Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Air Buangan


Limbah cair atau air buangan (wastewater) adalah cairan buangan yang
berasal dari rumah tangga, perdagangan, perkantoran, industry maupun tempat-
tempat umum lainnya yang biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang
dapat membahayakan kesehatan atau kehidupan manusia serta mengganggu
kelestarian lingkungan hidup.
Menurut UU No. 32/2009 Limbah cair adalah cairan buangan yang berasal
dari rumah tangga, perdagangan, perkantoran, industri maupun tempat-tempat
umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan/kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian
lingkungan hidup.
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang
tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain
seperti indusri, perhotelan dan sebagainya serta mengganggu kelestarian
lingkungan hidup.

2.2. Sumber Air Buangan


Air limbah berasal dari berbagai sumber, secara garis besar air limbah dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Air Limbah domestik atau rumah tangga
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun
2003, Limbah cair domestik adalah limbah cair yang berasal dari usaha dan
atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan,
apartemen, dan asrama. Air limbah domestik menganduk berbagai bahan,
yaitu kotoran, urine, dan air bekas cucian yang mengandung detergen,
unitteri, dan virus.
2. Air limbah industri
Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri,
pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber lainnya.
3. Infiltrasi
Infiltrasi adalah masuknya air tanah ke dalam saluran air buangan melalui
sambungan pipa, pipa bocor, atau dinding manhole, sedangkan inflow
adalah masuknya aliran air permukanaan melalui tutup manhole, atap, area
drainase, cross connection saluran air hujan maupun air buangan.

2.3. Komposisi dan Karakteristik Air Buangan


Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya
yaitu (0,1%) dari zat padat. Zat padat yang ada tersebut terbagi atas 70% zat organik
(terutama protein, karbohidrat, dan lemak) serta kira–kira 30% anorganik terutama
pasir, garam dan logam.
Ada beberapa karakteristik limbah cair yang mudah dikenali baik. Limbah cair
memiliki 3 karakteristik yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi. Adapun
karakter fisiknya antara lain :
1. Padatan
Pada limbah cair terdapat padatan organic dan non-organik yang
mengendap dan tersuspensi sehingga bisa mengendap dan menyebabkan
pendangkalan.
2. Kekeruhan
Kekeruhan menunjukkan sifat optis di dalam air karena terganggunya
cahaya matahari saat masuk ke dalam air akibat adanya koloid dan suspense.
3. Bau
Bau dikarenakan karena adanya mikroorganisme yang menguraikan bahan
organic.
4. Suhu
Limbah cair memiliki suhu yang berbeda dibandingkan dengan air biasa,
biasanya suhunya lebih tinggi karena adanya proses pembusukan
Sedangkan karakter kimia dari limbah cair yaitu :
1. Keasaman
Keasaman limbah cair dipengaruhi oleh adanya bahan buangan yang
bersifat asam atau basa. Agar limbah tidak berbahaya, maka limbah
diupayakan untuk memiliki pH netral.
2. Logam berat beracun Cadmium dari industri tekstil, merkuri dari pabrik cat,
raksa dariindustri perhiasan dan jenis logam berat yang lainnya.
3. Nitrogen
Umumnya terdapat sebagai bahan organic dan diubah menjadi ammonia
oleh unitteri sehingga menghasilkan bau busuk dan bisa menyebabkan
permukaan air menjadi pekat sehingga tidak bisa ditembus cahaya matahari.
4. Fenol
Salah satu bahan organic yang berasal dari industri tekstil, kertas, minyak
dan batubara sehingga menyebabkan keracunan.
5. BOD
Kebutuhan oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa organic
yang ada di dalam air.
6. COD
Kebutuhan oksigen yang diperlukan mikroba untuk menghancurkan bahan
organik
Adapun sifat biologis dalam air limbah yakni pemeriksaan biologis di dalam
air limbah untuk memisahkan apakah ada unitteri patogen berada di dalamnya.
Keterangan biologis ini diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama bagi air
yang dipergunakan sebagai air minum dan untuk keperluan kolam renang. Selain
itu untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah sebelum dibuang ke badan air.
Kehidupan mikrobiologis antara lain : unitteri, jamur, ganggang, protozoa, virus,
dan lain–lain. Unitteri tersebut meliputi unitteri yang membantu proses
peromunitan zat organik maupun unitteri patogen yang menjadi sumber kuman
penyakit bagi manusia.

2.4. Sistem Pengolahan Limbah Cair


2.4.1. Tujuan Pengolahan
Tujuan pengolahan air limbah adalah untuk menurunkan kadar BOD, COD,
zat-zat tersuspensi, organisme-organisme patogen dan untuk menghilangkan atau
untuk mengurangi nutrien bahan-bahan beracun zat terlarut serta zat lainnya yang
sukar di biodegradasi. Sedangkan menurut Unus Suriawiria, tujuan pengolahan air
limbah antara lain adalah :
a. Ditinjau dari segi kelangsungan kehidupan di dalam air
Ditinjau dari segi kelangsungan kehidupan di dalam air untuk menghindari
kerusakan dalam biota lingkungan misal untuk kelompok hewan dan
tanaman air.
b. Ditinjau dari segi kesehatan
Untuk menghindari penyakit menular. Karena air merupakan media terbaik
untuk kelangsungan hidup mikroba penyebab penyakit menular.
c. Ditinjau dari segi estetika
Untuk melindungi air terhadap bau dan warna yang tidak menyenangkan
atau tidak diharapkan.

2.4.2 Cara Pengolahan


Berdasarkan karakteristiknya pengolahan limbah (air buangan) dibagi menjadi
3 cara yaitu:
a. Pengolahan secara fisik / fisis
contoh : Filtrasi, evaporasi, skrining, sentrifugasi, flotasi, dan reverse-
osmosis.
b. Pengolahan secara kimiawi
contoh : Koagulasi, ion-excange resin, klorinasi, dan ozonisasi.
c. Pengolahan secara biologis
contoh : Lumpur aktif, filter trickling, kolam oksidasi, fermentasi metan,
dekomposisasi materi-toksik, dan denitrifikasi.

2.4.3 Tahap-Tahap Pengolahan


Pada umumnya pengolahan air limbah dikelompokkan kedalam
pengolahan pendahuluan (pre-treatment), pengolahan tahap pertama (primary
treatment), pengolahan tahap kedua (secondary treatment), pengolahan tahap ketiga
(tertiary treatment) dan pembuangan lumpur (sludge disposal). Pengolahan
pendahuluan bertujuan untuk menyaring bahan bahan kasar berupa pasir, kerikil
maupun sampah anorganik lainnya sehingga tidak merusak instalasi pengolah air
limbah lainnya. Pengolahan tahap pertama dimaksudkan untuk menghilangkan zat-
zat padat tersuspensi dengan cara pengendapan dan pengapungan pada tahap ini
dilakukan sedimentasi dan semacamnya. Pengolahan tahap kedua biasanya
mencakup proses biologis untuk menghilangkan bahan-bahan organik. Termasuk
dalam pengolahan kedua ini adalah trickling filter, rotating biological contractor
(RBC), atau modifikasi sejenisnya. Pengolahan tahap ketiga antara lain proses
penyaringan, pengendapan akhir dan proses desinfeksi dengan menggunakan khlor
untuk menghilangkan organisme patogen.
Lumpur yang dihasilkan dari proses biologis diolah dengan proses pemekatan
untuk meningkatkan konsentrasi padatan dan mengurangi volume lumpur aktif,
stabilisasi, atau digesti (baik aerob maupun anaerob) untuk mereduksi bahan-bahan
patogen dan mengurangi bau yang tidak sedap, penambahan bahan-bahan kimia
dan pemanasan untuk mempercepat proses pengurangan air serta proses
pengeringan lumpur dan oksidasi bahan organik. Residu lumpur dan abu dari proses
pengolahan lumpur dikeringkan untuk selanjutnya dibuang ke laut atau di tanah
dengan sistem sanitary landfill.
A. Pengolahan Pendahuluan (pre-treatment)
Pengolahan pendahuluan meliputi:
▪ Penyaringan kasar
Bangunan ini melakukan penyaringan terhadap benda-benda kasar
(plastik,logam, kayu, daun-daun, dan lainnya) yang tercampur dalam air
limbah yang akan diolah.
▪ Penangkap pasir
Pasir yang terbawa oleh air limbah akan menghadap pada dasar bangunan
penangkap pasir ini.
B. Pengolahan Primer
Pengolahan primer meliputi:
▪ Pengendapan I
Butiran halus dan partikel kasar dari lumpur yang terlarut dalam air limbah
akan diendapkan pada bangunan pengendapan ini. Diharapkan air limbah
yang keluar dari bangunan pengendapan ini sudah tidak mengandung
benda-benda kasar, pasir kasar dan pasir halus (butir halus). Lumpur yang
mengendap akan dikumpulkan dan dipompa ke unit pengendapan lumpur.
C. Pengolahan Sekunder
Pengolahan sekunder meliputi pengolahan proses biologis untuk
menghilangkan bahan bahan organik yang terdiri dari :
▪ Rotating Biological Contractor
Pada unit ini, media yang berupa piring (disk) tipis berbentuk bulat dipasang
berjajar-jajar, selanjutnya diputar di dalam raktor khusus dimana di
dalamnya dialirkan air limbah secara kontinyu. Mikro-organisme akan
tumbuh pada permukaan media dan akan menguraikan atau mengambil
senyawa organik sehingga kandungan senyawa organik dalam air limbah
berkurang. Senyawa hasil proses metabolisme mikro-organisme tersebut
akan keluar dari biofilm dan terbawa oleh aliran air dan dialirkan menuju
bak pengendap 2.
Beberapa parameter desain yang harus diperhatikan antara lain adalah
perameter yang berhubungan dengan beban (loading) antara lain :
a) Ratio volume reaktor terhadap luas permukaan media (G)

b) Beban BOD (BOD Surface Loading)

c) Beban Hidrolik (Hydraulic Loading, HL)


d) Waktu Tinggal Rata-Rata (Average Detention Time, T)

D. Pengolahan Lanjutan
▪ Pengendapan II (Secondary Clarifier)
Secondary Clarifier untuk memisahkan Lumpur aktif dari trickling filter
pada air limbah. Dapat berbentuk persegi panjang atau lingkaran, ini
merupakan langkah untuk menghasilkan effluent yang lebih stabil dengan
konsentrasi BOD rendah dan suspended solid yang rendah pula. Lumpur
hasil pengendapan kedua dipompa menuju unit pemekat lumpur untuk
nantinya dikeringkan di unit pengering lumpur.
▪ Unit Klorinasi
Unit klorinasi bertujuan untuk mengeliminasi mikro-organisme patogen
yang masih bertahan dalam air limbah setelah melewati pengendap kedua.
Air limbah dibubuhi dengan senyawa khlorine dengan dosis dan waktu
kontak tertentu sehingga seluruh mikro-orgnisme patogennya dapat di
matikan. Selanjutnya dari unit khlorinasi air limbah sudah boleh dibuang ke
badan air.
E. Pengolahan Lumpur
▪ Pemekat Lumpur
Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak pengendap
akhir dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam bak tersebut lumpur
di aduk secara pelan kemudian di pekatkan dengan cara didiamkan sampai
lumpur mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas
dialirkan ke bak pengendap awal, sedangkan lumpur yang telah pekat
dipompa ke bak pengering lumpur atau ditampung pada bak tersendiri dan
secara periodik dikirim ke pusat pengolahan lumpur di tempat lain.
▪ Sludge Drying Bed
Sludge drying bed merupakan suatu unit untuk mengeringkan lumpur hasil
unit pemekatan lumpur. Waktu pengeringan tergantung cuaca yang sangat
dipengaruhi oleh matahari. Lumpur yang dapat dijadikan sebagai pupuk.
Volume lumpur hasil pengeringan dihitung dengan persamaan :
V (1 -  )
V1 =
1 − 1

Dimana :
V1 = Volume lumpur hasil pengeringan (m3/ hari)
V = Volume lumpur mula-mula (m3/hari)
P = Kadar air hasil pengeringan (1%)
P1 = Kadar air mula-mula ( %)
Keuntungan operasi sludge drying bed :
• Biaya murah
• Operator sedikit dan tidak memerlukan keahlian khusus
• Konsumsi energi rendah
• Konsumsi bahan kimia rendah
Kerugian operasi sludge drying bed:
• Memerlukan area yang besar dan luas
• Dibutuhkan lumpur yang stabil
• Tergantung pada cuaca
• Pembersihannya secara manual
Kriteria desain sludge drying bed (Metcalf and Eddy, 1991)
• Surface loading rate : 60 – 100 kg dry solid / m3
• Tebal bed : 38 – 48 cm
• Lebar bed :5–8m
• Panjang bed : 6 – 30 m
• Waktu pengeringan : 10 – 13 hari
• Tebal lapisan lumpur : 20 – 30 cm
• Tebal lapisan pasir : 23 – 30 cm
• Koefisien uniformity : ≤ 4,0
• Efektif size : 0,3 – 0,75 mm
• Jarak lateral : 2,5 – 6,0
• Kecepatan air dalam desain : ≤ 0,75 m/dt
F. Sistem Pengolahan On Site
Sistem pengolahan on site adalah sistem dimana air limbah tidak
dikumpulkan dalam satu tempat, tetapi masing-masing yang mengeluarkan
air buangan membuat sendiri sistem pengelolaannya, kemudian di buang ke
badan air penerima.
Sistem ini biasa sering dipakai, antara lain:
- Cubluk (Sumur Penampung)
Jamban cubluk atau kakus cemplung (pit latrine) merupakan sarana
sanitasi sederhana yang umum digunakan di negara-negara sedang
berkembang (terutama di desa-desa).
- Septik Tank
Penggunaan tangki septik paling banyak digunakan untuk pengolahan
air buangan rumah tangga dan sistem ini cocok untuk sistem on-site
sanitation walaupun kualitas unitteriologinya masih jelek. Tangki septik
paling banyak digunakan penduduk sebagai penampung sementara air
buangan toilet karena biayanya yang relatif murah. Tangki septik harus
diletakkan pada lokasi yang tepat agar tidak mencemari sumber air
tanah.
Beberapa keuntungan dan kerugian sistem sanitasi setempat (On-Site) adalah
Keuntungan:
- Biaya konstruksi relatif rendah
- Teknologi yang digunakan cukup sederhana
- Operasi dan pemeliharaan umumnya merupakan tanggung jawab
pribadi
- Dapat menggunakan bahan / material setempat
- Tidak berbau dan cukup higienis jika pemeliharaannya baik
- Hasil dekomposisi bisa dimanfaatkan sebagai pupuk.
Kerugian:
- Tidak cocok diterapkan disemua daerah (tidak cocok untuk daerah
dengan kepadatannya tinggi, muka air tanah tinggi dan permeabilitas
tanah rendah).
- Memerlukan lahan yang luas.
- Sistem ini tidak diperuntukkan bagi limbah dapur, mandi dan cuci
karena volumenya kecil, sehingga limbah cair dari dapur dan cuci akan
tetap mencemari saluran drainase dan badan-badan air yang lain.
- Bila pemeliharaannya tidak dilakukan dengan baik, akan dapat
mencemari air tanah dan sumur dangkal.
- Pelayanan terbatas
G. Sistem Pengolahan Off Site
Sistem pengolahan off site adalah sistem dimana air limbah dari
seluruh daerah pelayanan dikumpulkan dalam riol pengumpul, kemudian
dialirkan ke dalam riol kota menuju tempat pengolahan dan baru dibuang ke
badan air penerima. Sistem sanitasi off-site mempunyai beberapa teknologi
yang sering digunakan, antara lain:
- Conventional Sewerage
Dalam sistem ini air buangan (dalam hal ini air dan lumpur tinja) akan
masuk ke dalam saluran. Kompleks perumahan baru dan pusat
perdagangan atau industri adalah tempat yang paling sesuai untuk sistem
sewerage ini. Conventional Sewerage sebaiknya dipilih antara lain:
1. Bila mayoritas rumah tangga sudah memiliki sambungan air
bersih.
2. Bila teknologi sanitasi setempat tidak layak.
3. Di daerah pemukiman baru dimana mereka mampu membiayai
sewerage dan sebaiknya dilengkapi dengan IPAL.
4. Untuk daerah yang kemiringannya 1% perlu diselidiki adanya
kemungkinan untuk mengembangkan saluran drainase yang ada
dan menggunakannya sebagai sewerage gabungan.
- Shallow Sewers
Shallow sewer adalah sewerage kecil yang dipasang dangkal dengan
kemiringan yang lebih landai dibandingkan sewerage konvensional.
Shallow sewer lebih mudah dibandingkan sewerage konvensional dan
lebih cocok sebagai sewerage sekunder di daerah kampung dengan
kepadatan penduduk tinggi dan jalan lingkungannya kecil dimana tidak
dilewati kendaraan berat dan sebagian besar penduduk sudah memiliki
sambungan air bersih dan jamban pribadi tanpa pembuangan setempat
yang memadai. Selain itu sistem ini cocok ditempatkan pada daerah
dengan kemiringan 1%.
- Small bore sewer dengan pengolahan
Small Bore Sewer (SBS) merupakan sistem yang sesuai untuk
memperbaiki sistem sanitasi pada daerah yang mayoritas menggunakan
tanki septic. SBS akan menampung semua air buangan kecuali lumpur
(tinja) dari tangki septik. Sistem ini di desain untuk mengalirkan bagian
air buangan rumah tangga. Pasir, lemak dan benda padat lain yang dapat
menggangu saluran dapat dipisahkan dari aliran pada tangki inteseptor
yang dipasang diujung setiap sambungan yang menuju saluran. Padatan
yang terakumulasi pada tangki interseptor diangkat secara periodik.
Keuntungan dan kerugian bila menggunakan sistem sanitasi terpusat
(Off-Site) adalah :
Keuntungan:
- Memberikan pelayanan lebih aman, nyaman dan menyeluruh.
- Menampung semua air buangan rumah tangga sehingga pencemaran
terhadap saluran drainase dan badan air lainnya serta air tanah dapat
dihindari.
- Cocok diterapkan di daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk
menengah sampai tinggi.
- Tahan lama dikarenakan sistem ini dibuat dengan periode
perencanaan tertentu.
- Tidak memerlukan lahan (permukaan) yang luas, sebab jaringan
pipa ditanam di dalam tanah.
Kerugian:
- Biaya investasi jaringan sangat tinggi
- Memerlukan teknologi yang memadai untuk membangun dan
memelihara sistem
- Instalasi lebih rumit sehingga memerlukan perencanaan yang tepat.
- Keuntungan baru bisa dicapai sepenuhnya setelah sistem dapat
dimanfaatkan / digunakan oleh seluruh penduduk di daerah pelayanan.
- Sistem jaringan pipa yang luas memerlukan perencanaan dan
pelaksanaan jangka panjang.

2.5. Kriteria Desain Bangunan Pengolah Air Limbah


1. Perhitungan Debit Air Limbah
Menurut Butter & Davies dalam Sugito (2005) bahwa terdapat hubungan
yang sangat erat antara jumlah pemakaian air rata-rata perorang per hari
terhadap air limbah yang dihasilkan dan dapat dirumuskan secara sederhana
sebagai berikut : Q1 = x. Q Dimana : Q adalah konsumsi air bersih per orang
per hari Q1 adalah timbulan air limbah per orang perhari x adalah faktor
pengembalian Dalam perencanaan pembangunan IPAL ini, diasumsikan
perhitungan jumlah timbulan air limbah rata-rata per hari adalah 90 % dari
pemakaian air bersih rata-rata per hari.
2. Desain IPAL dengan system biomasa melekat RBC
Desain bangunan utama IPAL biofilter yang direncanakan adalah sebagai
berikut :
a. Unit equalisasi/ Unit pengumpul
Terbuat dari pasangan batu bata, bentuk persegi panjang dilengkapi dengan
Bar Screen berupa kawat yang terbuat dari stainless. Selain bar screen unit
ini biasanya dilengkapi filter pasir untuk filtrasi (pre-treatment)
b. Unit Sedimentasi/ Unit pengendapan awal
terbuat dari pasangan batu bata dan tertutup yang dilengkapi dengan lubang
kontrol, unit berbentuk persegi panjang, air limbah masuk melalui pipa inlet
secara gravitasi, pemeliharaan dengan cara pengurasan manual. Kriteria
perencanaan menurut standart JWWA dalam Said (2006) adalah :
- Waktu tinggal (Retention time) rata – rata = 3-5 jam
- Beban permukaan (surface loading) = 20-50 m3/m2/hari.
c. Unit Rotating Biological Contractor
RBC adalah salah satu pengolahan biologis dengan sistem attached growth
(biomasa melekat) dan menggunakan disk (cakram) sebagai tempat tumbuh
mikroorganisme. Kriteria perencanaan menurut Raka (2017) adalah :
- Effluent BOD
= < 30 mg/l
- Rotasi Media
= 1 - 3 rpm
- Waktu tinggal total rata – rata
= 1,5 jam
- Lebar disk (cakram)
= 1 - 3,6 m
- Kepadatan Media (G)
= 5 - 9 liter per m2
- Konsentrasi BOD Inlet
= 50-250 mg/l
- Beban BOD per satuan permukaan media (La)
= 5 - 25 g BOD/m2/hari.
- Temperatur
= 15 – 40 0C
d. Kebutuhan oksigen
Kebutuhan oksigen di dalam reaktor RBC didapatkan dari oksigen terlarut
dalam air dan oksigen di luar reaktor karena umumnya unit RBC berbentuk
semi-terbuka. Masalah yang kadang terjadi pada proses RBC adalah
timbulnya kondisi anaerob. Hal ini bisa diatasi dengan cara menurunkan
debit air limbah yang masuk ke dalam reactor atau dengan cara melakukan
aerasi di dalam bak ekualisasi untuk menaikkan kensentrasi oksigen terlarut.
Aerasi dilakukan dengan menghembuskan udara dari blower melalui
Perforated Pipe diffuser yang dipasang di dalam air dengan buka tutup
secara otomatis. Jika suplai udara dihentikan maka diffuser akan tertutup
secara otomatis (Siregar, 2005).
e. Unit Pengendap Akhir
Unit pengendap akhir terbuat dari pasangan bata dan tertutup dilengkapi
lubang kontrol, bentuk unit persegi panjang dengan pipa inlet dan outlet
secara gravitasi. Unit ini berfungsi sebagai pengendap akhir sesuai
kebutuhan dan air limpasan masuk ke unit khlorinator. Kriteria perencanaan
menurut standar JWWA dalam Said, (2006 ) adalah :
- Waktu tinggal ( Retention time) rata – rata = 2-5 jam
- Beban Permukaan (Surface Loading) = 20-50 m3/m2/hari
f. Klorinator (Unit pembubuh Kaporit)
Klorinasi direncanakan dengan alat dosing pump/infuse chlorinator, dimana
larutan klorin pada konsentrasi yang terukur dialirkan ke dalam air limpasan
IPAL melalui saluran selang yang dilengkapi pengatur aliran/kran.
g. Unit Pemekat Lumpur
Di dalam bak ini lumpur di pekatkan sehingga lumpurnya mengendap,
sedangkan lumpur yang telah pekat dipompa ke bak pengering lumpur atau
ditampung pada bak tersendiri dan secara periodik dikirim ke pusat
pengolahan lumpur di tempat lain. Kriteria desain pemekat lumpur menurut
Dinda dan Imam (2016) adalah sebagai berikut :
- Waktu pengendapan
= 24 - 48 jam
- Kedalam bak
=3-4m
- Volume efektif bak lumpur
= 2 hari x 14 m3/hari
h. Unit Slude Drying Bed
Bak pengering lumpur berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang
dihasilkan dari proses lumpur aktif yaitu bak pengendap awal dan bak
pengendap akhir. Lamanya waktu yang diperlukan untuk mengeringkan
lumpur antara 1 – 2 minggu, tergantung pada ketebalan lumpur yang
tertampung dan cuaca (Li, Norman, 2008). Kriteria desain pengering
lumpur menurut Dinda dan Imam (2016) adalah sebagai berikut :
• Bentuk bak sebaiknya persegi panjang
• Tebal lapisan atas yang terdiri dari pasir kasar berkisar antara 20 – 30 cm.
• Tebal lapisan bawah atau lapisan kerikil berkisar antara 20 – 30 cm.
• Lantai dasar dibuat dengan kemiringan tertentu agar air filtrat dapat
terkumpul dengan baik.
• Di bagian tengah yang paling dalam dilengkapi dengan pipa berlubang
lubang untuk pengeluaran air filtrat dengan diameter 15-10 cm.
• Dinding bak dibuat dari beton atau pasangan batu bata yang diplester
semen.
• Waktu pengeringan sangat dipengaruhi oleh iklim serta sifat dari lumpur
yang akan dikeringkan.
• Ketebalan lumpur di dalam bak pengering lumpur diatur sekitar 10 -20 cm.

Anda mungkin juga menyukai