Anda di halaman 1dari 42

NAMA

: LEDIB APRILANSI

NIM

: 145060401111017

KELAS

: D

NO : 24

Chemical Oxygen Demand ( COD )


Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi
K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika,
1987).
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air
dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun
yang sukar didegradasi. Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium
bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan
gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis,
misalnya tannin, fenol, polisakarida dan sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran
COD daripada BOD. Kenyataannya, hampir semua zat organik dapat dioksidasi oleh
oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100%
bahan organik dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya
kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada
limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
Analisis COD
Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat
(K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan
asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu.
Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium
bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai
COD dapat ditentukan.

Metode Analisa COD


Metode standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen
Demand (COD) yang digunakan saat ini adalah metode yang melibatkan penggunaan
oksidator kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis.
Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis metoda
standar penentuan COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan
beracun dalam proses analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metode
alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.
Perkembangan metode penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori.
Pertama, metode yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan
sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metode yang berdasarkan pada oksidasi
elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia.
KOK = Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah
jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg
O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam
contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah
oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara
spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm
dan Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L
sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada
contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu
sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan
pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada panjang gelombang 420 nm.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis COD
KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah
jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg
O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam
contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah
oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O 2 mg /L) diukur secara
spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm
dan Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L
sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada
contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu

sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan
pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada panjang gelombang 420 nm.
Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar COD
Penanggulangan kelebihan Kadar COD
Pada trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah.
Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk
lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob,
sehingga nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar diperoleh
hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan air kolam retensi
Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi seluruh permukaan media.
Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh melekat pada seluruh
permukaan genting.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin
lama waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (prosentase penurunan COD
semakin besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak
kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di
dalam limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum
treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD akhir sehingga
persentase penurunan CODnya meningkat seperti yang ada pada grafik 4.6. Karena dengan
COD awal yang kecil ini, kandungan bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila
dilewatkan trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD akhir turun. Begitu
pula bila diamati dari sisi jumlah tray (tempat filter media). Semakin banyak tray, upaya
untuk menurunkan kadar COD akan semakin baik. Karena dengan penambahan jumlah tray
akan memperbanyak jumlah ruang atau tempat bagi mikroorganisme pengurai untuk tumbuh
melekat. Sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses
penurunan kadar COD semakin bertambah. Jadi prosentase penurunan COD optimum
diperoleh pada tray ke 3.
Permukaan

media

bertindak

sebagai

pendukung

mikroorganisme

yang

memetabolisme bahan organik dalam limbah. Penyaring harus mempunyai media sekecil
mungkin untuk meningkatkan luas permukaan dalam penyaring dan organisme aktif yang
akan terdapat dalam volume penyaring akan tetapi media harus cukup besar untuk memberi
ruang kosong yang cukup untuk cairan dan udara mengalir dan tetap tidak tersumbat oleh
pertumbuhan mikroba. Media berukuran besar seperti genting (tanah liat kering) berukuran

2-4 in akan berfungsi secara maksimal. Media yang digunakan berupa genting dikarenakan
lahan di atas permukaan genting cenderung berongga dibanding media lain yang biasa
menyuplai udara dan sinar matahari lebih banyak daripada media lain yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroba pada genting.
Pada penelitian ini, efisiensi trickling filter dalam penurunan COD tidak dapat
menurunkan sampai 60% dikerenakan:
a. Aliran air yang kurang merata pada seluruh permukaan genting karena nozzle yang
digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang.
b. Suplai oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan didalam
ruangan sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal.
Dalam penumbuahan mikroba distibusi air limbah dibuat berupa tetesan agar air
limbah tersebut dapat memuat oksigen lebih banyak jika dibanding dengan aliran yang terlalu
deras karena oksigen sangat diperlukan mikroba untuk tumbuh berkembang
Penanggulangan Kekurangan Kadar COD
Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif
nitrogen, sulfur, fosfat, dan lain-lain cenderung untuk menyerap oksigen yang tersedia dalam
limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik akhirnya
oksigen. Konsentrasi oksigen dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD,
BOD, SS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi konsentrasi
COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapat terdegredasi secara
biologis. EM4 pengobatan 10 hari dalam tangku aerasi harus dilanjutkan karena peningkatan
konsentrasi COD. Fenomena ini menunjukkkan bahwa EM4 tidak bisa eksis baik di kondisi
ini air limbah, karena populasi yang kuat dan jumlah rendah mikroorganisme dalam air
limbah.
Sumber:
Simata,

Djoel.

2011.

Chemical

Oxygen

Demand

(COD),

(online),

(http://teknologikimiaindustri.blogspot.com/2011/02/chemical-oxygen-demandcod.html, diakses tanggal 15 April 2015).

Chemical Oxygen Demand (COD)


Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia adalah jumlah oksigen
(mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi atau menguraikan senyawa/materi organik
(secara kimia) yang ada dalam 1L sampel air, di mana pengoksidasi K2Cr2O7 (kalium
dikromat sebagai oksidator yang umum dipakai) digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent). Parameter COD menunjukkan jumlah senyawa organik dalam air yang
dapat dioksidasi secara kimia ataupun melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara angka COD dengan
angka BOD dapat ditetapkan. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis
air :
1. Air buangan domestik (penduduk) : 0,4-0,6
2. Air buangan domestik setelah pengendapan primer : 0,6
3. Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis : 0,2
4. Air sungai : 0,1
Angka perbandingan yang lebih rendah dari yang seharusnya, misalnya untuk air buangan
penduduk (domestik) < style=""> Tidak semua zat-zat organis dalam air buangan maupun air
permukaan dapat dioksidasikan melalui tes COD atau BOD. Zat organis yang biodegradable
(dapat dicerna/diuraikan), misalnya protein dan gula dapat dioksidasikan melalui tes COD
dan BOD.Selulosa hanya dapat dioksidasikan melalui tes COD. N organis yang
biodegradable, misalnya protein dapat dioksidasikan melalui tes COD dan BOD. N organis
yang non-biodegradable, misalnya NO2-, Fe2+, S2-, Mn3+ hanya dapat dioksidasikan melalui tes
COD. NH4 bebas (nitrifikasi) hanya dapat dioksidasikan melalui tes BOD mulai setelah 4
hari, dan dapat dicegah dengan pembubuhan inhibitor. Hidrokarbon aromatik dan rantai
hanya dapat dioksidasikan melalui tes COD saja karena adanya katalisator Ag2SO4.
Theoretical Oxygen Demand (ThOD) atau kebutuhan oksigen teoretis adalah kebutuhan
oksigen untuk mengoksidasikan zat organis dalam air yang dihitung secara teoretis. Jumlah
oksigen tersebut dapat dihitung bila komposisi zat organis terlarut telah diketahui dan
dianggap semua C, H, dan N habis teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan NO3-. Untuk masingmasing jenis air (air sungai, air buangan penduduk, air limbah industri) terdapat perbandingan
angka ThOD, COD, dan BOD tertentu.

COD adalah banyaknya jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan-bahan
organic dalam perairan. Secara linear, terdapat hubungan antara COD dan BOD. Apabila nilai
BOD tinggi, yang berarti terdapat indikasi penggunaan oksigen untuk mengurai bahan-bahan
organic, maka kadar COD juga akan tinggi (Effendi, 2003). Menurut Perda Jatim No.2/2008,
kadar COD yang diperbolehkan berada di dalam perairan kelas II adalah 25.0 mg/L. Apabila
berada diatas ambang batas tersebut, maka perairan dapat dikategorikan tercemar dan tidak
layak dipergunakan.
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) merupakan
parameter kualitas air yang menggambarkan banyaknya bahan organik yang dapat
dioksidasikan oleh kalium dikromat dalam suasana asam dan dipanaskan pada suhu diatas
100OC selama 2 jam.
Oksidator kuat(K2Cr2O7) ==========> Tidak semua dapat dioksidasi --> Ditambah
Ag2SO4(katalisator)--> Air yang mengandung Cl- diikat dgn HgSO4
Penetapan COD gunanya untuk mengukur banyaknya oksigen setara dengan bahan organik
dalam sampel air, yang mudah dioksidasi oleh senyawa kimia oksidator kuat. Penetapan ini
sangat penting untuk dapat diuraikan secara kimiawi. Maka dapat dikatakan COD adalah
banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik dalam air,
dihitung sebagai mg/l O2. Beberapa zat organik yang tidak terurai secara biologik antara lain
asam asetat, asam sitrat, selulosa dan lignin (zat kayu).
Penggunaan teknik yang benar-benar sama antara sampel dan blanko pada setiap penetapan
sangat penting karena hanya sebagian dari bahan organik yang terhitung, tergantung dari
oksidator kimia yang dipakai, susunan dari senyawa organiknya dan prosedur yang dipakai.
Cara refluks dengan dikromat dipilih untuk penetapan COD karena kemampuannya untuk
mengoksidasi, pemakaiannya luas terhadap berbagai jenis sampel dan mudah dilakukan.
Dalam studi kualitas air parameter COD sangat penting sekali karena parameter ini juga
merupakan salah satu indikator pencemaran air. Air yang tercemar, misalnya oleh limbah
domestik ataupun limbah industri pada umumnya mempunyai nilai COD yang tinggi,
sebaliknya air yang tidak tercemar mempunyai COD yang rendah.

Prinsip Pengujian
Kebanyakan jenis bahan organik dirusak oleh campuran dikromat dan asam sulfat mendidih,
kelebihan dikromat dititrasi dengan ferro amonium sulfat. Banyaknya bahan organik yang
dioksidasi dihitung sebagai oksigen yang setara dengan aklium dikromat yang terikat.
Prinsip :
Sampel air direfluks dengan kalium dikromat dalam lingkungan asam sulfat pekat selama 2
jam pada suhu diatas 100OC, kelebihan kaliumdikromat dititrasi dengan larutan baku Ferri
amonium sulfat (FAS) dengan menggunakan indikator ferroin dan pada titik akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna dari kuning hijau kebiruan menjadi coklat kemerahan.
Pengujian COD dilakukan berdasarkan reaksi :
>100C selama 2 jam
(CHON) + K2Cr2O7 + H+ ---------------------------> CO2 + H2O + Cr3+ + ........
(Bhn organik)
K2Cr2O7 + Fe(NH4)2(SO4)2 + H+ ---------> Cr3+ + K+ + NH4+ + Fe3+ + SO42- + H2O
Berdasarkan reaksi di atas terlihat bahwa banyaknya bahan organik yang bereaksi (COD)
sebanding dengan banyaknya kalium dikromat yang dibutuhkan dalam reaksi tersebut.
Banyaknya kalium dikromat yang diperlukan dalam reaksi sama dengan selisih kalium
dikromat yang ditambahkan dengan kalium dikromat sisa setelah reaksi. Oleh karena itu
dengan mengetahui selisih kalium dikromat yang ditambahkan dan kalium dikromat sisa
setelah reaksi maka nilai COD dalam contoh dapat dihitung.
Cara Pengujian
Untuk menganalisa COD dalam contoh mula-mula contoh dimasukkan dalam suautu wadah
dan ditambah kalium dikromat dan asam sulfat serta senyawa-senyawa lain sebagai
katalisator. Kalium dikromat ini harus diketahui dengan pasti dan harus berlebihan sehingga
setelah reaksi selesai masih ada kalium dikromat sisa yang dapat ditetapkan. Selanjutnya
campuran contoh tersebut dipanaskan lebih dari 100OC selama selama 2 jam. Setelah dingin
sisa kalium dikromatnya ditetapkan dengan titrasi menggunakan titran ferro amonium sulfat
dengan indikator ferroin. Untuk menetapkan kalium dikromat yang ditambahkan, digunakan
larutan blanko. Selanjutnya selisih kalium dikromat yang ditambahkan dan sisa setelah reaksi

dapat diketahui dan nilai COD contoh dapat dihitung.


Pengganggu :
Senyawa alifatik rantai lurus, hidrokarbon aromatik dan piridin tidak dioksidir dengan
sempurna, meskipun cara ini lebih baik dari cara permanganat. Senyawa alifatik rantai lurus
lebih efektif oksidasinya dengan menambahkan katalisator Ag2SO4, tetapi akan terjadi
endapan dengan Iodida, Bromida atau Chlorida yang hanya sebagian dioksidasi dalam
prosedur ini. Pada oksidasi hidrokarbon aromatik penambahan katalisator tidak ada
manfaatnya berbeda pada rantai lurus. Kesulitan yang terjadi karena adanya Chlorida dalam
sampel diatasi dengan menambahkan HgSO4 sebelum direfluks. Akan terjadi kompleks
merkuri chlorida yang larut sehingga berkurang kemampuannya untuk bereaksi lebih lanjut.
Metode Penetapan
1. Metode Refluks terbuka
Sampel 20,0 ml dimasukkan erlenmayer + 0,4 HgSO4 dan 10 ml reagent K2Cr2O7 , + 30 ml
campuran H2SO4 + Ag2SO4 , batu didih, panaskan 2 jam dan dihubungkan dengan
kondensor tegak dan dipanaskan dan dititrasi dengan FAS 0,1 N dengan indikator ferroin dari
warna biru hijau kekuningan sampai coklat merah.
Perhitungan :
1000 x ( ml titrasi blanko ml titrasi sampel)
COD = ------------------------------------------------------- x N FAS x 8 = .... mg/l
ml sample
2. Metode Refluks Tertutup
Caranya : Sampel 2,0 ml dalam tabung COD ditambahkan 5,0 ml K2Cr2O7 0,25 N + HgSO4
0,1 g dan 3 ml campuran H2SO4 + Ag2SO4 lalu ditutup rapat. Dipanaskan selama 2 jam
150OC 2OC dan dipindahkan lalu dititrasi dengan FAS 0,1 N dengan indikator ferroin dari
warna biru hijau kekuningan sampai coklat merah.
Keuntungan refluks tertutup dibanding terbuka :
- Lebih praktis dan mudah
- Sampel yang digunakan lebih sedikit
- Reagent yang digunakan lebih sedikit
- Peralatan yang digunakan lebih sedikit

Perhitungan :
1000 x ( ml titrasi blanko ml titrasi sampel)
COD = ------------------------------------------------------- x N FAS x 8 = .... mg/l
ml sample
3. Metode Spektrofotometer
Menggunakan standar yang dibuat dari glukosa atau kalium biftalat.
Abs. Sampel
C sampel = -------------------- x C. standar
Abs. Standar
Perubahan warna pada titik akhir titrasi dimulai dari warna kuning, hijau, biru, lalu menjadi
warna coklat merah (warna coca cola). Guna penambahan batu didih untuk mempercepat
pemanasan dan meratakan panas nyala api.
Daftar jumlah Reagent yang digunakan dalam COD :
Sampel K2Cr2O7 0,25 N H2SO4 HgSO4 FAS
10 5 15 0,2 0,05
20 10 30 0,4 0,1
30 15 45 0,6 0,15
Contoh soal :
Diketahui 10,0 ml K2Cr2O7 0,2500 N dititrasi dengan FAS memerlukan 26,40 ml. 20,0 ml
contoh dititrasi memerlukan 6,7 ml FAS dan 20,0 ml blanko memerlukan 12,7 ml FAS berapa
kadar COD sampel tersebut?
Jawab :
10,0 ml x 0,2500 N
N FAS = ------------------------ = 0,0947 N
26,40 ml
1000 x ( ml titrasi blanko ml titrasi sampel)
COD = ------------------------------------------------------- x N FAS x 8 = .... mg/l
ml sample

1000 x ( 12,7 ml 6,7 ml )


= --------------------------------------- x 0,0947 N x 8 = .... mg/l
20 ml
= 227,28 mg/lt O2.
Sumber:
Taher, Tarmizi. 2012. Chemical Oxygen Demand (COD), (online), (http://chemisttry.blogspot.com/2012/11/chemical-oxygen-demand-cod.html, diakses tanggal 15
April 2015)
.

Chemical oxygen demand (COD)


Penetapan COD gunanya untuk mengukur banyaknya oksigen setara dengan bahan organik
dalam sampel air, yang mudah dioksidasi oleh senyawa kimia oksidator kuat.
COD adalah banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik
dalam air, dihitung sebagai mg/l O2.

Manfaat
Dalam studi kualitas air parameter COD sangat penting sekali karena parameter ini juga
merupakan salah satu indikator pencemaran air. Penentuan kadar COD bermanfaat untuk
menentukan sistem pengolahan limbah. Air yang tercemar, misalnya oleh limbah domestik
ataupun limbah industri pada umumnya mempunyai nilai COD yang tinggi, sebaliknya air
yang tidak tercemar mempunyai COD yang rendah.
Prinsip Pengujian
Kebanyakan jenis bahan organik dirusak oleh campuran dikromat dan asam sulfat mendidih,
kelebihan dikromat dititrasi dengan ferro amonium sulfat. Banyaknya bahan organik yang
dioksidasi dihitung sebagai oksigen yang setara dengan kalium dikromat yang terikat.
Prinsip :
Sampel air direfluks dengan kalium dikromat dalam lingkungan asam sulfat pekat selama 2
jam pada suhu diatas 100 oC, kelebihan kaliumdikromat dititrasi dengan larutan baku Ferri
amonium sulfat (FAS) dengan menggunakan indikator ferroin dan pada titik akhir
titrasi ditandai dengan perubahan warna dari kuning hijau kebiruan menjadi coklat
kemerahan.

Cara Pengujian
Untuk menganalisa COD dalam contoh mula-mula contoh dimasukkan dalam suautu wadah
dan ditambah kalium dikromat dan asam sulfat serta senyawa-senyawa lain sebagai
katalisator. Kalium dikromat ini harus diketahui dengan pasti dan harus berlebihan sehingga
setelah reaksi selesai masih ada kalium dikromat sisa yang dapat ditetapkan. Selanjutnya
campuran contoh tersebut dipanaskan lebih dari 100OC selama selama 2 jam. Setelah dingin
sisa kalium dikromatnya ditetapkan dengan titrasi menggunakan titran ferro amonium sulfat
dengan indikator ferroin. Untuk menetapkan kalium dikromat yang ditambahkan, digunakan
larutan blanko. Selanjutnya selisih kalium dikromat yang ditambahkan dan sisa setelah reaksi
dapat diketahui dan nilai COD contoh dapat dihitung.
Pengganggu :
Senyawa alifatik rantai lurus, hidrokarbon aromatik dan piridin tidak dioksidir dengan
sempurna, meskipun cara ini lebih baik dari cara permanganat. Senyawa alifatik rantai lurus
lebih efektif oksidasinya dengan menambahkan katalisator Ag2SO4, tetapi akan terjadi
endapan dengan Iodida, Bromida atau Chlorida yang hanya sebagian dioksidasi dalam
prosedur ini. Pada oksidasi hidrokarbon aromatik penambahan katalisator tidak ada
manfaatnya berbeda pada rantai lurus. Kesulitan yang terjadi karena adanya Chlorida dalam
sampel diatasi dengan menambahkan HgSO4 sebelum direfluks. Akan terjadi kompleks
merkuri chlorida yang larut sehingga berkurang kemampuannya untuk bereaksi lebih lanjut.
Metode Penetapan
1. Metode Refluks terbuka
Sampel 20,0 ml dimasukkan erlenmayer + 0,4 HgSO4 dan 10 ml reagent K2Cr2O7 , + 30 ml
campuran H2SO4 + Ag2SO4 , batu didih, panaskan 2 jam dan dihubungkan dengan
kondensor tegak dan dipanaskan dan dititrasi dengan FAS 0,1 N dengan indikator ferroin dari
warna biru hijau kekuningan sampai coklat merah.
Perhitungan :
1000 x ( ml titrasi blanko ml titrasi sampel)
COD = ------------------------------------------------------- x N FAS x 8 = .... mg/l
ml sample
2. Metode Refluks Tertutup
Caranya : Sampel 2,0 ml dalam tabung COD ditambahkan 5,0 ml K2Cr2O7 0,25 N + HgSO4
0,1 g dan 3 ml campuran H2SO4 + Ag2SO4 lalu ditutup rapat. Dipanaskan selama 2 jam

150OC 2OC dan dipindahkan lalu dititrasi dengan FAS 0,1 N dengan indikator ferroin dari
warna biru hijau kekuningan sampai coklat merah.
Keuntungan refluks tertutup dibanding terbuka :
- Lebih praktis dan mudah
- Sampel yang digunakan lebih sedikit
- Reagent yang digunakan lebih sedikit
- Peralatan yang digunakan lebih sedikit
Perhitungan :
1000 x ( ml titrasi blanko ml titrasi sampel)
COD = ------------------------------------------------------- x N FAS x 8 = .... mg/l
ml sample
3. Metode Spektrofotometer
Menggunakan standar yang dibuat dari glukosa atau kalium biftalat.
Abs. Sampel
C sampel = -------------------- x C. standar
Abs. Standar
Perubahan warna pada titik akhir titrasi dimulai dari warna kuning, hijau, biru, lalu menjadi
warna coklat merah (warna coca cola). Guna penambahan batu didih untuk mempercepat
pemanasan dan meratakan panas nyala api.
Daftar jumlah Reagent yang digunakan dalam COD :
Sampel K2Cr2O7 0,25 N H2SO4 HgSO4 FAS
10 5 15 0,2 0,05
20 10 30 0,4 0,1
30 15 45 0,6 0,15
Contoh soal :
Diketahui 10,0 ml K2Cr2O7 0,2500 N dititrasi dengan FAS memerlukan 26,40 ml. 20,0 ml
contoh dititrasi memerlukan 6,7 ml FAS dan 20,0 ml blanko memerlukan 12,7 ml FAS berapa
kadar COD sampel tersebut?

Jawab :
10,0 ml x 0,2500 N
N FAS = ------------------------ = 0,0947 N
26,40 ml
1000 x ( ml titrasi blanko ml titrasi sampel)
COD = ------------------------------------------------------- x N FAS x 8 = .... mg/l
ml sample
1000 x ( 12,7 ml 6,7 ml )
= --------------------------------------- x 0,0947 N x 8 = .... mg/l
20 ml
= 227,28 mg/lt O2
.
Metode Analisa COD
Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua
kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional
dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda yang berdasarkan pada oksidasi
elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis COD
KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah jumlah
oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O 2 untuk tiap
1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji
dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan yang
dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri
sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr (3+) kuat
mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan
900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji
dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum
pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan
konsentrasi Cr2O7(2-)pada panjang gelombang 420 nm.

Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar COD


Penanggulangan kelebihan Kadar COD
Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah.
Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk
lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob,
sehingga nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar diperoleh
hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan air kolam retensi
Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi seluruh permukaan media.
Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh melekat pada seluruh
permukaan genting.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin lama
waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (prosentase penurunan COD semakin
besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak kesempatan
pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di dalam
limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum
treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD akhir sehingga
persentase penurunan CODnya meningkat seperti yang ada pada grafik 4.6. Karena dengan
COD awal yang kecil ini, kandungan bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila
dilewatkan trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD akhir turun. Begitu
pula bila diamati dari sisi jumlah tray (tempat filter media). Semakin banyak tray, upaya
untuk menurunkan kadar COD akan semakin baik. Karena dengan penambahan jumlah tray
akan memperbanyak jumlah ruang / tempat bagi mikroorganisme penurai untuk tumbuh
melekat. Sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses
penurunan kadar COD semakin bertambah. Jadi prosen penurunan COD optimum diperoleh
pada tray ke 3.
Permukaan media bertindak sebagai pendukung mikroorganisme yang memetabolisme bahan
organik dalam limbah.
Penyaring harus mempunyai media sekecil mungkin untuk meningkatkan luas permukaan
dalam penyaring dan organisme aktif yang akan terdapat dalam volume penyaring akan tetapi
media harus cukup besar untuk memberi ruang kososng yang cukup untuk cairan dan udara

mengalir dan tetap tidak tersumbat oleh pertumbuhan mikroba. Media berukuran besar seperti
genting (tanah liat kering) berukuran 2-4 in akan berfungsi secara maksimal. Media yang
digunakan berupa genting dikarenakan lahan diatas permukaan genting cenderung berongga
dibanding media lain yang biasa mensuplai udara dan sinar matahari lebih banyak daripada
media lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba pada genting.
Pada penelitian ini, efisiensi Trickling Filter dalam penurunan COD tidak dapat menurunkan
sampai 60% dikerenakan :
a. Aliran air yang kurang merata pada seluruh permukaan genting karena nozzle yang
digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang.
b. Supplay oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan didalam ruangan
sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal.
Dalam penumbuahan mikroba distibusi air limbah dibuat berupa tetesan agar air limbah
tersebut dapat memuat oksigen lebih banyak jika dibanding dengan aliran yang terlalu deras
karena oksigen sangat diperlukan mikroba untuk tumbuh berkembang
Penanggulangan Kekurangan Kadar COD
Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif
nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia dalam
limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik akhirnya
oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD,
SS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi konsentrasi COD
menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapt terdegredasi secara
biologis. EM4 pengobatan 10 hari dalam tangku aerasi harus dilanjutkan karena peningkatan
konsentrasi COD. Fenomena ini menunjukkkan bahwa EM4 tidak bisa eksis baik di kondisi
ini air limbah, karena populasi yang kuat dan jumlah rendah mikroorganisme dalam air
limbah.
Sumber:
Yandy, Ari. 2013. Chemical Oxygen Demand, (online),
(http://ariyafrozns.blogspot.com/2013/01/chemical-oxygen-demand-cod.html,
diakses tanggal 20 April 2015)

COD (Chemical Oxygen Demand)


COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana
pengoksidanya adalah K2Cr2O7 atau KMnO4. Angka COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses
mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan
asam yang mendidih optimum,Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan
klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi
K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks.
K2Cr2O7 yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7
tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS). Reaksi yang
berlangsung adalah sebagai berikut.

Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau biru
larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7
awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang dioksidasi oleh
K2Cr2O7.
Metode lain yang digunakan adalah metode refluks tertutup dan dibaca dengan
spektrofotometer. digunakan 2 metode yaitu untuk rentang konsentrasi rendah dan rentang
konsentrasi tinggi. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji
dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+ . Jumlah oksidan yang
dibutuhkan dinyatakan dalam ekivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara spektrofotometri
sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr3+ kuat
mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. untuk analisa COD dengan konsentrasi
rendah (<100 ppm) diukur pada panjang gelombang 420 nm, untuk konsentrasi tinggi (100-

900 ppm) diukur denga panjang gelombang 600nm. untuk sampel yang diatas 900 ppm,
dilakukan pengenceran.
Sumber:
__________. 2014. BOD (biological oxygen demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand),
(online), (http://zaidanalrazi.blogspot.com/2014/04/bod-biological-oxygen-demanddan-cod.html, diakses tanggal 27 April 2015).

BOD DAN COD SEBAGAI PARAMETER PENCEMARAN AIR


DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH
(BOD and COD AS A PARAMETER WATER POLLUTION
AND WASTE WATER QUALITY STANDARDS)
Dalam kasus-kasus pencemaran perairan, baik itu laut, sungai, danau maupun waduk,
seringkali diberitakan bahwa nilai BOD dan COD perairan telah melebihi baku mutu. Atau
sebaliknya, pada kasus pencemaran lainnya yang mendapat protes dari masyarakat
sehubungan dengan adanya limbah industri, ditanggapi dengan dalih bahwa nilai BOD dan
COD perairan masih memenuhi baku mutu. Dalam salah satu harian (Kompas edisi Senin, 12
Desember 1994) juga terdapat suatu berita dengan judul Sebaiknya, parameter BOD dan
COD tak dipakai penentu baku mutu limbah yang kurang lebih merupakan pendapat dari
salah satu pakar bioremediasi lingkungan dari Universitas Sriwijaya, Palembang. Menurut
pakar tersebut, dalam banyak kasus kesimpulan yang hanya didasarkan pada hasil analisis
BOD dan COD (juga pH) belum merupakan jawaban ada tidaknya pencemaran lingkungan
oleh suatu industri. Di sisi lain, BOD dan COD adalah parameter yang menjadi baku mutu
berbagai air limbah industri selain beberapa parameter kunci lainnya. Nampaknya terdapat
persepsi pada sementara kalangan yang menempatkan BOD dan COD agak berlebihan dari
yang seharusnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tulisan ini akan dikaji apa itu sebenarnya BOD
dan COD, bagaimana cara atau prinsip pengukurannya, dan apakah memang sebaiknya tidak
dipakai sebagai penentu baku mutu air limbah.
Pengertian BOD dan COD
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin,
1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang
terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily
decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah
oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai
respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian ini dapat
dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya

dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable
organics) yang ada di perairan. Sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah
jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung
dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia
dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan
katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan
organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi.
Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan
organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi
BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik
yang ada.
Metode pengukuran BOD dan COD
Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan
oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian
mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang
telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 oC) yang
sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi DO5) merupakan nilai
BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran
oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler,
iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang
dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap,
agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam
suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi
oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan

oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini
adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari
kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat
ditentukan.

Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu


mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga
kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau
penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar
masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran
BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy,
1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya.

Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan


organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi
biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan
organik karbon mencapai 95 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 70 %

bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi
adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan
dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebut4
kan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar
tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC
dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20 oC adalah
nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang
(Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik
seperti Indonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur
perairan tropik umumnya berkisar antara 25 30 oC, dengan temperatur
inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih
rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu
kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut.
Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan
peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi
(APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988).

Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium


bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui)
yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian
dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat
ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai
untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat
ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan
yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam
kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit over estimate untuk gambaran
kandungan bahan organik.

Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasi lima
hari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walaupun
jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu
penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan
mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang
mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah

oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (lima hari)
mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD
juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih
persisten yang ada di perairan.
Pengukuran BOD dan COD
BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau KOB (kebutuhan oksigen biokimiawi)
adalah suatu pernyataan untuk menyatakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk degradasi
biologis dari senyawa organik dalam suatu sampel. Pengukuran BOD dengan sendirinya
digunakan sebagai dasar untuk mendeteksi kemampuan senyawa organik dapat didegradasi
(diurai) secara biologis dalam air. Perbedaan antara BOD dan COD (Chemical Oxygen
Demand) adalah bahwa COD menunjukkan senyawa organik yang tidak dapat didegradasi
secara biologis.
Secara analitis BOD (biochemical oxygen demand) adalah jumlah mg oksigen yang
dibutuhkan untuk menguraikan zat organik secara biokimiawi dalam 1 liter air selama
pengeraman 5 x 24 jam pada suhu 20o oC. Sedangkan COD (chemical oxygen demand) atau
KOK (kebutuhan oksigen kimiawi) adalah jumlah (mg) oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasikan zat organik dalam 1 liter air dengan menggunakan oksidator kalium
dikromat selama 2 jam pada suhu 150 oC.
Sumber:
Widyapranata. 2012. BODdDan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air
Limbah (BOD And COD As A Parameter Water Pollution And Waste Water Quality
Standards, ( online), (https://widyapranata.wordpress.com/tag/bod-dan-cod-sebagaiparameter-pencemaran-air-dan-baku-mutu-air-limbah-bod-and-cod-as-a-parameterwater-pollution-and-waste-water-quality-standards/, diakses tanggal 27 April 2015).

PENCEMARAN AIR
Pencemaran lingkungan hidup menurut UU Republik Indonesia No 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup
yaitu; masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup, oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi
sesuai dengan peruntukkannya. Demikian pula dengan lingkungan air yang dapat pula
tercemar karena masuknya atau dimasukannya mahluk hidup atau zat yang
membahayakan bagi kesehatan. Air dikatakan tercemar apabila kualitasnya turun
sampai ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai
peruntukannya.
Asas-asas ilmu lingkungan yang berkaitan dengan pembahasan makalah ini mengenai
pencemaran air yaitukemampuan lingkungan habitat untuk menyokong satu materi
ada batasnya. Berdasarkan analisis diatas, pada saat ini sungai terus menerus dicemari
oleh berbagai macam zat yang dihasilkan dari beberapa kegiatan, seperti industri,
pabrik, maupun pemukiman warga. Apabila pencemaran terhadap air sungai terus
menerus dibiarkan, maka kemampuan lingkungan sungai tersebut untuk menampung
(menyokong) zat-zat pencemar akan ada batasnya dan pada akhirnya akan
menimbulkan kerusakan lingkungan itu sendiri.
Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 pasal 8 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, klasifikasi
dan kriteria mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas yaitu:
Kelas 1 : air yang dapat digunakan untuk bahan baku air minum atau peruntukan lainnya
mempersyaratkan mutu air yang sama
Kelas 2 : air yang dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, budidaya ikan air
tawar, peternakan, dan pertanian
Kelas 3 : air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan dan pertanian
Kelas 4 : air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman/ pertanian
Salah satu dampak negatif kemajuan ilmu dan teknologi yang tidak digunakan dengan benar
adalah terjadinya polusi (pencemaran). Polusi adalah peristiwa masuknya zat, energi,
unsur atau komponen lain yang merugikan kedalam lingkungan akibat aktivitas
manusia atau proses alami. Dan segala sesuatu yang menyebabkan polusi disebut
Polutan. Sesuatu benda dapat dikatakan polutan bila :
1. Kadarnya melebihi batas normal
2. Berada pada tempat dan waktu yang tidak tepat.

Polutan dapat berupa debu, bahan kimia, suara, panas, radiasi, makhluk hidup, zat-zat yang
dihasilkan makhluk hidup dan sebagainya. Adanya polutan dalam jumlah yang
berlebihan menyebabkan lingkungan tidak dapat mengadakan pembersihan sendiri
(regenerasi). Oleh karena itu, polusi terhadap lingkungan perlu dideteksi secara dini dan
ditangani segera dan terpadu. Polusi Air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur
atau komponen lainnya kedalam air sehingga kualitas air terganggu. Kualitas air
terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa dan warna.
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda
yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi 6:
1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau
dan rasa.
2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia
yang terlarut, perubahan pH.
3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air diantaranya adalah :
DO (Dissolved Oxygen)
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand), dan
1. 1.

Jumlah total Zat terlarut


Air Yang Tercemar > DO/ Dissolved Oxygen (Oksigen Terlarut)

Yang dimaksud adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan
hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang
hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme
seperti bakteri.
Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm
(part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi
bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang.
Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik,
sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon
dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar
oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan,

udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang tercemar?
Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian
bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob.
1. 2.

Air Yang Tercemar > BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen biokimia yang


menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri.
Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar B.O.D nya sedangkan
D.O akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l
atau 1 ppm, jika B.O.D nya di atas 4 ppm, air dikatakan tercemar.
1. 3.

Air Yang Tercemar > COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) sama dengan BOD, yang menunjukkan jumlah oksigen
yang digunakan dalam reaksi kimia oleh bakteri. Pengujian COD pada air limbah
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pengujian BOD. Keunggulan itu antara
lain :

Sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji dengan
BOD karena bakteri akan mati.

Waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam

1. 4.

Air Yang Tercemar > Zat Padat Terlarut

Air alam mengandung zat padat terlarut yang berasal dari mineral dan garam-garam yang
terlarut ketika air mengalir di bawah atau di permukaan tanah. Apabila air dicemari
oleh limbah yang berasal dari industri pertambangan dan pertanian, kandungan zat
padat tersebut akan meningkat. Jumlah zat padat terlarut ini dapat digunakan sebagai
indikator terjadinya pencemaran air. Selain jumlah, jenis zat pencemar juga
menentukan tingkat pencemaran. Air yang bersih adalah jika tingkat D.O nya tinggi,
sedangkan B.O.D dan zat padat terlarutnya rendah.

Sumber pencemar air


Banyak penyebab pencemaran air tetapi secara umum dapat dikategorikan sebagai sumber
kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar
dari industri, TPA (tempat Pembuangan Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak
langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau
atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung mengandung sisa dari

aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal
dari aktivitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam.
Pencemar air dapat diklasifikasikan sebagai organik, anorganik, radioaktif, dan asam/basa.
Saat ini hampir 10 juta zat kimia telah dikenal manusia, dan hampir 100.000 zat kimia
telah digunakan secara komersial. Kebanyakan sisa zat kimia tersebut dibuang ke badan
air atau air tanah. Pestisida, deterjen, PCBs, dan PCPs (polychlorinated phenols),
adalah salah satu contohnya. Pestisida digunakan di pertanian, kehutanan dan rumah
tangga. PCB, walaupun telah jarang digunakan di alat-alat baru, masih terdapat di alatalat elektronik lama sebagai insulator, PCP dapat ditemukan sebagai pengawet kayu,
dan deterjen digunakan secara luas sebagai zat pembersih di rumah tangga.
Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbedabeda:
1. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.
2. Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan
oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang
dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem.
3. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam
berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek
termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga
mengurangi oksigen dalam air.
Pencemaran air disebabkan oleh aktifitas manusia sehari hari yang dapat mengakibatkan
adanya perubahan pada kualitas air tersebut. Pencemaran air ini terjadi di sungai,
lautan, danau dan air bawah tanah.
Menurut Wardhana (1995), komponen pencemaran air yang berasal dari industri, rumah
tangga (pemukiman) dan pertanian dapat dikelompokkan sebagai bahan buangan:
Padat
Organik dan olahan bahan makanan
Anorganik
Cairan minyak
Zat kimia
Yang dimaksud bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan yang berbentuk padat,
baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah. Buangan tersebut bila dibuang ke
air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun

pembentukan koloidal. Apabila bahan buangan padat tersebut menimbulkan pelarutan,


maka kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadang-kadang pelarutan ini disertai
pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna
gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses
fotosintesa tanaman dalam air akan terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air
menjadi berkurang, kehidupan organism dalam air juga terganggu.
Bahan buangan organik umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi
oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan akan menaikkan populasi
mikroorganisme. Kadar BOD dalam hal ini akan naik. Tidak tertutup kemungkinan
dengan berambahnya mikroorganisme dapat berkembang pula bakteri pathogen yang
berbahaya bagi manusia. Demikian pula untuk buangan olahan bahan makanan yang
sebenarnya adalah juga bahan buangan organic yang baunya lebih menyengat.
Umumnya buangan olahan makanan mengandung protein dan gugus amin, maka bila
didegradasi akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk
(misal. NH3).
Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme, umumnya adalah logam.
Apabila masuk ke perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam dalam air.
Bahan buangan anorganik ini biasanya berasal dari limbah industri yag melibatkan
penggunaan unsure-unsur logam seperti timbal (Pb), Arsen (As), Cadmium (Cd), air
raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dll. Kandungan
ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang
tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi melalui
proses pengkaratan (korosi). Juga dapat menimbulkan endapan atau kerak pada
peralatan. Apabila ion-ion logam berasal dari logam berat maupun yang bersifat racun
seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air yang mengandung ion-ion logam tersebut sangat
berbahaya bagi tubuh manusia, air tersebut tidak layak minum.
Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi
permukaan air. Jika bahan buangan minyak mengandung senyawa yang volatile, maka
akan terjadi penguapan dan luas permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan
menyusut. Penyusutan minyak ini tergantung pada jenis minyak dan waktu. Lapisan
minyak pada permukaan air dapat terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, tetapi
membutuhkan waktu yang lama. Lapisan minyak di permukaan akan mengganggu
mikroorganisme dalam air. Ini disebabkan lapisan tersebut akan menghalangi diffusi
oksigen dari udara ke dalam air, sehingga oksigen terlarut akan berkurang. Juga lapisan

tersebut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga


fotosintesapun terganggu. Selain itu, burungpun ikut terganggu, karena bulunya jadi
lengket, tidak dapat mengembang lagi akibat kena minyak.
Perubahan kecil pada temperatur air lingkungan bukan saja dapat menghalau ikan atau
spesies lainnya, namun juga akan mempercepat proses biologis pada tumbuhan dan
hewan bahkan akan menurunkan tingkat oksigen dalam air. Akibatnya akan terjadi
kematian pada ikan atau akan terjadi kerusakan ekosistem. Untuk itu, polusi thermal
inipun harus dihindari. Sebaiknya industri-industri jika akan membuang air buangan ke
perairan harus memperhatikan hal ini.
Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi dalam bahan pencemar air ini akan
dikelompokkan menjadi :
a. Sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya),
b. Bahan pemberantas hama (insektisida),
c. Zat warna kimia,
d. Zat radioaktif
Adanya bahan buangan zat kimia yang berupa sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih
lainnya) yang berlebihan di dalam air ditandai dengan timbulnya buih-buih sabun pada
permukaan air. Sebenarnya ada perbedaan antara sabun dan deterjen serta bahan
pembersih lainnya. Sabun berasal dari asam lemak (stearat, palmitat atau oleat) yang
direaksikan dengan basa Na(OH) atau K(OH), berdasarkan reaksi kimia berikut ini :
C17H35COOH + Na(OH) C17H35COONa + H2O
Asam stearat

basa sabun

Sabun natron (sabun keras) adalah garam natrium asam lemak seperti pada contoh reaksi di
atas. Sedangkan sabun lunak adalah garam kalium asam lemak yang diperoleh dari
reaksi asam lemak dengan basa K(OH). Sabun lemak diberi pewarna yang menarik dan
pewangi (parfum) yang enak serta bahan antiseptic seperti pada sabun mandi. Beberapa
sifat sabun antara lain adalah sebagai berikut:
a. Larutan sabun mempunyai sifat membersihkan karena dapat mengemulsikan kotoran yang
melekat pada badan atau pakaian
b. Sabun dengan air sadah tidak dapat membentuk busa, tapi akan membentuk endapan
(C17H35COO)2Ca) dengan reaksi:
2(C17H35COONa) + CaSO4 (C17H35COO)2Ca + Na2SO4
c. Larutan sabun bereaksi basa karena terjadi hidrolisis sebagian.

Sedangkan deterjen adalah juga bahan pembersih sepeti halnya sabun, akan tetapi dibuat dari
senyawa petrokimia. Deterjen mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sabun,
karena dapat bekerja pada air sadah. Bahan deterjen yang umum digunakan adalah
dedocylbenzensulfonat. Deterjen dalam air akan mengalami ionisasi membentuk
komponen bipolar aktif yang akan mengikat ion Ca dan/atau ion Mg pada air sadah.
Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung dodecylbenzen-sulfonat. Untuk dapat
membersihkan kotoran dengan baik, deterjen diberi bahan pembentuk yang bersifat
alkalis. Contoh bahan pembentuk yang bersifat alkalis adalah natrium tripoliposfat.
Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air lingkungan akan mengganggu
karena alasan berikut :
1. Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu kehidupan
organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-Fosfat akan
menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11.
2. Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu
kehidupan mikro organisme di dalam air, bahkan dapat mematikan.
c.

Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh
mikro organisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah barang tentu akan
merugikan lingkungan. Namun akhir-akhir ini mulai banyak digunakan bahan
sabun/deterjen yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme.

Tingkat pencemaran yang terberat adalah akibat limbah industri yang dibuang ke sungai dan
juga tumpahan minyak dilautan. Pencemaran di sungai dan dilautan ini telah
menyebabkan ekosistem dan habitat air menjadi rusak bahkan mati. Untuk sungai,
pembuangan limbah industri / pabrik telah merusak habitat sungai sepanjang puluhan
kilometer.
Limbah industri ini mengandung logam berat, toksin organik, minyak dan zat lainnya yang
memiliki efek termal dan juga dapat mengurangi kandungan oksigen dalam air. Limbah
berbahaya ini selain menyebabkan kerusakan bahkan matinya habitat sungai, juga
mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di
sepanjang sungai yang menggunakan air sungai tsb untuk keperluan MCK (Mandi,
Cuci dan Kakus).
Tidak hanya sepanjang aliran sungai, resapan bahan kimia juga mencemari air bawah tanah
sepanjang belasan bahkan puluhan meter dari sungai tsb. Pengeboran air bawah tanah
yang dilakukan penduduk di dekat aliran sungai sering kali mendapatkan air bawah

tanah yang keruh kehitaman, berbau bahkan berlendir. Dan bila dipaksakan untuk
keperluan MCK akan mengakibatkan penyakit dan gatal gatal pada kulit.
Selain limbah industri, limbah rumah tangga juga memiliki peranan yang besar dalam
pencemaran air. Limbah rumah tangga ini terbagi menjadi 2 golongan, yakni limbah
organik dan anorganik. Limbah organik adalah limbah yang dapat diuraikan oleh
bakteri seperti sisa sayuran, buah dan daun daunan. Sementara limbah anorganik tidak
dapat diurai oleh bakteri seperti bekas kaca, karet, plastik, logam, kain, kayu, kulit, dan
lain lain.
Penyebab dan Dampak Pencemaran Air :
1. Limbah Pemukiman
Limbah pemukiman mengandung limbah domestik berupa sampah organik dan sampah
anorganik serta deterjen. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau
dibusukkan oleh bakteri. Contohnya sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan.
Sedangkan sampah anorganik sepertikertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan,
logam, karet, dan kulit. Sampah-sampah ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non
biodegrable). Sampah organik yang dibuang ke sungai menyebabkan berkurangnya
jumlah oksigen terlarut, karena sebagian besar digunakan bakteri untuk proses
pembusukannya. Apabila sampah anorganik yang dibuang ke sungai, cahaya matahari
dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga yang
menghasilkan oksigen.
Tentunya kita pernah melihat permukaan air sungai atau danau yang ditutupi buih deterjen.
Deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Pada saat
ini hampir setiap rumah tangga menggunakan deterjen, padahal limbah deterjen sangat
sukar diuraikan oleh bakteri. Sehingga tetap aktif untuk jangka waktu yang lama.
Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada air
sungai atau danau. Fosfat ini merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng gondok.
Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan
permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya
matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini
mati, akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan
pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan.
1. Limbah Industri
Limbah industri sangat potensial sebagai penyebab terjadinya pencemaran air. Pada
umumnya limbah industri mengandung limbah B3, yaitu bahan berbahaya dan beracun.

Menurut PP 18 tahun 99 pasal 1, limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun yang dapat mencemarkan atau merusak
lingkungan hidup sehingga membahayakan kesehatan serta kelangsungan hidup
manusia dan mahluk lainnya. Karakteristik limbah B3 adalah korosif/ menyebabkan
karat, mudah terbakar dan meledak, bersifat toksik/ beracun dan menyebabkan infeksi/
penyakit. Limbah industri yang berbahaya antara lain yang mengandung logam dan
cairan asam. Misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan logam, yang
mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat, asam kromat,
asam nitrat dan asam fosfat. Limbah ini bersifat korosif, dapat mematikan tumbuhan
dan hewan air. Pada manusia menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, mengganggu
pernafasan dan menyebabkan kanker.
1. Limbah Pertambangan
Limbah pertambangan seperti batubara biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa besi, yang
dapat mengalir ke luar daerah pertambangan. Air yang mengandung kedua senyawa ini
dapat berubah menjadi asam. Bila air yang bersifat asam ini melewati daerah batuan
karang/ kapur akan melarutkan senyawa Ca dan Mg dari batuan tersebut. Selanjutnya
senyawa Ca dan Mg yang larut terbawa air akan memberi efek terjadinya AIR SADAH,
yang tidak bisa digunakan untuk mencuci karena sabun tidak bisa berbuih. Bila
dipaksakan akan memboroskan sabun, karena sabun tidak akan berbuih sebelum semua
ion Ca dan Mg mengendap. Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa
menyebabkan korosi dan melarutkan logam-logam sehingga air yang dicemari bersifat
racun dan dapat memusnahkan kehidupan akuatik.
Bahan bahan kimia yang dapat mengganggu
Bahan-bahan kimia

Keterangan

Arsen

Bersifat karsinogenik dengan melalui kontak pada makanan

Barium

Bersifat toxis terhadap hati, aliran darah dan nervous

Cadmium

Sebagai racun yang akut bagi manusia seperti batu ginjal.

Chromium

Carsinogenik pada pernapasan

Timah hitam

Sebagai racun pada pekerja dan ikan

Merkuri

Sebagai racun pada pekerja dan ikan

Nitrat

Menyebabkan methemogloinema pada bayi

Selenium

Menyebabkan keracunan pada anak

Silver

Menyebabkan penyakit agria

Sulfat

Menyebabkan laxative

Besi

Menimbulkan koloid yang berwarna dalam air

Tembaga

Menyebabkan air mempunyai rasa tertentu

Klorida

Menyebabkan air menjadi asin rasanya

Flour

Menyebabkan penyakit flur esis

Mencegah/Mengurangi Dampak Pencemaran Air


Limbah atau bahan buangan yang dihasilkan dari semua aktifitas kehidupan manusia, baik
dari setiap rumah tangga, kegiatan pertanian, industri serta pertambangan tidak bisa kita
hindari. Namun kita masih bisa mencegah atau paling tidak mengurangi dampak dari
limbah tersebut, agar tidak merusak lingkungan yang pada akhirnya juga akan
merugikan manusia.
Untuk mencegah atau paling tidak mengurangi segala akibat yang ditimbulkan oleh
limbah berbahaya, setiap rumah tangga sebaiknya menggunakan deterjen secukupnya.
Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi
tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air.
Kemudian memilah sampah organik dari sampah anorganik. Sampah organik bisa dijadikan
kompos, sedangkan sampah anorganik bisa didaur ulang. Pemerintah bekerjasama
dengan World Bank, pada saat ini tengah mempersiapkan pemberian insentif berupa
subsidi bagi masyarakat yang melakukan pengomposan sampah kota.
Beberapa manfaat pengomposan sampah antara lain :

Mengurangi sampah di sumbernya

Mengurangi beban volume di TPA

Mengurangi biaya pengelolaan

Menciptakan peluang kerja

Memperbaiki kondisi lingkungan

Mengurangi emisi gas rumah kaca

Penggunaan kompos mendukung produk organik

Setiap pabrik / kegiatan industri sebaiknya memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL),
untuk mengolah limbah yang dihasilkannya sebelum dibuang ke lingkungan sekitar.
Dengan demikian diharapkan dapat meminimalisasi limbah yang dihasilkan atau
mengubahnya menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan.

Mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kegiatan pertambangan atau


menggantinya dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan. Atau diharuskan
membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah pertambangan, sehingga limbah bisa
diolah terlebih dahulu menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan, sebelum dibuang
keluar daerah pertambangan.
Kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah seperti makanan dalam kemasan
kaleng, minuman dalam botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada
kemasannya dan kemudian terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir.
Bahkan pilihan kita untuk bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi
asam satu hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air
alam. Menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana.
Sebagai contoh, kritis terhadap barang yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi
sumber bencana yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun atau degradable (dapat
didegradasi alam)? Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni
manusia, hewan, dan tumbuhan aman bagi makhluk hidup dan lingkungan? Teknologi
dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih,
instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu
menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar. Dari segi kebijakan atau
peraturanpun mengenai pencemaran air ini telah ada. Bila kita ingin benar-benar hal
tersebut dapat dilaksanakan, maka penegakan hukumnya harus dilaksanakan pula. Pada
akhirnya, banyak pilihan baik secara pribadi ataupun social (kolektif) yang harus
ditetapkan, secara sadar maupun tidak, yang akan mempengaruhi tingkat pencemaran
dimanapun kita berada. Walaupun demikian, langkah pencegahan lebih efektif dan
bijaksana.
Melalui penanggulangan pencemaran ini diharapkan bahwa pencemaran akan berkurang dan
kualitas hidup manusia akan lebih ditingkatkan, sehingga akan didapat sumber air yang
aman, bersih dan sehat. Kendala dalam mengatasi pencemaran air :
1. Kurangnya kesadaran diri dari orang orang untuk membuang sampah pada tempatnya.
2. Kurangnya sistem drainase di jalan jalan.
3. Limbah limbah yang tidak diolah oleh manajemen pabrik dengan baik, sehingga
mencemari lingkungan sekitar.
4. Kurangnya perhatian dari pemerintah mengenai pencemaran lingkungan.
Syarat kadar kualitas air yang baik

Secara fisik kualitas air yang baik adalah bening, tidak keruh, tidak berbau, berasa tawar dan
tidak berwarna, serta suhu air hendaknya di bawah suhu udara. Secara kimiawi kualitas
air yang baik meliputi pH yang bersifat normal/netral, bahan kimia yang tidak melebihi
ambang batas ketetapan serta tingkat kesadahan yang rendah, kekurangan atau
kelebihan suatu zat kimia dalm air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada
manusia.
Sedangkan secara biologis kualitas air yang sehat harus bebas dari segala bakteri terutama
bakteri patogen dan nonpatogen walaupun tidak menimbulkan penyakit namun
menyebabkan bau dan rasa tidak enak pada air, serta menyebabkan adanya lendir pada
air, serta tidak mengandung bakteri coli lebih dari 1 coli/100 mL air. Bakteri patogen
menyebabkan penyakit pada manusia, organisme ini bersal dari bakteri, protozoa dan
virus.. yang mungkin ada dalam air misalnya bakteri typhsum, vibrio colerae,
bakteri dysentriae, bakterienteritis, dan entamoeba hystolotica. Air yang mengandung
golongan coli, dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia. dalam
pemerikasaan bakteriologik, tidak langsung diperiksa air tersebut mengandung bakteri
patogen, tetapi diperiksa dengan indikator bakteri golongan coli. Pencemaran air akan
menimbulkan terganggunya/hilangnya persyaratan kualitas air tersebut baik secara
fisik, kimia maupun biologi.
Syarat fisik

Kadar yang disyaratkan

Keasaman

7,0 8,5

Kadar yang tidak boleh


dilampaui
Di bawah 6,5 dan di atas 9,5

Bahan-bahan padat Tidak melebihi 50 mg/L

Tidak melebihi 1500 mg/L

Warna

Tidak melebihi 6 satuan

Tidak melebihi 50 satuan

Rasa

Tidak mengganggu

Bau

Tidak mengganggu

Jenis Bahan

Kadar yang dibenarkan (mg/liter)

Flour (F)

1-1,5

Clor (Cl)

250

Arsen (As)

0,05

Ph

6,5 9,0

CO2

Besi (Fe)

0,3

Tembaga (Cu)

Zat organik

10

Komposisi
ideal

bahan kimia dalam air

Cara memperoleh air bersih


Air yang kita minum harus bersih sesuai standar, demikian juga air yang kita gunakan untuk
mandi, mencuci, memasak, juga harus bersih. Bersih disini artinya bersih dari segi fisik,
kimiawi dan biologis. Bersih secara fisik artinya jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak
berbau.
Secara kimiawi air yang kualitasnya baik adalah yang memiliki pH netral, tidak mengandung
bahan berbahaya dan beracun (B3) dan ion-ion logam, serta bahan organik. Sedangkan
bersih secara biologis artinya tidak mengandung mikroorganisme seperti bakteri baik
yang patogen/ menyebabkan penyakit atau yang apatogen.
Ada 2 cara untuk mendapatkan air bersih dalam skala terbatas yaitu :

Tanpa Bahan Kimia, dan

Dengan Menambahkan Bahan Kimia.

Kedua cara penjernihan air ini melalui 2 tahap, yaitu tahap pengendapan dan tahap
penjernihan. Media penyaring yang digunakan adalah; pasir, arang batok, ijuk dan
kerikil. Pada cara yang kedua, ditambahkan bahan kimia berupa tawas, kapur dan
kaporit ke dalam bak pengendap untuk membantu menggumpalkan zat kimia pencemar.
Cara memperoleh air bersih tanpa bahan kimia
Cara ini biasanya digunakan untuk sumber air terbuka dengan menggunakan 3 macam bak
yaitu bak pengendap, bak penyaring dan bak penampung air bersih, yang ukurannya
tergantung volume air yang akan dialirkan. Mula-mula air dari sumbernya dialirkan
ke bak pengendap. Selanjutnya lewat saluran bambu yang pada bagian ujungnya di beri

kawat kasa, dari bak pengendap air dialirkan ke dalam bak penyaring melalui parit yang
berbelok-belok dan berbatuan untuk mendapatkan kandungan oksigen. Atau jika tidak
mungkin parit dapat diganti dengan saluran bambu. Bak penyaring ini telah diisi
dengan media penyaring, yang disusun berturut-turut dari bagian dasar bak berupa batu
setinggi 10 cm, kerikil 10 cm, pasir halus setinggi 20 cm, arang 5 cm, ijuk 10 cm, pasir
halus 15 cm dan lapisan paling atas diisi ijuk lagi setinggi 10 cm. Setelah melewati bak
penyaring air di tampung di dalam bak penampung air bersih. Untuk keperluan minum
dan masak, air ini tetap harus dimasak agar kumannya mati.
Cara memperoleh air bersih dengan menambahkan bahan kimia
Pada cara kedua ini digunakan 2 buah drum yang berukuran sama yang dilengkapi dengan
keran air, sebagai bak pengendap dan bak penyaring. Tinggi keran air dari dasar drum
kira-kira 5-10 cm (harus lebih tinggi dari lumpur yang akan terkumpul). Tetapi drum
bisa juga diganti dengan gentong. Setelah air kotor masuk ke drum pengendap,
masukkan 1 gr tawas/ 1 gr kapur/ 2,5 gr kaporit untuk setiap 10 liter air, lalu diaduk
perlahan ke satu arah. Pengadukan sebaiknya dilakukan pada malam hari sehingga
pengendapan berlangsung sempurna pada keesokan paginya.
Pada drum yang berfungsi sebagai bak pengendap diberi media penyaring yang terdiri dari
kerikil setinggi 5 cm di bagian dasar, kemudian berturut-turut ke atas diberi arang batok
setinggi 10 cm, ijuk setinggi 10 cm dan pasir halus setinggi 20 cm. Ketika air yang
dialirkan dari drum pengendap melewati media penyaring ini, air akan dijernihkan lagi
melalui proses penyaringan. Sehingga ketika kran dibuka akan diperoleh air yang
bersih. Apabila air yang keluar dari drum kedua sudah tidak jernih, media penyaring
harus dicuci atau diganti dengan yang baru.

Sumber:
__________. Tanpa tahun. Pencemaran Air, (online),
(https://3superelektron.wordpress.com/pencemaran-air/, diakses tanggal 27 April 2015).

PARAMETER COD
Parameter COD menunjukan jumlah oksigen ( mg O2 ) yang ada dalam senyawa
oksidan yang dibutuhkan untuk menguraikan seluruh senyawa organik yang terkandung
dalam 1 liter limbah cair. Contohnya, COD =150mg/l berarti dalam 1liter limbah cair terdapat
senyawa organik jumlahnya setara dengan 150mg O2.
COD berbanding terbalik dengan Dissolved Oxygen (DO). Artinya, semakin sedikit
kandungan udara di dalam air maka angka COD akan semakin besar.Besarnya angka
COD tersebut menunjukkan bahwa keberadaan zat organik di air berada dalam
jumlah yang besar. Organik-organik tersebut mengubah oksigen menjadikarbondioksida dan
air sehingga perairan tersebut menjadi kekurangan oksigen. Hal inilah yang menjadi indikator
seberapa besar pencemaran di dalam limbah cair oleh pembuangan domestik dan industri.
Semakin sedikit kadar oksigen di dalam air berarti semakin besar jumlah pencemar
(organik) di dalam perairan tersebut. Karena itu secara logika kita dapat berkata bahwa air
yang kita konsumsi harus memiliki kadar COD yang sangat rendah.
Dari hasil tes yang biasa didapat, jumlah COD selalu lebih besar dibanding dengan
jumlah BOD. Seperti asal kata namanya, jika COD melibatkan unsur kimiawi di dalam
prosesnya, maka berbeda dengan BOD, BOD melibatkan unsur biokimiawi. Artinya, tes
COD memperhitungkan semua unsur kimia dalam air yang membutuhkan oksigen untuk
proses oksidasi, maka BOD hanya memperhitungkan kebutuhan bakteri (organisme hidup)
saja. Jadi pada BOD, pelakunya hanyalah bakteri. Sebagai contoh, selulosa adalahsalah satu
contoh yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit dioksidasi melalui reaksi biokimia,
akan tetapi dapat diukur melalui uji COD
TUJUAN MENGUKUR PARAMETER COD:
Parameter COD diukur untuk mengetahui jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan
buangan yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimiawi
ALAT YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR PARAMETER COD:
Peralatan Refluks, yang terdiri dari labu Erlenmeyer, pendingin Liebing 30cm
Hot Plate
Labu ukur 100ml dan 1000ml
Buret 50ml
Pipet volume 5ml, 10ml, 15ml, dan 50ml
Labu Erlenmeyer 250ml (labu refluks)
Timbangan analitik
COD reactor

DR2000
Panci
Baskom untuk mendinginkan
BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR PARAMETER COD:
Larutan sampel 10ml
Larutan Bahan Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25N
Larutan K2Cr2O7 yang diencerkan dengan air suling
Larutan Asam Sulfat perak sulfat
Larutan indicator ferroin
Larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1N
Larutan baku potassium hydrogen phthalat (KHP)
Serbuk merkuri sulfat (HgSO4)
Batu didih
Air suling
PROSEDUR PENGUKURAN PARAMETER COD
Menggunakan COD meter
Masing-masing kubet yang berisi sampel dan blanko ditambahkan Kalium Dikromat
(K2Cr2O7) 0,25N sebanyak 2ml
Dikocok lalu dimasukkan ke dalam COD reactor selama 2jam
Dilakukan pembacaan pada DR 2000 setelah 2jam
Catat pembacaan
Menggunakan titrasi
10ml sampel dipipet lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250ml
Ditambahkan 0,2g serbuk HgSO4 dan 3keping batu didih
Ditambahkan 5ml kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25N
Ditambahkan 15ml pereaksi asam sulfat-perak sulfat perlahan-lahan sambil didinginkan
di dalam baskom berisi air
Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan diatas hotplate selama 2jam
Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume
sampel 70ml
Didinginkan sampai temperature kamar, tambahkan indicator ferroin 2 sampai dengan
3tetes titrasi dengan FAS 0,1N sampai warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS

Lakukan langkah 1 sampai 7 terhadap air suling sebagai blanko. Catat kebutuhan
larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan
setiap penentuan COD
RUMUS MENGHITUNG COD:
Kadar COD = ((A-B) N 8000)/(ml contoh uji) Keterangan:
A: volume FAS yang dibutuhkan untuk blanko (ml)
B: volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk sampel (ml)
Batas COD (100-300)mg/L N: Normalitas larutan FAS
Sumber: https://eskampiun.wordpress.com/2012/05/16/parameter-cod/ (diakses tanggal 4 Mei
2015)

Anda mungkin juga menyukai