Anda di halaman 1dari 22

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN MEDIA IJUK PADA SEQUENCING BATCH


REACTOR (SBR) DALAM PENYISIHAN KANDUNGAN ORGANIK PADA
LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN

OLEH :

FIRDINSYAH IQDAM ZARFANDI

1552010102

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin meningkatnya akan konsumsi daging saat ini, Rumah Potong Hewan
(RPH) sebagai usaha penyedia daging harus memperhatikan lingkungan sekitar dalam
praktiknya dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mencemari lingkungan.
Kegiatan RPH akan menghasilkan limbah dengan kandungan bahan organik tinggi
disertai konsentrasi bahan padat dan lemak yang relatif tinggi. Limbah pemotongan
hewan sebagai limbah organik yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, garam-garam
mineral, dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga
mudah mengalami pembusukan. Dalam proses pembusukannya di dalam air limbah,
mengakibatkan terjadinya kenaikan BOD, COD, NH3, H2S, perubahan pH, serta menimbulkan
bau busuk seperti bau urea dan belerang. Selain itu juga terjadi pemanfaatan oksigen terlarut
yang berlebihan, yang dapat mengakibatkan terjadinya degradasi kualitas air (Ariani, Sumiyati
et al. 2014)
Salah satu alternatif untuk mengolah air limbah adalah pengolahan secara
biologi dengan Sequencing Batch Reactor (SBR). Pada pengoperasian SBR dapat
dilakukan secara aerob dan anaerob. SBR merupakan suatu proses pengolahan
menggunakan sistem lumpur aktif yang bersifat siklus dan tiap siklus terdiri atas fase
pengisian (fill), reaksi (react), pengendapan (settle), pengurasan (draw), dan fase
stabilisasi (idle). Semua tahapan proses tersebut berlangsung dalam suatu reaktor
sehingga memudahkan pengelolaannya. Setiap tahapan berpengaruh pada efektivitas
kinerja SBR, salah satunya pada tahap pengisian (fill). Pada tahap tersebut dilakukan
proses seeding dan aklimatisasi.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah metode Sequencing B atch Reaktor (SBR) dengan media ijuk dengan
variasi waktu aerasi dan massa media mampu meremoval konsentrasi
COD,TSS dan Total-N pada air limbah RPH ?
2. Bagaimana optimalisasi besar penyisihan konsentrasi COD,TSS dan Total-N
pada air limbah RPH menggunakan Sequencing Batch Reaktor (SBR) dengan
media ijuk pada air limbah RPH?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan Sequencing Batch Reaktor (SBR) dengan media ijuk
dengan pengaruh variasi waktu aerasi dan massa media terhadap penurunan
COD, TSS dan Total-N pada air limbah RPH
2. Menentukan besar optimalisasi metode Sequencing Batch Reaktor (SBR)
dengan media ijuk dalam penyisihan konsentrasi COD, TSS dan Total-N pada
air limbah RPH.
1.4 Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat Sebagai
pengembangan alternatif pengolahan dalam menurunkan kandungan COD, TSS dan
Total-N pada air limbah RPH. Memberikan informasi mengolah limbah rumah potong
hewan sebelum di buang ke badan air kepada masyarakat sekitar khususnya pemilik
usaha rumah potong hewan.
1.5 Ruang Lingkup
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bahan baku (sampel) yang digunakan, yaitu limbah cair dari outlet IPAL UPTD
RPH Krian.
2. Lumpur aktif yang digunakan yaitu lumpur aktif dari PT. SIER Surabaya.
3. Parameter yang di analisa pada penelitian ini adalah COD, TSS, dan Total-N
4. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan reaktor di
Laboratorium Riset Jurusan Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan


Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena
tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah cair atau air buangan merupakan sisa air buang
yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan
pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Limbah pemotongan hewan
RPH yang berupa feses, urin, isi lambung, darah, daging atau lemak, dan air cuciannya,
dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga
limbah tersebut mudah mengalami pembusukan. Dalam proses pembusukan di dalam
air dapat menimbulkan bau yang tidak sedap dan juga dapat menyebabkan gangguan
pada saluran pernapasan yang disertai dengan reaksi fisiologik pada tubuh berupa
kehilangan selera makan dan rasa mual. Selain menimbulkan gas yang berbau busuk
dan juga adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (Roniadi 2013). Limbah utama dari
RPH berdasarkan sumbernya dapat dibagi dua, yaitu:
1. Rumah pemotongan, material yang dihasilkan yaitu: darah, isi rumen, serpihan
daging dan lemak, serta air cucian.
2. Kandang, material yang dihasilkan yaitu: kotoran, sisa pakan dan air cucian.

Berikut adalah Baku Mutu Air Limbah Rumah Potong Hewan menurut Peraturan
Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2014, Tentang baku mutu air limbah
Rumah Potong Hewan pada tabel 2.1 :

3
Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Rumah Potong Hewan

2.2 PengolahanLimbah Cair Secara Biologis


Salah satu pengelolaan alternatif yang dapat diaplikasikan dalam mengelola
limbah adalah pengelolaan secara biologi yang dikenal sebagai biodegradasi.
Biodegradasi adalah suatu proses oksidasi senyawa organik oleh mikroorganisme, baik
di perairan, tanah, dan instalasi pengelolaan air limbah (Sanjaya, Subiantoro et al.
2017). Hampir semua jenis limbah cair dapat diolah secara biologi bila dilakukan
melalui analisis dan kontrol lingkungan yang benar. Proses pengolahan biologi
merupakan proses pengolahan air limbah dengan memanfaatkan aktivitas pertumbuhan
mikroorganisme yang berkontak dengan air limbah. Pemecahan zat organik menjadi
senyawa-senyawa yang sederhana oleh mikroorganisme dapat dilakukan secara aerob
(dengan udara), dan anaerob (tanpa udara), maupun gabungan keduanya (Metcalf &
Eddy 2003). Secara aerob yang melaksanakan pemecahan zat-zat organik adalah
mikroorganisme aerob yang hidup dengan adanya udara dan mikroorganisme
fakultatif. Sedangkan secara anaerob yang melaksanakan adalah bakteri anaerob yang
dapat hidup dan bekerja tanpa adanya udara (Metcalf & Eddy 2003).

4
Keberhasilan pengolahan air limbah secara biologi tergantung dari
aktivitas mikroorganisme didalamnya. Karena itu diperlukan perlakuan khusus
yang mampu menjaga keseimbangan pertumbuhan mikroorganisme dengan
mengontrol parameter-parameter yang dibutuhkan dalam pengolahan biologi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam proses
oksidasi biologi adalah oksigen dalam air limbah, nutrien (sebagai makanan air
limbah harus cukup mengandung N dan P supaya lumpur biologi dapat tumbuh
dengan baik), pH dan suhu (Asmadi and Suharno 2012).

2.3 Lumpur Aktif (Activated Sludge)


Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi. Proses pendegradasian pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang
mengoksidasi material organik menjadi CO2, H2O, NH4, dan sel biomasaa baru. Proses
ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused), atau melalui
aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki
penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan
pengolahan limbah secara biologi (Nusanthary, Colby et al. 2012).

Banyak modifikasi telah dilakukan terhadap sistem lumpur aktif, tetapi secara
keseluruhan sistem pengolahan dengan lumpur aktif dapat dicirikan dengan tanda-tanda:
menggunakan lumpur mikroorganisme yang dapat mengkonversi zat organik terlarut dalam air
buangan menjadi biomassa baru, terjadi pengendapan sehingga keluaran hanya sedikit
mengandung padatan mikroba, dapat mendaur ulang sebagian lumpur mikroorganisme dari
tangki pengendap ke reactor aerasi. Pada reaktor alir yang teraduk baik, kadang–kadang
mikroorganisme tidak perlu didaur ulang. Kinerja pengolahan dengan lumpur aktif tergantung
pada waktu tinggal sel rata-rata di dalam reaktor. jenis mikroba yang
biasanya terdapat dalam lumpur umumnya berupa Pseudomonas, Zooglea, Achromobacter,
Flavobacterium, Nocardia, Bdellovobrio, Mycobacterium, Nitrosomonas, dan Nitrobacter.
Sistem pengolahan biologi selain lumpur aktif ada beberapa macam yaitu: laguna teraerasi
(Aerated Lagoon), saringan percik (Trickling Filters), kontaktor biologi putar (Rotary

5
BiologicalContactor), dan lain-lain (Ratnani 2012). Adapun proses pengolahan air limbah
dengan proses lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 proses lumpur aktif (Metcalf & Eddy 2003)

Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam
bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak
penampung air limbah. Keunggulan proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air
limbah dengan beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar.
Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dalam jumlah yang besar.
Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain yakni kemungkinan dapat terjadi
bulking pada lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup
besar (Asmadi and Suharno 2012).

2.4 Sequencing Batch Reactor


Sistem SBR adalah suatu sistem lumpur aktif yang dioperasikan secara
curah (batch). Satuan proses dalam sistem SBR identik dengan satuan proses
dalam sistem lumpur aktif, yaitu aerasi dan sedimentasi untuk memisahkan
biomassa. Pada sistem lumpur aktif, kedua proses tersebut berlangsung dalam dua
tangki yang berbeda, sedangkan pada SBR berlangsung secara bergantian pada
tangki yang sama. Keunikan lain dari sistem SBR adalah bahwa tidak diperlukan

6
resirkulasi sludge (Asmadi and Suharno 2012). Adapun skema proses dari SBR dapat
dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Skema Proses SBR (Said 2017)

SBR suatu proses pengolahan yang bersifat siklus dan tiap siklus terdiri atas
fase pengisian (fill), reaksi (react), pengendapan (settle), pengurasan (draw), dan fase
stabilisasi (idle). Semua tahapan proses tersebut berlangsung dalam suatu reaktor
sehingga memudahkan pengelolaannya (PURWANTI 2014). sistem operasional SBR
secara detail adalah sebagai berikut:
1. Fase pengisian (fill) Pada fase ini air buangan dimasukkan ke dalam reaktor
sampai mencapai volum tertentu.
2. Fase reaksi (react) Pada fase ini aliran air buangan dihentikan. Proses reaksi
biologi yang sudah mulai berlangsung saat proses fill akan berlangsung
sempurna pada periode ini sampai proses biodegradasi BOD dan nitrogen
tercapai.
3. Fase pengendapan (settle). Selama fase settle, SBR berfungsi sebagai clarifier.
Pada fase ini aerasi dihentikan untuk memberikan kesempatan pada biomassa
untuk mengendap sehingga menghasilkan cairan supernatan yang terpisah dari
lumpur. Pengendapan dapat berlangsung lebih sempurna karena kondisinya

7
diam. Selama periode pengendapan tidak didapati adanya influen ataupun
efluen pada reaktor untuk mencegah terjadinya turbulensi aliran.
4. Fase pengurasan (decant) Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengeluarkan
supernatan dari reaktor. Hal ini bisa dilakukan dengan pipa atau wire.. Pada
fase ini effluent dikeluarkan.
5. Fase idle Merupakan fase diam menunggu pengisian kembali. Fase idle tidak
mutlak diperlukan,meskipun demikian idle kadang perlu untuk mensetabilkan
lumpur biomassa sebagaimana yang terjadi dalam proses kontak stabilisasi.

Penentuan lamanya proses dalam siklus SBR tergantung dari kualitas air limbah
yang masuk serta kondisi kecepatan pengendapan lumpur dalam tangki SBR.
Adapun skema proses dari SBR dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Skema Proses SBR (Said 2017)


Jenis Proses Lama Waktu
Pengisian (Filling) 25-30 menit
Pengadukan (Mixing) 25-30 menit
Aerasi (Aeration) 1,5-3 jam
Pengendapan (Sedimetation) 1,5-2 jam
Pembuangan Air Olahan (Decantation) 1,5-2 jam
Pembuangan Lumpur (Iddle) 30 menit

2.5 Media Biofilm


Biofilm adalah kumpulan sel mikroorganisme, khususnya bakteri, yang
melekat di suatu permukaan dan diselimuti oleh pelekat karbohidrat yang dikeluarkan
oleh bakteri.Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup
dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang
didalamnya diisi dengan media penyangga untuk pengembangbiakan mikroorganisme
dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara

8
atau oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah permukaan air (Ariani, Sumiyati
et al. 2014).

2.6 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Tahun Judul


1 Nida Dwi 2014 Pengaruh Massa Serabut Kelapa Terhadap Waktu
Purwanti Stabilisasi Pada Penurunan Chemical Oxygen
Demand Dan Total Suspended Solid
Menggunakan Sequencing Batch Reactor
2 Fitria Istikara 2017 Identifikasi Karakteristik Limbah Cair Industri
Daur Uang Plastik Pada Cv Majestic Buana Group
Dan Pengolahannya Menggunakan Sequencing
Batch Reactor (SBR)
3 Dian Wijaya 2012 Peningkatan Pengadukan Dan Stabilitas
Pengendapan Dengan Penambahan Serabut
Kelapa Pada Sequencing Batch Reactor Pada
Limbah Rumah Sakit

9
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum


Gambaran umum Pada penelitian ini mengenai penurunan konsentrasi COD,
Total-N, dan TSS dengan metode Sequencing Batch Reaktor dengan penmabahan
media ijuk. Metode Sequencing Batch Reactor yang digunankan dengan system batch
sehingga pada penelitian ini memerlukan reaktor. Pada penelitian ini akan
menggunakan bahan baku lumpur aktif yang berasal dari pengolahan Oxidation Ditch
PT. Sier Surabaya dan air limbah yang berasal dari Rumah Pemotonga Hewan Krian.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Teknik Lingkungan
UPN “Veteran” Jawa Timur dan dilakukan pada Bulan April-Mei 2019 , supaya lebih
mudah untuk pelaksanaan dan pengawasan pada penelitian ini.

3.3 Alat dan Bahan


Pada penelitian akan menggunakan alata dan bahan penunjang keberhasilan pada
penelitian . Berikut alat dan bahan yang diperlukan selama penelitian disajikan dalam
Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
Alat

1 Reactor Batch Dengan Volume 3 liter

2 Aerator
3 Bak Pengatur Debit
4 Timbangan Analitic
Bahan
1 Lumpur Aktif
2 Limbah Rumah Potong Hewan
3 Ijuk

10
Adapun sketsa dan susunan reaktor terdapat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Sketsa dan Susunan Reaktor

11
Desain reactor SBR yang dibuat untuk mengolah limbah cair rumah potong
hewan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Desain Reaktor


No Desain Satuan Nilai
Volume Reaktor
Volume Total L 7
Volume Kerja L 5
Volume Lumpur Aktif L 0,3 ; 0,6 ;0,9 ;1,2 ; 1,5
Volume Air Limbah L 4,7 ; 4,4 ; 4,1 ; 3,8 ; 3,5
Dimensi Reaktor
Diameter cm 15
Tinggi cm 40
Hydraulic Retention Time jam 12,5 ; 13,5 ; 14,5 ; 15,5
; 16,5

3.4 Parameter Penelitian


Variabel yang digunakan pada penelitian yaitu :
1. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
 Stabilisasi : 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam
 Volume Lumpur : 0,3 liter ; 0,6 liter ; 0,9 liter ; 1,2 liter ; dan 1,5 liter
2. Variabel Kontrol
Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
 pH : 6-9
 Suhu : 29°C - 31°C
 MLSS : ≥ 2000 𝑚𝑔/𝑙
 DO : > 2 𝑚𝑔/𝑙

12
3. Variabel Tetap
Variabel tetap yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
 Volume Reaktor : 3 liter
 Jenis Limbah : Limbah RPH
 Fill : Static fill 20 menit
 Aerated : 6 jam
 Settle : 1,5 jam
 Draw : 10 menit

3.5 Penelitian Awal

3.5.1 Uji Karakteristik Awal


Uji karakteristik awal dilakukan di Laboratorium Manajemen Lingkungan
Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya. Pemberian air sampel dilakukan pada
tanggal 26 Oktober 2018. Hasil analisa karakteristik awal limbah Rumah Potong
Hewan disajikan dalam tabel 3.2.
tabel 3.3 Karakteristik Limbah
Karakteristik Limbah Nilai
BOD5 326
COD 606
TSS 120
Total-P 21,52
Total-N 847
Kekeruhan 67,2
pH 7,3
Sumber : Hasil analisa di Laboratorium Manajemen Lingkunagn ITS

13
3.5.2 Pembenihan Biofilm Media Ijuk
Pembenihan biofilm dilakukan dengan cara merendam media ijuk dalam
lumpur aktif yang berasal dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT.SIER
Surabaya pada unit oxidation ditch, kemudian dimasukkan dalam 5 buah bak yang
berisi media ijuk dengan berat media 50 gram. volume lumpur aktif yang dimasukkan
sebesar 2 liter dengan MLSS ≥ 2000 mg/L pada masing – masing bak. Setelah lumpur
aktif dan media siap, proses aerasi dilakukan dengan nilai DO tidak kurang dari 2 mg/l.
Suhu pada tahap pembenihan dikontrol pada kisaran 28-31°C sedangkan pH pada
kisaran 6-8. Pembenihan ini dilakuakan sampai media ijuk ditumbuhi biofilm,
tumbuhnya biofilm ditandai dengan terlihatnya lapisan lender yang menyelimuti
permukaan media ijuk. Pada proses seeding ini dilakukan pengamatan nilai MLSS
dimana jika terjadi penurunan nilai MLSS menunujukkan adanya mikroorganisme
yang telah melekat (Dian, Joni et al. 2012).

3.5.3 Aklimatisasi
Proses aklimatisasi yaitu proses pengadaptasian lumpur aktif dengan air
limbah. Pada proses ini dilakukan dengan sistem batch karena diharapkan
mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak serta beradaptasi dengan kondisi
baru. Suhu pada tahap aklimatisasi dikontrol pada kisaran 28-31°C sedangkan pH pada
kisaran 6-8. Supaya mikroorganisme dapat beradaptasi dengan substrat air limbah
rumah sakit, dilakukan proses aklimatisasi lumpur aktif terlebih dulu dengan diaerasi
dalam reaktor aerobik. Perbandingan antara lumpur aktif dan air limbah yaitu 30% :
70%. Pada proses aklimatisasi, pertumbuhan bakteri ditandai dengan peningkatan nilai
MLSS dan penurunan nilai (Dian, Joni et al. 2012) .

3.6 Penelitian Utama


Pada proses ini dilakukan setelah proses aklimatisasi berakhir. Pada proses
running ini meliputi tahap fill (pengisian), react (reaksi), settle (pengendapan), Draw
(pengurasan) dan Idle (stabilisasi). Pada saat running digunakan 6 reaktor dimana 5
reaktor dengan perlakuan dengan penambahan media ijuk dengan massa 50 gram dan

14
1 reaktor kontrol. Pada tahap pengisian waktu yang dibutuhkan saat pengisian air
limbah kedalam reaktor yaitu 20 menit. Selanjutnya tahap reaksi merupakan tahap
pengoperasian secara batch aerob dimana waktu yang digunakan sesuai waktu
perlakuan yaitu 6 jam. Selanjutanya yaitu tahap pengendapan dimana diberhentikannya
aerasi pada tahap ini selama 1,5 jam. Selanjutnya pada tahap pengurasan dimana
supernatant hasil pengendapan dikeluarkan dari dalam reactor untuk dilakukan analisa
COD dan Total-N. Waktu stabilisasi yang menghasilkan efluen dengan penurunan
COD dan Total-N tertinggi merupakan waktu stabilisasi yang terbaik. Berikut HRT
running.

Tabel 3.4 HRT saat running


Tahap Satuan R1 13,5 R2 14,5 R3 15,5 R4 16,5 R5 17,5
jam jam jam jam jam
Fill Menit 20 20 20 20 20
Aanaerobic jam 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Aerated Jam 6 6 6 6 6
Settle Jam 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Draw Menit 10 10 10 10 10
Stabilisasi jam 1 2 3 4 5

3.7 Metode Pengumpulan Data


Pengambilan sampel dilakukan setelah keluar dari output reaktor. Data parameter
utama yang diperlukan adalah COD, Total-N, dan TSS. Pengujian sampel dilakukan
pada tepat setelah pengambilan sampel pada waktu yang telah ditentukan. Metode
analisa yang digunakan berdasarkan parameter dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 3.3.

15
Tabel 3.5 Parameter dan Metode Analisa
No. Parameter Metode Analisa
SNI 6989.2: 2009
1. COD
Refluks
SNI 03-4146: 1996
2. Total-N
Kjeldahl
SNI 06-6989.3.2004
3. TSS
Gravimetri

3.8 Analisa Data


Analisa data dilakukan pada setiap data yang didapat setelah melalui metode
pengumpulan data. Data yang didapat, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk
memudahkan dalam proses analisis secara deskriptif. Data yang dianalisa yitu data
parameter MLSS, COD, TSS, dan Total-N yang disajikan dalam bentuk tabel. Setelah
data tersaji, maka dilakukan analisis, penguraian, dan evaluasi hasil yang sudah
diperoleh. Dari hasil analisa tersebut akan diperoleh % removal efisiensi pengolahan
limbah Rumah Potong Hewan dengan metode Sequencing Batch Reactor.

3.9 Jadwal Penelitian


Jadwal pada penelitian ini berisi tentang rangkaian kegiatan beserta waktu
pelaksanaan kegiatan. Hal ini berfungsi untuk mengetahui lamanya waktu penelitian
dan mengontrol rangkaian kegiatan agar lebih efisien dalam penggunaan waktunya.
Jadwal penelitian disajikan dalam bentuk tabel yaitu pada Tabel 3.4.

16
Tabel 3.6 Jadwal Penelitian

JADWAL PENELITIAN
WAKTU PENELITIAN (Minggu ke- )
KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8
Persiapan alat dan
bahan
Uji karakteristik limbah
Seeding
Aklimatisasi
Penelitian Utama
Analisa Data

3.10 Kerangka Penelitian

Kerangaka penelitian merupakan gambaran secara umum mengenai tahapan


pelaksanaan penelitian, sehingga penelitian dapat mencapai hasil yang di inginkan.
Kerangaka penelitian akan dijelasakan pada gambar 3.2

17
Ide Penelitian
Kandungan Cod dan Total N yang tinggi pada limbah rumah potong hewan

Judul Penelitian
PENGARUH PENAMBAHAN MEDIA IJUK PADA SEQUENCING
BATCH REAKTOR (SBR) DALAM PENYISIHAN KANDUNGAN
ORGANIK PADA LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN

Penelitian Pendahuluan
 Sampling limbah cair RPH
 Uji karakteristik awal COD dan
Total N

Persiapan Bahan :
Persiapan Alat :
 Air Limbah RPH
 Persiapan reactor uji
 Lumpur Aktif
 Persiapan alat analisa
 Media Ijuk
 Bahan analisa COD dan Total-N

18
A

Seeding

Aklimatisasi

Variasi waktu stabilisasi : Variasi volume lumpur :


 1 jam
 0,3 liter
 2 jam
 0,6 liter
 3 jam
 0,9 liter
 4 jam
 1,2 liter
 5 jam
 1,5 liter

Pelaksanaan

Sampling

19
B

Analisa Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


gambar 3.2 Kerangka Penelitian

20
(2014). Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2014, Tentang baku
mutu air limbah Rumah Potong
Ariani, W., et al. (2014). "Studi Penurunan Kadar Cod Dan Tss Pada Limbah Cair Rumah Makan
Dengan Teknologi Biofilm Anaerob-Aerob Menggunakan Media Bioring Susunan Random
(Studi Kasus: Rumah Makan Bakso Krebo Banyumanik)." Jurnal Teknik Lingkungan 3(1): 1-10.

Asmadi, S. and S. Suharno (2012). "Dasar–dasar teknologi pengolahan air limbah."


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dian, W., et al. (2012). "PENINGKATAN PENGADUKAN DAN STABILITAS PENGENDAPAN


DENGAN PENAMBAHAN SERABUT KELAPA PADA SEQUENCING BATCH REAKTOR PADA
LIMBAH RUMAH SAKIT." Envirotek: Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan 4(1).

Metcalf & Eddy, I. (2003). "Wastewater Engineering Treatment and Reuse." fourth edition.

Nusanthary, D. L., et al. (2012). "PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SECARA
BIOLOGIS DENGAN MEDIA LUMPUR AKTIF Suatu Usaha Pemanfaatan Kembali Air Limbah
Rumah Tangga Untuk Kebutuhan Mandi Dan Cuci." Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 1(1):
454-460.

PURWANTI, N. D. (2014). PENGARUH MASSA SERABUT KELAPA TERHADAP WAKTU


STABILISASI PADA PENURUNAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND DAN TOTAL SUSPENDED SOLID
MENGGUNAKAN SEQUENCING BATCH REACTOR, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Ratnani, R. (2012). "Kemampuan kombinasi eceng gondok Dan lumpur aktif untuk
menurunkan Pencemaran pada limbah cair industri Tahu." Momentum 8(2).

Roniadi, A. (2013). "Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan di Kelurahan
Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli." Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan
Di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli.

Said, N. I. (2017). "Teknologi Pengolahan Air Limbah."

Sanjaya, R., et al. (2017). "Efektivitas Kombinasi Lumpur Aktif dan Natrium Bikarbonat
(NaHCO3) dalam Pengelolaan Limbah Cair Industri Tebu (Saccharum officinarum L.)." Jurnal
Agro Industri Perkebunan 5(1): 39-56.

21

Anda mungkin juga menyukai