Anda di halaman 1dari 17

LABORATORIUM PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2013/2014

LAPORAN PRAKTIKUM
PENENTUAN PUTARAN (RPM) OPTIMUM JARTEST PADA
PENGOLAHAN LIMBAH AIR TAHU DENGAN METODE KOAGULASI
FLOKULASI

PEMBIMBING : Dianty Rosirda, MT.


oleh :

Tanggal Praktikum : 18 Desember 2013


Tanggal Pengumpulan Laporan : 06 Januari 2014

Kelompok : V
(Lima)
Nama : Izal Permana NIM. 111411015
Khoirul Nurasiah H NIM. 111411016
Leti Nurlatifah NIM. 111411017
Lidya Lorenta S NIM. 111411018
Kelas : 3A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2014
BAB I

PENDAHULUAN

a.1 Latar Belakang


Limbah adalah buangan dari tempat-tempat yang mengadakan aktivitas sehari hari, yang
mempunyai efek negative bagi ekosistem sekitarnya. Limbah paling banyak dihasilkan oleh
industri, dalam betuk limbah cair yang mengandung berbagai senyawa. Jika limbah cair dalam
jumah yang banyak, langsung dibuang ke lingkungan, maka akan mengakibatkan pencemaran.
Pada dasarnya pencemaran disebabkan adanya warna, bau, dan zat beracun yang dapat
mengganggu keseimbangan lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan pengolahan air limbah.

Pada zaman sekarang banyak industri yang menghasilkan limbah dalam jumlah banyak,
termasuk industri tahu, yang berbahan dasar kedelai. Komponen utama kedelai adalah protein.
Kadar protein ini yang berbahaya, karena dapat meningkatkan kadar Chemical Oxygen Demand
(COD) dan Total Suspended Solid (TSS) yang akan menimbulkan kekeruhan.

Untuk tiap 1 kg bahan baku kedelai dibutuhkan rata-rata 45 liter air dan akan dihasilkan
limbah cair berupa whey tahu rata-rata 43,5 liter.  Air buangan industri tahu rata-rata
mengandung BOD, COD, TSS dan minyak/lemak berturut-turut sebesar 4583, 7050, 4743 dan 26
mg/l (Nuraida, 1985). Bila dibandingkan dengan baku mutu limbah cair industri produk makanan
dari kedelai menurut KepMenLH No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
Bagi Kegiatan Industri, kadar maksimum diperbolehkan untuk BOD5, COD dan TTS berturut-
turu adalah 50, 100 dan 200 mg/l, sehingga jelas bahwa limbah cair industri ini telah melampaui
baku mutu yang dipersyaratkan.
Penelitian dilakukan untuk menurunkan kekeruhan dengan metode koagulasi dan
flokulasi. Parameter yang digunakan adalah kekeruhan, karena banyaknya suspensi yang ada
dalam air limbah. Dengan flokulasi dan koagulasi diharapkan suspensi akan membentuk flok dan
mengendap, sehingga kekeruhan turun. Koagulan yang akan digunakan adalah PAC dan tawas,
karena pada umumnya PAC dan tawas tidak mengakibatkan terjadinya penurunan pH yang
drastis, mudah didapatkan di pasaran, serta ekonomis.
a.2 Batasan Masalah
Dalam Praktikum ini batasan masalah meliputi :

1. Sampel yang digunakan pada praktikum adalah air limbah tahu.


2. Koagulan yang digunakan adalah Tawas dan PAC
3. Flokulan yang digunakan adalah Aquaclear.
4. Pengukuran dilakukan dengan Jar Test.
5. Analisis yang dilakukan adalah pengukuran pH, pengukuran TDS, daya hantar listrik
(DHL), pengukuran kekeruhan (NTU), dan tinggi endapan.

a.3 Tujuan
Adapun tujuan daripada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Membandingkan dan mengetahui pengaruh penambahan koagulan berupa tawas dan


PAC terhadap tinggi endapan limbah cair tahu.
2. Menentukan parameter pH, TDS, DHL, dan kekeruhan limbah cair tahu setelah proses
koagulasi – flokulasi.
3. Menentukan putaran (RPM) optimum pada metode Jartest pengolahan limbah cair
tahu.

a.4 Manfaat
Dengan melakukan praktikum ini diharapkan akan menambah pengetahuan tentang
pengolahan limbah secara koagulasi flokulasi, mengetahui karakteristik limbah yang bisa
diproses dengan metoda koagulasi flokulasi, dan mengetahui komposisi optimum pengolahan
dengan metoda koagulasi flokulasi.

a.5 Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan praktikum di Laboratorium Pengelolaan Air dan Limbah Industri,
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung (Polban). Adapun waktu pelaksanaannya
yaitu pada pukul 07.00-10.40 WIB.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair Industri Tahu

Limabh cair yang dihasilkan oleh industry tahu merupakan bagian terbesar dan
berpotensi untuk mencemari lingkungan (badan air) jika dibuang secara langsung ke
lingkungan. Limbah cair ini berasal dari proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut
dengan air dadih atau whey, proses pencucian atau pembersihan, proses pengelupasan, dan
proses sortasi. Menurut nuraida (1985) jumlah air limbah yang dihasilkan adalah 43,5 liter
untuk setiap kilogram bahan baku kedelai.
Limbah cair dari industry tahu mengandung bahan organic kompleks seperti protein,
karbohidrat, dan lemak dalam bentuk padatan tersuspensi atau terlarut. Senyawa-senyawa
tersebut dapat meningkatkan nilai parameter BOD, COD, dan TSS.
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair
tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400oC-460oC. Suhu yang meningkat
di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas
lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan. Bahan-bahan organik yang
terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa
organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, dan minyak.
Diantara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemak adalah memiliki jumlah paling besar.
Protein mencapai 40-60%, karbohidrat 25-50%, dan lemak 10%. Air buangan industri tahu
kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, kandungan
bahan organik pada air buangannya biasanya rendah. Komponen terbesar dari limbah cair
tahu yaitu protein (Ntotal) sebesar 226,06-434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah cair tahu
ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut (Herlambang,
2002).
Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Tahu
2.1.1.Karakteristik Limbah

1. Temperature
Limbah cair industry tahu umumnya memiliki suhu yang tinggi, hal ini
dikarenakan pada proses pembuatan tahu digunakan temperature 60-80oC.
Temperature air limbah akan merubah temperature dari badan air dan
menyebabkan kerusakan lingkungan.
2. Warna
Warna limbah yang dihasilkan dari industry tahu adalah kuning muda yang
disertai adanya suspense berwarna putih.
3. Bau
Bau pada air limbah disebabkan karena proses pemecahan protein oleh
mikroorganisme dalam limbah cair. Pada badan air, bau akan sangat menyengat
apabila terjadi proses penguraian protein secara anaerob karena terbentuknya gas
H2S.
4. pH
pH dalam air limbah dipengaruhi oleh mikroorganisme yang terdapat dalam
limbah. air limbah cenderung memiliki pH yang asam karena adanya proses
pemecahan bahan organic menjadi gas.
5. Kekeruhan
Kekeruhan dari limbah berasal dari padatan terlarut dan tersuspensi dalam
limbah. Kekeruhan menandakan bahwa banyaknya zat organic yang terdapat dalam
limbah.
6. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Parameter BOD menunjukkan banyaknya oksigen yang digunakan untuk
mendegradasi zat organic secara biologi. Nilai BOD yang tinggi menandakan
bahwa zat organic yang terdapat dalam limbah banyak dan berpotensi untuk
mencemari lingkungan dan merusak ekosistem dalam badan air.
7. Chemical Oxygen Demand (COD)
Parameter COD menunjukkan banyaknya oksigen yang digunakan untuk
mendegradasi zat organic secara kimia. Nilai COD biasanya lebih besar dari Nilai
BOD.
2.2. Pengolahan Limbah

Proses koagulasi flokulasi merupakan salah satu metode pengolahan limbah secara
kimia, dimana digunakan bahan kimia dalam proses tersebut. Proses ini bertujuan untuk
mengurangi dapatan tersuspensi yang tidak terendapkan dalam limbah cair, sehingga nilai
padatan tersuspensi dalam limbah cair berkurang. Berkurangnya padatan tersuspensi ini dapat
sesuaikan dengan baku mutu atau standar yang telah ditentukan yang diharapkan tidak
mencemari lingkungan.

2.2.1.Proses Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan


tersuspensi termasuk bakteri dan virus yang memiliki muatan negatif, dengan suatu
koagulan sehingga menjadi bermuatan positif. Muatan positif berasal dari koagulan
yang ditambahkan, koagulan dan padatan tersuspensi dalam limbah akan saling tarik
menarik dan berikatan membentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Mekanisme
koagulasi dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 1. Mekanisme koagulasi

Secara umum proses koagulasi bertujuan untuk :


1. Mengurangi padatan tersuspensi dalam air limbah yang menyebabkan kekeruhan
pada air limbah
2. Mengurangi mikroorganisme patogen dalam air limbah.
3. Mengurangi zat warna yang terdapat dalam air limbah
4. Mengurangi bau yang diakibatkan padatan tersuspensi dalam air limbah
Adanya pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian dari proses koagulasi
yang digunakan untuk membentuknya turbulensi dan tendispersinya koagulan dalam air
limbah sehingga proses terbentuknya flok-flok secara sempurna. Selain itu, pengadukan
cepat dapat membantu proses hidrolisisnya beberapa jenis koagulan seperti alumunium
sulfat dan Ferri chloride.
Koagulan yang digunakan pada proses koagulasi merupakan koagulan garam
logam dan koagulan polimer kationik, seperti alumunium sulfat (Al2(SO)3.18H2O),
ferri sulfat (Fe2 (SO4)3), ferro sulfat (FeSO4.7H2O), Ferri chlorida (FeCl3), Sodium
aluminate (Na2Al2O4), Kapur (CaO), dan PAC. Akan tetapi koagulan yang banyak
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Alumunium Sulfat (Al2(SO)3.18H2O)
Kelebihan dari alumunium sulfat (Al2(SO)3.18H2O) adalah harganya yang
murah dan mudah diperoleh. Reaksi yang terjadi :
Al2(SO4)3  2Al3+ + SO4-2
Air akan mengalami :
H2O  H+ + OH-
Selanjutnya :
2 Al3+ + 6 OH-  2 Al (OH)3
Selain itu akan dihasilkan asam:
3 SO4-2 + 6 H+  3H2SO4
Dengan demikian, banyaknya dosis tawas yang ditambahkan menyebabkan
pH makin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas
optimum yang harus ditambahkan. Pemakain tawas paling efektif antara pH 5,8-
7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu
ditambahkan alkalinitas. Untuk pengaturan (menaikan) pH biasanya ditambahkan
larutan kapur Ca(OH)2 atau soda abu (Na2CO3) (Schroeder, E.D., 1997).

2. Ferro Sulfat (FeSO4.7H2O)


Ferro sulfat (FeSO4.7H2O) dapat bereaksi dengan cepat jika air limbah
mengandung alkalitas dalam bentuk ion hidroksida, sehingga senyawa Ca(OH)2
dan NaOH biasanya ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik dimana ion
Fe2+ dapat terendapkan sebagai Fe(OH)3. pH optimum pada koagulan ferro sulfat
(FeSO4.7H2O) adalah 7,0 sampai 9,5.
3. Poli Aluminium Klorida (PAC)

Senyawa Al yang lain yang penting untuk koagulasi adalah Polyaluminium


chloride (PAC), Aln(OH)mCl3n-m. Ada beberapa cara yang sudah dipatenkan untuk
membuat polyaluminium chloride yang dapat dihasilkan dari hidrolisa parsial dari
aluminium klorida, seperti ditunjukkan reaksi berikut :

n AlCl3 + m OH− . m Na+ → Al n (OH) m Cl 3n-m + m Na+ + m Cl−

Senyawa ini dibuat dengan berbagai cara menghasilkan larutan PAC yang
agak stabil. PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil
serta ion alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk
polynuclear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n).  Beberapa keunggulan yang
dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah :

1.      PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak
diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.

2.      Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa


karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon
yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk
flok.

Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan
cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen
yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk suatau makromolekul terutama
gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida.

Tabel 2. Jenis-Jenis Koagulan


Koagulan Formula Berat molekul
Aluminium sulphate Al2(SO4)3 .18 H2O 666,7
Ferrous sulphate Fe (SO4). 7 H2O 278,0
Lime Ca(OH)2 56 sebagai CaO
Ferric chloride FeCl3 162,1
Ferric sulphate Fe2(SO4)3 400

Tabel 5. Penerapan dosis koagulan


Sumber: Dian Risdianto, 2007

2.2.2.Proses Flokulasi

Proses flokulasi merupakan penggabungan flok-flok yang terbentuk pada proses


koagulasi menjadi flok yang lebih besar dan mudah terendapkan. Pada dasarnya flok
yang terbentuk pada proses koagulasi tidak sepenuhnya dapat terendapkan sempurna,
karena sering kali terbentuk flok yang tidak mengikat padatan tersuspensi dalam air
limbah yang menyebabkan flok mengapung dengan densitas lebih kecil dari densitas air
limbah. Mekanisme flokulasi ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2. Mekanisme flokulasi

Secara umun tujuan dari proses flokulasi adalah :


1. Mengurangi padatan tersuspensi dalam air limbah.
2. Memperlancar proses conditioning air limbah.
3. Meningkatkan kinerja secondary clarifier (proses pemisahan padatan pada proses
sedimentasi) dan proses lumpur aktif
4. Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent.
Proses flokulasi dapat berlangsung dengan adalnya pengadukan lambat, yang
bertujuan untuk merekatkan flok pada flokulan sehingga terbentuk flok yang lebih
besar. Jika pengadukan yang digunakan terlalu besar, maka proses flokulasi tidak akan
terjadi karena pengadukan cepat akan menghidrolisis flokulan yang ditambahkan.
Flokulan yang dipergunakan untuk menggabungkan  merupakan bahan polimer
(berantai panjang) seperti  polyethylene-imines (cationic), polyamides-amines
(cationic), dan polyacrylamide (nonionic), dan komponen karboksil dan sulfonate
(anionic). 

Tabel 4. Jenis flokulan


Sumber flokulan Jenis flokulan
Flokulan Silika aktif
Tanah liat (koloid) : bentonit
Mineral Logam hidroksida (aluminium dan ferri hidroksida)
Turunan pati (pati singkong, dan kentang)
Polisakarida
Flokulan organik
Kitosan
Gelatin dan alginat
Flokulan sintetis Polyethylene-imines (cationic)
Polyamides-amines (cationic)
Polyamines (cationic)
Polyethylene-oxide (nonionic)
Komponen karboksil dan sulfonate (anionic)
Polyacrylamide (nonionic)

Tabel 5. Penerapan dosis flokulan

Sumber : Dian Risdianto, 2007

2.3. Jartest
Jartes merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan dosis dari
koagulan dan flokulan yang ditambahan pada proses koagulasi dan flokulasi. Tujuan dari
jartest ini adalah untuk memilimalisir pemborosan bahan dan mengoptimasi proses koagulasi
dan flokulasi dalam pengolahan air limbah. prinsip dasar dari jartest adalah memvariasikan
koagulan-flokulan yang ditambahkan pada volume limbah dan kecepatan pengadukan yang
sama, sehingga diperoleh nilai parameter yang paling optimum pada variasi koagulan tersebut
atau dosis optimal.
Gambar 3. Proses Jartest

2.4. Pengadukan

Pengadukan merupakan operasi yang mutlak diperlukan pada proses koagulasi-


flokulasi. Pengadukan cepat berperan penting dalam pencampuran koagulan dan
destabilisasi partikel. Pengadukan lambat berperan dalam upaya penggabungan flok.

2.4.1 Jenis Pengadukan

Jenis pengadukan dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan


metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan
cepat dan pengadukan lambat. Berdasarkan metodanya, pengadukan dibedakan menjadi
pengadukan mekanis, pengadukan hidrolis, dan pengadukan pneumatis. Kecepatan pengadukan
merupakan parameter penting dalam pengadukan yang dinyatakan dengan gradien kecepatan.
Gradien kecepatan merupakan fungsi dari tenaga yang disuplai (P):

(1)

dalam hal ini:

P = suplai tenaga ke air (N.m/detik)

V = volume air yang diaduk, m3

μ = viskositas absolut air, N.detik/m2

Persamaan (2.1) berlaku umum untuk semua jenis pengadukan. Parameter yang
membedakannya adalah besarnya tenaga yang disuplai ke dalam air (P). Rumus yang
digunakan untuk menghitung nilai P bergantung pada metoda pengadukan yang digunakan.
a. Pengadukan Cepat

Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan turbulensi air
sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan dalam air. Secara
umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan pada gradien kecepatan
besar (300 sampai 1000 detik-1) selama 5 hingga 60 detik atau nilai GTd (bilangan
Champ) berkisar 300 hingga 1700. Secara spesifik, nilai G dan td bergantung pada
maksud atau sasaran pengadukan cepat. Untuk proses koagulasi-flokulasi:

• Waktu detensi = 20 - 60 detik


• G = 1000 - 700 detik-1
Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur/soda):
• Waktu detensi = 20 - 60 detik
• G = 1000 - 700 detik-1
Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dan lain-lain)
• Waktu detensi = 0,5 - 6 menit
• G = 1000 - 700 detik-1
Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Pengadukan mekanis
2. Pengadukan hidrolis
3. Pengadukan pneumatic

b. Pengadukan Lambat

Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan gerakan air
secara perlahan sehingga terjadi kontak antar partikel untuk membentuk gabungan
partikel hingga berukuran besar. Pengadukan lambat adalah pengadukan yang
dilakukan dengan gradien kecepatan kecil (20 sampai 100 detik-1) selama 10 hingga
60 menit atau nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 48000 hingga 210000. Untuk
menghasilkan flok yang baik, gradien kecepatan diturunkan secara bertahap agar flok
yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan berkesempatan bergabung dengan yang lain
membentuk gumpalan yang lebih besar. Secara spesifik, nilai G dan waktu detensi untuk
proses flokulasi adalah sebagai berikut:

• Untuk air sungai:


- Waktu detensi = minimum 20 menit
- G = 10 - 50 detik-1
• Untuk air waduk:
- Waktu = 30 menit
- G = 10 - 75 detik-1
• Untuk air keruh:
- Waktu dan G lebih rendah
• Bila menggunakan garam besi sebagai koagulan:
- G tidak lebih dari 50 detik-1
• Untuk flokulator 3 kompartemen:
- G kompartemen 1 : nilai terbesar
- G kompartemen 2 : 40 % dari G kompartemen 1
- G kompartemen 3 : nilai terkecil
Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur/soda):
• Waktu detensi = minimum 30 menit
• G = 10 - 50 detik-1
Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dan lain-lain)
• Waktu detensi = 15 - 30 menit
• G = 20 - 75 detik-1
• GTd = 10.000 - 100.000
Pengadukan lambat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1. Pengadukan mekanis
2. Pengadukan hidrolis

c. Pengadukan Mekanis

Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan peralatan mekanis yang


terdiri atas motor, poros pengaduk (shaft), dan alat pengaduk (impeller). Peralatan
tersebut digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Berdasarkan bentuknya, ada tiga
macam impeller, yaitu paddle (pedal), turbine, dan propeller (baling-baling). Bentuk
ketiga impeller tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Kriteria impeller dapat dilihat pada
Tabel 6.
Gambar 4.

Tabel 6. Kriteria impeller

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi Flokulasi

Berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan air limbah secara kimia
khususnya dengan proses koagulasi dan flokulasi diantaranya :
1. Konsentrasi padatan, konsentrasi padatan tersuspensi dan terlarut yang terkandung
dalam air limbah berpengaruh terhadap kebutuhan bahan koagulan maupun
flokulan. Semakin besar konsentrasi padatan tersuspensi dan terlarut kebutuhan
bahan koagulan dan flokulan semakin kecil dan sebaliknya, hal ini disebabkan pada
konsentrasi padatan yang tinggi jarak antar partikel semakin dekat dan
memudahkan proses penggabungan. (Eckenfelder, W, 2000)
2.  Derajat keasaman (pH), derajat keasaman (pH) air limbah mempengaruhi kinerja
dari bahan koagulan, hal ini disebabkan setiap jenis koagulan bekerja efektif pada
rentang pH tertentu. Koagulan aluminium sulfat bekerja efektif pada pH diatas 6,
koagulan ferro sulfat pada rentang pH 4-7, koagulan ferri chlorida pada rentang pH
3-5, sedangkan senyawa polimer tidak dipengaruhi oleh pH. (Eckenfelder, W,
2000)
3. Konsentrasi koagulan, Konsentrasi koagulan akan mempengaruhi efiisensi proses
pengolahan, semakin besar konsentrasi pada umumnya efisiensi proses semakin
besar dan sebaliknya. Konsentrasi koagulan yang terlalu tinggi dapat menurunkan
derajat keasaman (pH) dan efisiensi menjadi rendah hal ini disebabkan sebagian
besar koagulan jika dimasukkan kedalam air limbah akan melepaskan sifat asam
sehingga pH air limbah menjadi turun. Konsentrasi koagulan aluminium sulfat
yang dianjurkan 75 – 250 mg/l, koagulan ferro sulfat dianjurkan 70 – 200 mg/l, dan
koagulan ferri chlorida 35 – 150 mg/l  (Eckenfelder, W, 2000)
4. Kecepatan pengadukan, Kecepatan pengadukan mempengaruhi efisiensi proses
pengolahan, kecepatan putaran pengaduk yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
pecahnya flok yang sudah terbentuk dan akan mempersulit proses sedimentasi,
pada umumnya kecepatan pengadukan berkaitan dengan waktu pengadukan. Pada
proses koagulasi dibutuhkan kecepatan putaran pengaduk yang tinggi tetapi waktu
pengaduk yang relatif cepat (2-15 menit), sedangkan pada proses flokulasi
dibutuhkan kecepatan putaran pengaduk yang rendah dan waktu pengadukan yang
relatif lebih lama (20-40) menit. (Metcalf & Eddy, 2000)

DAFTAR PUSTAKA
Droste, Ronald L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. John
Wiley & Sons. New York.
Eckenfelder W, Wesley. 2000. Industrial Water Pollution Control. New Delhi : Mc. Graw

Hill.

Husin, Amir. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob

Dalam Reactor Fixed-Bed. Medan : Thesis master, program pasca sarjana USU.

Komaha, Isti. 2010. Perbedaan Kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD) Air Limbah

Tahu Berdasarkan Ketebalan Batu Kali Sebagai Media Trickling Filter. Tersedia :

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-istikomaha-5169-3-

bab2.pdf, diakses pada tanggal 11 Desember 2013.

Masrun, 1987. Ilmu Kimia Lingkungan I, Diktat Kuliah FMIPA Kimia ITB –Bandung.
Metcalf & Eddy. 1985. Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse. New Delhi :

Tata Mc Graw Hill.

Nuraida. 1985. Pemanfaatan Gulma Air (Aquatic Weeds) Sebagai Upaya Pengolahan

Limbah Cair Industry Pembuatan Tahu. Medan : Thesis master, program pasca

sarjana USU.

Qasim, Syed R, Edward M. Motley, dan Guang Zhu. 2000. Water Works Engineering:
Planning, Design dan Operation, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, NJ 07458.
Reynolds, Tom D. dan Richards, Paul A. 1996. Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering, 2nd edition, PWS Publishing Company, Boston.
Risdianto, Dian. 2007. Optimasi Proses Koagulasi Flokulasi Untuk Pengolahan Air Limbah
Industri Jamu. UNDIP : Semarang.
Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Limbah Secara Fisik. Tersedia :

http://ketutsumada.blogspot.com/2012/02/pengolahan-air-limbah-industri-kayu.html

diakses pada tanggal 11 Desember 2013.

Anda mungkin juga menyukai