggunakan
jaring. Sisa padatan tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahari dan kemudian
dijual kepada masyarakat lokal. Pada bak penampungan ini, terdapat pompa yang
berfungsi untuk memindahkan air ke proses selanjutnya. Semakin sedikit volume air
maka pompa berjalan lancar sedangkan bila volume air banyak maka pompa bekerja
dengan lambat.
b. Bak Penyaringan
Screening dilakukan untuk menyaring padatan yang masih terdapat dalam limbah cair
namun memiliki ukuran yang lebih kecil daripada sisa padatan pada bak penampungan.
Proses penyaringan dilakukan dalam 3 tahap yaitu penyaringan dengan menggunakan
saringan berdiameter 5 mm, penyaringan dengan menggunakan saringan berdiameter 3
mm dan penyaringan dengan menggunakan saringan berdiameter 2 mm. Tahapan –
tahapan ini dibuat secara bertingkat seperti tangga sehingga limbah cair dapat mengalir
sesuai alurnya. Penyaring ini dibersihkan setiap hari.
c. Bak Pre Treatment
Bak Pre-Treatment digunakan sebagai tempat untuk memisahkan minyak yang ada dalam
limbah cair dengan didasarkan pada berat jenisnya. Minyak yang berkumpul pada bagian
permukaan air akan diambil dengan menggunakan kotak box yang kemudian diletakkan
di atas bak tersebut. Pada saat tidak ada proses produksi, minyak tersebut dimasukkan
kembali kedalam proses pengolahan air.
d. Bak Equalisasi
Bak equalisasi memiliki volume ruang yaitu 431 m3. Bak ini digunakan untuk
menghomogenkan konsentrat atau komposisi air limbah. Proses dilakukan dengan
menggunakan bantuan pompa untuk mengaduk air limbah sehingga terjadi proses
pencampuran.
e. Bak Anaerob
Pengolahan limbah cair yang utama terdapat pada bak anaerob dengan kapasitas sebesar
735 m3 dan kedalaman minimal 3 meter. Bak anaerob ini digunakan untuk menguraikan
bahan – bahan organik NH3, NO2, bau dan menekan populasi bakteri patogen dengan
bantuan bakteri anaerob. Bakteri anaerob dan aerob yang digunakan telah ada sejak dulu
dan tidak diketahui tepatnya namun pertumbuhannya selalu diperiksa. PT. Maya Food
Industries melakukan pengecekan pada bak anaerob secara visual terhadap warna, lumpur
dan gelembung serta pengecekan terhadap pH. Standar pH pada bak anaerob yaitu 6,5 –
7,5. Berdasarkan penampakan air, jika warnanya bening kecoklatan maka kinerja bakteri
baik sedangkan jika warna menjadi putih atau kuning maka kinerja bakteri kurang baik.
Berdasarkan bau, jika berbau amis mengindikasikan bahwa hasil penguraian buruk dan
biasanya didampingi dengan warna air yang berubah menjadi putih atau kuning sehingga
perlu diberi penanganan yaitu dengan diberikannya pupuk urea sebanyak 5 kg yang
dicairkan terlebih dahulu dengan 20 liter air lalu dimasukkan setelah proses selesai atau
pada sore hari. Penanganan ini dilakukan agar kinerja bakteri mengalami peningkatan.
Jika didapatkan lumpur mengambang dan hanyut maka bakteri dalam kondisi buruk
sedangkan bila gelembung banyak maka bakteri dalam kondisi baik. Penanganan pada
kondisi bakteri yang buruk yaitu diberikan nutrisi berupa gula sebanyak 2 kg dan tapioka
sebanyak 3 kg. Bakteri akan kembali menjadi normal dan sehat dalam jangka waktu 6
jam hingga 3 hari.
f. Bak Aerob
Bak aerob merupakan tempat yang digunakan untuk menghilangkan bau, memperbaiki
warna air, menurunkan kadar COD dan BOD dalam limbah air dengan menggunakan
bantuan bakteri aerob. PT. Maya Food Industries menyediakan blower udara untuk
memberikan oksigen dalam bak agar bakteri aerob dapat hidup dan menjalankan aerasi
agar bakteri aerob tidak mengendap. Proses dalam bak aerob ini menggunakan sistem
aerasi. Pengecekan bakteri aerob yang dilakukan oleh PT. Maya Food Industries yaitu
berdasarkan jumlah bakteri per liter, warna air dan pH. Pengecekan berdasarkan jumlah
bakteri dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil sampel air pada bak 1, 4 dan 7
sebanyak 1 liter, kemudian didiamkan selama 30 menit untuk mengendapkan bakteri lalu
dilihat banyaknya bakteri yang mengendap. Standar jumlah bakteri yaitu 300-700 ml/L,
jika jumlah bakteri di bawah standar tersebut, maka diberikan gula sebanyak masing-
masing 3 kg untuk pagi dan sore hingga jumlah bakteri memenuhi standar kembali.
Berdasarkan warna air, jika air berwarna bening kecoklatan yaitu bakteri dalam kondisi
baik sedangkan jika air berwarna kuning maka bakteri dalam kondisi buruk dan kadar
ammonia cukup tinggi sehingga diperlukan penanganan menggunakan tapioka.
Berdasarkan tingkat keasaman, pH standar bak aerob yaitu 6-9, jika pH di bawah standar
maka dapat diartikan bahwa kinerja bakteri menurun sehingga perlu diberikan
penanganan yaitu dengan memberikan kapur sebanyak 10kg per hari hingga pH
mencapai standar awal.
g. Bak Settling
Bak settling digunakan sebagai tempat untuk menampung bakteri aerob yang terbawa
oleh arus. Kemudian bakteri tersebut akan dikembalikan ke bak aerob. Pengurasan bak
settling dilakukan setiap 2 atau 3 minggu.
h. Wetland
Wet Land merupakan area pengolahan limbah air yang dipenuhi oleh tumbuhan dengan
luas area sebesar 234 m3. Proses pengolahan yang terjadi di Wet Land yaitu akar – akar
tanaman dalam Wet Land akan menyerap nutrisi yang tersisa dalam limbah air.
Peremajaan tanaman tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan pengurasan
dilakukan setiap 1 bulan sekali.
i. Outlet
Outlet IPAL digunakan untuk mengeluarkan air limbah yang telah diolah agar aman
untuk dikembalikan ke lingkungan. Air yang dihasilkan setelah pengolahan akan
berwarna bening kecoklatan dan tidak berbau. Limbah yang telah diolah tersebut
kemudian dikeluarkan ke sungai yang berada pada bagian belakang pabrik. Selain itu,
pada bagian outlet, air akan diambil oleh BBTPPI untuk diuji baku mutu air limbah hasil
pengolahan PT. Maya Food Industries.
BAB IV
KESIMPULAN

Industri makanan dan minuman adalah industry yang mengolah bahan mentah
atau barang menjadi barang jadi yang berupa makanan dan minuman. Industri makanan
dan minuman bermacam-macam tergantung jenis pangan yang diolah sehingga limbah
yang dihasilkan dari industry pangan juga berbeda-beda tergantung dari jenis pangan
yang diolah. Parameter penilaian limbah antara lain adalah padatan tersuspensi,
alkalinitas, nitrogen organic, nilai fenol, kadar logam, dan nilai BOD serta COD. Limbah
cair industry pangan merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan, sehingga
perlu dilakukan pengolahan.
Terdapat tahap dalam proses pengolahan air limbah industry makanan dan
minuman, yaitu tahap Pra Treatment dan Treatment. Tahap pra treatment meliputi
filter/penyaringan sederhana, screen press, sumppit, cooling tower, dan bak equalisasi
serta agiator. Sedangkan tahap Treatment meliputi Bak Aerasi/lumpur aktif, Final
Clarifierm dan kolam indicator.
Mengingat pentingnya pengolahan limbah dari pihak industry maka pemerintah
menetapkan aturan UU RI No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengolahan
Lingkungan Hidup, maka setiap industry maupun instansi/badan usaha harus bertangung
jawab terhadap terhadap pengelolahan limbah yang dihasilkan dari kegiatannya.
Kelemahan dari beberapa metode pengolahan limbah diatas ialah prosesnya
membututkan biaya yang cukup mahal sehingga sebagian industry makanan dan
minuman (pangan) kecil tidak mengolah limbah industrinya, sehingga diharapkan bagi
para pemilik industry pangan kecil dapat menggunakan metode sederhana dalam
pengolahan limbahnya yang dihasilkan tidak bersifat merugikan.
PENUTUP

Demikian Makalah ini dibuat sebagai syarat Ujian Akhir Semester mata kuliah Teknlogi
Pengolahan Limbah. Dengan harapan adanya evaluasi dan saran dalam upaya tindak
lanjut yang berkelanjutan agar lebih baik pada masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

E-Jurnal Agroindustri Indonesia Oktober 2012 Available online at : Vol. 1 No. 2, p 110 -
117 http://journal.ipb.ac.id/index.php/e-jaii/index ISSN: 2252 - 3324

https://iqshalahuddin.wordpress.com/2016/07/12/instalasi-pengolahan-limbah-wastewater-
treatment-plant/

Anda mungkin juga menyukai