Anda di halaman 1dari 11

Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal.

11-22

ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS INSTALASI PENGOLAHAN


AIR LIMBAH DOMESTIK INDUSTRI GAS DI INDRAMAYU

Aditya Eka Ramdhani1*, Andre Syahputra2, Nando Vanny Farsin3, Woro Rukmi
Hatiningrum4
Program Studi Teknik Pengolahan Migas
1,2,3,4
Politeknik Energi dan Mineral Akamigas, Jl. Gajah Mada No. 38 Cepu, Kabupaten Blora
*E-mail: adityaekaramdhani88@gmail.com

ABSTRAK

Dalam penanganan limbah cair domestik dari industri gas di Indramayu, harus memenuhi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.68/Menlhk/
Setjen/Kum.1/8/2016 tentang baku mutu air limbah domestik. Perbedaan jumlah karyawan, jam kerja
dan luas area kerja membuat debit rata – rata limbah cair dari industri pengolahan gas hanya sekitar 1.2
m3/hari dengan kandungan BOD < 3 mg/L, TSS: 10 mg/L, dan total koliform 2700 /100 mL, sedangkan
pada industri distribusi gas limbah cair yang dihasilkan mencapai 12 m3/hari dengan kandungan BOD:
73 mg/L, TSS: 29.7, COD: 242 mg/L dan total koliform: 35000 /100 mL. Hal ini akan berpengaruh
pada sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah yang digunakan. Industri pengolahan gas menggunakan
sistem rapid sand filter dengan pertimbangan proses yang sederhana dan sebagai pemenuhan Peraturan
P16, dengan filtration rate: 0.429 m/jam. Pada industri distribusi gas menggunakan sistem conventional
activated sludge process yang semua kritikal variabel masih dalam kondisi baik, seperti Beban BOD:
0.2336 kg/m3.hari, MLSS: 1725 mg/L, MLVSS: 1215 mg/L, F/M: 0.31 kg BOD per kg MLSS per hari,
HRT: 7.5 jam, rasio sirkulasi lumpur: 0.31.

Kata Kunci: Analisis, Perbandingan, Limbah Cair Domestik, Lumpur Aktif

1. PENDAHULUAN

Limbah perairan menjadi salah satu pencemar lingkungan yang memiliki dampak
langsung di masyarakat. Besaran limbah cair domestik yang dihasilkan bergantung pada
ukuran proses produksi yang dilakukan suatu industri. Dalam jumlah yang besar limbah cair
berpotensi tinggi untuk mengganggu fungsi kelestarian lingkungan, hal menjadikan industri
yang menghasilkan limbah cair diharuskan memiliki instalasi pengolahan air limbah sehingga
parameter - parameter kualitas air limbah seperti, chemical oxygen demand (COD), biological
oxygen demand (BOD), kadar amonia (NH3) dan total suspended solid (TSS) pada limbah cair
domestik yang dibuang ke lingkungan dapat memenuhi baku mutu air limbah domestik[1].
Indramayu adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki beberapa industri
besar dalam berbagai bidang mulai dari makanan dan minuman, tekstil, otomotif, minyak dan
gas bumi hingga petrokimia. Hal ini membuat Pemerintah Kabupaten Indramayu harus
memiliki badan kedinasan yang dapat mengatur tata kelola limbah, khususnya limbah cair
industri dan limbah cair domestik.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menjadi suatu badan yang bertanggung jawab dalam
mengatur pengelolaan limbah cair dari seluruh industri yang berada di Kabupaten Indramayu.
DLH berperan sebagai kontrol terhadap limbah cair yang dihasilkan dan cara penanganannya.
Terdapat dua industri pengolahan dan pendistribusian gas yang tata pengelolaan limbahnya
diawasi langsung oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu untuk memudahkan
penyebutan, penulis menamakannya dengan perusahaan A (industri pendistribusian LPG) dan
perusahaan B (industri pengolahan gas).

12
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

Limbah cair domestik yang dihasilkan dari kedua industri ini harus melalui serangkaian
proses pengolahan limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Kedua perusahaan tersebut
diwajibkan melaporkan hasil uji limbah cair domestik yang dihasilkan, ke Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Indramayu sebagai syarat utama dari kelayakan pembuangan limbah ke
lingkungan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Indramayu memiliki peran langsung
dalam pengawasan pengelolaan limbah cair domestik dari kedua perusahaan tersebut, mulai
dari hasil uji limbah cair domestik sebelum memasuki proses dan sesudah proses, serta
pemenuhan standar kelayakan Instalasi Pengolahaan Air Limbah yang digunakan. Penilaian
kelayakan suatu limbah cair pada penelitian ini memiliki tujuan untuk mencapai kelestarian
lingkungan yang terkait pada penelitian sebelumnya [2].

2. METODE

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan limbah cair yang terdapat pada
kedua industri tersebut; Mengetahui sumber air limbah produksi yang terdapat pada kedua
industri tersebut; Mempelajari, mengamati dan menganalisa secara teori dan lapangan,
mengenai IPAL di kedua industri tersebut.
Penelitian dilaksanakan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan
berfokus pada tata pengelolaan limbah cair dari industri – industri yang ada di Indramayu.
Penelitian dilaksanakan mulai dari 25 Januari s/d 25 April 2021.
Secara garis besar, penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 kegiatan utama yaitu:
1
Pengamatan langsung dilakukan dengan mengamati, menganalisis, dan membandingkan
secara langsung di lingkungan kerja, guna mendapatkan data informasi yang diinginkan;
2
Pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada lingkungan kerja Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Indramayu; 3Pengumpulan data dimaksudkan untuk mendukung keperluan
mengerjakan jurnal penelitian.

3. PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka
Limbah merupakan semua bahan buangan yang berasal dari aktifitas perorangan, maupun
aktivitas kegiatan lainnya (industri, rumah sakit, laboratorium dll) yang berbentuk cair (liquid
wastes), padat (solid wastes), maupun gas (gaseous wastes). Limbah yang menjadi pengawasan
dari Dinas Lingkungan Hidup Indramayu adalah limbah cair domestik yang merupakan limbah
dari hasil kegiatan perorangan seperti, limbah kamar mandi, pencucian bahan makanan/
sayuran, mencuci pakaian, kotoran manusia (tinja, air seni), sampah dapur, dsb. Karakteristik
limbah cair terbagi menjadi tiga bagian yaitu karakteristik secara fisika, kimiawi dan biologis:

a. Sifat Fisik Limbah Cair[3]


- Suhu: 10 – 15 o C diatas suhu ambien
- Warna, bau
- Kekeruhan: disebabkan oleh partikel halus (10 nano meter s/d 10 mikro meter).
- Ukuran partikel dalam air: 10-4 s/d 10 -3 m: Partikel tersuspensi kasar, merupakan partikel
yang masih dapat mengendap 5 x 10-6 s/d 10-4 m: partikel tersuspensi halus (bakteri, quartz)
5 x 10-8 s/d 10-6 m: partikel kolloid (clay, protein)=penyebab kekeruhan Lebih kecil 5 x 10-
8
m: molekul atau larutan
- Kandungan zat padat total (TS)
- Kandungan zat padat tersuspesi (TSS)
- Kandungan zat padat terlarut (TDS): seperti garam dan zat organik

13
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

b. Sifat Kimia Limbah Cair[4]


- pH
- Alkalinitas: Ketahanan air limbah untuk menerima ion H+ tanpa merubah harga pH.

c. Sifat Biologi Limbah Cair[5]


- Kandungan zat organik: umumnya senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen, nitrogen.
- BOD, COD

Dalam pengolahan limbah cair domestik non B3 secara umum dapat dikelompokan ke
dalam tiga metode yaitu pengolahan fisika, kimia dan biologi. Penerapan masing – masing
metode tergantung pada fasilitas instalasi pengolahan yang tersedia dan kualitas air limbah
yang dihasilkan pada masing – masing industri.

a. Pengolahan Limbah Cair Secara Fisika


Metode pengolahan limbah cair domestik non B3 dengan proses fisika, merupakan salah
satu dari tiga metode pengolahan limbah yang bisa digunakan. Biasanya pengolahan limbah
dengan proses fisika seringkali diikuti dengan proses secara kimiawi atau gabungan dari
keduanya yang sering disebut sebagai Physicho-Chemical Treatment[3]. Berikut ini
merupakan beberapa proses pengolahan limbah cair secara fisika.
1. Screening
Agar limbah cair domestik non B3 dapat lebih mudah ditangani, screening (penyaringan)
berfungsi sebagai penghilangan sampah – sampah atau benda padat yang berukuran besar.
2. Aerasi
Proses aerasi bertujuan untukamengontakkan semaksimal mungkin udara dengan
permukaan cairan, dengan beberapa prinsip dasar alat aerasi, antara lain:
• Air diffusion aeration system,
• Waterfall aerator,
• Mechanical aerator.
3. Pencampuran
Pencampuran (mixing) diperlukan saat suatu partikel harus bercampur dengan material lain
secara baik. Proses pencampuran tersebut diperlukan apabila konsentrasi atau temperatur
dalam suatu bejana harus dijaga merata. Berikut beberapa jenis alat atau metode pencampuran,
yaitu:
• In-line hydraulic dan static
• Turbin atau padle
• Propeler
• Hydraulic
• Pneumatic
4. Flokulation (Flokulasi)
Flokulasi adalah proses pemanfaatan tenaga hydrodinamic untuk menggabungkan partikel
– partikel yang berukuran kecil menjadi kumpulan partikel yang lebih besar.
5. Sedimentation (Pengendapan)
Proses sedimentasi pada pengolahan air limbah umumnya untuk menghilangkan padatan
tersuspensi sebelum dilakukan proses pengolahan selanjutnya.
6. Filtration (Penyaringan)
Filtrasi memiliki tujuan untuk memisahkan padatan tersuspensi dari air limbah non B3 yang
akan diolah. Dalam penerapannya filtrasi berperan sebagai penghilang sisa - sisa padatan
tersuspensi yang tidak terendapkan pada proses sebelumnya.

14
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

7. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan penyerapan permukaan materi pada interface antara dua fase yang ada
umumnya zat terlarut akan terkumpul pada interface.
8. Gas Stripping
Pada gas stripping beberapa gas yang akan dihilangkan adalah amonia (NH3), hidrogen
sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2) dan fenol.
9. Flotasi
Flotasi merupakan proses pemisahan cairan-cairan atau padatan-cairan yang mempunyai
berat jenis yang lebih kecil dari pada cairan.
10. Proses Membran
Membran semipermiable berfungsi sebagai penghilang padatan terlarut yang sulit
dipisahkan dari air atau air limbah yang memiliki diameter pori - pori berukuran 3 angstorm.
Salah satu contoh penerapan proses membran adalah untuk desalinasi air domestik.

b. Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia


Beberapa metode pengolahan limbah secara kimia yang sering diterapkan yaitu desinfeksi,
presipitasi, koagulasi koloid, oksidasi dan ion exchange[4].
1. Desinfeksi
Dalam desinfeksi pada pengolahan air limbah merupakan penghancuran organisme dengan
menggunakan bahan kimia. Berikut beberapa metode desinfeksi yaitu:
a. Penambahan bahan kimia
b. Pemanfaatan sifak fisika, seperti suhu dan cahaya
c. Penggunaan mekanik
d. Penggunaan elektromagnetik, akustik dan radiasi
Metode dengan penambahan bahan kimia merupakan metode yang paling banyak
digunakan seperti penggunaan zat khlor (klorinasi), penggunaan ozone, dan radiasi ultraviolet.
• Khlorinasi
• Ozonisasi
2. Presipitasi
Presipitasi banyak diterapkan dalam pemisahan metal – metal yang tidak dikehendaki pada
pengolahan limbah industri, seperti penghilangan kesadahan dan penghilangan phospat.
• Penghilangan Kesadahan
• Proses Kapur Soda
• Penghilangan Phospat
3. Koagulasi
Penerapan koagulasi digunakan untuk destabilitation partikel koloid yang terdapat di air
limbah domestik non B3. Destabilitation partikel yang disebabkan oleh koagulasi membuat
partikel – partikel koloid bersatu dan mejadi besar. Bahan kimia yang sering digunakan untuk
proses koagulasi umumnya diklasifikasikan menjadi empat golongan yaitu:
• Koagulan
• Zat Koagulan Pembantu
• Bak Koagulasi
• Bak Pencampur Cepat
4. Oksidasi Kimia
Chlorination dan ozonitation merupakan contoh oksidasi kimia yang diterapkan untuk
memecah dan menghilangkan ion-ion seperti Fe+2, Mn+2 dan CN-. Beberapa zat pengoksidasi
yang umum digunakan pada proses pengolahan air limbah yaitu O2, CL2, permanganat, ozon
dan H2O2.

15
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

5. Ion Exchange
Ion exchange digunakan untuk penghilangan ion-ion yang tidak diinginkan seperti Ca+2,
Mg , Fe+2 dan NH4+. Pada prosesnya, ion bergerak kemudian ditukar dengan ion terlarut yang
+2

terdapat dalam air.


• Regenerasi
• Kapasitas Penukaran

c. Pengolahan Limbah Cair Secara Biologi


Secara biologis proses pengolahan air limbah dapat dilakukan pada kondisi aerob(dengan
udara), kondisi anaerob (tanpa udara) atau perpaduan keduanya. Berikut beberapa contoh
proses dalam pengolahan limbah secara biologi[5]:
1. Membran Bio-Reactor (MBR)
Membrane Bio-reactor (MBR) merupakan suatu sistem pengolahan air limbah yang
mengaplikasikan penggunaan membran terendam di dalam bio-reactor. Terjadi kombinasi
proses membrane dalam pemisahan biomass[6]. Dalam hal ini membrane menggantikan peran
kolam pengendapan sebagai pemisah padatan dan cairan pada teknologi (activated sludge).
Berikut beberapa industri di Indonesia yang sudah menggunakan teknologi MBR[7]:
a. Pertamina EP, Kalimantan Timur.
b. SWRO Fish Port, Lombok.
c. Power Plant PLTU 2x41 MW, Balikpapan.
d. Paper Mill Factory, Tangerang, Banten.
2. Rotating Biological Contactor (RBC)
RBC merupakan alternatif metode pada teknologi lumpur aktif dari pengolahan air limbah.
Rotating contactor dicirikan dengan stabilitas proses perawatan, pemakaian energi listrik dan
biaya operasional yang rendah, waktu detensi yang pendek, dan mudah dalam pengoperasian.
RBC terdiri dari sejumlah cakram paralel yang dipasang tegak lurus pada poros dan berputar
secara perlahan (sekitar 1 – 1,6 putaran per menit) dalam tangki berisi air limbah yang akan
diolah, dan unit RBC sebagian terendam dalam tangki (biasanya 40%). Parameter utama desain
untuk RBC adalah laju pemuatan hidraulik dan laju pemuatan organik[8]. Berikut beberapa
industri di Indonesia yang sudah menggunakan teknologi RBC[9]:
a. PT. Bina Guna Kimia, Ungaran, Bali.
b. Petrokimia Kayaku, Gresik, Jawa Timur.
c. Petrosida, Gresik, Jawa Timur.
d. PT. Indofood Sukes Makmur, Pekanbaru, Riau.

B. Hasil Penelitian dan Bahasan


Instalasi pengolahan air limbah yang diterapkan oleh kedua industri tersebut menggunakan
proses fisika dan biologi dalam pengolahannya.

1. Perusahaan A (Industri Distribusi LPG)


Proses pengolahan limbah cair domestik yang dihasilkan industri ini menggunakan lumpur
aktif (activated sludge process) dengan beberapa pertimbangan seperti efisiensi proses yang
tinggi, sesuai untuk debit aliran kecil hingga besar, menggunakan kombinasi berbagai jenis
mikroorganisme sehingga lebih mudah digunakan dan maintanance dapat dilakukan secara
langsung karena dapat terlihat secara fisik. Beberapa tahapan proses sebagai berikut:

16
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair Domestik di Perusahaan A

Beberapa variabel yang umum diperhatikan pada proses lumpur aktif adalah sebagai
berikut[10]:
a. Seeding (Pembiakkan Bakteri)
Mikroba atau bakteri yang akan digunakan harus terlebih dahulu dibiakkan (seeding)
dengan bantuan nutrient yang merupakan rasio perbandingan Carbon:Nitrogen:Phospor agar
bakteri berkembang biak dengan baik. Rasio perbandingan Carbon:Nitrogen:Phospor yang
diberikan untuk bakteri ini sebesar 100:5:1 untuk proses aerob. Nutrient terdiri dari 3 bahan
utama yaitu glukosa (C6H12O6) yang menjadi sumber C (carbon), KNO3 (Kalium Nitrat) yang
menjadi sumber N (nitrogen) dan KH2PO4 sebagai sumber P (phospor).

b. Beban Biological Oxygen Demand (BOD Loading Rate atau Volumetry Loading Rate)
Beban Biological Oxygen Demand (BOD Loading rate atau Volumetry Loading Rate).
Beban BOD merupakan jumlah massa BOD di dalam influent limbah dibagi dengan volume
tangki aerasi. Beban BOD dapat dihitung dengan persamaan:
Q x So
Beban BOD = kg/m3.hari (1)
V
12 m3 /hari×0.073kg/m3
Beban BOD = (2)
3.75m3
Beban BOD = 0.2336 kg/m3 . hari

Dimana:
Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari)
So = Konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk (kg/m3)
V = Volume reaktor (tangki aerasi) (m3)

c. Mixed Liqour Suspended Solids (MLSS)


MLSS adalah jumlah dan padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral,
termasuk di dalamnya adalah mikroorganisme. MLSS di perusahaan penyimpanan gas dapat
diketahui melalui data pengujian laboratorium dan diperoleh MLSS sebesar 1725 mg/L. Hal
ini membuktikan bahwa Perusahaan Penyimpanan Gas kandungan MLSS sesuai dengan
peraturan yang ada.

17
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

d. Mixed-Liqour Volatile Suspended Solids (MLVSS)


MLVSS diketahui dengan memanaskan sampel filter secara terus menerus pada suhu 600
– 6500 oC, dan nilainya akan mendekati 65 - 75% dari MLSS. Pada perusahaan penyimpanan
gas dapat diketahui dengan pengujian laboratorium dan diperoleh MLVSS sebesar 1215 mg/L.

e. Food – to – Microorganism Ratio atau Food – to – Mass Ratio (F/M Ratio)


Food – to – Mass Ratio menujukkan jumlah zat organik yang dihilangkan dibagi dengan
jumlah massa mikrorganisme di dalam bak aerasi atau reaktor. Besamya rasio nilai F/M
umumnya ditunjukkan dalam kg Biological Oxygen Demand per kilogram MLSS per hari F/M
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

F Q (So−S)
= (3)
M MLSS x V

F 12 m3 /hari(0.073kg/m3 −0.006kg/m3 )
= (4)
M 0.7kg/m3 ×3.75m3

F
M
= 0.31 kg BOD per kg MLSS per hari

Dimana:
Q = Laju air limbah m3/hari
MLSS = Mixed liquor suspended solids (kg/m3)
V = Volume reactor atau bak aerasi (m3)
So = Konsentrasi BOD (kg/m3)
S = Konsentrasi BOD di dalam efluent (kg/m3)

f. Hidraulic Retention Time (HRT)


Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah rata – rata waktu yang dibutuhkan oleh larutan
influent masuk dalam aeration tank untuk proses lumpur aktif.

HRT = 1/D = V/Q (5)


𝑉
HRT = 𝑄 (6)

3.75 𝑚3
HRT = 12 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖 (7)

HRT = 0.3125 hari = 7.5 jam

Dimana:
V = Volumeareaktor atau bak aerasi (m3)
Q = Debit air linbah yang masuk ke dalam Tangki aerasi (m3/jam)
D = Laju pengenceran (1/jam)

g. Rasio Sirkulasi Lumpur (Hidraulic Recycle Ratio)


Ratio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan ke
bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi.

Qr
= ratio circulation (8)
Qo

18
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

3.6 m3 /hari
= 0.31 (masih OK)
12 m3 /hari

Dimana:
Qr = Return Activated Sludge (RAS) (m3/hari)
Qo = Debit aliran influent (m3/hari)

h. Umur Lumpur (Sludge Age)


Umur lumpuraini menujukkan waktu tinggal rata – rata mikroorganisme/lumpur aktif
dalam sistem lumpur aktif.
𝑀𝐿𝑆𝑆×𝑉
Umur Lumpur (hari) = (9)
𝑆𝑆 𝑥 𝑄𝑒+𝑆𝑆𝑤 𝑥 𝑄𝑤

0.7𝑘𝑔/𝑚3 ×3.75𝑚3
Umur Lumpur (hari) = 0.0121 𝑘𝑔/𝑚3 ×12 𝑚3/ℎ𝑎𝑟𝑖+0.0297𝑘𝑔/𝑚3 ×12𝑚3/ℎ𝑎𝑟𝑖 (10)

Umur Lumpur (hari) = 5.23325 hari

Dimana:
MLSS = Mixed liquor suspended solids (kg/m3).
V = Volume tangki aerasi (m3)
Qe = Keluaran limbah (m3/hari)
Qw = Limbah masuk (m3/hari)
SSe = TSS dalam keluaran (kg/m3).
SSw = TSS dalam lumpur limbah (kg/m3)

i. Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index, SVI).


Operator harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume
lumpur untuk operasi rutin (sludge volume index, SVI).
SVI (ml/g) = (SV x 1000)/MLSS ml/g (11)
Dimana:

SV = Volume endapan lumpur di dalam silinder kerucut setelah 30 menit pengendapan (ml).
MLSS = adalah mixed liqour suspended solid (mg/l).

j. Jumlah Klorinasi Optimum.


Jumlah aliran klorinasi yang optimum ditentukan sebesar 2 sampai 3 mg/L Cl2 per 1000
mg/L dari MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solids) sehingga dengan perbandingan
1000:3 kebutuhan klorinasi IPAL perusahaan penyimpanan gas yaitu:
MLVSS = 525 mg/L
Cl2 = ±1.5 mg/L

k. Pengolahan Lumpur Aktif Buangan (WAS).


Limbah lumpur aktif (Wasted Activated Sludge, WAS) ditampung di bak pengeringan
lumpur SDB (Sludge Drying Bed). Kondisi lumpur masih berupa lumpur yang padat dan keras,
sehingga dalam penggunaannya sebagai bahan campuran pembuatan pupuk kompos perlu
dilakukannya penghancuran mengalami dekomposisi massa yang lebih cepat. Rasio nilai C/N
tanah sekitar 10-12 disaat bahan organik mempunyai kandungan C/N yang mendekati tanah
maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap oleh tanaman[10]. Pengomposan memiliki

19
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

prinsip untuk menurunkan rasio C/N dari bahan organik sehingga semakin tinggi C/N maka
proses pengomposan akan semakin lama.

l. Permasalahan IPAL metode Activated Sludge Process.


IPAL Perusahaan Penyimpanan Gas tidak memiliki catatan permasalahan yang sampai
berakibat pada terganggunya proses pengolahan limbah cair, hal tersebut dikarenakan debit
influen yang diolah tergolong kecil.

Tabel 1. Hasil Uji Air Kualitas Limbah Domestik Perusahaan A


Parameter Sebelum Sesudah Batasan
No. Satuan Metode
yang di Uji Treatment Treatment Maksimum
Physical Parameter
Total Suspended APHA 2540D Ed 23-
1 29,7 12.1 30 mg/L
Solids (TSS) 2017
Chemical Parameter
1 pH 7.80 7.64 6.0-9.0 - SNI 06-6989.11-2004
2 BOD 73 6 30 mg/L SNI 6989.72.2009
3 COD 242 22 100 mg/L SNI 06-6989.2-2009
Ammoniac
4 <0.1 <0.1 10 mg/L SNI 06-6989.30-2005
(NH3)
5 Oil & Grease <0.1 <0.1 5 mg/L SNI 6989.10-2011
6 Debit - - 100 L/Orang/hari Direct Reading
Microbiology Parameter
IKM.AA.7.2.36.MI
1 Total Coliform 35000 78 3000 MPN/100 ml
(Kuantitatif)
Sumber: Data Laboratorium Perusahaan A

2. Perusahaan B (Industri Pengolahan Gas)

Pada pengolahan limbah cair doemestik yang dihasilkan Perusahaan Pemrosesan Gas
menggunakan proses rapid sand filter dengan pertimbangan yaitu metode ini efisien untuk
memperbaiki kualitas fisika, kimia dan biologi dari influen dalam jumlah kecil, serta metode
ini merupakan metode yang paling sederhana dan murah sehingga sesuai untuk mengolah
limbah cair domestik yang tingkat pencemarnya rendah[11]. Beberapa tahapan proses yang
dimulai dari masuknya limbah domestik cair ke unit pengolahan air limbah yang terdiri dari
bata, arang dan ijuk secara berurutan. Aliran limbah cair domestik yang telah melewati unit
pengolahan air limbah, selanjutnya akan ditampung di bak kontrol sebagai pengujian terakhir
sebelum dibuang ke lingkungan. Berikut merupakan data dimensi bak filtrasi yang digunakan
pada IPAL rapid sand filter dari Perusahaan Pemrosesan Gas
50 cm 30 cm 20 cm

35 cm

Gambar 2. Skema Pengolahan Limbah Cair domestik di Perusahaan B

Volume bak 1 (kerikil + bata) = 0.07 m3


Volume bak 2 (arang) = 0.042 m3
Volume bak 3 (ijuk) = 0.028 m3
20
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

Menghitung filtration rate ideal 0.3 – 1.5 m/h di IPAL


Q Q
Vf = H.W = A = 0.3 − 1.5 m/h (12)

0.06 m3 /jam
Vf = 0.35 m×0.4 m (13)

Vf = 0.429 m/jam

Kebutuhan media penyaring kerikil, bata, arang dan ijuk.


Kerikil = 63 kg
Bata = 59.5 kg
Arang = 80.724 kg
Ijuk = 31.808 kg

Tabel 2. Hasil Uji Kualitas Air Limbah Perusahaan B


Sebelum Sesudah Kadar
No. Parameter Satuan Metode
Treatment Treatment Maksimum
SNI 06-6989.11-
1 pH (Insitu) 7.8 7.3 6-9 -
2004
Zat Padat
UP.IK.21.01.07
2 Tersuspensi 10 <2 30 mg/L
(Spektrofotometri)
(TSS)
Amoniak (NH3- SNI 06-6989.30-
3 0.3 <0.080 10 mg/L
N) 2005
SNI 06-6989.15-
4 COD 76 <5 100 mg/L
2004
5 BOD5 <3 <3 30 mg/L SNI 6989.72-2009
Minyak &
6 <2 <2 5 mg/L SNI 6989.10-2011
Lemak
Jumlah/100 APHA Ed. 2rd
7 Total Koliform 2700 <2 3000
mL 9221.B-2017
8 Debit air 100 L/orang/hari Insitu
Sumber: Data Laboratorium Perusahaan B

4. SIMPULAN

Setelah menganalisa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di


Perusahaan Penyimpanan dan Pemrosesan Gas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
kimiawi air limbah yang dihasilkan Perusahaan Penyimpanan Gas tergolong sebagai “Medium
Strenght Domestic Wastewater” serta baku mutu efluen yang tergolong moderat, maka untuk
mengolah limbah cair tersebut digunakan proses biologi “Conventional Activated Sludge with
Nitrification”. Proses ini memiliki efisiensi pengolahan yang cukup tinggi, proses yang
sederhana dan mudah untuk dioperasikan. Perusahaan Pemrosesan Gas menghasilkan limbah
cair domestik yang didominasi dari kawasan komplek perkantoran, dengan menggunakan
proses fisika yaitu filtrasi sederhana yang bertujuan untuk memenuhi baku mutu
lingkungan[12]. Pengolahan limbah cair domestik yang dihasilkan dari Perusahaan
Penyimpanan dan Pemrosesan Gas, telah memenuhi syarat batas maksimum kandungan limbah
yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saran yang dapat
diberikan terhadap pengolahan limbah cair domestik adalah perlu terus dilakukan perawatan
rutin terhadap unit pengolahan air limbah domestik agar hasil pengelolaan air limbah domestik
21
Aditya Eka Ramdhani, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 11-22

tetap memenuhi baku mutu. Keselamatan kerja agar dilaksanakan dengan baik dan benar oleh
semua karyawan agar terhindar dari bahaya dan resiko kecelakaan kerja yang tidak diharapkan.
Rambu – rambu, slogan dan petunjuk harus ditaati oleh semua karyawan yang bekerja. Perlu
dilakukan studi lebih lanjut untuk pengolahan limbah cair domestik di Perusahaan
Penyimpanan Gas sehingga dapat diperoleh hasil pengolahan limbah yang lebih maksimal.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Baku Mutu Air Limbah Domestik, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta.
[2] WR Hatiningrum, M. Frank, 2010, Implementation of Environmental Perfomance
Assesment System to Achieve Proper Green, Jurnal ESDM.
[3] N. Rahardjo, 2002, Teknologi Pengolahan Limbah Cair “Fisika”, BPPT, Indonesia.
[4] N. Rahardjo, 2002, Teknologi Pengolahan Limbah Cair “Kimia”, BPPT, Indonesia.
[5] N. Rahardjo, 2002, Teknologi Pengolahan Limbah Cair “Biologi”, BPPT, Indonesia.
[6] Hernaningsih. Taty, 2014, Membrane Bioreactor (MBR) Application for Wastewater
Recycle, Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT.
[7] PT. Hydromaster Harmoni Nusantara, (2020, November), Water Treatment Indonesia,
Hydromaster Indonesia, Diakses pada 26 Mei 2021 melalui https://www.hydromaster-
indonesia.com/id/
[8] Joanna Szulżyk-Cieplak. Aneta Tarnogórska. Zygmunt Lenik, 2018, Study on the Influence
of Selected Technological Parameters of a Rotating Biological Contactor on the Degree of
Liquid Aeration, Journal of Ecological Engineering.
[9] PT. PELTON INDONESIA, (2021, Maret), Waste Water Treatment Clients, Peltonido
Wixsite, Diakses pada 26 Mei 2021 melalui
https://peltonindo.wixsite.com/watertreatment/clients
[10] A. Nurrohman, S. Suprayogi, M. Widyastuti, 2019, Evaluation of Water Quality Using
Pollution Index in Cimanuk Watershed, Ecotrophic Journal of Environmental Science.
[11] Sutriati. Armaita, 2011, Penilaian Kualitas Air Sungai dan Potensi Pemanfaatannya
Studi Kasus: Sungai Cimanuk, Puslitbang Sumber Daya Air, Bandung.
[12] ---------, 2016, Peraturan Menteri P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 Baku Mutu Air
Limbah Domestik, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai