Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH

PERCOBAAN
CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

Hari : Rabu
Kelompok :X
Praktikan : 1. Nur Afiyah (10411710000077)
2. M.Riswan Wiradiwa (10411710000086)
3. Ardista Izdhihar K (10411710000096)
Tanggal Percobaan : 11 Maret 2020
Tanggal Mengumpulkan : 9 Maret 2020
Laporan
Asisten : Wahyu Tri Amaliah P

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak
sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia serta mahluk
hidup lainnya. Namun, dari hari ke hari jumlah pencemaran air semakin bertambah dan
terjadi dimanamana. Pencemaran air menyebabkan berkurangnya kualitas dan kuantitas
air. Sebagai contoh, pencemaran pada air menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air, sehingga berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan
penduduk yang memanfaatkan air tersebut (Ramdan, 2011).
Tingkat pencemaran air limbah, dapat ditunjukkan oleh nilai parameter air limbah.
Parameter air limbah meliputi Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD), kekeruhan. BOD dan COD merupakan parameter dalam pemantauan air
limbah, khususnya pencemaran oleh bahan-bahan organik. COD adalah jumlah oksigen
yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam air melalui
proses kimiawi. Besar kecilnya konsentrasi BOD dan COD dipengaruhi oleh banyak
sedikitnya beban pencemaran, dalam hal ini bahan organik yang terdapat dalam limbah
(Ramdan, 2011).
Analisa COD merupakan salah satu percobaan dalam praktikum teknologi
pengolahan limbah. Melalui percobaan ini, diharapkan dapat dipelajari dan diketahui nilai
COD dalam air limbah sehingga dapat menentukan kualitas air limbah tersebut.

I.2 Tujuan
1. Untuk mempelajari cara menentukan kandungan bahan organik yang terdapat dalam
air limbah

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara menentukan kandungan bahan organik yang terdapat dalam air
limbah

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian COD
COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah
jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada
dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidasi Kalium Dikromat (K 2Cr2O7) digunakan
sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Alaerts, 1984).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts, 1984).
Menurut Alaerts (1984), analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun
perbandingan antara COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Perbandingan antara COD
dan BOD adalah berbanding lurus.Semakin tinggi nilai COD maka semakin tinggi nilai
BOD. Sebenarnya hal ini disebabkan, apabila nilai COD tinggi maka dalam air buangan
tersebut terdapat banyak bahan organik, jika dilakukan analisa BOD maka hasilnya juga
akan tinggi.

II.1.2 Bahan Organik


Bahan organik yang terdapat pada air permukaan, berasal dari sumber-sumber
alami yaitu padatan organic yang telah membusuk, limbah buanganindustri, dan berasal
dari kegiatan domestik. Terdapat 2 macam bahan organiksecara umum, yaitu bahan
organic biodegradable dan non biodegradable (Wagiman, 2014). Banyak dari material yang
berada dalam wastewater merupakan bahan organik alam, sehingga dapat dikatakan bahan
tersebut bersifat biodegradable. Oleh karena itu, proses yang cocok untuk bahan yang
bersifat biodegradable adalah proses pengolahan secara biologis, aerobik atau anaerobik
(Woodard, 2001).
Air tanah memiliki kadar bahan organik terlarut seratus kali lebih besar daripada
kadar bahan organik. Air laut memiliki kadar bahan organik terlarut 30.000 kali lebih besar
daripada kadar bahan organik. Sebaliknya, perairan rawa memiliki kadar bahan organik
yang lebih besar daripada kadar bahan anorganik terlarut. Indikasi keberadaan bahan
organik dapat diukur dengan parameter, misal kebutuhan oksigen biokimiawi atau BOD
(Biochemical Oxygen Demand) dan kebutuhan oksigen kimiawi atau COD (Chemical
Oxygen Demand), nilai COD biasanya lebih besar daripada nilai BOD, meskipun tidak
selalu demikian. Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas
rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas dan industri
makanan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang
dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan
pada limbah industri mencapai 60.000 mg/liter (Gunamantha, 2012).

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
2

II.1.3 Analisis COD


Menurut Alaerts (1984), sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi
oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih dengan reaksi kimia yang terjadi
sebagai berikut :
CaHbOc + Cr2O7 2- + H+ → CO2 + H2O + Cr3+ + Ag2SO4
Selama reaksi yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, uap direfluks dengan
kondensor, agar zat organik volatil tidak lenyap keluar. Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan
sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk
menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada pada air buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat
pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa
didalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah habis
terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat
(FAS), dimana reaksi adalah sebagai berikut :
6Fe2+ + Cr2O7 2- + 14H+ → 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Indikator feroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi, yaitu disaat warna
hijau-biru larutan berubah menjadi coklat-merah. Sisa K2Cr2O7 awal, karena diharapkan
blanko tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.

II.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Analisa COD


Dalam analisa COD memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain :
1. Kelebihan Analisa COD
a. Memakan waktu ± 3 jam, sedangkan BOD memakan waktu 5 hari.
b. Untuk menganalisa COD antara 50 – 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran
sampel, sedangkan BOD selalu membutuhkan pengenceran.
c. Ketelitan dan ketepatan (reproduceabilty) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih
tinggi dari tes BOD.
d. Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah.
(Goelanz, 2013).
2. Kekurangan Analisa COD
Kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang
sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal
ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi
kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja. Untuk tingkat
ketelitian pinyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan
penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih
diperkenankan.Senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi
juga ikut dalam reaksi, sehingga dalam kasuskasus tertentu nilai COD mungkin sedikit
‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik (Goelanz, 2013).

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
3

II.1.5 Penanggulangan Kelebihan dan Kekurangan COD


1. Penanggulangan Kelebihan COD
Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam
limbah. Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media
dalam bentuk lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh
mikroorganisme aerob, sehingga nilai COD menjadi turun (Goelanz, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin
lama waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (presentase penurunan COD
semakin besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak
kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung
di dalam limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal
(sebelum treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD
akhir sehingga persentase penurunan COD nya meningkat. Karena dengan COD awal yang
kecil ini, kandungan bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila dilewatkan
trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD akhir turun. Begitu pula bila
diamati dari sisi jumlah tray (tempat filter media). Semakin banyak tray, upaya untuk
menurunkan kadar COD akan semakin baik. Karena dengan penambahan jumlah tray akan
memperbanyak jumlah ruang atau tempat bagi mikroorganisme pengurai untuk tumbuh
melekat. Sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses
penurunan kadar COD semakin bertambah. Jadi prosen penurunan COD optimum
diperoleh pada tray ke 3 (Goelanz,, 2013).
2. Penanggulangan Kekurangan COD
Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen
aditif nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia
dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik
akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan
COD, BOD, TSS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi
konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapt
terdegredasi secara biologis (Goelanz, 2013).
Walaupun metode COD tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasisecara
biologic, metode COD mempunyai nilai praktis.Untuk limbah spesifik dan pada fasilitas
penanganan limbah spesifik, adalah mungkin untuk memperolehkorelasi yang baik antara
nilai-nilai COD dan BOD. Metode COD cepat, lebih eliti (kurang lebih 8%) dan umumnya
memberikan perkiraan kebutuhan oksigentotal dari suatu limbah yang berguna (Jenie, 2007).

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
4

II.2 Aplikasi Industri


Penurunan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada Limbah Cair Laundry
Orens Tembalang dengan Berbagai Variasi Dosis Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Fransiska Vony Wicheisa, Yusniar Hanani, Nikie Astorina
2018
Penggunaan detergen pada limbah cair laundry mempengaruhi karakteristik limbah
cair laundry, terutama COD. COD merupakan jumlah oksigen dalam mg/l yang digunakan
untuk menguraikan bahan organik di dalam air secara kimiawi. Semakin tinggi COD,
maka semakin rendah kandungan oksigen terlarut dalam air. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi kadar COD adalah dengan pengolahan limbah cair secara
fisika dengan metode adsorbsi. Bahan yang banyak digunakan dalam proses adsorbsi
adalah karbon aktif tempurung kelapa. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang tinggi
sehingga mampu mengadsorbsi lebih banyak molekul. Tempurung kelapa mengandung
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Semakin banyak kandungan selulosa, hemiselulosa, dan
lignin, maka semakin baik karbon aktif yang akan dihasilkan. Selain itu tempurung kepala
juga murah, tahan lama, mudah didapat, dibuat, dan digunakan. Berdasarkan uji
pendahuluan didapatkan bahwa kadar COD limbah cair Laundry Orens melebihi baku
mutu yang ada menurut Perda Jateng No5 Tahun 2012 yaitu sebesar 249, 773, dan 558
mg/lt. Kadar COD yang melebihi baku mutu ini jika langsung dibuang ke lingkungan
dapat mencemari lingkungan dan menggangu kesehatan manusia. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui efektivitas karbon aktif tempurung kelapa dengan berbagai variasi dosis
dalam menurunkan kadar COD.
Metodologi penelitian adalah quasi experimental, dengan rancangan peneltian
pretest-postest with control group. Populasi dalam penelitian ini adalah semua limbah cair
Laundry Orens, sedangkan sampelnya adalah sebagian limbah cair Laundry Orens. Sampel
dalam penelitian ini adalah 24 sampel perlakuan dengan 4 kali perlakuan dan 6 kali
pengulangan, 6 sampel pretest, 6 sampel kontrol, sehingga total sampel yaitu 36 sampel.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis karbon aktif tempurung kelapa yaitu 200;
300; 400; dan 500 gr/lt, variabel terikatnya adalah kadar COD setelah perlakuan, dan
variabel pengganggunya yaitu ph, suhu, lama kontak, dan ukuran media. Sumber data
yang digunakan adalah data primer yaitu hasil pengukuran kadar COD, suhu, dan pH, serta
hasil wawancara dengan pemilik laundry.
Dari penelitian yang dilakukan sehingga didapatkan kesimpulan diantaranya kadar
COD limbah cair Laundry Orens sebelum perlakuan dengan karbon aktif setiap
pengulangannya dengan rata rata kadar COD 860,16 mg/l. Kemudian, rata – rata kadar
COD sesudah perlakuan pemberian karbon aktif tempurung kelapa yaitu 454,16 mg/l
untuk dosis 200 gram/lt; 387,16 mg/l untuk dosis 300 gram/lt; 325 mg/l untuk dosis 400
gram/lt; dan 272,33 mg/l untuk dosis 500 gram/lt. Lalu terjadi penurunan setelah
pemberiian perlakuan dan ada perbedaan penurunan kadar COD limbah cair
laundrydengan berbagai variasi dosis karbon aktif tempurung kelapa.

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
1

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat-alat yang digunakan


1. Buret 50 mL
2. Erlenmeyer 250 mL
3. Gelas Ukur 100 mL
4. Labu Takar 100 mL
5. Magnetic Stirer
6. Statif
7. Hotplate Stirer

III.2 Bahan-bahan yang digunakan


1. Asam Oksalat (C2H2O4 . 2H2O)
2. Kalsium Permanganate (KmnO4)
3. Asam Sulfat 98% (36 N)
4. Asam Khlorida 37% (12 N) (HCl)
5. Glukosa (C6H12O6)
6. Natrium Hidroksida (NaOH)

III.3 Prosedur Percobaan


III.3.1 Standarisasi larutan KMnO4
1. Memanaskan 100 ml air suling dengan Asam Sulfat 8 N di dalam bejana erlenmeyer
sampai suhu 6000C.
2. Menambahkan 10 ml Asam Oksalat 0.01 N dan di titrasi dengan larutan KMnO4
yang akan di standarkan.
3. Menghitung normalitas KMnO4 yang sebenarnya.

III.3.2 Prosedur Analisa


1. Mengambil 100 ml sampel ke dalam erlenmeyer 300 ml. Menambahkan 5 ml
H2SO4 8 N dan memanaskan campuran tersebut pada suhu 700C.
2. Menambahkan 10 ml larutan standar KMnO4 dan meneruskan memanaskan sampai
mendidih.
3. Menambahkan segera asam oksalat 0,01 N sebanyak 10 ml.
4. Menitrasi kelebihan asam dengan standar KMnO4 0,01 N sampai timbul warna
merah muda.
5. Apabila memerlukan larutan standar KMnO4 0.01 N lebih dari 7 ml dengan toleransi
10 ml, maka pemeriksaan di ulangi dengan volume contoh air yang lebih sedikit dan
di encerkan menjadi 100 ml.

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
2

III.4 Diagram Alir Percobaan


III.4.1 Standarisasi Larutan KMnO4

Mulai

Memanaskan 100 ml air suling dengan Asam Sulfat 8 N


di dalam bejana erlenmeyer sampai suhu 60OC

Menambahkan 10 ml Asam Oksalat 0.01 N dan di titrasi


dengan larutan KMnO4 yang akan di standarkan

Menghitung normalitas KMnO4 yang sebenarnya

Selesai

III.4.2 Prosedur Analisa


Mulai

Mengambil 100 ml sampel ke dalam erlenmeyer 300 ml.


Menambahkan 5 ml H2SO4 8 N dan memanaskan
campuran tersebut pada suhu 70OC

Menambahkan 10 ml larutan standar KMnO4 dan


meneruskan memanaskan sampai mendidih

Menambahkan segera asam oksalat 0,01 N sebanyak 10 ml

Menitrasi kelebihan asam dengan standar KMnO4 0,01 N


sampai timbul warna merah muda

Apabila memerlukan larutan standar KMnO4 0.01 N lebih dari 7 ml


dengan toleransi 10 ml, maka pemeriksaan di ulangi dengan
volume contoh air yang lebih sedikit dan di encerkan menjadi 100 m

Selesai

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
1

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan dan Perhitungan


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data sebagai berikut :
Tabel IV.1 Hasil Percobaan Analisa COD pada Air Sumur Gembong
COD
Percoba Volume titrasi
Sampel (mg/lit
an ke- KMnO4 (mL)
er)
Air sumur I 2 mL 47,552
Gembong II 1,8 mL 44,709
Volume rata-rata COD = 46,130

IV.2 Pembahasan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari cara menentukan kandungan bahan
organik yang terdapat dalam air sumur Gembong yang dinyatakan dalam parameter COD.
Pada percobaan yang telah dilakukan yaitu untuk menentukan nilai COD. Mula-
mula yang dilakukan adalah mengambil 100 ml sampel kemudian menambahkan 5 ml
H2SO4 8 N dan dipanaskan. Menurut Nhunu (2015), memanaskan larutan sampai
mendidih berfungsi untuk mempercepat reaksi .
Selain penambahan KMnO4 10 ml kedalam larutan contoh juga ditambahkan
asam oksalat 0,01 N sebanyak 10 ml. Penambahan ini berfungsi sama seperti pada
penambahan KMnO4 yaitu sebagai oksidator yang meremoval zat organik dalam sampel
air sumur Gembong. Dalam percobaan oksidasi KMnO4 dilakukan dalam keadaan asam
(penambahan H2SO4).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2KMnO4 + 3H2SO4 → MnO4 + K2SO4 +3H2O + 5On
Menurut Anonim (2004), untuk reaksi oksidasinya terhadap zat organik sendiri
(misalnya: glukosa) dapat ditunjukkan dengan reaksi sebagai berikut:
nC6H12O6 + 12On + 6n CO2 + 6n H2O
Selanjutnya larutan dalam keadaan panas dititrasi dengan larutan KMnO4, dimana
penambahan ini berfungsi untuk mengoksidasi kelebihan asam oksalat yang ditambahkan
untuk mereduksi KMnO4 yang digunakan untuk mengoksidasi zat organik dalam sampel.
Nilai COD sebanding dengan kebutuhan titrasi limbah dengan KMnO4 yang
didapat dari penurunan rumus berikut :

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
2

Tabel IV.2 Baku Mutu Air Sumur

Sumber : Pergub Jatim Nomor 72 Tahun 2013


Dari analisa untuk sampel air limbah pengolahan tempe didapatkan nilai COD
sebesar 7,084 mg/l, sedangkan untuk sampel air limbah pengolahan tempe didapatkan
nilai COD sebesar 1,5364 mg/l. Apabila dibandingkan dengan Pergub Jatim Nomor 72
Tahun 2013 tentang baku mutu air limbah industri pengolahan kedelai menyebutkan
bahwa kadar maksimum COD yang diperbolehkan dalam air limbah pengolahan tempe
dan tahu sebesar 300 mg/L. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa air limbah
pengolahan tempe dan tahu telah memenuhi baku mutu air limbah industri pengolahan
kedelai.

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
2

BAB V
KESIMPULAN

Dari percobaan analisa nilai COD yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
bahwa didapatkan nilai COD pada sampel air limbah pembuatan tempe UD. Asem Payung
sebesar 7,084 mg/l dan sampel air limbah pembuatan tahu UD. Kencana Dinoyo sebesar
1,5364 mg/l. Sampel air limbah pembuatan tempe UD. Asem Payung memiliki nilai COD
yang lebih besar dibandingkan dengan sampel air limbah pembuatan tahu UD. Kencana
Dinoyo. Nilai COD pada sampel air limbah pembuatan tempe UD. Asem Payung dan
sampel air limbah pembuatan tahu UD. Kencana Dinoyo yang didapatkan telah sesuai
dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 tentang baku mutu air
limbah bagi industri pengolahan kedelai, dimana kadar maksimum COD untuk industri
tempe dan tahu sebesar 300 mg/l.
Laboratorium Teknologi Pengolahan
Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020

Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah


2

APPENDIKS

1. Membuat larutan KMnO4 0,01 N


BM KMnO4 = 158 gram/mol V larutan = 500 ml
M = N/e
= 0,01/1 = 0,01 M
M = (Massa/BM) x (1000/volume ml)
0,01 = (Massa/158) x (1000/500) Massa = 0,79 gram
Untuk membuat larutan KMnO4 0,01 N, dibutuhkan 0,79 gram padatan KMnO4 dan
dilarutkan dalam 500 ml aquadest.

2. Membuat larutan H2C2O4 0,01 N


BM H2C2O4 = 126 gram/mol
N =Mxe
0,01 N =Mx2
M = 0,005 ~ 0,005 mol/liter

Dalam 1000 ml terdapat 0,005 mol larutan H2C2O4 0,01 N


Dalam 500 ml terdapat 0,0025 mol larutan H2C2O4 0,01 N
= 0,0025 x BM H2C2O4
= 0,0025 x 126 gram/mol
= 0,315 gr
Untuk membuat larutan H2C2O4 0,01 N, dibutuhkan 0,315 gram padatan H2C2O4 dan
dilarutkan dalam 500 ml aquadest.

3. Membuat larutan H2SO4 8 N

H2SO4 2H+ + SO42-

BM H2SO4 = 98 gram/mol
V larutan = 250 ml
ρ H2SO4 = 1,84 gram/ml Konsentrasi H2SO4 = 98%
M = N/e
= 8/2 = 4M
M = (ρ x % x 10)/BM
= (1,84 x 98 x 10)/98
= 18,4 M
M1 x V1 = M2 x V2
18,4 x V1 = 4 x 250
V1 = 54,347 mL
Untuk membuat larutan H2SO4 8 N, dibutuhkan 54,347 ml H2SO4 98% lalu dilarutkan
dengan aquadest dalam erlenmeyer 250 ml.
Laboratorium Teknologi Pengolahan
Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020

Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah


2

4. Menghitung normalitas KMnO4 melalui standarisasi KMnO4 dengan asam


oksalat
Rumus standarisasi KMNO4 :
N KMnO4 = 10 x 0,01 N
VKMNO4
10 x 0,01
1. N KMnO4 = N
4,17 mL
= 0,0212766 N

10 x 0,01
2. N KMnO4 = N
4 mL
= 0,0225 N
Rata- rata = 0,0231 N

5. Menghitung nilai COD pada air sumur Gembong

Laboratorium Teknologi Pengolahan


Limbah Departemen Teknik Kimia Industri
FV-ITS 2020

Anda mungkin juga menyukai