KELOMPOK 3C :
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua
mahluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan
baik oleh manusia serta mahluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan generasi
sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus pada
segenap pengguna air (Effendi, 2003).
Air bisa berperan sebagai penyebar penyakit yang akhirnya dapat mengganggu kesehatan dan
lingkungan hidup manusia. Di samping sebagai keperluan pokok untuk keperluan tubuh, air juga penting
dalam membantu bermacam-macam proses baik itu dalam rangka penggalian dan pengelolaan/pengolahan
sumbersumber alam untuk menunjang kehidupan manusia maupun untuk memproses bahan-bahan yang
yang diperlukan manusia (Supardi, 1994).
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak
mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang
semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya
air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan,
dan bahaya bagi semua mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan
pengolahan dan perlindungan sumber daya air secara seksama (Effendi, 2003).
Untuk mengetahui apakah limbah tersebut layak dibuang kebadan perairan maka dilakukan analisa
menggunakan metode Chemical Oxygen Demand (COD) yaitu jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air. Dilakukan dengan cara penambahan
kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigen (oksidator). Selanjutnya kelebihan kalium dikromat
dititrasi dengan reagen ferro alumunium sulfat (FAS). Dengan demikian kalium dikromat yang terpakai
untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung (Alaberts, 1984).
Berdasarkan hal tersebut maka dibuat karya ilmiah Penentuan kadar Chemical Oxygen Demand
(COD) dengan metode titrimetri refluks tertutup dan pentuan fosfat dan sulfat dengan metode
spektrofotometri UV-Visible pada air limbah rumah sakit.
Menentukan besarnya kandungan oksigen kimiawi (COD) dalam contoh uji sehingga dapat
diketahui kualitasnya.
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dengan pengoksidasi Kalium Bikromat yang digunakan sebagai
sumber oksigen. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat – zat organik yang secara
alamiah dapat dioksidasikan melalui proses biologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air.
Penetapan COD didasarkan atas kenyataan bahwa hampir semua senyawa organik dapat dioksidasi
dengan bantuan oksidator kuat dalam kondisi asam. Aminonitrogen akan diubah menjadi ammoniak
nitrogen (NH4 + ) dan pada oksidasi selanjutnya akan diubah menjadi nitrat (NO3). Selama proses
penetapan COD, bahan-bahan organik akan diubah menjadi CO2 dan H2O tanpa melihat kemampuan
asimilasi secara biologis terhadap bahan-bahan tersebut.
Tidak semua zat organik dalam air buangan dan air permukaan dapat dioksidasikan melalui tes COD.
Zat-zat yang dapat dioksidasi oleh tes COD adalah sebagai berikut :
2. Sellulosa, dsb
5. Hidrokarbon aromatic
a. Analisa COD hanya memerlukan waktu kurang lebih 3 jam sedangkan analisa BOD memerlukan
waktu 5 hari
b. Untuk menganalisa COD antara 50-800 mg/l tidak dibuthkan pengenceran sampel sedangkan
pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran.
c. Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2-3 kali lebih tinggi dari tes BOD
d. Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD tidak
menjadi soal pada tes COD
2.3. Kekurangan Analisa COD
Analisa COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang
merupakan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam) sehingga merupakan pendekatan saja.
Karena hal tersebut maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak
teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis.
Adapun metode yang dapat digunakan dalam menentukan Chemical Oxygen Demand (COD)
diantaranya (Greenberg, 1917)
a. Metode refluks terbuka Kebanyakan bahan-bahan organik yang telah teroksidasi oleh suatu
campuran dari pemanasan kromat dan asam sulfat yang mendidih. Suatu sampel merupakan larutan
asam kuat yang diketahui jumlah potasium dikromatnya. Setelah mengalami proses pencampuran sisa
K2Cr2O7 yang dipakai atau dipergunakan. Banyaknya bahan organik yang dioksidasi dihitung sebagai
oksigen yang setara dengan kalium dikromat yang terikat. Untuk menjaga agar volume dan kekuatan
reagen agar tetap konstan maka akan berkurang agar boleh mereduksi selama 2 jam jika ingin
mendapatkan waktu dan juga menghasilkan hasil yang sama.
b. Metode refluks tertutup Senyawa organik yang bersifat volatile akan teroksidasi secara
sempurna dalam sistem tertutup karena dapat berhubungan langsung dengan oksidasi.
Sebelum tiap-tiap pemeriksaan dipergunakan tabung untuk mencapai titik akhir di TFE linier
memilih tabung yang cocok untuk sensitivitas yang diinginkan, digunakan 25x150 mm ukuran
tabung untuk suatu sampel dengan kadar COD yang umum karena volume sampel yang
dipergunakan banyak.
BAB III
PEOSEDUR PRAKTIKUM
a) Pipet
b) Tabung COD
c) Thermoreactor
d) Erlenmeyer 100 mL
a) K2Cr2O7 0,01 M
b) H2SO4 yang mengandung Ag2SO4
c) Indikator Phenantroline
d) FAS 0,01 N
e) Sampel air limbah rumah sakit
5. Dinginkan
6. Setelah dingin, tuang dalam erlenmeyer 100 mL sambil dibilas dengan aquadest
8. Titrasi dengan menggunakan FAS 0,01 N sampai titik akhir titrasi berwarna merah bata
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jurnal 1 “STUDI KARAKTERISTIK DAN KUALITAS BOD DAN COD LIMBAH CAIR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANTO DG. PASEWANG KABUPATEN JENEPONTO”
Berdasarkan grafik tersebut bahwa kadar Chemical Oxygen Demand (COD) air limbah di Rumah Sakit
Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto pada 3 titik pengambilan sample di pagi hari,
dimana inlet nilai rata-rata 234,6 mg/l, outlet nilai ratarata 92,3 mg/l. Limbah yang berada pada inlet
merupakan keseluruhan sumber limbah yang ada di rumah sakit, hal ini dimungkinkan karena kandungan
minyak dan lemak yang diduga dari Instalasi Gizi dan Unit Loundry. Nilai ratarata yang diperolehpun lebih
tinggi apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata hasil pemeriksaan laboratorium kadar Biological
Oksigen Demand( BOD ) Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan
menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat
(Boyd, 2012; Metcalf & Eddy, 2009), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun
yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dari hasil pemeriksaan ketiga titik menunjukkan jumlah
kadar Chemical Oxygen Demand (COD) air limbah tidak memenuhi syarat (250 mg/l-1538,4 mg/l) karena
melebihi Standar Baku Mutu Air Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur
Sulawesi Selatan Nomor : 69 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup
Lampiran II Poin D.3 Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Sakit ( COD = 70 mg/l). Hal ini
disebabkan karena tidak adanya pengolahan air limbah pada Rumah Sakit Anutapura Kota Palu.
4.3 Jurnal 3 “Penurunan Nilai COD Air Limbah Pabrik Tahu Menggunakan Reagen Fenton
Secara Batch “
Penurunan COD limbah industri tahu dengan sistem AOP pada penelitian menggunakan reagen fenton
dengan variasi waktu selama 60, 120, 180 dan 240 menit agar mendapatkan waktu optimum dalam
menurunkan nilai COD limbah cair industri tahu. Pada proses ini sampel diintereaksikan dengan campuran
larutan FeSO4:H2O2 sebesar 0,8M:0,3M. Hasil pengukuran terhadap uji nilai COD menggunakan metode
refluks tertutup secara spektrofotometri sesuai dengan SNI 6989.2 2009. Grafik perubahan persentase
penurunan nilai COD terhadap waktu yang ditunjukkan dalam gambar tersebut dapat menjelaskan bahwa
semua perlakuan dengan menggunakan perbandingan konsentrasi FeSO4:H2O2 sebanyak 0,8M:0,3M
menyebabkan penurunan nilai COD yang diperoleh semakin besar dengan bertambahnya waktu reaksi. Hal
ini menunjukkan bahwa proses peroksidasi dapat mengoksidasi senyawa organik pada air limbah pabrik
tahu.
Dari semua perlakuan penurunan nilai COD tertinggi diperoleh pada waktu 240 menit dengan %
penurunan nilai COD sebesar 92,90 %. Karena hasil kenaikan % penurunan nilai COD yang tidak terlalu
signifikan pada setiap waktu reaksi sehingga pada penelitian menggunakan waktu reaksi selam 240 menit
sebagai waktu optimum. Hal ini menunjukkan waktu optimum untuk konsentrasi perbandingan
FeSO4:H2O2 sebesar 0,8M:0,3M, kemudian digunakan sebagai oksidator dalam air limbah spesifik, seperti
air limbah pabrik tahu Desa Mangunsari.Sebenarnya proses oksidasi secara kimia (chemical oxidation)
dapat didefenisikan sebagai proses dimana elektron berpindah dari satu substansi ke substansi lainnya. Arah
perpindahan elektron ditentukan oleh potensial oksidasi yang merupakan power oksidasi dari reaksi
oksidasi reduksi, dan dinyatakan dalam volt untuk menormalisir elektroda hidrogen (Rodriguez, 2003).
Berdasarkan gambar grafik diatas terlihat bahwa COD tiap los berkisar rentang 1400 sampai 2000 mg/L
dengan nilai paling tinggi ditunjukkan oleh los ikan dan selanjutnya oleh los daging dan terakhir oleh los
ayam. Material organik yang tergolong resisten terhadap degradasi secara biologi di antaranya adalah asam
tanin, lignin, selulosa, dan fenol (Peavy, Rowe, & Tchobanoglous, 1985). Selain itu, nilai COD yang tinggi
di ketiga los tersebut, bisa jadi disebabkan oleh adanya penggunaan bahan kimia. Indikasi adanya
penggunaan bahan kimia ini terlihat dari rasio BOD banding COD yang memiliki nilai secara berurut untuk
los ikan, los ayam, dan los daging sebesar 0.5, 0.43, dan 0.06. Pada los daging, rasio BOD/COD yang sangat
rendah ini dapat berasal dari bahan kimia, yaitu dari penggunaan CaO untuk membantu proses pembersihan
perut sapi pada penjualan daging babat. Nilai rasio BOD dan COD pada los ikan dan los ayam, yang
memiliki nilai di bawah 0.6 atau rasio normal untuk digunakannya pengolahan biologis, dapat menjadi
indikasi juga adanya penggunaan bahan kimia pada proses jual beli.
4.5 Jurnal 5 “Pengolahan Limbah Cair Hotel Aston Braga City Walk dengan Proses Fitoremediasi
menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok”
Proses fitoremediasi dengan menggunakan eceng gondok untuk mengolah limbah cair hotel, tidak
menunjukkan nilai efisiensi yang cukup tinggi untuk pengolahan parameter COD. Nilai efisiensi tertinggi
untuk penurunan nilai COD ditunjukkan pada hari ke 4 untuk perlakuan II yaitu sebesar 42,86% , serta pada
hari ke 6 untuk perlakuan I yaitu sebesar 42,86 % (kontrol). Sedangkan untuk nilai efisiensi pada perlakuan
III yang tertinggi adalah 0 % pada hari ke 6 dimana nilai COD awal = nilai COD pada hari ke 6. Berdasarkan
literatur, peningkatan dan penurunan parameter COD pada umumnya memiliki pola yang sama dengan
peningkatan dan penurunan parameter BOD. Namun pada penelitian ini tidak demikian. Hal ini disebabkan
keberadaan zat yang tidak dapat didegradasi secara biologi lebih banyak dibandingkan zat yang dapat
didegradasi secara biologi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Jurnal 1 menyimpulkan bahwa nilai kadar COD pada inlet IPAL dengan nilai rata-rata 234,6
mg/l, pada Outlet IPAL dengan nilai rata-rata 92,3 mg/l tidak memenuhi syarat sesuai Standar Baku Mutu
Air Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69
Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran II Poin D.3 Baku
Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Sakit ( COD = 70 mg/l).
5.1.2 Jurnal 2 menyimpulkan bahwa proses yang berpengaruh untuk menurunkan nilai COD yaitu
proses biofilter yang berarti mikroba yang berada di dalam biofilter telah aktif bekerja. Selain itu proses
filtrasi juga akan menurunkan nilai COD karena proses penyaringan dan penyerapan di dalam filter-filter
yang terpasang berjalan dengan baik.
5.1.3 Jurnal 3 menyimpulkan bahwa Waktu reaksi dalam menurunkan nilai COD dengan
menggunakan reagen fenton menunjukan waktu optimum selama 240 menit dengan presentase penurunan
nilai COD optimum sebesar 92,90 % dan dengan nilai COD sebesar 530,93 mgO2/L.
5.1.4 Jurnal 4 menyimpulkan bahwa analisis karakteristik influen COD yaitu 1461.504 mg/L. Rasio
COD hanya 0.42 jauh di bawah rasio COD normal untuk pengolahan dengan sistem biologis (minimal 0.6).
Parameter COD yang menunjukkan adanya penurunan konsentrasi setelah sampai di effluent sebesar
77.748%.
5.1.5 Jurnal 5 menyimpulkan bahwa eceng gondok untuk mengolah limbah cair hotel, tidak
menunjukkan nilai efisiensi yang cukup tinggi untuk pengolahan parameter COD. Nilai efisiensi tertinggi
untuk penurunan nilai COD ditunjukkan pada hari ke 4 untuk perlakuan II yaitu sebesar 42,86% , serta pada
hari ke 6 untuk perlakuan I yaitu sebesar 42,86 % (kontrol). Sedangkan untuk nilai efisiensi pada perlakuan
III yang tertinggi adalah 0 % pada hari ke 6 dimana nilai COD awal = nilai COD pada hari ke 6.
5.2 Saran
1. Melihat hasil pemeriksaan kadar COD air limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg Pasewang
Kabupaten Jeneponto yang tidak memenuhi syarat terutama pada titik Outlet IPAL maka diharapkan
kepada pihak pengelolah dan manajemen rumah sakit untuk mengalokasikan dana operasional yang
dibutuhkan dalam rangka pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah terutama pada tangki
aerob/anaerob serta filtrasi.
2. Masalah yang ada di pabrik limbah tahu Desa Mangunsari Kecamatan Gunungpati dapat dipecahkan
dengan mengencerkan limbahnya, lalu limbahnya diperlakukan dengan metode oksidasi dengan
Reagen Fenton yang telah diketahui konsentrasi optimum pada penelitian ini.
3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dalam identifikasi dan karakterisasi limbah cair pasar
tradisional, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu yang lebih lama sehingga dapat
tergambar tren limbah cair misal secara harian,mingguan maupun bulanan.
4. Dalam melakukan penelitian analisa COD diharapkan melakukan praktikum secara berhati-hati agar
tidak terjadi kesalahan dan mendapatkan hasil yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Epifani Satiti.2011.Identifikasi dan Karakterisasi Limbah Cair Serta Ecvaluasi Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) Pasar Tradisional.Fakultas Teknik Program Studi Teknik Lingkungan Depok.
Greenberg, A.E. 1917. Standard Method For The Examination Of Water and Waste Water. Sixteenth
Edition. New York: American Publik Health Assciation Press
Prasetyo Bayu Aji.2015.COD Value Reduction of Tofu Factory Wastewater Using Fenton Reagent by
Batch Method. A thesis . Chemistry Departement, Chemistry Stud Program Faculty of Mathematics
and Natural Sciences, Semarang State University.
Rahmat B. Anwar Mallongi. 2018. STUDI KARAKTERISTIK DAN KUALITAS BOD DAN COD
LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANTO DG. PASEWANG KABUPATEN
JENEPONTO. Jurusan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Abstrak
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman,
rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Sebelum dibuang ke lingkungan
air limbah domestik harus diolah di unit pengolahan atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Sampel air diambil dari inlet dan outlet Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang menggunakan
metode biologis (biofilter anaerob-aerob) di area perkantoran. Sampel inlet diambil dari bak
ekualisasi dan sampel outlet diambil dari hasil akhir IPAL. Sebanyak 7 parameter yaitu pH,
BOD/Biochemical Oxygen Demand, COD/Chemical Oxygen Demand, amonia, minyak dan lemak,
total padatan tersuspensi (TSS/Total Suspended Solids) dan total coliform dianalisis setiap bulan
untuk memantau hasil IPAL dan kualitas dari air limbah domestik sehingga aman jika dibuang ke
lingkungan. Parameter yang digunakan didasarkan pada PERMEN LHK RI No. 68 tahun 2016
tentang kualitas air limbah domestik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH (inlet 7.09 dan outlet
6.60), BOD (inlet 49.5132 mg/L dan outlet 6.1122 mg/L), COD (inlet 287.5833 mg/L dan outlet
145.1667 mg / L), TSS (inlet 65.8333 mg/L dan outlet 14.1667 mg/L), amonia (inlet 158.1989 mg/L
dan outlet 56.5617 mg/L), minyak dan lemak (inlet 1822.75 mg / L dan outlet 102.25 mg/L), dan
total coliform (inlet 160000 / 100mL dan outlet 300 / Nilai 100 mL dianalisa selama tiga bulan
(Februari-April). Berdasarkan parameter tersebut, kualitas air limbah domestik area perkantoran
masih dalam ambang batas untuk pH, BOD, TSS, dan total coliform, sementara COD, amonia, dan
minyak & lemak melebihi standar kualitas yang ditetapkan.
Kata kunci: air limbah domestik, instalasi pengolahan air limbah, dan parameter kualitas air limbah
domestik
Abstract
Domestic waste water is waste water from businesses and / or residential activities, restaurants, offices,
commerce, apartments and dormitories. Before being released into the environment, domestic waste
water must be processed in the processing unit or Waste Water Treatment Plant (WWTP). Water
samples were collected from inlet and outlet Wastewater Treatment Plant (WWTP) using biological
methods (biofilter anaerobic-aerobic) in the office. Inlet samples were took from equalization place and
outlet samples were took from final output from WWTP. A total of 7 parameters (potential hydrogen,
biochemical oxygen demand, chemical oxygen demand, amonia, lipid, total suspended solids, and total
coliform) were analyzed every month to monitoring the result of WWTP and quality from domestic
wastewater then it will be safe if thrown into the environment. The parameters used are based on
PERMEN LHK RI Number 68 of 2016 about quality standards of domestic wastewater. The result show
that pH (inlet 7.09 and outlet 6.60), BOD (inlet 49.5132 mg/L and outlet 6.1122 mg/L), COD (inlet
287.5833 mg/L and outlet 145.1667 mg/L), TSS (inlet 65.8333 mg/L and outlet 14.1667 mg/L),
ammonia (inlet 158.1989 mg/L and outlet 56.5617 mg/L), lipids (inlet 1822.75 mg/L and outlet 102.25
mg/L), and total coliform (inlet 160000/100mL and outlet 300/100mL) values were recorded for three
months (February-April). Beside on these parameters, the domestic waste water quality in the office
space is still within limits for pH, BOD, TSS, and total coliform, while COD, amonia, and lipids are
exceeds the set quality standard.
Keywords: domestic wastewater, wastewater treatment plant, and quality domestic wastewater
parameters
42 Sulistia. S,2019
I. PENDAHULUAN biasanya menjadi sumber kehidupan bagi
masyarakat.
Dewasa ini air menjadi masalah yang Beberapa sifat utama dari limbah
perlu mendapat perhatian yang seksama domestik yang perlu diperhatikan yaitu
dan cermat. Hal ini disebabkan untuk mengandung bakteri, virus, dan parasit
mendapatkan air yang bersih yang sesuai dalam jumlah yang banyak sehingga dapat
dengan standar tertentu, saat ini menjadi menyebabkan penyebaran penyakit
barang yang mahal karena air sudah dengan cepat, kandungan detergen dalam
banyak tercemar oleh bermacam-macam air limbah domestik meningkatkan unsur
limbah dari hasil kegiatan manusia, baik hara terutama komponen fosfor dan
limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah nitrogen tinggi sehingga sering
dari kegiatan industri dan kegiatan- menyebabkan terjadinya eutrofikasi,
kegiatan lainnya. Ketergantungan keberadaan logam berat seperti timbal
manusia terhadap air pun semakin besar dapat meningkatkan resiko penurunan
sejalan dengan perkembangan penduduk kesehatan akibat hilangnya kemampuan
yang semakin meningkat (Harmayani dan hemoglobin dalam mengikat zat penting
Konsukharta 2007). Adanya banyak seperti kalsium, timbulnya bau yang tidak
aktivitas yang dilakukan oleh manusia sedap akibat bahan volatil, gas terlarut dan
dapat mengakibatkan sistem pembuangan hasil samping dari pembusukan bahan
limbah rumah tangga atau yang biasa organik seperti hidrogen sulfida (H2S),
disebut sebagai limbah domestik seperti serta kerugian lain apabila limbah
pembuangan limbah kamar mandi dan domestik dibuang ke badan sungai yaitu
dapur sehingga limbah tersebut dapat berkurangnya keragaman biota air karena
mengakibatkan terjadinya pencemaran rutinnya senyawa B3 (Bahan Berbahaya
yang dapat mengakibatkan kerugian bagi dan Beracun) masuk ke dalam sungai
manusia. Salah satu tempat yang akan (Mubin et al. 2016).
banyak menghasilkan limbah domestik Masalah akibat limbah domestik
yaitu perkantoran. Banyaknya populasi sudah menjadi perhatian yang cukup
manusia yang berada di perkantoran serius sehingga dibutuhkan tenaga
menyebabkan jumlah limbah domestik manusia untuk menanggulanginya. Oleh
yang dihasilkan akan tinggi. Hal ini dapat karena itu diperlukan instalasi pengolahan
menimbulkan pencemaran bagi air limbah (IPAL) yang digunakan untuk
lingkungan sekitar seperti sungai yang meminimalisir pencemaran bahkan
mendaur ulang limbah domestik. Jenis
44 Sulistia. S,2019
atau kadar unsur pencemar dan atau analisis pH, Biochemical Oxygen Demand
jumlah unsur pencemar yang ditenggang (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD),
keberadaannya dalam air limbah domestik Total Suspended Solids (TSS), amonia
yang akan dibuang atau dilepas ke air (NH3), minyak dan lemak, serta total
permukaan. Jadi semua air limbah coliform. Parameter yang digunakan ini
domestik sebelum dibuang ke perairan/ merupakan parameter yang umumnya
saluran umum harus diolah terlebih dahulu menjadi acuan untuk melihat kualitas
sampai memenuhi baku mutu yang telah limbah domestik yang telah diolah melalui
ditetapkan Pemerintah. Pengolahan IPAL yaitu baik atau tidaknya untuk
dapat dilakukan secara individu maupun dibuang ke lingkungan yang biasanya
secara terpadu. Pengolahan air limbah berupa sungai.
domestik terpadu adalah sistem Potential Hydrogen (pH) adalah
pengolahan air limbah yang dilakukan derajat keasaman yang digunakan untuk
secara bersama-sama (kolektif) sebelum menyatakan tingkat keasaman atau
dibuang ke air permukaan (Yudo dan kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.
Setiyono 2008). pH didefinisikan sebagai kologaritma
Salah satu teknik pengolahan air aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut.
limbah domestik yaitu dengan Instalasi Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat
Pengolahan Air Limbah (IPAL) biofilter diukur secara eksperimental, sehingga
anaerob-aerob yang bekerja secara nilainya didasarkan pada perhitungan
biologis dengan keuntungan lebih murah, teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut.
penurunan kadar pencemar yang cukup Hal ini bersifat relatif terhadap sekumpulan
signifikan serta ramah bagi lingkungan. larutan standar yang pHnya ditentukan
Analisis effluent IPAL dilakukan secara berdasarkan persetujuan internasional.
harian dan periodik yaitu minimal satu Nilai pH merupakan ukuran untuk
bulan satu kali untuk mengetahui kualitas konsentrasi ion hidrogen dalam larutan
air limbah domestik yang dihasilkan serta akuatik. Nilai pH menentukan sifat dari
memperbaiki dengan segera apabila suatu larutan yaitu bersifat basa, netral
terdapat error pada sistem IPAL. atau basa. Jika pH 1 sangat asam, pH 7
Parameter analisis kualitas dari netral, dan pH 14 sangat basa. Nilai pH
limbah domestik yang digunakan dapat ditentukan dengan elektrometrik
mengacu kepada PERMEN LHK Nomor atau dengan indikator warna (Zulius 2017).
68 tahun 2016 tentang baku mutu limbah Analisis COD adalah menentukan
domestik. Parameternya terdiri dari banyaknya oksigen yang diperlukan untuk
46 Sulistia. S,2019
adalah relatif stabil, tidak mudah Limbah (IPAL) limbah domestik di salah
terdekomposisi oleh bakteri (Mubin 2016) satu perkantoran pemerintahan di
Minyak dan lemak merupakan salah Serpong. Sampel diambil dan dianalisa
satu senyawa yang dapat menyebabkan setiap satu bulan sekali selama tiga bulan.
terjadinya pencemaran di suatu perairan Alat-alat yang digunakan yaitu pH
sehingga konsentrasinya harus dibatasi. meter WISSENSCHAFTLICH-
Minyak mempunyai berat jenis lebih kecil TECHNISCHE WERKSTATTEN (WTW)
dari air sehingga akan membentuk lapisan pH 315i, DO meter HORIBA model OM-
tipis di permukaan air. Kondisi ini dapat 71G, botol BOD, peralatan gelas, aerator,
mengurangi konsentrasi oksigen terlarut inkubator, tabung COD, mikropipet,
dalam air karena fiksasi oksigen bebas heating block, aduk dengan vortex,
menjadi terhambat. Minyak yang menutupi spektrofotometer UV-Vis JASCO V-530
permukaan air juga akan menghalangi dan kuvet, oven, neraca analitik, desikator,
penetrasi sinar matahari ke dalam air tabung durham, autoclave HIRAYAMA
sehingga menganggu ketidakseimbangan HVE-50, magnetic stirrer, hotplate, rotary
rantai makanan. Minyak dan lemak evaporator HEIDOLPH, dan botol
merupakan bahan organik bersifat tetap semprot.
dan sukar diuraikan bakteri (Andreozzi et Bahan-bahan yang digunakan yaitu
al. 2000). buffer pH 4,7, dan 10, kalium dihidrogen
Bakteri coliform merupakan bakteri fosfat (KH2PO4), dikalium hidrogen fosfat
indikator kehadiran bakteri patogen dan (K2HPO4), dinatrium hidrogen fosfat
memiliki ketahanan paling besar terhadap heptahidrat (Na2HPO4 . 7H2O), ammonium
desinfektan. Bakteri coliform yang klorida (NH4Cl), magnesium sulfat
dinyatakan sebagai nilai total coliform heptahidrat (MgSO4 . 7H2O), kalsium
dapat digunakan sebagai indikator karena klorida (CaCl2), besi klorida heksahidrat
berbanding lurus dengan pencemaran air, (FeCl3 . 6H2O), standar COD CRM 50.000
semakin sedikit kandungan coliform ppm, asam sulfat (H2SO4), perak sulfat
artinya kualitas air semakin baik (Sari dan (Ag2SO4), kalium dikromat (K2Cr2O7),
Sutrisno 2018). kertas saring, n-heksana, dinatrium sulfat
anhidrat (Na2SO4 anhidrat), natrium
IV. METODOLOGI PENELITIAN salisilat (C6H5NaO3), natrium sitrat
(C6H5N13O7 . H2O), natrium nitroprusida
Sampel yang dianalisis merupakan (Na2[Fe(CN)5NO] . 2H2O), natrium
inlet dan outlet dari Instalasi Pengolahan hidroksida (NaOH), dikloro asam sianurat
48 Sulistia. S,2019
Kedua larutan dicampurkan dan diaduk selama 30 menit lalu ditimbang. Prosedur
dengan magnetic stirrer selama 24 jam. diulangi hingga diperoleh bobot konstan.
Pembuatan kurva kalibrasi Kertas saring kosong yang telah ditimbang
dilakukan dengan diset alat heating block dipasangkan ke dalam corong lalu
pada suhu 150°C selama 2 jam. Larutan dibasahi dengan akuades. Sebanyak 50
standar COD CRM 50.000 mg/L dipipet mL sampel disaring lalu dibilas sebanyak
sebanyak 2 mL ke dalam labu takar 100 tiga kali dengan 10 mL akuades. Kertas
mL untuk diperoleh standar 1000 mg/L. saring berisi residu dipanaskan di dalam
Kemudian dipipet sebanyak 2.5, 7.5, 12.5, oven dengan suhu 105°C selama 1 jam.
17.5, dan 22.5 mL dan ditera ke dalam Kertas saring berisi residu didinginkan di
labu takar 25 mL sehingga diperoleh desikator selama 30 menit lalu ditimbang.
konsentrasi standar 100, 300, 500, 700, Prosedur diulangi hingga diperoleh bobot
dan 900 mg/L. Setelah itu dipipet 1 mL konstan.
standar ke dalam tabung COD dan F. Analisis Amonia (NH3) (IP. S-2)
ditambahkan 2 mL pereaksi destruksi lalu Pereaksi salisilat dibuat dengan
dimasukkan ke dalam heating block yang dicampurkan 6.5 gram natrium salisilat,
telah diset. Larutan didinginkan dan diukur 6.5 gram natrium sitrat, dan 0.0485 gram
dengan spektrofotometer UV-Vis pada natrium nitroprusida lalu ditambahkan 50
panjang gelombang 600 nm. mL akuades dan diaduk hingga homogen.
Prosedur analisis sampel Pereaksi asam sianurat dibuat dengan
dilakukan dengan dipipet 1 mL sampel ke cara dicampurkan 1.6 gram NaOH dan 0.1
dalam tabung COD lalu ditambahkan 2 mL gram dikloro asam sianurat lalu
pereaksi destruksi kemudian dimasukkan ditambahkan 50 mL akuades dan diaduk
ke dalam heating block yang telah diset. hingga homogen.
Larutan didinginkan dan diukur dengan Larutan baku amonia dibuat
spektrofotometer UV-Vis pada panjang dengan ditimbang NH4Cl yang telah
gelombang 600 nm. dikeringkan dalam oven dengan suhu
E. Analisis Total Suspended Solids 100°C selama 2 jam sebesar 0.191 gram
(TSS) (SNI 06-6989.3:2004) lalu ditera ke dalam labu takar 50 mL
Penentuan bobot kosong kertas saring sehingga diperoleh konsentrasi 1000 mg/L
dilakukan dengan dibilasnya kertas saring lalu dipipet 0.1 mL dan ditera ke dalam
dengan 20 mL akuades lalu dipanaskan labu takar 100 mL dan diperoleh
pada oven dengan suhu 105°C selama 1 konsentrasi 1 mg/L.
jam. Kertas saring didinginkan di desikator Deret standar amonia dibuat
50 Sulistia. S,2019
V. HASIL DAN PEMBAHASAN yaitu pH, BOD, COD, amonia, TSS,
minyak dan lemak, serta total coliform,
Parameter pengujian sampel air seperti yang ditampilkan dalam tabel 2 dan
limbah adalah berdasarkan PERMEN 3 berikut :
LHK Nomor 68 Tahun 2016 mengenai Air Inlet
Parameter Satuan
Februari Maret April
baku mutu air limbah domestik yang terdiri
pH 6.87 7.36 7.05
dari parameter kimia dan biologis seperti di
BOD mg/L 44,5 83,1 20,9
tabel 1 sebagai berikut : COD mg/L 354 312 197
Kadar TSS mg/L 120 34 43.5
Parameter Satuan
maksimum Amonia mg/L 111 226 138
52 Sulistia. S,2019
BOD COD
100 83,125 400 354,5
311,625
80
300
60 44,4706 196,625
200 163,125 148
40 20,944 30 124,375
30
9,6342 30
20 3,8222 4,8801 100 100 100 100
0
0
1 2 3
Februari Maret April
Inlet Outlet Baku Mutu
Inlet Outlet Baku Mutu
54 Sulistia. S,2019
pemisahan minyak dan lemak yang Berdasarkan hasil analisis amonia
dilakukan dengan metode gravitasi. Jika pada gambar 6, terjadi penurunan sekitar
dibandingkan dengan baku mutu, kadar 50% nilai amonia inlet (158.1989 mg/L) ke
minyak dan lemak air limbah domestik outlet (56. 5617 mg/L). Hal ini dapat terjadi
perkantoran tersebut berada diatas nilai karena pada saat proses pengolahan pada
ambang batas. Konsentrasi yang masih IPAL, mikroba pada IPAL akan merombak
tinggi dapat terjadi karena proses amonia menjadi nitrit dan nitrat yang akan
penghilangan lemak yang sudah terbuang pada saat dilakukan aerasi
menggumpal dibagian atas hanya dengan karena menguap. Jika dibandingkan
pengambilan secara manual oleh manusia dengan baku mutu, kadar amonia air
sehingga dapat tersisa dan karena lemak limbah domestik perkantoran tersebut
yang sulit terdegradasi oleh bakteri maka berada diatas nilai ambang batas, bahkan
kadarnya sulit berkurang. Konsentrasi terlampau cukup jauh. Kadar amonia yang
minyak yang tinggi di dalam air limbah tinggi dapat terjadi karena jumlah bahan
dapat mengganggu proses pengolahan air organik yang terkandung dalam air limbah
limbah secara kimia dan biologi berikutnya domestik tidak sebanding dengan jumlah
sehingga mengakibatkan biaya mikroba pengurai, debit air limbah yang
pengolahan menjadi mahal selain itu dapat terlalu deras juga dapat menyebabkan
menghambat transfer oksigen di bak kontak mikroba dengan air limbah lebih
aerasi yang menyebabkan kinerja IPAL sebentar sehingga proses penguraian
menurun. kurang optimum. Kadar amonia yang
Hasil analisis amonia air limbah tinggi semakin meningkatkan jumlah
domestik dapat dilihat dari gambar 6 : konsumsi oksigen untuk menguraikan
amonia menjadi nitrit dan nitrat sehingga
akan menurunkan kadar oksigen terlarut
Amonia dan menimbulkan bau yang tidak sedap.
250 225,859
Hasil analisis total coliform limbah
200 domestik dapat dilihat dari gambar 7 :
138,0227
150
110,7149
100
58,7552 60,525 50,4048
50
0
Februari Maret April
56 Sulistia. S,2019
Jakarta (ID): Badan Standardisasi akibat pembuangan limbah
Nasional. domestik di lingkungan kumuh
[BSN] Standar Nasional Indonesia 06- studi kasus Banjar Ubung Sari,
6989.10. 2004. Air dan air limbah: Kelurahan Ubung. Jurnal
Bagian 10: Cara uji minyak Permukiman Natah. 5(2): 62 –
danlemak secara gravimetri. 108.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Karyadi L. 2010. Partisipasi Masyarakat
Nasional. Dalam Program Instalasi
[MENLHK] Peraturan Menteri Lingkungan Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Hidup dan Kehutanan Nomor 68. Komunal Di RT 30 RW 07
2016. Baku Mutu Air Limbah Kelurahan Warungboto,
Domestik. Jakarta (ID): Menteri Kecamatan Umbulharjo, Kota
Lingkungan Hidup dan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta
Kehutanan. (ID): Universitas Negeri
[PTL] Instruksi Pengujian IP. S-2. 2016. Yogyakarta.
Analisa N-Amonia dengan Mubin F, Binilang A, dan Halim F. 2016.
Spektrofotometri. Tangerang Perencanaan sistem pengolahan
Selatan (ID): Pusat Teknologi air limbah domestik di Kelurahan
Lingkungan – BPPT. Istiqlal Kota Manado. Jurnal Sipil
Andreozzi R, Caprio V, Insola A, Maritta R, Statik. 4(3): 211-223.
dan Sanchirico R. 2000. Sari S.F dan Sutrisno J. 2018. Penurunan
Advanced oxidation processes for total coliform pada air tanah
the treatment of mineral oil- menggunakan membran keramik.
contaminated wastewater. Water Jurnal Teknik Waktu. 16(1): 30-38.
Resource. 34(2): 620-628. Sastrawijaya A.T. 2000. Pencemaran
Budianto S dan Hariyanto T. 2017. Analisis Lingkungan. Jakarta (ID): Rineka
perubahan konsentrasi Total Cipta.
Suspended Solids (TSS) dampak Wijeyekoon S, Mino T, Satoh H, dan
bencana lumpur Sidoarjo Matsuo T. 2000. Growth and novel
menggunakan Citra Landsat Multi Structural features of tubular
Temporal (Studi Kasus: Sungai biofilms. Journal water science
Porong, Sidoarjo). Jurnal Teknik and technology. 41(4-5): 129-138.
ITS. 6(1): 130-135. Yudo S dan Setiyono. 2008. Perencanaan
Djoharama V, Rianib E, Yanic M. 2018. instalasi pengolahan limbah
Analisis kualitas air dan daya domestik di rumah susun Karang
tampung beban pencemaran Anyar Jakarta. Jurnal Teknik
Sungai Pesanggrahan Di Wilayah Lingkungan. 9(1): 31-40.
Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Zulius A. 2017. Rancang bangun
Pengelolaan Sumberdaya Alam monitoring pH air menggunakan
dan Lingkungan. 8(1): 127-133. Soil Moisture Sensor di SMK N 1
Harmayani K.D dan Konsukartha G.M. Tebing Tinggi Kabupaten Empat
2007. Pencemaran air tanah Lawang. JUSIKOM. 2(1): 37-43.
STUDI KARAKTERISTIK DAN KUALITAS BOD DAN COD LIMBAH CAIR RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH LANTO DG. PASEWANG KABUPATEN JENEPONTO
1
Rahmat B. 2Anwar Mallongi
1
Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Panca Sakti
2
Jurusan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas
ABSTRAK
Rumah Sakit sebagai salah satu tempat atau sarana pelayanan untuk menangani, merawat
dan pengobatan akan menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup banyak dan kualitasnya
perlu mendapat perhatian karena di dalamnya mempunyai bahan yang berbahaya bagi kesehatan
masyarakat dan lingkungannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai karakteristik dan kualitas
BOD, COD air limbah di Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto
Tahun 2015.Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dalam pendekatan
deskriptif.Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling, Sampel dalam
penelitian ini adalah air limbah yang berasal dari 2 titik yaitu Inlet dan Outlet IPAL.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel air limbah Rumah Sakit
Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto, dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar
BOD pada inlet dengan nilai rata-rata 112,3 mg/l, pada Outlet dengan nilai rata-rata 58 mg/l tidak
memenuhi syarat, dan kadar COD pada inlet IPAL dengan nilai rata-rata 234,6 mg/l, pada Outlet
IPAL dengan nilai rata-rata 92,3 mg/l tidak memenuhi syarat sesuai Standar Baku Mutu Air Limbah
Cair Kegiatan Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69 Tahun
2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran II Poin D.3 Baku
Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
Diharapkan kepada pihak pengelolah dan manajemen rumah sakit untuk mengalokasikan
dana operasional yang dibutuhkan dalam rangka pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah
terutama pada tangki aerob/anaerob serta filtrasi.
Kata Kunci : Kualitas Air Limbah, BOD, COD, Suhu, dan pH
ABSTRACT
Hospital as one of the services or facilities to handle, treat and wastewater treatment will
result in a considerable amount and quality needs attention because it has ingredients that are
harmful to public health and the environment.
This study aims to describe the characteristics and quality of the BOD, COD wastewater
in the General Hospital of Lanto Dg. Pasewang Jeneponto Year 2015 Type of research is
observational in a descriptive approach. Sampling technique used is purposive sampling techniques,
sample in this study is the wastewater generated from the second point, namely Inlet and Outlet
WWTP.
Based on the results of laboratory tests on samples of wastewater District General
Hospital Lanto Dg. Pasewang Jeneponto can be concluded that the levels of BOD at the inlet with
an average value of 112.3 mg / l, at the outlet with an average value of 58 mg / l is not eligible, and
COD levels at the inlet of the WWTP with an average value 234.6 mg / l, at the outlet WWTP with
an average value of 92.3 mg / l is not eligible according to Standard Wastewater Quality Standard
Liquid Hospital Activity by South Sulawesi Governor Regulation No. 69 Year 2010 regarding
Standard and Criteria Damage environment Appendix II Points D.3 Wastewater Quality Standard
for Activities Hospital.
Processing and expected that the hospital management to allocate operating funds required
in the context of maintenance of Wastewater Treatment mainly on the tank aerobic / anaerobic and
filtration.
Keywords: Wastewater Quality, BOD, COD, temperature, and pH
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakatsebagai salah satu unsur kesejahteraan
umum, besarartinya bagi pengembangan sumber daya manusiaIndonesia seutuhnya.
Masyarakat Indonesia pada masayang akan datang diharapkan mampu memperolehpelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil danmerata serta memiliki derajat kesehatan setinggi-
tingginya.Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatansebagai upaya untuk memelihara
dan meningkatkankesehatan masyarakat tersebut(Depkes RI, 2011).
Rumah Sakit sebagai salah satu tempat atau sarana pelayanan untuk menangani,
merawat dan pengobatan akan menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup banyak dan
kualitasnya perlu mendapat perhatian karena di dalamnya mempunyai bahan yang berbahaya
bagi kesehatan masyarakat dan lingkungannya (Depkes RI, 2013).
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair,
padat dan gas.Rumah sakit tidak hanya menghasilkan sampah biasa, namun juga menghasilkan
sampah infeksius dan sampah medis lainnya yang dapat mengganggu kesehatan dan salah satu
media penyebaran penyakit.
Sejalan dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat, lokasi rumah sakit yang
dulunya jauh dari daerah pemukiman penduduk tersebutsekarang umumnya telah berubah dan
berada ditengah pemukiman penduduk yang cukup padat, sehingga masalah pencemaran akibat
limbah rumah sakit baik limbah padat atau limbah cair sering menjadi pencetus konflik antara
pihak rumah sakit dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja
dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien,
maupun dari dan ke masyarakat pengunjung Rumah Sakit. Limbah cair Rumah Sakit dapat
mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dengan parameter BOD,
COD, TSS, dan lain-lain.Limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikro-organisme
pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya (B3) yang dapat menyebabkan penyakit infeksi
dan dapat tersebar ke lingkungan sekitar Rumah Sakit.Untuk mencegah agar tidak
menimbulkan masalah yang tidak diinginkan diatas maka perlu pengolahan terlebih dahulu
sebelum dibuang ke lingkungan sekitar.
Berdasarkanhasil RapidAssessment tahun 2007 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL
Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yangmelibatkan DinKes Kabupaten/Kota,menyebutkan
bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari1.476 rumah sakit yang ada, yang memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) baru sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut kualitas limbah cair
yang telah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat baru 52%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset Universitas Indonesia Tahun 2007
pengolahan limbah rumah sakit di Indonesia menunjukan hanya 53,4% rumah sakit yang
melaksanakan pengelolaan limbah cair dan dari rumah sakit yang mengelola limbah tersebut
51,1% melakukan dengan instalasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) dan septic tank
(tangki septik). Pemeriksaan kualitas limbah hanya dilakukan oleh 57,5% rumah sakit dan dari
rumah sakit yang melakukan pemeriksaan tersebut sebagian besar telah melakukan
pemeriksaan tersebut sebagian besar telah memenuhi syarat baku mutu 63%.
Semakin tinggi type rumah sakit semakin kompleksjumlah dan jenis limbah yang
dihasilkan, bahkan karena kompleksitasnya melebihi beberapa jenis industri pada
umumnya.Jenis limbah rumah sakit juga memiliki rentang dari berbagai bahan organic, bahan
berbahaya, radioaktif bahkan bakteri dan mikroba pathogenik.Salah satu penyakit yang
ditimbulkan akibat limbah cair rumah sakit adalah infeksi nosokomial.
Pengolahan limbah rumah sakit yang merupakan bagian dari upaya penyehatan
lingkungan rumah sakit juga merupakan tujuan untuk melindungi masyarakat akan bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari air limbah rumah sakit serta mencegah
meningkatnya infeksi nosokomial di lingkungan rumah sakit, sebab telah diketahui bahwa
limbah rumah sakit dapat mengandung potensi bahaya yang bersifat infeksi, toksik dan
radioaktif ( Soejaya, 2009).
Rumah Sakit Umum DaerahLanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto telah memiliki
izin operasional type C, memiliki jumlah tempat tidur 250buah. Dari segi bangunan telah 3 kali
mengalami perpindahan lokasi, pertama dan kedua belum melakukan pengolahan limbah cair,
dimana limbah cair rumah sakit selain dialirkan ke septic tank, juga sebagian besar dialirkan ke
saluran yang terbuka. Rumah Sakit Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto tergolong baru,
yang beroperasi sejak Mei 2013, di lokasi ketiga ini telah melakukan pengolahan limbah cair
yang dipusatkan di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).
Limbah cair yang dihasilkan dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya yang
memiliki potensi dampak penting terhadap penurunan kualitas lingkungan dan secara langsung
memiliki potensi bahaya kesehatan bagi penduduk sekitar rumah sakit.Sumber limbah cair
yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto
merupakan hasil buangan dari pasien, pengunjung maupun pekerja di rumah sakit tersebut.
Limbah cair dari pelayanan medis ini berasal dari dari kamar mandi, wastafel, kloset, ruang
cuci instrumentasi medik, buangan dialisat, sisa buangan penderita dan lain-lain.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka penulis tertarik mengadakan penelitian
mengenai Studi Karakteristik Dan Kualitas BOD, COD Air Limbah Rumah Sakit Umum
Daerah Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto Tahun 2015.
MINGGU I SENIN
MINGGU I SENIN
2. LANDASAN TEORI
2.1.Tinjauan Tentang Air Limbah
2.1.1. Pengertian
Air limbah/buangan adalah kombinasi dari cairan dan sampah-sampah cair yang
berasal dari daerah pemukiman, perkotaan, perdagangan, dan industri, bersama-sama dengan
air tanah, air permukaan, dan air hujan yang mungkin ada (Metcalf and Eddy, 2009).
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit
dan kegiatan penunjang lainnya.Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan
upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana,
keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh
kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 2012).
Air limbah rumah sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang
kemungkinan mengandung bahan kimia beracun dan radioaktif (Depkes RI, 2013).
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan
perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-
kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah
sakit.Disamping itu secara bertahap dan berkesinambungan.DepartemenKesehatan
mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit.Sehingga sampai saat ini sebagian
rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun
perlu untuk disempurnakan.Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit
masih perlu ditingkatkan lagi.
2.1.2. Sumber Air Limbah Rumah Sakit
Pada dasarnya sumber air limbah bervariasi sesuai dengan jenis dan kelas rumah
sakit.Umumnya sumber air limbah rumah sakit berasal dari :
a. Unit Poli
b. Unit Gizi
c. Unit Bedah
d. Unit rawat Inap
e. Unit Laundry
f. Unit ICCU
g. Unit Laboratorium
h. Kantor
i. Unit Pendukung Lainnya.
3. Komposisi Air Limbah Rumah Sakit
Komposisi air limbah rumah sakit tidak banyak berbeda dengan air limbah rumah
tangga, bahwa dari segi mikrobiologi sekalipun, air limbah yang berasal dari bagian penakit
menular atau sanatorium TBC karena organisme belum dipisahkan melalui pengolahan
setempat (Depkes RI, 2013).
Komposisi air limbah rumah sakit ini bervariasi tergantung dari jenis dan bahan-
bahan yang digunakan dalam aktivitasnya. Jika ditinjau dari bentuk sampah dan limbah
yang dibuang oleh rumah sakit, maka komposisi air limbah terdiri dari tiga komponen utama
yakni :
a. Bahan Padat
Merupakan bahan yang tidak berguna sebagai hasil dari seluruh kegiatan rumah
sakit yang tidak digunakan atau dibuang.
b. Bahan Cair
Semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif.
c. Bahan Gas
Dapat terjadi langsung berupa gas atau bau busuk, uap bahan kimia yang bocor,
bahan pencemar udara yang tidak langsung dari incenerator atau pembakar sampah.
Dari ketiga kelompok diatas, dapat dikategorikan dalam dua kategori yaitu :
3. HASIL PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang Kabupaten
Jeneponto dan Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto untuk memperoleh
gambaran mengenai kualitas air limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang
Kabupaten Jeneponto.
Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel pada 2 titik saluran pembuangan
limbah rumah sakit dengan waktu pegambilan sampel yaitu pada pagi hari. Titik I limbah
berasal dari inlet dan titik II berasal dari outlet pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL),
dan dilakukan pemeriksaan sample terhadap parameter Suhu, pH, BOD, dan COD di
Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto.
Adapun hasil pemeriksaan dari parameter air limbah yang diperiksa sebagai berikut :
3.1. Suhu
Hasil pemeriksaan suhu air limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang
Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.
Hasil Pemeriksaan Suhu Air Limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang
Kabupaten Jeneponto Tahun 2015.
MS
2. Outlet 27 27 25 26,3
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel diatas bahwa temperatur air limbah di Rumah Sakit Umum Daerah
Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto pada titik Inlet nilai rata-rata 28 0C , titik Outlet
nilai rata-rata 26,30C. Suhu tersebut sudah memenuhi Standar Baku Mutu Air Limbah Cair
Kegiatan Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69 Tahun
2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran II Poin D.3
Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Sakit ( Suhu maksimum 30 0C).
3.2. pH
Hasil pemeriksaan pH air limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang
Kabupaten Jeneponto dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.
Hasil Pemeriksaan pH Air Limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg.Pasewang
Kabupaten Jeneponto Tahun 2015.
Tabel 3.
Hasil Pemeriksaan BOD5 Air Limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang
Kabupaten Jeneponto Tahun 2015.
Tabel 4.
Hasil Pemeriksaan COD Air Limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang
Kabupaten Jeneponto Tahun 2015.
4. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa limbah cair Rumah Sakit Umum Daerah
Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL).
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pemeriksaan kualitas air limbah pada inlet yang
merupakan keseluruhan sumber penghasil limbah cair dan outlet yang merupakan hasil
pengolahan dari Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg.
Pasewang Kabupaten Jeneponto yang kemudian dialirkan ke lingkungan di sekitar rumah sakit.
Adapun parameter yang diukur adalah Suhu, pH, BOD, dan COD yang dilakukan di
Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto.Hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada
tabel 1, 2, 3 dan 4.
Hasil pengukuran yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar Baku Mutu
Air Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan
Nomor : 69 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup
Lampiran II Poin D.3 Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Sakit, sesuai hasil
penelitian didapatkan bahwa parameter :
4.1. Suhu
Hasil pemeriksaan dilapangan terhadap suhu limbah cair sebelum dan setelah
pengolahan masih memenuhi syarat karena kadarnya berada dibawah kadar maksimum
limbah cair yang diperkenankan bagi kegiatan rumah sakit sesuai dengan Peraturan
Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria
Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran II Poin D.3 Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan
Rumah Sakit dimana kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 300C. Suhu air buangan
kebanyakan lebih tinggi dari bahan airnya.
Hal ini disebabkan kondisi dalam proses dimana air tersebut dipakai sesuai dengan
aktifitas atau tipe rumah sakitnya yang berarti bahwa makin tinggi tipe rumah sakit makin
banyak aktifitas penggunaan zat kimia baik organik maupun anorganik dalam kegiatan
rumah sakit. Penelitian yang dilaksanakan di RSUD Lanto Dg. Pasewang, sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Arfan, dkk., di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo,
dimana pengolahan air limbah konsentrasi suhu dari 350C untuk influent menjadi 260C
untuk enfluent.
4.2. pH
Hasil pemeriksaan di lapangan terhadap parameter pH limbah cair sebelum dan
setelah pengolahan masih memenuhi syarat karena kadarnya berada dibawah kadar
maksimum limbah cair yang diperkenankan bagi kegiatan rumah sakit sesuai dengan
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan
Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran II Poin D.3 dimana kadar yang
diperbolehkan adalah 6-9. Limbah yang mempunyai pH rendah bersifat korosif terhadap
logam yang mengakibatkan karat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh sayekti, parameter
pH lingkungan media setelah proses pengolahan limbah secara biologis, kisarannya antara
6,5–8,5. Nilai pH yang terlalu tinggi (> 8,5) akan menghambat aktivitas mikroorganisme
sedangkan nilai pH di bawah 6,5 akan mengakibatkan pertumbuhan jamur dan terjadi
persaingan dengan bakteri dalam metabolisme materi organik.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel air limbah Rumah Sakit
Umum Daerah Lanto Dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Temperatur pada inlet dengan nilai rata-rata 28,30C, pada Outlet dengan nilai rata-rata
260C, angka ini menunjukkan sudah memenuhi Standar Baku Mutu Air Limbah Cair
Kegiatan Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69
Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran II
Poin D.3 (Suhu Maksimal 300C).
2. Kadar pH pada inlet dengan nilai rata-rata 7,98, pada Outlet dengan nilai rata-rata 7,27,
angka ini menunjukkan sudah memenuhi Standar Baku Mutu Air Limbah Cair Kegiatan
Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69 Tahun 2010
Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran II Poin D.3 (pH
6-9).
3. Nilai kadar BOD pada inlet dengan nilai rata-rata 112,3 mg/l, pada Outlet dengan nilai rata-
rata 58 mg/l tidak memenuhi syarat karena melebihi Standar Baku Mutu Air Limbah Cair
Kegiatan Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69
Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Lampiran II
Poin D.3 (BOD = 30 mg/l).
4. Nilai kadar COD pada inlet IPAL dengan nilai rata-rata 234,6 mg/l, pada Outlet IPAL
dengan nilai rata-rata 92,3 mg/l tidak memenuhi syarat sesuai Standar Baku Mutu Air
Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan
Nomor : 69 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup
Lampiran II Poin D.3 Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Sakit ( COD = 70
mg/l).
6. SARAN
Melihat hasil pemeriksaan kadar BOD dan COD air limbah Rumah Sakit Umum Daerah
Lanto Dg Pasewang Kabupaten Jeneponto yang tidak memenuhi syarat terutama pada titik
Outlet IPAl maka diharapkan kepada pihak pengelolah dan manajemen rumah sakit untuk
mengalokasikan dana operasional yang dibutuhkan dalam rangka pemeliharaan Instalasi
Pengolahan Air Limbah terutama pada tangki aerob/anaerob serta filtrasi.
7. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2015.Penuntun Penyusunan Skripsi FKM UNPACTI, Makassar.
Agustiani dkk 2011.Penambahan PAC pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air
limbah rumah sakit: laporan penelitian. Surabaya: Fakultas Teknik
IndustriInstitut Teknologi Sepuluh Nopember.
Admojo Triworo, 2009. Analisis Limbah Cair Domestik Di Pantry PT.Energi Equity
Epic Sengkang Di kec.Gillireng Kab.Wajo Sulawesi Selatan.Skripsi
tidak ti terbitkan FKM UNPACTI, Makassar.
Ayu Kurniah.A, 2010. Studi Kualitas Air Limbah RSUD H.Andi Sutan Daeng Radja
Kab.Bulukumba.Skripsi tidak ti terbitkan FKM UNPACTI, Makassar.
Arifin.M, 2011.Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan (online),
(http://www.pontianakpost.com/index). Diakses tanggal 23/11/2009, jam
14.05.
Barlin, 2009.Analisis dan evaluasi hukum tentang pencemaran akibat limbah rumah sakit
Jakarta :Badan Pembinaan Hukum Nasional.
BOYD, C.E. 2012. Water quality in ponds for aquaculture.
AlabamaAgriculturalExperiment Station, Auburn University,Alabama.482
p.
Depkes, RI, 2013. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta.
Elviani, (2011).Studi Kualitas Air Limbah Rumah Sakit Umum Anutapura Kota Palu
Tahun 2005, Skripsi tidak diterbitkan FKM UNHAS Makassar.
Hariyadi Sigid,2009. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air Limbah dan
Baku Mutu Air Limbah.(online) Sigidh@indo.net.id.Diakses tanggal
18/01/2010 Jam 13.49.
Mahida, U.N, 2013Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri Edisi II, Rajalai
Press Jakarta.
Metcalf dan Eddy, 2009, “Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse“,
3th ed. McGraw-Hill Book Co: Singapore.
Ricki M.Mulia, 2010. Kesehatan Lingkungan, Graha Ilmu, Yokyakarta.
Sugiharto, 2011, “Dasar – DasarPengolahan Air Limbah”, UniversitasIndonesia ( UI-Press
): Jakarta.
Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK) LP2M Unhas, Vol 1, Juni 2018 18
Said NI, 2012.Teknologi pengolahan air limbah rumah sakitdengan sistem "biofilter
anaerob-aerob". Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah II: prosiding,
Jakarta, 16-7 Feb 1999.
Said dan Ineza, 2009.Uji Performance Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit dengan
proses Biofilter tercelup.Jakarta : Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan.
Santy, 2009.Pencegahan, Penanganan, Pengolahan Limbah Rumah Sakit
(online).(http://www.klinikmedis.com/index), diakses tanggal 23/11/2010 jam 14.04.
Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK) LP2M Unhas, Vol 1, Juni 2018 19
Reka Lingkungan ©Teknik Lingkungan Itenas | No.2| Vol.1
Jurnal Institut Teknologi Nasional [Oktober 2013]
ABSTRAK
Status kota Bandung sebagai kota wisata menyebabkan peningkatan jumlah hotel yang memberi
dampak terhadap timbulan limbah cair. Limbah cair dari hasil kegiatan perhotelan dapat diolah
secara fisika, kimia maupun biologi. Dari ketiga jenis pengolahan ini, pengolahan biologi
merupakan cara pengolahan yang paling ekonomis. Pengolahan biologi yang dapat diterapkan
dalam kegiatan perhotelan adalah fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan proses dimana
tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup di akar tumbuhan bermutualisme dan melakukan
pengolahan terhadap parameter-parameter yang terdapat pada limbah cair. Parameter yang
diamati pada penelitian ini adalah BOD, COD, TSS, pH, bau, dan kekeruhan. Pada penelitian ini
diterapkan tiga jenis perlakuan yaitu perlakuan I (limbah saja), perlakuan II (limbah+ 1 eceng
gondok), dan perlakuan III (limbah + 2 eceng gondok). Waktu kontak yang digunakan adalah 0,
2, 4, 6 dan 8 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap perlakuan memiliki nilai efisiensi
yang tinggi untuk mengolah parameter BOD, TSS dan kekeruhan dengan waktu kontak optimum
selama 6 hari, dan secara umum perlakuan III merupakan perlakuan terbaik yang memiliki nilai
efisiensi sebesar 84,48 % untuk penyisihan BOD, 89,95% untuk penyisihan TSS, dan 87,76 %
untuk penyisihan kekeruhan.
Kata kunci : limbah cair hotel, fitoremediasi,eceng gondok
ABSTRACT
Bandung has a status as tourist city. It makes an increasing number of hotels that have an
impact of the rise of liquid waste. Liquid waste from the domestic activity can be processed by
physical, chemical and biological treatment. Biological process is the most economist. One of
biological treatment applied in domestic activities is phytoremediation. Phytoremediation is the
process which bothplants and microorganisms that live on plant roots have mutualism and
perform processing on the parameters contained in the wastewater. In this research, the
observed parameters are BOD, COD, TSS, pH, odor, and turbidity. In this research,three types
of treatment are applied. 1st treatment (liquid waste only), 2nd treatment (liquid waste + 1
Eicchornia Crassipes), and 3rd treatment (liquid waste + 2 Eicchornia Crassipes). The contact
time applied in this research are 0, 2, 4, 6 and 8 days. The results showed that each treatment
has a high efficiency values for processing BOD, TSS and turbidity with optimum contact time is
6 days, and best treatment that has a value of 84.48% efficiency for removal of BOD, 89, 95%
for TSS removal, and 87.76% for turbidity removal is the 3rd treatment.
Key words: hotel liquid waste, phytoremediation, Eicchornia Crassipes
1. PENDAHULUAN
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat. Selain dikenal dengan
sebutan Kota Kembang, Bandung dikenal dengan sebutan kota wisata, mulai dari wisata kuliner,
hingga wisata belanja. Setiap hari selalu berdatangan wisatawan dari luar kota mengunjungi
Kota Bandung dengan beragam kebutuhan. Kawasan yang sering dikunjungi oleh wisatawan
dari luar kota adalah Jalan Braga yang merupakan kawasan cagar budaya, yang memiliki
bangunan-bangunan dengan nilai budaya dan historis yang tinggi. Sebagai penunjang
kebutuhan para wisatawan yang berdatangan ke Kota Bandung, dilakukan pengembangan serta
peningkatan industri perhotelan mulai dari segi kuantitas hingga kualitas. Pengembangan di
bidang perhotelan memberi dampak positif dan negatif. Dampak positif yang terjadi akibat
peningkatan jumlah hotel di Kota Bandung adalah peningkatan pada aspek perekonomian
daerah.
Peningkatan jumlah hotel di Kota Bandung memberi dampak negatif yang tidak dapat dianggap
sepele, yaitu meningkatnya timbulan limbah cair. Apabila permasalahan limbah cair ini tidak
ditanggulangi dengan cara yang tepat, dapat menimbulkan pencemaran lingkungan di badan air
penerima yang akan berdampak pula pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Pencemaran
lingkungan oleh limbah cair kegiatan hotel akan semakin besar apabila pembuangan limbah cair
hotel dilakukan secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan limbah cair
secara umum dapat dilakukan mengggunakan tiga macam proses yaitu proses fisika, kimia dan
biologi. Salah satu contoh proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah dengan
fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan suatu proses dimana tumbuhan tertentu yang
bersimbiosis dengan mikroorganisme dalam media yang dapat mengubah zat pencemar menjadi
zat yang tidak berbahaya bahkan berguna secara ekonomis.
Pada penelitian ini, dilakukan proses fitoremediasi dengan tumbuhan eceng gondok untuk
mengolah limbah cair Hotel Aston Braga City Walk. Tumbuhan eceng gondok pada
kenyataannya merupakan gulma pada perairan, akan tetapi tumbuhan eceng gondok dapat
dimanfaatkan sebagai bahan yang bernilai ekonomis serta dapat pula digunakan dalam
pengolahan limbah cair. Selain mudah didapat, tumbuhan eceng gondok diyakini dapat
memberikan nilai efisiensi pengolahan yang tinggi dalam pengolahan limbah cair, khususnya
pengolahan limbah cair dengan proses fitoremediasi. Pada penelitian ini dilakukan variasi pada
waktu kontak dan jumlah eceng gondok yang digunakan dalam reaktor. Untuk variasi waktu
kontak yang digunakan adalah 0, 2, 4, 6, dan 8 hari. Sedangkan untuk variasi jumlah eceng
gondok yang digunakan dalam reaktor adalah 0 eceng gondok pada perlakuan pertama (P1), 1
eceng gondok pada perlakuan kedua (P2), dan 2 eceng gondok pada perlakuan ketiga (P3).
Parameter yang diamati adalah parameter BOD, COD, TSS, pH (mengacu pada Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 52 Tahun 1995 mengenai Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Hotel), bau, dan kekeruhan (mengacu kepada pertimbangan aspek estetika). Tujuan awal dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi apakah proses fitoremediasi dapat diterapkan
sebagai proses pengolahan limbah cair Hotel Aston Braga City Walk. Tujuan lainnya adalah
mengetahui waktu kontak dan perlakuan terbaik yang menghasilkan efisiensi pengolahan
tertinggi. Karena dilakukan variasi jumlah eceng gondok,pada akhir penelitian dapat diketahui
apakah jumlah eceng gondok memberikan pengaruh terhadap nilai efisiensi pengolahan, dimana
informasi tersebut akan sangat berguna saat dilakukan pengaplikasian di lapangan.
2. METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium menggunakan reaktor bebentuk persegi
panjang dengan panjang 45 cm, lebar 36 cm, dantinggi 14 cm. Kapasitas reaktor adalah 22,68
liter dan volume limbah dalam reaktor sebanyak 20 liter. Reaktor yang digunakan berjumlah 6
buah dimana setiap P1,P2 dan P3 dilakukan secara duplo. Pada reaktor 1 dan 2 diaplikasikan
perlakuan 1 (P1) yaitu air limbah tanpa eceng gondok. Pada reaktor 3 dan 4 diaplikasikan
perlakuan 2 (P2) yaitu air limbah+1 eceng gondok. Sedangkan pada reaktor 5 dan 6
diaplikasikan perlakuan 3 (P3) yaitu air limbah+2 eceng gondok. Sistem yang digunakan pada
penelitian ini adalah sistem batch. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran awal
kualitas air limbah Hotel Aston Braga City Walk. Parameter yang diukur adalah BOD, COD, TSS,
pH, bau dan kekeruhan. Setelah dilakukan penelitian pendahuluan dilakukan penelitian inti yang
terdiri dari aklimatisasi eceng gondok dan proses fitoremediasi. Proses aklimatisasi eceng
gondok dilakukan dengan cara merendam eceng gondok didalam aquadest selama 1-2 hari
dengan tujuan memastikan tidak ada zat pencemar yang menempel pada akar eceng gondok.
Selanjutnya dilakukan proses fitoremediasi dengan waktu kontak 0, 2, 4, 6, dan 8 hari. Pada
setiap waktu kontak dilakukan pengukuran parameter BOD, COD, TSS, pH, bau dan kekeruhan.
Setelah mendapatkan hasil dari penelitian di laboratorium, dilakukan pengolahan data antara
lain dengan merata-ratakan hasil pengukuran setiap perlakuan kemudian menghitung nilai
efisiensi pengolahan masing-masing perlakuan. Setelah melakukan pengolahan dan analisis dari
data penelitian, akan diperoleh kesimpulan yang menjadi output dari penelitian ini, yaitu jenis
perlakuan dan waktu kontak yang optimum yang menghasilkan nilai efisiensi tertinggi serta
pengaruh jumlah eceng gondok yang digunakan terhadap efisiensi pengolahan.
Setelah dilakukan rekapitulasi data hasil penelitian dengan merata-ratakan hasil pengukuran
setiap perlakuan, dilakukan perhitungan nilai efisiensi pengolahan masing-masing perlakuan.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi pengolahan adalah :
Ef= 100%
Dimana :
Waktu Kontak
0 hari 2 hari 4 hari
Perlakuan I I II III I II III
Parameter
BOD (mg/L) 115 38,78 54,51 105 67,86 30,69 31,85
COD (mg/L) 128 480 416 336 256 80 176
TSS (mg/L) 4.896 3.123 3.097 2.470 1.550 880 912
pH 7,06 7,39 7,41 7,36 7,27 7,34 7,26
Bau Ammoniak ammoniak ammoniak ammoniak ganggang ganggang Ganggang
Kekeruhan
(NTU) 73,50 27,50 23,50 20,00 12,50 6,50 7,50
Lanjutan Tabel 2
Waktu Kontak
6 hari 8 hari
Perlakuan I II III I II III
Parameter
BOD (mg/L) 22,22 20,98 17,85 60,30 56,60 50,83
COD (mg/L) 80 160 128 432 448 416
TSS (mg/L) 528 431 492 2.020 2.345 1.950
pH 7,34 7,41 7,4 7,14 7,25 7,4
Bau ganggang ganggang Ganggang ganggang ganggang ganggang
Kekeruhan (NTU) 9,5 9,0 9,0 17,0 20.5 14,5
Sumber : Hasil Penelitian 2012
LanjutanTabel 3
LanjutanTabel 3
Untuk memudahkan analisis terhadap nilai % efisiensi pengolahan, maka dibuat grafik yang
menyatakan fluktuasi nilai % efisiensi pengolahan pada masing-masing paramater di setiap
perlakuan (I, II dan III) terhadap waktu kontak.
Perlakuan II
i % 20
)
e 0 Perlakuan III
n 0 2 4 6 8 10
s
Waktu Kontak (Hari)
i
Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa pada perlakuan II (dengan 1 eceng gondok) dan
perlakuan III (dengan 2 eceng gondok), nilai efisiensi pengolahan yang paling tinggi adalah
pada hari ke 6, yaitu sebesar 81,76 % pada perlakuan 2 dan 84,48 % pada perlakuan 3.
Perlakuan I sebagai kontrol menunjukkan,efisiensi pengolahan BOD yang juga memiliki nilai
tertinggi pada hari ke 6, yaitu sebesar 80,68%. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa eceng gondok
sekalipun, penurunan nilai BOD dapat terjadi dengan nilai efisiensi cukup besar, yaitu 80,68%.
Penurunan nilai BOD yang terjadi dapat disebabkan aktivitas mikroorganisme yang terdapat
pada limbah, mengingat limbah yang diolah merupakan limbah cair hotel yang memiliki
karakteristik tidak jauh dari limbah domestik yang didalamnya terdapat mikroorganisme dengan
jumlah yang banyak. Apabila dilakukan perbandingan terhadap ketiga perlakuan, perlakuan 3
memiliki nilai efisiensi tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa eceng gondok dengan jumlah lebih
banyak memberikan kontribusi untuk menurunkan parameter BOD dengan lebih baik.
Dapat dikatakan bahwa tumbuhan eceng gondok membuat kondisi di mana mikroorganisme
yang ada semakin subur, sehingga proses pengolahan parameter BOD berlangsung dengan
baik. Pada hari ke 8, baik perlakuan I, II dan II mengalami penurunan nilai efisiensi yang cukup
signifikan. Penurunan nilai efisiensi pengolahan parameter BOD pada hari ke 8 dapat disebabkan
keberadaan ganggang hijau yang sangat pesat yang mengakibatkan penurunan oksigen terlarut
dalam air.
Apabila melihat Gambar 2, dapat diambil kesimpulan bahwa proses fitoremediasi dengan
menggunakan eceng gondok untuk mengolah limbah cair hotel, tidak menunjukkan nilai
efisiensi yang cukup tinggi untuk pengolahan parameter COD. Nilai efisiensi tertinggi untuk
penurunan nilai COD ditunjukkan pada hari ke 4 untuk perlakuan II yaitu sebesar 42,86% ,
serta pada hari ke 6 untuk perlakuan I yaitu sebesar 42,86 % (kontrol). Sedangkan untuk nilai
efisiensi pada perlakuan III yang tertinggi adalah 0 % pada hari ke 6 dimana nilai COD awal =
nilai COD pada hari ke 6.
%
i ‐200 Perlakuan II
)
e Perlakuan III
n ‐300
s
‐400
i Waktu Kontak (Hari)
Berdasarkan literatur, peningkatan dan penurunan parameter COD pada umumnya memiliki pola
yang sama dengan peningkatan dan penurunan parameter BOD. Namun pada penelitian ini
tidak demikian. Hal ini disebabkan keberadaan zat yang tidak dapat didegradasi secara biologi
lebih banyak dibandingkan zat yang dapat didegradasi secara biologi, sehingga pengolahan
parameter COD tidak menunjukkan pola yang sama dengan pengolahan parameter BOD.
i %
0 Perlakuan III
)
e
0 2 4 6 8 10
n
s Waktu Kontak (Hari)
i
Grafik efisiensi pengolahan parameter TSS baik pada perlakuan I, II maupun III memiliki pola
yang sama. Mengalami kenaikan mulai dari hari ke 0 hingga hari ke 6 , kemudian mengalami
penurunan drastis di hari ke 8. Hari ke 6 merupakan waktu kontak paling optimal pada
pengolahan parameter TSS apabila melihat grafik di atas. Nilai efisiensi pengolahan parameter
TSS pada hari ke 6 untuk perlakuan I sebesar 89,22 % , perlakuan II sebesar 91,20 % , dan
perlakuan III sebesar 89,95 %. Berdasarkan literatur, penurunan parameter TSS melalui proses
fitoremediasi dapat terjadi dengan cara padatan tersuspensi yang berupa bahan organik
digunakan oleh tumbuhan sebagai unsur hara yang menunjang pertumbuhan.
Apabila mengacu pada teori ini, seharusnya perlakuan III yang menggunakan eceng gondok
dengan jumlah yang paling banyak, dapat menghasilkan nilai efisiensi tertinggi. Namun pada
kenyataannya, nilai efisiensi tertinggi untuk penurunan parameter TSS dengan waktu kontak
optimum 6 hari, adalah pada perlakuan II. Pada perlakuan I yang tidak menggunakan eceng
gondok, penurunan TSS tetap memiliki nilai efisiensi yang tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh
proses degradasi yang dilakukan oleh mikroorganisme yang terdapat pada air limbah. Selain itu,
dapat disebabkan karena ganggang yang telah muncul dari hari ke-4 menempel pada bulu akar
eceng gondok, sehingga tidak terikut pada saat melakukan pengukuran. Pada hari ke 8 terjadi
penurunan nilai efisiensi sebab pertumbuhan ganggang yang semakin pesat (terutama pada
perlakuan II) hingga menyebabkan air limbah berwarna hijau dan berbusa. Pada hari ke 8,
banyaknya ganggang pada air limbah menyebabkan ganggang terbaca sebagai TSS dan hal
tersebut menyebabkan nilai TSS mengalami peningkatan.
Hasil pengukuran awal nilai pH limbah cair hotel Aston Braga City Walk tidak melebihi baku
mutu. Namun pada penelitian ini, tetap dilakukan pengamatan terhadap parameter pH untuk
melihat pengaruh proses fitoremediasi terhadap pH. Parameter pH sendiri merupakan faktor
yang menentukan pertumbuhan eceng gondok. Eceng gondok hanya dapat hidup pada pH
optimum 7,0-7,5 (Dhahiyat,1974 dalam Mukti, 2008).
Grafik Efisiensi ‐ pH
0
E
‐1 0 2 4 6 8 10
f
i ‐2
Perlakuan I
s ‐3
Perlakuan II
(
i % ‐4
)
e Perlakuan III
‐5
n
s ‐6
Waktu Kontak (Hari)
i
Nilai pH mulai dari waktu kontak 0 hingga 8 hari selalu mengalami perubahan setiap harinya,
namun tetap pada kisaran 7,0 – 7,5 dimana telah disebutkan bahwa kisaran pH tersebut
merupakan pH optimum untuk pertumbuhan eceng gondok dan nilai pH tersebut tidak melebihi
baku mutu. Kenaikan maupun penurunan nilai pH selama proses fitoremediasi disebabkan
aktivitas biokimia mikroorganisme yang terdapat pada air limbah dan pada akar tanaman eceng
gondok (perlakuan II dan III).
%)
Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa untuk perlakuan II dan III, waktu kontak yang paling
optimal adalah hari ke 4, sedangkan untuk perlakuan I (kontrol), waktu kontak yang paling
optimal adalah hari ke 6. Namun selisih nilai efisiensi antara hari ke 4 dan hari ke 6 untuk setiap
perlakuan tidak terlalu jauh. Pada hari ke 8, setiap perlakuan mengalami penurunan nilai
efisiensi parameter kekeruhan. Hal ini dapat dihubungkan dengan parameter TSS, dimana pada
hari ke 8 parameter TSS mengalami peningkatan nilai karena keberadaan ganggang yang
terbaca sebagai TSS. Parameter TSS berbanding lurus dengan kekeruhan, sehingga saat nilai
TSS meningkat, maka nilai kekeruhan pun meningkat.
Pengolahan Limbah Cair Hotel Aston Braga City Walk dengan
Proses Fitoremediasi Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok–113
Debora Fransiska Sitompul, Mumu Sutisna, Kancitra Pharmawati
Untuk parameter bau tidak dapat disajikan secara kuantitatif sehingga tidak dapat dibuat grafik.
Pada hari ke-0 dan ke-2 dilakukan pengukuran bau dan diperoleh hasil bahwa limbah cair hotel
tersebut memiliki bau yang menyerupai bau ammoniak (NH3). Bau ammoniak ini berasal dari
limbah kegiatan domestik. Sejak hari ke-4 bau ammoniak pada limbah telah hilang, dan berganti
dengan bau ganggang. Bau ganggang yang tercium pada hari ke-4 berasal dari tumbuhan
ganggang yang telah mati, sebab ganggang yang masih hidup tidak memiliki bau. Setelah hari
ke-4 bau ganggang yang tercium menjadi semakin tajam. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap
hari semakin banyak ganggang yang tumbuh dan mati dan pada hari ke-8 ganggang-ganggang
tersebut menyebabkan limbah menjadi berbusa.
4. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan pengolahan limbah Hotel Aston Braga City Walk dengan proses
fitoremediasi menggunakan tumbuhan eceng gondok cukup optimal dalam penyisihan
parameter BOD, TSS dan kekeruhan. Dengan kata lain, proses fitoremediasi ini dapat
diaplikasikan sebagai proses pengolahan limbah cair Hotel Aston Braga City Walk. Perlakuan III
menghasilkan nilai efisiensi tertinggi yaitu 84,48 % untuk penyisihan BOD, 89,95% untuk
penyisihan TSS, dan 87,76 % untuk penyisihan kekeruhan. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa jumlah eceng gondok yang digunakan memberikan pengaruh terhadap nilai efisiensi
pengolahan.Waktu kontak yang paling optimum adalah hari ke-6 dimana untuk setiap perlakuan
baik perlakuan I, II maupun III, nilai efisiensi yang ditunjukkan pada hari ke-6 merupakan nilai
efisiensi tertinggi.
DAFTAR RUJUKAN
Maria, Rosana Sari. (1999). Pengolahan Limbah Cair Tapioka Secara Biologis Menggunakan
EcengGondok dan Mikroba Rizosfirnya, Tesis. Institut Teknologi Bandung
Ananda, Cut. (2012).Fitoremediasi Fosfat Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok pada
LimbahLaundry,Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Nasional.
Bandung
FJ Sikora, et al, Phytoremediation of Explosives in Groundwater Using Innovative
WetylendsBased Treatment Technologies, US Army Environmental Center, Maryland
USA
Gardner, F.P., dkk, (1991), Fisiologi Tanaman Budidaya, edisi 1, UI Press. Jakarta
Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Jakarta. Yrama Widya