Anda di halaman 1dari 5

Nama: Nikmatul Hasanah

Kelas/No. Absen: 2D DIII-T.Kimia/20

1. BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI ELEKTRONIKA

2. LIMBAH YANG MENGANDUNG KROMIUM (Cr)


Kromium adalah unsur alami yang ditemukan dalam batuan (bijih kromit), hewan,
tumbuhan, tanah dan debu vulkanik. Kromium di lingkungan dalam bentuk Krom (Cr 0),
Kromium (III) atau Cr3+, dan Kromium (VI) atau Cr6+. Kromium atau Cr merupakan salah
satu logam berat yang memiliki daya racun yang tinggi. Daya racun yang dimiliki
kromium ditentukan oleh bilangan oksidasinya, dimana senyawa Kromium (III) yang
berada dalam keadaan bilangan oksidasi 3+ mempunyai tingkat toksisitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan Kromium (VI). Kromium juga dikenal sebagai salah satu
logam berat berpotensi sebagai pencemar akibat kegiatan pewarnaan kain pada industri
tekstil, cat, penyamakan kulit, pelapisan logam, baterai atau industri kromium lainnya.
Potensi Bahaya Bagi Kesehatan:
 Jika saat bernapas terhirup zat kromium (VI), dapat menyebabkan iritasi dan hidung
mimisan bahkan menimbulkan kerusakan pada tulang hidung.
 Bila terkena mata dapat terjadi konjungtivitas mata rasa terbakar, kerusakan kornea
hingga terjadi kebutaan.
 Jika kontak dengan kulit menimbulkan dermatitis kontak iritan
 Kromium (III) esensial bagi manusia namun dapat menyebabkan kondisi jantung,
gangguan metabolisme dan diabetes, tetapi terlalu banyak penyerapan kromium (III)
dapat menyebabkan ruam kulit.
 Kromium (VI) mudah menembus membran sel dan akan terjadi reduksi di dalamnya.
Organ utama yang terserang kromium adalah paru-paru, ginjal, hati, kulit, reproduksi
dan sistem imunitas. Kromium juga dapat ditransfer ke embrio melalui plasenta.
1. Paru-paru
Partikel atau debu kromium yang terdeposit di membran nasal, trakea, broki
dan faring akan menyebabkan efek berupa iritasi kronis pada hidung, penyumbatan
dan hiperemia, renitis kronis, polip, trakheobronkhitis dan faringitis kronis.
Sedangkan partikel atau debu kromium (VI) yang terdifusi melewati alveoulus
akan merusak jaringan sekitarnya dan menyebabkan kanker paru-paru.
2. Ginjal
Pemajanan logam kromium menyebabkan kerusakan pada tubulus renalis, hal
ini dibuktikan dengan indikator adanya kenaikan kadar Beta-2 mikroglobulin
dalam urin. Selain itu sel yang ada di ginjal 10 kali lebih sensitif bila terpajan
dengan zat kromium (VI) dibandingkan bila terpajan ke organ lain. Sehingga
menimbulkan nekrosis sel hati sebesar 50%.
3. Hati
Menurut WHO dalam Ferani (2009), pemajanan akut kromium dapat
menyebabkan nekrosis sel hepar. Bila 20% tubuh terpapar asam kromat akan
mengakibatkan kerusakan berat hepar. Selain itu hepatitis akut kuning (jaundice)
pernah dilaporkan pada pekerja wanita yang telah bekerja di pabrik pelapisan
kromium selama 5 tahun. Pada test didapatkan adanya kromium dalam jumlah
besar dalam urine dan pada biopsi liver terlihat adanya kelainan.
4. Reproduksi
Kromium (VI) dapat menembus plasenta dan menyebabkan mutasi gen pada
janin yang dikandung ibu hamil. Efeknya yang dapat terjadi adalah cleft palatum,
hidrocefalus, kelainan pada tulang, dan incomplete neural tube closure.

3. PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES LUMPUR


AKTIF

Pengolahan air limbah secara biologis dilakukan untuk mengurangi tingkat BOD
suatu limbah sehingga aman dibuang ke lingkungan. Proses yang paling umum digunakan
diantaranya adalah proses lumpur aktif. Proses ini secara prinsip merupakan proses
aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2, H2O, NH4 dan sel biomassa
baru. karakteristik dari proses ini adalah kualitas air output yang tinggi. Tujuan dari
penanganan dengan proses lumpur aktif diantaranya adalah penghilangan BOD,
nitrifikasi, serta denitrifikasi.
Terdapat empat proses utama yang terjadi pada sistem lumpur aktif, yaitu tangki
aerasi, tangki pengendapan, resirkulasi lumpur, serta penghilangan lumpur sisa. Reaksi
biokimia dengan komponen organik lumpur berada di biological reactor (aeration tank).
Biomassa terbentuk karena adanya substrat dalam lumpur. Pengendapan biomassa terjadi
dalam tangki pengendapan sekunder. Bagian solid dalam tangki tersebut kemudian
disirkulasi ke dalam tangki aerasi untuk mempertahankan konsentrasi biomassa dalam
reaktor sehingga berpengaruh terhadap efisiensi sistem. Lumpur sisa dari pengolahan ini
kemudian diarahkan menuju tempat pengolahan lumpur. Sehingga dapat diketahui
bahwa terdapat tiga jenis lumpur yang terlibat dalam proses ini, yaitu lumpur sisa,
lumpur biomassa yang berada pada bak aerasi, serta lumpur sekunder yang berada pada
tangki pengendapan.

Gambar 1. Ilustrasi sederhana pengolahan limbah degan metode lumpur aktif

Air kemudian dialirkan ke tangki pengendapan sekunder. Di dalam tangki ini


lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa
kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan
dari tangki pengendapan sekunder dialirkan menuju bak klorinasi. Disini air limbah
dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air
dari proses klorinasi tersebut dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran
umum. Dengan proses ini air limbah dengan konsentrasi BOD 250-300 mg/L dapat
diturunkan kadar BOD-nya menjadi 20-30 mg/L. Surplus lumpur dari keseluruhan proses
ditampung dalam bak pengering lumpur sedangkan air resapannya ditampung kembali di
bak penampung air limbah.
Mikroorganisme yang ditemukan pada bak aerasi diantaranya adalah bakteri,
protozoa, metazoa, bakteri berfilamen, dan fungi. Sedangkan mikroorganisme yang paling
berperan pada proses lumpur aktif adalah bakteri aerob. Mikroorganisme memanfaatkan
polutan organik terlarut dan partikel organik sebagai sumber makanan. Polutan organik
terlarut dapat masuk ke dalam sel dengan cara absorpsi. Sedangkan partikel organik tidak
dapat masuk ke dalam sel sebagai sumber makanan. Partikel organik pada limbah hanya
menempel pada dinding sel (adsorpsi). Selanjutnya sel menghasilkan enzim agar dapat
melarutkan partikel. Dengan cara ini, bakteri dapat menghilangkan polutan organik
baik yang terlarut maupun berupa partikel yang terdapat dalam limbah.
Nilai pH pada bak aerasi harus dikontrol agar sesuai dengan pertumbuhan mikroba.
Untuk mengatur nilai pH maka dilakukan penambahan asam atau basa pada mixed
liquor. Selain itu, terdapat penambahan urea dan asam posfat sebagai sumber N dan P
untuk mibroba.
Beberapa variabel operasional yang diperhatikan pada proses lumpur aktif
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Beban BOD (BOD Loading Rate atau Volumetric Loading Rate)
2. Mixed-Liquor Suspended Solid (MLSS)
MLSS merupakan jumlah total dari padatan tersuspensiyang berupa material
organik, mineral, serta mikroorganisme.
3. Mixed-Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)
MVLSS merupakan material organik yang terkandung dalam MLSS, tanpa mikroba
hidup, mikroba mati, serta hancuran sel.
4. Food to Microorganism Ratio atau Food to Mass Ratio (F/M Ratio)
Parameter ini menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang hilang dibagi dengan
jumlah mikroorganisme di dalam bak aerasi. Besarnya nilai F/M ratio umumnya
ditunjukkan dalam kg BOD per kg MLSS per hari.
5. Hydraulic Retention Time (HRT)
Waktu tinggal hidraulik (HRT) merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh
influent pada tangki aerasi untuk menjalani proses lumpur aktif.
6. Hydraulic Recycle Ratio / Rasio Sirkulasi Lumpur (HRT)
Rasio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan
ke dalam bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi.
7. Sludge Age (Umur Lumpur)
Umur lumpur biasa dikenal juga dengan waktu tinggal rata-rata sel (mean cell
residence time). Parameter ini menunjukkan waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dalam sistem lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam,
maka waktu tinggal sel mikroba dalam bak aerasi dapat mencapai hitungan hari.
Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba.
8. Kebutuhan Oksigen
Dalam kondisi aerob, oksigen dibutuhkan dalam metabolisme untuk menguraikan
sumber karbon dan sumber nitrogen. Pada peristiwa denitrifikasi, oksigen dapat
disimpan dalam tubuh mikroba.
9. Pengaruh Temperatur
Temperatur operasi harus sesuai dengan mikroorganisme yang berada di lumpur aktif.
Namun jika dibandingkan dengan sistem lain, proses lumpur aktif tidak terlalu sensitif
terhadap perubahan temperatur.
10. Pengaruh Aliran
Besarnya aliran influent yang masuk harus dikontrol agar sesuai dengan kemampuan
mikroba dalam mengonsumsi komponen organik dalam limbah dan selanjutya
mengendap. Tingginya aliran dapat mempersingkat waktu pengolahan, namun jika
aliran terlalu tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme keluar hingga clarifier

Masalah yang sering ditemukan pada sistem lumpur aktif dintaranya adalah
bulking. Bulking merupakan fenomena saat lumpur aktif berubah menjadi keputih-putihan
dan sulit mengendap. Bulking terjadi ketika mikrorganisme berfilamen tumbuh dalam
jumlah yang besar. Kerugian dari fenomena ini diantaranya kehilangan lumpur aktif yang
besar sehingga mengurangi efektivitas pengolahan limbah, serta menyebabkan
permasalahan lingkungan dan kerusakan pada alat. Hal ini menyebabkan cairan
supernatan yang dihasilkan memiliki tingkat kekeruhan yang cukup tinggi. Masalah
lainnya adalah foaming. Terdapat beberapa foam yang tidak hilang dengan percikan air
maupun antifoam. Foaming dapat disebabkan oleh bakteri berfilamen Nocardia dan M.
parvicella. Penyebab lainnya adalah rendahnya DO, rendahnya rasio F/M, kekurangan
nutrien pada limbah (sumber N/P), serta pH < 6.

Tabel 1. Permasalahan dalam Activated Sludge Process


No. Masalah Penyebab Masalah Pengaruh terhadap Sistem
1. Pertumbuhan Mikroorganisme dalam sludge Effluent menjadi tidak
terdispersi tidak keruh,
(Dispersed membentuk flok, namun sludge yang mengendap pada
2. Growth)
Nonfilamentous terdispersi menjadi berada
Mikroorganisme flok kecil bak pengendapan
Kecepatan akhir sedikit
pengendapan
bulking dalam lumpur
jumla yang besar berkurang. Pada kondisi buruk
3. Pinpoint Floc Terbentuk flok berbentuk bola dapat mengakibatkan
SVI rendah, lumpur
efluen keruh
kasar
dengan ukuran yang sangat kecil
dan kompak. Ukuran flok yang
lebih
besar mempunyai
4. Rising Sludge Ekses dari proses Efluen yang keruh,
denitrifikasi menurunkan
sehingga partikel lumpur efisieni penghilangan BOD
5. Foaming or menempel
Terdapat senyawa surfaktan Terjadi buih pada permukaan
Scum yang bak
Formation tidak dapat terurai, serta aerasi dalam jumlah yang besar
6. Filamentous akibat
Terjadiberkembang
ekses biaknya dan dapat
Mengurangi meluap
efektivitas
Bulking pertumbuhan kompaksi
mikroorganisme berfilamen Lumpur
Proses lumpur aktif ini cukup sulit diaplikasikan dibandingkan dengan metode
penanganan limbah lain karena teknologi yang rumit serta konsumsi energi listrik yang
lebih tinggi untuk proses aerasi. Proses ini sering digunakan pada penanganan limbah
hasil dari reaktor anaerob.

Anda mungkin juga menyukai