Anda di halaman 1dari 15

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DENGAN METODE OKSIDASI

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Lingkungan dan Toksikologi

oleh

Desy Rasyidah Suud NIM 21960046

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


Program MAGISTER SEKOLAH pascasarjana kelas karya siswa
Institut teknologi Yogyakarta
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Air Limbah


Menurut Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu
usaha dan atau kegiatan yang berwjud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga
(domestik) maupun industri. Berikut merupakan definisi air limbah dari berbagai sumber,
sebagai berikut:
Air limbah atau yang lebih dikenal dengan air buangan ini merupakan:
a. Limbah cair atau air buangan (waste water) adalah cairan buangan yang berasal dari rumah
tangga, perdagangan, perkantoran, industri maupun tempat-tempat umum lainnya yang
biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan atau
kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
b. Kombinasi dari cairan atau air yang membawa buangan dari perumahan, institusi,
komersial, dan industri bersama dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan.
c. Kotoran dari masyarakat dan rumah tangga, industri, air tanah/permukaan serta buangan
lainnya (kotoran umum).
d. Cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, perdagangan, perkantoran, industri
maupun tempat-tempat umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat
yang dapat membahayakan kesehatan/kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian
lingkungan hidup. e. Semua air/szat cair yang tidak lagi dipergunakan, sekalipun
kualitasnya mungkin baik.
1.2. Sumber Limbah Cair
Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain:
1. Limbah Cair Domestik
Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan perdagangan,
perkantoran, dan sarana sejenisnya. Volume limbah cair dari daerah perumahan bervariasi,
dari 200 sampai 400 liter per orang per hari, tergantung pada tipe rumah.
2. Limbah cair industri
Limbah cair industri adalah buangan hasil proses/sisa dari suatu kegiatan/usaha yang
berwujud cair dimana kehadirannya pada suatu saat dan tempat tidak dikehendaki
lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomis sehingga cenderung untuk
dibuang. Contoh : air limbah dari pabrik baja, pabrik tinta, pabrik cat, dan dari pabrik
karet. Limbah industri lebih sulit pengolahannya karena mengandung pelarut mineral,
logam berat, dan zat-zat organik lain yang bersifat toksik.
1.3. Pemantauan Kualitas Air
Pemantauan kualitas air suatu perairan memiliki tiga tujuan utama sebagai berikut:
a) Enviromental surveillance yakni tujuan untuk mendeteksi dan mengukur pengaruh yang
ditimbulkan oleh suatu pencemar terhadap kualitas lingkungan dan mengetahui perbaikan
kualitas lingkungan setelah pencemar tersebut dihilangkan.
b) Establishing water-quality criteria yakni tujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat
antara perubahan variabel-variabel ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia,
untuk mendapatkan baku mutu kualitas air.
c) Appraisal of resources yakni tujuan untuk mengetahui gambaran kualitas air pada suatu
tempat secara umum.
Pemantauan kualitas air pada saluran pembuangan limbah industri dan badan air
penerima limbah industri pada dasarnya memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Mengetahui karakteristik kualitas limbah cair yang dihasilkan
b) Membandingkan kualitas limbah cair dengan baku mutu kualitas limbah industri, dan
menentukan beban pencemaran menurut peraturan yang berlaku.
c) Menilai efektivitas instalasi pengolahan limbah industri yang dioperasikan
d) Memprediksi pengaruh yang mungkin ditimbulkan oleh limbah cair tersebut terhadap
komponen lingkungan lainnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Limbah Cair


Dalam menentukan karakteristik limbah maka ada tiga jenis sifat yang harus diketahui
yaitu :

2.1.1. Sifat Fisik


Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan jumlah padatan terlarut, tersuspensi dan
total padatan, alkalinitas, kekeruhan, warna, salinitas, daya hantar listrik, bau dan temperature.
Sifat fisik ini beberapa diantaranya dapat dikenali secara visual tapi untuk mengetahui secara
pasti maka digunakan analis laboratorium.
a. Padatan
Dalam limbah ditemukan zat padat yang secara umum diklasifikasikan kedalam dua
golongan besar yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi terdiri dari
partikel koloid dan partikel biasa. Jenis partikel dapat dibedakan berdasarkan diameternya.
b. Kekeruhan
Sifat keruh air dapat dilihat dengan mata secara langsung karena ada partikel koloidal
yang terdiri dari kwartz, tanah liat, sisa bahan- bahan, protein dan ganggang yang terdapat
dalam limbah.kekeruhan merupakan sifat optis larutan.
c. Bau
Sifat bau limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah terurai dalam limbah
mengeluarkan gas-gas seperti sulfide atau amoniak yang menimbulkan penciuman tidak enak
bagi penciuman disebabkan adanya campuran nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal dari
pembusukan protein yang dikandung limbah.
d. Temperatur
Limbah yang mempunyai temperatur panas yang akan mengganggu pertumbuhan biota
tertentu. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi
pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar
pada suhu tinggi dan pembusukanjarang terjadi pada suhu rendah.
e. Warna
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara alami),
humus, plankton, tanaman, air dan buangan industri. Warna berkaitan dengan kekeruhan, dan
dengan menghilangkan kekeruhan kelihatan warna nyata.
2.1.2. Sifat Kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh BOD, COD, dan logamlogam berat yang
terkandung dalam air limbah.
a. BOD
Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat- zat organis denga
oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri.
b. COD
Pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan
oksigen dalam limbah. Adanya racun atau logam tertentu dalam limbah pertumbuhan bakteri
akan terhalang dan pengukuran BOD menjadi tidak realistis. Untuk mengatasinya lebih tepat
menggunakan analisa COD.
c. Methan
Gas methan terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air
limbah.
d. Keasaman air
Air buangan yang mempunyai pH tinggi atau rendah menjadikan air steril dan sebagai
akibatnya membunuh mikroorganisme air yang diperlukan untuk keperluan biota tertentu.
Limbah air dengan keasaman tinggi bersumber dari buangan yang mengandung asam seperti
air pembilas pada pabrik pembuatan kawat atau seng.
e. Alkalinitas
Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan air senyawa karbonat, garam-garam
hidrokisda, magnesium dan natrium dalam air. Tingginya kandungan zat tersebut
mengakibatkan kesadahan dalam air. Semakin tinggi kesadahan suatu air semakin sulit air
berbuih.
f. Lemak dan minyak
Kandungan lemak dan minyak yang terdapat dalam limbah bersumber dari industri yang
mengolah bahan baku mengandung minyak bersumber dari proses klasifikasi dan proses
perebusan. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput.
g. Oksigen terlarut
Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD. Semakin tinggi BOD
semakin rendah oksigen terlarut. Keadaan oksigen terlarut dalam air dapat menunjukkan
tanda-tanda kehidupan ikan dan biota dalam perairan. Semakin banyak ganggang dalam air
semakin tinggi kandungan oksigennya.
h. Logam-logam berat dan beracun
Logam berat pada umumnya adalah metal-metal seperti copper, selter pada cadmium,
air raksa, lead, chromium, iron dan nikel. Metal lain yang juga termasuk metal berat adalah
arsen, selenium, cobalt, mangan, dan aluminium. Logam-logam ini dalam konsentrasi tertentu
membahayakan bagi manusia.
2.1.3. Sifat Biologis
Bahan-bahan organik dalam air terdiri dari berbagai macam senyawaan. Protein adalah
salah satu senyawa kimia organik yang membentuk rantai kompleks, mudah terurai menjadi
senyawa-senyawa lain seperti asam amino. Bahan yang mudah larut dalam air akan terurai
menjadi enzim dan bakteri tertentu.
2.2. Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah bertujuan untuk menetralkan air dari bahan-bahan tersuspensi dan
terapung, menguraikan bahan organic biodegradable, meminimalkan bakteri patogen, serta
memerhatikan estetika dan lingkungan. Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu : (1)secara alami dan, (2) secara buatan.
2.2.1. Secara Alami
Pengolahan air limbah secara alamiah dapat dilakukan dengan pembuatan kolam
stabilisasi. Dalam kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-
zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi yang umum
digunakan adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif (pengolahan air limbah yang tercemar
bahan organik pekat), dan kolam maturasi (pemusnahan mikroorganisme patogen). Karena
biaya yang dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan untuk daerah tropis dan sedang
berkembang.
2.2.2. Secara Buatan
Pengolahan air limbah dengan buatan alat dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Pengolahan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu primary treatment
(pengolahan pertama), secondary treatment (pengolahan kedua), dan tertiary treatment
(pengolahan lanjutan).
2.3 Metode Pengolahan Air Limbah
Pengolahan air limbah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu pengolahan secara fisika,
kimia, biologi. Ketiga proses tersebut tidak selalu berjalan sendiri-sendiri tetapi kadang-
kadang harus dilaksanakan secara kombinasi antara satu dengan yang lainnya.
2.3.1. Pengolahan Secara Fisik
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau
bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan
cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar.
Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan
mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan
yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak
mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat
digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi
(clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge
thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation)

Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya


dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse
osmosisnya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak
mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak
mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang
dipergunakan dalam proses osmosa.

Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk


menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa
organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk
menggunakan kembali air buangan tersebut.

Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan


untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan
ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya
instalasi dan operasinya sangat mahal.

Gambar 1. Skema Diagram pengolahan Fisik


2.3.2. Pengolahan Secara Kimiawi
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-
partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat
organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan
bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan
tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi),
baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi
oksidasi.

Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah


larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit
yang mempunyai muatan yang berlawanan
dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi
muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat
diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa
fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan
alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam-logam tersebut atau
endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut
akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk
hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom
heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom
hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi
menjadi krom trivalent dengan membubuhkan
reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).

Gambar 2. Skema Diagram pengolahan kimiawi


2.3.3. Pengolahan Secara Biologi
Pengolahan secara biologi adalah pengolahan air limbah dengan menggunakan
mikroorganisme seperti ganggang, bakteri, protozoa, untuk menguraikan senyawa organik
dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana. Pengolahan tersebut mempunyai tahapan
seperti pengolahan secara aerob, anaerob dan fakultatif.

Gambar 3. Skema Diagram pengolahan Biologi


BAB 3
PEMBAHASAN

3.1. Pengolahan Kimia - Fisik


Pada tahap ini air limbah menggunakan bahan-bahan kimia agar senyawa-senyawa
dalam pencemar dalam limbah diikat melalui reaksi kimia. Karena itu sistem operasinya
disebut juga dengan cara kimia yaitu metoda pengolahan dengan menghilangkan atau
mengubah senyawa pencemar dalam air limbah dengan menambahkan bahan kimia. Zat-zat
pencemar pada umumnya berada pada jenis padatan suspense, padatan terlarut dalam kolidal.
Padatan ini tidak mengalami pengendapan secara alami walaupun dalam jangka waktu
relative lama. Oleh karena itu diperlukan bahan kimia yang direaksikan agar terjadi
pengingkatan senyawa pencemar baik dalam bentuk gumpalan atau pengapungan.
Menggunakan bahan kimia membutuhkan perkiraan dari sudut biaya mengingat
diantara bahan- bahan tersebut harganya cukup mahal. Dengan menggunakan bahan kimia
berarti akan timbul unsur bau dalam air buangan dan diharapakan semakin mudah
mengambilnya, atau bahan tersebut befungsi sebagai katalisator. Proses ini mempunyai
kelemahan yaitu bagai mana mengambil unsur baru yang terjadi akibat reaksi terjadi.
Pengendapan dengan kapur akan menimbulkan lumpur yang harus direncanakan cara
mengambil dan sarana pembuangannya. Pengolahan limbah dengan tingkatan kedua atau
menggunakan bahan kimia bertujuan mengendapkan bahan, mematikan bakteri pathogen
mengikat dengan cara oksidasi atau reduksi menetralkan kosentrasi kelarutan asam dan
desinfektasia.

Gambar 3. Secondary Sewage Treatment Process


Tiga cara pendekatan yang umum digunakan pada tahap mengurangi bahan kimia
pencemar dalam air limbah; Perlakuan pertama yaitu penambahan bahan kimia koagulasi
dengan pengadukan cepat 1000 rpm, bahan yang umum digunakan adalah alum (tawas),
poyaluminium cholorida. Perlakuan kedua menambahkan bahan flokulanmelalui pengadukan
lambat 200 rpm, bahan yang digunakan polyelectrolit. Perlakuan ketiga yaitu klarifikasi
pemisahan padatan lumpur yang telah terjadi flok- flok dan mulai mengendap. Bahan-bahan
pencemar yang dapat dihilangkan atau dikurangi dengan penambahan bahan kimia adalah:
1. Padatan tersuspensi dalam limbah cair baik yang terdiri dari material organik maupun
anorganik yang masih ada pada air limbah.
2. Phospat terlarut dapat direduksi bila kadar kurang dari pada 1 mg/l dengan bahan
pengendap alum (tawas), ferry sulfat.
3. Calcium, magnesium, silicon, dapat dihilangkan dengan kapur CaOH. Khusus untuk
Calcium dan magnesium efesien lebih tinggi tercapai bila kapur dalam air buangan terdiri
dari carbonat yang tinggi
4. Beberapa logam berat dapat dihilangkan dengan penambahan kapaur (lime) seperti dalam
pengendapan cadium, chromium, cooper nikel, plumbum.
5. Pengurangan bakteri dan virus dapat dicapai dengan kapur pada kondisi pH 10,5 – 11,5
dengan cara pengumpulan dan simentasi.
3.1.1. Pengendapan dengan bahan kimia
a. Kapur
Reaksi kapur dengan phospat (unsur phospat banyak dijumpai dalam air limbah
maupun dalam air alami), sebagai berikut:
Ca O + H2O Ca(OH)2
Ca(OH)P2 + Ca(HCO3) 2 CaCO3 + 2 H2O
3 Ca(OH2) + 2PO3 -3 Ca3H (PO4) + 6 OH
-3
4 Ca(OH2) + 3PO3 + H2O Ca4H(PO4)3 + 9 OH

Alum (tawas)
Reaksi alum dalam air,
Al2(SO4)3 + 6H2O 2Al(OH)3 + 3H2SO4
3H2SO4 + 3Ca(HCO3)2 3CaSO4 + 6H2CO3
6H2CO3 6CO2 + 6H2O +
Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
3.1.2. Oksidasi dan Pereduksi
Pengertian oksidasi dan reduksi disini lebih melihat dari segi transfer oksigen, hidrogen
dan elektron. Disini akan juga dijelaskan mengenai zat pengoksidasi (oksidator) dan zat
pereduksi (reduktor). Oksidasi dan reduksi dalam hal transfer oksigen
Dalam hal transfer oksigen, Oksidasi berarti mendapat oksigen, sedang Reduksi adalah
kehilangan oksigen. Sebagai contoh, reaksi dalam ekstraksi besi dari biji besi:
Reduction
Fe2O3 + 3CO 2Fe + 3CO2
Oxidation
Karena reduksi dan oksidasi terjadi pada saat yang bersamaan, reaksi diatas disebut
reaksi REDOKS.
Zat pengoksidasi dan zat pereduksi
Oksidator atau zat pengoksidasi adalah zat yang mengoksidasi zat lain. Pada contoh reaksi
diatas, besi(III)oksida merupakan oksidator. Reduktor atau zat pereduksi adalah zat yang
mereduksi zat lain. Dari reaksi di atas, yang merupakan reduktor adalah karbon monooksida.
Jadi dapat disimpulkan:
• oksidator adalah yang memberi oksigen kepada zat lain,
• reduktor adalah yang mengambil oksigen dari zat lain
Bahan kimia sebagai pengoksidasi seperti cholorine dan ozon dipakai untuk mengubah
bahan organik dan an organik menjadi bentuk sesuai yang diinginkan. Bahan- bahan yang
digunakan untuk mereduksi BOD, warna, dan mengubah bahan spesifik seperti sinidia
(banyak terdapat pada pabrik tapioca, dan pabrik pengolahan logam) menjadi produk yang
berguna. Sebagai contoh, kita lihat reaksi oksidasi
Zn----> Zn2+ + 2e
Reaksi ini harus mempunyai pasangan berupa reaksi reduksi agar jelas kepada siapa
elektron itu diberikan, misalnya :
Cu2+ + 2e ---->Cu
Dengan demikian, kedua reaksi diatas masing-masing baru merupakan setengah reaksi,
sedangkan reaksi lengkapnya adalah :
Zn + Cu2+ ---->Zn2+ + Cu
Reaksi lengkap ini disebut reaksi redoksi (singkatan dari reduksi-oksidasi) sebab mengandung
dua peristiwa sekaligus: Zn teroksidasi menjadi Zn2+ dan Cu2+ tereduksi menjadi Cu.
Zat yang mengalami oksidasi (melepaskan elektron) disebut reduktor (pereduksi), sebab
ia menyebabkan zat lain mengalami reduksi, sebaliknya zat yang mengalami reduksi disebut
oksidator (pengoksidasi). Pada contoh reaksi diatas Zn merupakan reduktor, sedangkan
Cu2+merupakan oksidator.
Reduksi Oksidasi untuk oksidasi ethanol menjadi CO2 dan H2O dengan asam potash
dichromat:
C2H5OH + aCr2O7 -2 + bH + ----> 2aCr+3 + cCO2 + dH2O
Oksidasi: O ----> C-2 = C+4 + 6e
Reduksi: Cr ----> Cr+6 + 3e = Cr+3
2Cr+6 + 6e = 2Cr+3
Reaksi akhir:
C2H5OH + 2Cr2O7 -2 + 16 H+ ----> 4 Cr +3 + 2SO2 + H2O
Reduktor = Zat yang mengalami oksidasi
Oksidator = Zat yang mengalami reduksi
3.1.3. Chlorinasi dan Penghilang Chlor
Adanya bakteri phatogen dapat dihancurkan dengan chlorinasi. Baik tidaknya hasil
reaksi ditentukan temperatur, pH, waktu kontak turbidity dan konsentrasi chlorine. Cholorine
yang dilarutkan dalam air menghasilkan:
Cl2 + H2O ----> HOCl + HCl
NOCl ----> H+ + OCl-
Karbon aktif akan mengadsorbsi chlorine bebas:
C + 2Cl2 + 2H2O ----> 4HCl + CO2
Reaksi dengan Chloriamine:
C + 2NH2Cl + 2H2O ----> CO2 + 2NH4 + + 2Cl
Dalam air limbah yang telah dichlorinasi masih terdapat sisa-sisa clhor yang membahayakan
manusia maupun biota dalam air, karena mempunyai sifat racun. Sisa-sisa chlor yang masih
tertinggal perlu diambil dengan metode menggunakan karbon aktif atau sodium sulfat.
Umumnya sisa chlor diambil pada akhir proses pengolahan limbah setelah selesai
pengendapan dan suasananya dalam keadaan netral. Pengunaan karbon aktif lebih murah dan
gampang cara pengoperasiannya.
3.1.4. Phenol dalam Air Buangan Limbah
Unsur phenol dalam air buangan di jumpai pada limbah pabrik plywood dan limbah
pabrik pembuatan lem. Oksidasi kimia digunakan untuk menghancurkan phenol dengan
beberapa cara, diantaranya adalah mengatur bahan kosentrasi buangan phenol dengan cara
menambahkan air agar terdapat kosentrasi sebagai yang diinginkan. Setelah kosentrasinya
merata maka pengoksidasian dengan kimia lebih muda. Penghancuran phenol dengan cara
pembakaran atau dengan biological trimen sering digunakan, tapi umumnya lebih murah bila
digunakan cara oksidasi kimia. Oksidasi kimia dipergunakan apabila lumpur buangan phenol
cukup tinggi dalam bak equalisasi.
Sebagai bahan oksidasi dipakai peroksida, chlorine, dioksidasi, dan potassium
permangat, hasilnya terjadi perubahan phenol menjadi senyawa organic. Menggunakan
hydrogen peroksida sebagai oksidator dibutuhkan 1 pond peroksida untuk menghilangkan 1
pond phenol dan dapat mengurangi phenol sampai 98 %. Bersamaan dengan pengurangan
phenol akan menguangi kosentasi COD.
3.1.5. Sulfur dalam Air Buangan Limbah
Sulfur mempunyai bentuk bermacam-macam dalam air buangan. Dalam industri pupuk,
industri pulp, industri asam sulfat konsentarsnya cukup tinggi. Jenis sulfur yang terdapat
dalam air buangan sperti, asam sulfide, sulfit, sulfat, sulfiur dioksida, membuat limbah
mengeluarkan bau sengit dan tidak mengenakan. Pada kosentarasi rendah sampai dengan
ambang batas yang diizinkan tetap mengeluarkan bau (misalnya pabrik karet crumb rubber
mengeluarkan bau sulfur yang sukar menghindarkannya).
Pengolahan buangan yang mengandung sulfur dapat dilakukan melalui treatment proses
biologi maupun proses kimia ataupun karbon aktif. Dengan proses kimia kandungan unsur
sulfur dioksida atau diendapkan. Bahan pengoksida dipergunakan oksigen chlorine, ozon,
hydrogen peroksida atau pemangat. Efisiensi oksida tergantung pada pengaruh temperatur, pH
dan kosentrasi. Menggunakan oksidasi kimia untuk menghilangkan sulfur harus dievaluasi
secara kasus- perkasus. Oksidasi sulfide dengan oksigen pada permulaan merubahnya menjadi
sulfur, kemudian menjadi polisulfida dan berikutnya menjadi thiosulfate.
BAB 4
KESIMPULAN

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian


lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah industri yang dibangun harus
dapat dioperasikan dan dipelihara oleh perusahana setempat. Agar dapat memenuhi baku
mutu, industri harus menerapkan prinsip pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik
di dalam proses produksi (in-pipe pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe
pollution prevention). Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan
volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan
pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan
peencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Fermindo, F aldi Lalu Heri. (2015). Pengolahan Air Limbah Senyawa Organik Beracun
dengan Oksidasi Fotokatalitik. Jurnal Teknik ITB,
https://www.researchgate.net/publication/288181408

Alfiyan, R. H., Susanti, D., & Sulistyati P, Chairul (2006). Pengolahan Limbah Cair Asam
Formiat Dengan Metode Oksidasi Basah Berkatalis CoSO4, Seminar Nasional Teknik
Kimia, ISSN: 1907. https://repository.inri.ac.id/

Fogler, S.H., 1999, “Elements of Chemical Reaction Engineering”, 3rd ed., Prentice Hall Inc.,
New Jersey.

Gunandjar., Salimin Z., Purnomo S., & Ratiko. (2010). Proses Oksidasi Biokimia Untuk
Pengolahan Limbah Simulasi Cair Organik Radioaktif. JFN. Vol 4 No 1.

Athikoh Nur., Gunawan., Nur M, (2021). Pengolahan Limbah Cair Tekstil Dengan Proses
Oksidasi Menggunakan Ozon Gelembung Mikro. Jurnal Tekstil. Vol 36. No 2

Athikoh, N., Yulianto, E., Kinandana, A.W., Sasmita, E., Sanjani, A.H., Mustika, R.W.,
Pratama, A.P., Amalia, N.F., Gunawan, G., Nur, M. (2020). Reduction of Methylene Blue
by Using Direct Continuous Ozone. Journal of Environment and Earth Science, 10:4.

Miklos, D. B., Remy, C., Jekel, M., Linden, K. G. dan Drewes, J. E. (2018). Evaluation of
Advanced Oxidation Processes for Water and Wastewater Treatment: A critical review.
Water Research, 139: 118–131.

Anda mungkin juga menyukai