Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

TUGAS 2

Oleh
Kelompok 1
Denny Devandya (141710101073)
Danang Dwi Cahyo (141710101019)
Novika Tri Hardini (141710101082)
Isnitzia Bellia Indiana (141710101064)
Khafidatul Janah (141710101118)
Ika Wahyuni (141710101034)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER

1
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Air
merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada
kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi
masalah yang besar apabila tidak tersedia dalam kualitas maupun kuantitas yang baik.
Air dengan kualitas yang baik sangat dibutuhkan oleh manusia, baik untuk keperluan
hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun
untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.
Keberadaan sektor industri dapat memberi berdampak positif dalam
pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka tercipta suatu
lapangan pekerjaan bagi tenaga yang menganggu,namun juga berdampak dampak
negatif terhadap lingkungan baik dampak fisik, kimia maupun sosial ekonomi dan
budaya. Dampak tersebut timbul karena adanya hasil limbah dalam proses produksi
barang yang dapat mencemari lingkungan hidup (Ginting, 2007).
Tahu merupakan makanan tradisional yang digemari hampir oleh semua lapisan
masyarakat Indonesia. Tahu mengandung gizi yang baik dan mudah diproduksi.
Harganya terjangkau dan rasanya enak. Namun, rata-rata proses produksi tahu di
Indonesia masih menggunakan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi
penggunaan sumber daya air dan bahan bakunya relatif rendah dan tingkat produksi
limbahnya tinggi. Salah satu contoh limbah cair tahu adalah cairan hasil proses
pemisahan gumpalan tahu (curd) yang disebut whey (Rahayu, dkk, 2012). Limbah
ini dapat menyebabkan pencemaran perairan di sekitar yang dapat menyebabkan
rusaknya habitat di lingkungan tersebut (Rahayu, dkk, 2012).
Menurut Soeparman dan Suparmin (2002),limbah cair yang tidak ditangani
dengan baik maka dapat menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan
masyarakat. Ketika limbah tersebut mencemari badan air, sungai atau telaga, maka

2
dapat menimbulkan kematian ikan yang hidup di dalamnya atau yang menyebabkan
air tidak dapat dikonsumsi secara layak oleh manusia. Sehingga perlu adanya
penangan khusus untuk mengolah limbah tersebut.
Pengolahan air limbah bertujuan untuk memperbaiki kualitas air limbah
sehingga dapat menekan kandungan limbah kandungan bahan pencemarnya sampai
tingkat tertentu yang sesuai dengan baku mutu limbah cair. (Asmadi dan Suharno,
2012). Salah satu proses pengolahan limbah adalah dengan mengurangi BOD.
Menurut Achmad (2004), keberadaan BOD dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan seperti pencemaran air, maupun pencemaran tanah. Menurut Suharto
(2011), jika nilai BOD tinggi berarti konsentrasi oksigen terlarut dalam air limbah
kecil di bawah ambang batas yang diizinkan sehingga akan menyebabkan ikan mati.
Ikan yang mati tersebut merupakan indikator bahwa air tersebut tidak layak
dipergunakan. Oleh karena itu, perlu adanya pembuatan makalah lebih memahami
tentang proses mengolah limbah cair tahu.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tingkat pencemaran berdasarkan kadar BOD
b. Untuk mengetahui kualitas air berdasarkan prinsip BOD

3
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian BOD (Biological Oxygen Demand)


BOD (Biological Oxygen Demand) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen
yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem
pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Pemecahan bahan organik
diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan
dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Alaerts dan Santika, 1984). BOD atau
Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan
Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa
bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap
terdekomposisi (readily decomposable organicmatter). Mays (1996) mengartikan
BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba
yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik
yang dapat diurai. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD
menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai
gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di
perairan.
Berkurangnya oksigen selama oksidasi ini sebenarnya selain digunakan untuk
oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta oksidasi sel
dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk
mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi
hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk
mengoksidasi bahan organik tersebut. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi,

4
maka semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya (Kristanto,
2002).
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah
penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen
terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat,diinkubasi selama 5
hari pada temperatur kamar, kemudian diukur oksigen terlarutnya. Botol yang tersisa
diukur oksigen terlarutnya pada hari ke nol dengan menambahkan 1 mL MnSO4 + 1
mL reagen alkali iodida azida + 1 mL H2SO4pekat. Setelah itu ditambah 3 tetes
amilum dan dititrasi dengan larutan natriumthiosulfat. Selanjutnya dilakukan
perhitungan BOD dan penurunan BOD limbah tahu sebelum dan sesudah perlakuan
(Alaerts dan Santika, 1984).

5
2.2 Alat dan Bahan Uji BOD (Biological Oxygen Demand)
Alat
1. Botol inkubasi winkler dari kaca 250-320 ml
2. Inkubator
3. Labu takar 1 liter
4. Labu takar 2 liter
5. Pipet
6. Dispenser otomatis
7. Peralatan bagi analisa oksigen terlarut
8. pH meter

Bahan
a. Air suling
b. Pereaksi oksigen
c. KH2PO4
d. K2HPO4
e. Na2HPO4. 7H20
f. NH4Cl
g. HCl
h. NaOH
i. MgSO4.
j. Larutan kalsium klorida
k. CaCl2
l. FeCl3.6H20
m. Bubuk inhibitor nitrifikasi : N-Serve (Dow chemicals, allytio ureum (ATU)
(Merck) atau Nitrification inhibitor 2533 (Hach Chem. Co).
n. Benih (inoculum, seed): tanah subur

2.3 Prosedur Analisis Uji BOD (Biological Oxygen Demand)


Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen
yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi
aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh

6
organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi
(Pescod, 1973). Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan
tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri
aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur bio assay yang menyangkut pengukuran banyaknya
oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan
bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan
kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus
bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara
bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat
pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama
pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air
terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pads suhu 20C (Sawyer dan Mc Carty, 1978).
Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-
macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon
dioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu
prosedur oksidasi dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk
menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama
pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi
yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya
selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20C yang
merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk
proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO 2 dan H2O
adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung
selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup
besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai
BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (Sawyer dan Mc Carty, 1978).
Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil
oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia

7
sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat
mempengaruhi hasil
penentuan BOD. Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah :
2NH3+3 O2 2NO2_+ 2 H+ + + 2 H2O
2NO2 + O2 2 NO3_
Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu
diperhitungkan. Dalam praktek untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada
pemeriksaan oksigen terlarut (DO), biasanya dilakukan secara langsung atau dengan
cara pengenceran. Prosedur secara umum adalah menyesuaikan sampel pada suhu
20C dan mengalirkan oksigen atau udara kedalam air untuk memperbesar kadar
oksigen terlarut dan mengurangi gas yang terlarut, sehingga sampel mendekati
kejenuhan oksigen terlarut. Dengan cara pengenceran pengukuran BOD didasarkan
atas kecepatan degradasi biokimia bahan organik yang berbanding langsung dengan
banyaknya zat yang tidak teroksidasi pada saat tertentu. Kecepatan dimana oksigen
yang digunakan dalam pengenceran sampel berbanding lurus dengan persentase
sampel yang ada dalam pengenceran dengan anggapan faktor lainnya adalah konstan.
Sebagai contoh adalah 10 % pengenceran akan menggunakan sepersepuluh dari
kecepatan penggunaan sampel 100% (Sawyer dan Mc Carty, 1978). Dalam hal
dilakukan pengenceran, kualitas airnya perlu diperhatikan dan secara umum yang
dipakai aquades yang telah mengalami demineralisasi. Untuk analisis air laut,
pengencer yang digunakan adalah standard sea water (SSW). Derajat keasaman (pH)
air pengencer biasanya berkisar antara 6,5 - 8,5 dan untuk menjaga agar pH-nya
konstan bisa digunakan larutan penyangga (buffer) fosfat. Selama penentuan oksigen
terlarut, baik untuk DO maupun BOD, diusahakan seminimal mungkin larutan
sampai yang akan diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas. Khusus untuk
penentuan BOD, sebaiknya digunakan botol sampel BOD dengan volume 250 ml dan
semua isinya dititrasi secara langsung.
1. Alat-alat:
a. Botol-botol inkubasi winkler dari kaca 250-320 ml dimana volumenya diketahui

8
dengan tepat, karena tercantum pada botolnya. Botol tersebut dapat memakai tutup
khusus lingkar air (water seal), tetapi biasanya dasar tutupnya membentuk kerucut
supaya kelebihan air dan gelembung udara dapat dihilangkan dengan mudah.
b. Inkubator: Suhu terjamin 20 1oC; gelap.
c. 4 labu takar 1 liter; 3 labu takar 2 liter; bermacam-macam pipet; kalau tersedia,
dispenser otomatis.
d. Peralatan bagi analisa oksigen terlarut
Reagen:
a. Air suling: tidak boleh mengandung zat beracun, seperti Cr, Cl2, dsb.
b. Larutan bufer fosfat
Larutkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi 500 ml air suling, 8,5 g KH 2PO4,
21,75 g K2HPO4, 33,4 g Na2HPO4. 7 H20 dan 1,7 g NH4Cl. Kemudian encerkan
dengan air suling sampai menjadi 1liter. Sesuaikan pH nya sampai 7,2 dengan asam
HCl atau basa NaOH 0,1 atau 1N.
c. Larutan magnesium sulfat:
Larutkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi 500 ml air suling, 22,5g
MgSO4.7H2O dan encerkan dengan air suling sampai 1 liter.
d. Larutan kalsium klorida Larutkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi 500 ml air
suling, 27,5g CaCl2 dan encerkan dengan air suling sampai 1 liter.
e. Larutan feriklorida
Larutkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi 500 ml air suling, 0,25 g FeCl 3.6H20
dan encerkan dengan air suling sampai 1 liter. (larutan b sampai e harus diganti kalau
endapan atau lumut telah muncul)
f. Larutan basa NaOH atau KOH dan asam HCl atau H 2SO4 1N untuk menetralkan
sampel air yang bersifat asam atau basa sampai pH nya berkisar antara 7,0-7,6.
g. Bubuk inhibitor nitrifikasi:
N-Serve (Dow chemicals, allytio ureum (ATU) (Merck) atau nitrification inhibitor
2533 (Hach Chem. Co).
h. Benih (inoculum, seed):

9
Ambil 10 g tanah subur, yang dapat ditanami, tidak mengandung pestisida, pH antara
6-7,5. Campur tanah tersebut dengan 100 ml air sampel yang akan diperiksa. Simpan
suspensi tersebut selama 1 hari pada temperatur 20oC dalam inkubator gelap.
2. Prosedur percobaan
A. Pembuatan air pengencer
Air pengencer ini tergantung banyaknya sample yang akan dianalisa dan
pengencerannya, prosedurnya:
1. Tambahkan 1 ml larutan buffer fosfat per liter air.
2. Tambahkan 1 ml larutan magnesium sulfat per liter air.
3. Tambahkan 1 ml larutan larutan kalium klorida per liter air.
4. Tambahkan 1 ml larutan feri klorida per liter air.
5. Tambahkan 10 mg bubuk inhibitor.
6. Aerasi minimal 2 jam.
7. Tambahkan 1 ml larutan benih per liter air.
B. Prosedur BOD
1. Menentukan pengenceran
Untuk menganalisa BOD harus diketahui besarnya pengenceran melalui KMnO4
sebagai berikut:

2. Prosedur BOD dengan Winkler


a. Siapkan 1 buah labu takar 500 ml dan tuangkan sampel sesuai dengan perhitungan
pengenceran, tambahkan air pengencer sampai batas labu.
b. Siapkan 2 buah botol Winkler 300 ml dan 2 buah botol Winkler 150 ml.

1
c. Tuangkan air dalam labu takar tadi kedalam botol Winkler 300 ml dan 150 ml
sampai tumpah.
d. Tangkan air pengencer ke botol Winkler 300 ml dan 150 ml sebagai blanko sampai
tumpah.
e. Masukkan kedua botol Winkler 300 ml ke dalam inkubator 20oC selama 5 hari
f. Kedua botol Winkler 150 ml yang berisi air dianalisa oksigen terlarutnya dengan
prosedur sebagai berikut:
- Tambahkan 1 ml larutan mangan sulfat
- Tambahkan pereaksi oksigen
- Botol ditutup dengan hati-hati agar tidak ada gelembung udaranya lalu balik-
balikkan beberapa kali.
- Biarkan gumpalan mengendap selama 5-10 menit
- Tambahkan 1 ml asam sulfat pekat, tutup dan balikbalikkan.
- Tuangkan 100 ml larutan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
- Titrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 0,0125 N sampai warna menjadi coklat
muda.
- Tambahkan 3-4 tetes indikator amilum dan titrasi dengan Natrium Tiosulfat hingga
warna biru hilang.
g. Setelah 5 hari, analisa kedua larutan dalam botol Winkler 300 ml dengan analisa
oksigen terlarut.

2.4 Perhitungan BOD (Biochemical Oxygen Demand)


Dalam perhitungan BOD tahapan pertama yaitu prosedur kerja dengan cara
Pipet 5 mL sampel kedalam larutan Erlenmeyer tutup asah, tambahkan 1 mL MnSO 4
dan 1 mL larutan alkali azida, tutup sampel dan kocok dengan membolak balikkan

1
botol beberapa kali, biarkan hingga terbentuk endapan setengah bagian. Tambahkan 1
mL H2SO4 pekat melalui dinding botol, kemudian tutup kembali, kocok kembali
sampai endapan larut. Masukkan secara kuantitatif kedalam erlenmeyer yang berisi
larutan jernih, diaduk hingga homogen. Titrasi larutan dengan natrium thiosulfat 0.1
N sampai warna kuning muda, tambahkan 1 2 mL indikator kanji sampai warna
biru dan lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. Lakukan hal sama dengan blanko.
( Alaerts dan Santika, 1984).
Pengukuran BOD dilakukan menggunakan metode titrasi Winkler, kemudian dapat
ditentukan kadar BOD menggunakan rumus:
BOD = DO(0) DO(5)
V Thiosulfat x N Thiosulfat x Be O x P
-1
Kadar DO (mg.L ) = V sampel

Keterangan:
DO(0) = oksigen terlarut 0 hari
DO(5) = oksigen terlarut 5 hari
Be O2 = 8000
P = pengenceran
Jadi perhitungan BOD setelah perlakuan
(BOD awalBOD sampel)
BOD = BOD awal

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1
Adapun kesimpulan dari prosedur analisis BOD ini adalah sebagai berikut:
a. Suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan bisa
dikatagorikan sebagai perairan yang baik, maka kadar oksigen terlarutnya
(DO) > 5 ppm dan kadar oksigen biokimianya (BOD) berkisar 0 - 10
ppm.
b. Untuk mengetahui kualitas suatu perairan, parameter oksigen terlarut
(DO) dan kebutuhan oksigen biokimia (BOD) memegang peranan
penting. Prinsip penentuannya bisa dilakukan dengan cara titrasi
iodometri atau langsung dengan alat DO meter.

4.2 Saran
Dalam pembelajaran selanjutnya diharapkan menggunakan media cair (limbah)
lainnya agar mengerti tingkat pencemaran berbagai jenis limbah yang dihasilkan
untuk mengetahui kadar oksigen biokimianya (BOD).

DAFTAR PUSTAKA

1
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset

Asmadi, Khayan, dan Kasjono HS. 2011. Teknologi Pengolahan Air Minum.
Yogyakarta : Gosyen Publishing

Asmadi, dan Suharno. 2012. Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Limbah.


Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Alabama : Alabama
agricultural Experiment Station Auburn University.

Ginting, Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama
Widya, Bandung.

Joko, T. 2010. Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta.
Graha Ilmu
Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : ANDI.

Mays, L.W. 1996. Water resources handbook. New York : McGraw-Hill.

Metcalf and Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering; treatment, disposal,


reuse. New York : McGraw-Hill, Inc.

Sutrisno, CT dan Suciastuti, E. 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta :


Rineka Cipta
Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair (Suatu
Pengantar), Jakarta: EGC

Umaly, R. C. dan Ma L.A. Cuvin. 1988. Limnology: Laboratory and field guide,
Physico-chemical factors, Biological factors. National Book Store, Inc. :

1
Metro Manila

Rahayu, T. 2004. Karakteristik Air Sumur Dangkal di Wilayah Kartasura dan Upaya
Penjernihannya. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 5, No. 2, 2004:
104 124

Anda mungkin juga menyukai