Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

Teknologi Pengolahan Limbah

Proses Anaerob
Nindya P. A.(1), Virnanda L. P.(2), M. Rizki F. F.*(3), Erika D. S.(4) Agnes S. P. A.
Baskoro David
Prof. Dr. Ir. Soeprijanto, M.Sc.
Departemen Teknik Kimia Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
13 Maret 2023

Abstrak
Kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk karena terdapat kandungan unsur hara
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang dibutuhkan untuk tanaman dan kesuburan tanah.
Petani di Indonesia masih banyak menggunakan pupuk kimia dalam perawatan tanaman
pertanian mereka. Pengolahan air limbah anaerobik adalah suatu proses biologis dimana
mikroorganisme mendegradasi kontaminan organik tanpa adanya oksigen. Tujuan percobaan
ini adalah mengetahui cara menentukan COD dalam proses pengolahan limbah, mengetahui
pengaruh waktu tinggal yang digunakan dalam proses anaerobik dan mengetahui komposisi
lumpur aktif dan nutrient yang dibutuhkan oleh pertumbuhan bakteri anaerobik. Prosedur
percobaan dimulai dari pesiapan alat bahan dan pembuatan sampel serta dianalisa COD mula
mula dan ditunggu satu minggu. setelah satu minggu, Analisa COD sampel usai waktu tertentu
dengan metode permanganometri dan dihitung konsentrasi sludge nya. Sehingga didapatkan
Hasil COD pada larutan glukosa 6000 ppm mengalami penurunan nilai COD dari 790 ppm
menjadi 726,8 ppm. Penurunan dikarenakan adanya proses merombak bahan organik dalam
air limbah menjadi sederhana dan tidak berbahaya sehingga didapat penurunan nilai CO dan
Hasil yang didapatkan untuk TSS pada glukosa 6000 ppm adalah sebesar 0,19 gram/L. Hasil
pengujian TSS tersebut itu melebihi baku mutu Peraturan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia (Permen LH RI) No. 5 Tahun 2014 yang ditetapkan.
Kata kunci: COD, Lumpur Aktif, Pupuk

1.0 Pendahuluan
Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari
suatu usaha dan atau kegiatan manusia. Ketika mencapai jumlah atau konsentrasi tertentu,
limbah yang dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan [1].
Limbah peternakan dan pertanian, bila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan dampak bagi
lingkungan berupa pencemaran air, tanah, udara dan dapat menjadi sumber penyakit, disisi lain
timbul peningkatan gas metan kotoran hewan juga mengganggu estetika dan kenyamanan
manusia dalam beraktifitas [2]. Kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk kandang karena
kandungan unsur haranya seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) yang dibutuhkan
tanaman dan kesuburan tanah serta unsur hara mikro diantaranya kalsium, magnesium,
belerang, natrium, besi, dan tembaga [3].
Limbah cair industri tahu sangat dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan,
khususnya lingkungan perairan karena mengandung sisa air dari susu tahu yang tidak
menggumpal dan limbah ini masih mengandung bahan organik, seperti protein, karbohidrat, dan
lemak. Limbah cair tahu mengandung bahan organik tinggi dan kadar BOD (Biological Oxygen
Demand) yang cukup tinggi pula, apabila langsung dibuang pada badan air berakibat
menurunnya kualitas lingkungan tersebut. Sehingga industri tahu sangat memerlukan suatu
pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko beban pencemaran yang ada [4].
Kompos merupakan hasil fermentasi atau hasil dekomposisi bahan organik seperti
tanaman, hewan, atau limbah organik. Secara alamiah, kompos dapat diartikan sebagai partikel
tanah yang bermuatan negatif sehingga dapat dikoogulasikan oleh kation dan partikel tanah
untuk membentuk granula [5]. Pengomposan adalah proses penguraian bahan-bahan organik

1
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

secara biologis oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber
energy [6].
Tujuan dilakukannya percobaan adalah untuk mengetahui bagaimana cara menentukan
COD dalam proses pengolahan limbah, mengetahui pengaruh waktu tinggal yang digunakan
dalam proses anaerobik, mengetahui komposisi lumpur aktif dan nutrient yang dibutuhkan oleh
pertumbuhan bakteri anaerobik.
2.0 Tinjauan Pustaka
2.1 Air Limbah
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh permukiman penduduk
terutama di daerah perkotaan adalah masalah pencemaran lingkungan yang
ditimbulkan oleh pembuangan air limbah yang tidak tertangani dengan baik [7]. Hal
ini disebabkan oleh timbulnya berbagai bentuk pencemaran lingkungan khususnya
limbah industri dan rumah tangga. Pengertian air limbah adalah air yang telah
digunakan manusia dalam berbagai aktivitasnya. Air limbah tersebut dapat
berasal dari aktivitas rumah tangga, perkantoran, pertokoan, fasilitas umum,
industri maupun dari tempat-tempat lain. Atau, air limbah adalah air bekas yang tidak
terpakai yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dalam memanfaatkan air
bersih.
Dengan demikian air bekas atau air limbah tersebut sebagai pencemaran
lingkungan harus ditangani. Pada saat ini yang menimbulkan masalah tersebut adalah
“tingkat pelayanan yang rendah”. Dan tidak dapat memenuhi kebutuhan akibat laju
pertumbuhan penduduk. Pada tahun 1993, hanya 52% keluarga yang mempunyai akses
terhadap fasilitas sanitasi yang memadai, dimana 39 diantaranya di daerah perdesaan dan
78% di daerah perkotaan [8].
Air limbah rumah tangga juga mencemari sumber air yang berasal dari
air tanah dangkal [9]. Pencemaran air ini bukan hanya membawa dampak negatif pada
kesehatan lingkungan, tetapi juga semakin banyaknya biaya yang diperlukan untuk
mengdapatkan air bersih. Bahkan sering kali terjadi bahwa sumber air setempat sangat
berbahaya untuk diolah karena pencemarannya, sehingga harus didatangkan dari
sumber yang jauh.
2.2 Proses Anaerob
Proses pengolahan anaerob adalah proses pengolahan senyawa – senyawa organik yang
terkandung dalam limbah menjadi gas metana dan karbon dioksida tanapa memerlukan oksigen.
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah
cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%),
CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida[10].
Menurut (Manurung, 2004) [10] reaksi sederhana pengurangaian senyawa organik secara
anaerob adalah sebagai berikut :
Anaerob
BahanOrganik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H20
Mikroorganisme

Sebenarnya penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi yang begitu
kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang masingmasing mempunyai
mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengolahan Limbah Secara Anaerobik
Menurut (Manurung, 2004) [10], Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik
antara lain:
1. Temperatur
Bakteri akan menghasilkan lebih banyak enzim pada suhu optimum. Semakin tinggi
suhu reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang. Proses

2
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C, tapi dapat juga
terjadi pada temperatur rendah, 4°C. Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk
setiap kenaikan temperatur 12°C pada rentang temperatur 4-65°C. Mikroorganisme
yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap perubahan temparatur daripada
jenis mesophilic. Pada temperatur 38°C, jenis mesophilic dapat bertahan pada
perubahan temperatur ± 2,8°C. Untuk jenis thermophilic pada suhu 49°C, perubahan
suhu yang dizinkan ± 0,8°C dan pada temperatur 52°C perubahan temperatur yang
dizinkan ± O,3°
2. pH (Keasaman)
Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pembentukan asam dan
tahap pembentukan metana, penyesuaian pH awal proses sangat penting. Tahap
pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Apabila penurunan ini cukup besar,
maka akan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk
menaikkan pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur.
3. Substrat
Sel mikroorganisme mengandung Karbon, Nitrogen, Fosfor dan Belerang dengan
perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di
atas harus ada dalam sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat
mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi optimal tercapai jika jumlah
mikroorganisme bertukar dengan konsentrasi substrat.
4. Zat Racun
Zat organik dan anorganik, baik terlarut maupun tersuspensi, dapat bersifat
penghambatan atau toksik bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat dalam
konsentrasi tinggi. Untuk logam pada umumnya, toksisitas meningkat dengan
valensi dan berat atom yang lebih tinggi. Bakteri penghasil metana lebih sensitif
terhadap racun daripada bakteri penghasil asam.
2.4 COD (Chemical Oxygen Demand)
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat anorganis dan organis. Penurunan COD menekankan kebutuhan oksigen
akan kimia dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dipecah
secara biokimia. COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan
organik yang terkandung dalam air yang sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan
oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat
sehingga segala macam bahan organik baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit
urai akan teroksidasi [11].
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang
ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada
kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat sehingga segala macam bahan organik,
baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi [12].
2.5 TSS ( Total Suspended Solid )
TSS merupakan materi atau bahan tersuspensi yang menyebabkan kekeruhan air
terdiri dari lumpur, pasir halus serta jasad-jasad renik yang terutama disebabkan oleh
kikisan tanah atau erosi yang terbawa badan air. TSS merupakan salah satu faktor
penting menurunnya kualitas perairan sehingga menyebabkan perubahan secara fisika,
kimia dan biologi. Perubahan secara fisika meliputi penambahan zat padat baik bahan
organik mau pun anorganik ke dalam perairan sehingga meningkatkan kekeruhan yang
selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke badan air. Berkurangnya
penetrasi cahaya matahari akanberpengaruh terhadap proses fotosintesis yang dilakukan
oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Banyaknya TSS yang berada dalam

3
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

perairan dapat menurunkan kesediaan oksigen terlarut. Jika menurunnya ketersediaan


oksigen berlangsung lama akan menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehinggga
organisme aerob akan mati.Tingginya TSS juga dapat secara langsung menganggu biota
perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Nilai TSS dapat menjadi salah satu
parameter biofisik perairan yang secara dinamis mencerminkan perubahan yang terjadi
di daratan maupun di perairan.TSS sangat berguna dalam analisis perairan dan buangan
domestik yang tercemar serta dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu air, maupun
menentukan efisiensi unit pengolahan [13].
2.6 Lumpur Aktif
Lumpur aktif dapat digunakan untuk mendegradasi zat organik yang terdapat dalam
limbah. Pada system ini, mikroorganisme akan menguraikan zat organik, sehingga kandungan
zat organik dalam limbah cair tahu dapat dikurangi. Sistem lumpur aktif termasuk salah satu
jenis pengolahan biologi, di mana mikroorganismenya berada dalam pertumbuhan tersuspensi.
Prosesnya bersifat aerobik, artinya memerluka noksigen untuk reaksi biologinya. Kebutuhan
oksigen dapat dipenuhi dengan cara mengalirkan udara atau oksigen murni ke dalam reaktor
biologi, sehingga cairan di dalam reactor dapat melarutkan oksigen besar dari 2 mg/L. Jumlah
ini merupakan kebutuhan minimum yang diperlukan mikroba di dalam lumpur aktif [14] .
Lumpur aktif juga dapat digunakan untuk mendegradasi zat organik yang terdapat dalam
limbah cair tahu. Pada sistem ini, mikroorganisme akan menguraikan zat organik, sehingga
kandungan zat organik dalam limbah cair tahu dapat dikurangi. COD adalah jumlah oksigen
yang diperlukan agar senyawa organik dapat teroksidasi melalui reaksi kimia [14]. Lumpur aktif
merupakan suatu pengolahan yang dapat digunakan dan mudah serta murah untuk diaplikasikan
di masyarakat. Penggunaan proses anoksik sangat membantu dalam pengolahan bahan organik
yang terkandung dalam air limbah olahan babi karena mempunyai nilai C/N yang sangat rendah
[15].
3.0 Metode Penelitian
3.1 Variabel Percobaan
Variabel tetap pada percobaan proses anaerob terdiri dari waktu tinggal anaerob selama
satu minggu, lumpur aktif sebanyak 2 gram/L, dan pupuk urea sebanyak 2 gram/L, KH 2PO4
10% dari glukosa 6000 ppm. Untuk variabel bebasnya adalah larutan glukosa 6000 ppm.
3.2 Alat dan Bahan Percobaan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret 50 ml, erlenmeyer 500 mL, gelas
ukur 100 ml, labu takar 100 ml, statif, hotplate stirrer, botol semprot, kaca arloji, spatula, dan
neraca.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Kalium Permanganat (KMnO 4) 0,01
N, Asam Oksalat 0,01 N, Asam Sulfat 8 N, Glukosa 6000 ppm (C6H12O6), Urea, dan KH2PO4.
3.3 Prosedur Percobaan
Di dalam Erlenmeyer 500 ml ditambahkan glukosa sebanyak 4,25 gram kemudian 1 gram
lumpur aktif dan urea sebesar 1 gram, lalu tambahkan aquades hingga 500 mL, aduk hingga
homogen. Sampel awal diambil dari larutan yang telah dibuat kemudian dianalisa nilai COD
mula-mula dengan mengambil 10 mL sampel yang telah diaduk kemudian diencerkan. Pada
larutan tersebut kemudian tutup erat dengan alumunium foil agar tidak ada udara masuk
erlenmeyer dan biarkan selama satu minggu. Ambil 250 mL sampel akhir lalu aduk agar
homogen lalu analisa kandungan COD dengan mengambil 10 mL sampel kemudian diencerkan
setelah itu analisa kandungan lumpur aktifnya dengan menyaring 100 mL sampel tersebut pada
kertas saring lalu oven selama 24 jam. Setelah itu menentukan kadar kandungan sludge, dengan
mengambil 100 mL lumpur aktif dengan pipet volume kemudian residu disaring dengan kertas
saring dan padatanya diletakkan dalam porcelain cruse. Kemudian di keringkan pada suhu
105℃ selama 24 jam dalam oven.

4
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

g ( W 2−w 1 ) g x 1000
SS( )=
l Volume Sludge Sampel( ml) …………………........…………....................…(1)

Sedangkan untuk menghitung kadar COD yang ada pada sampel menggunakan rumus :
𝐵𝑀
𝑚𝑔 ((10 +𝑎)𝑏 − (10 × 𝑐)) ×𝐾𝑀𝑛𝑂4 × 1000 × 𝑓𝑝
𝑒𝑘
() 𝐾𝑀𝑛𝑂4 =
𝑙 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙)
………………………(2)

4.0 Hasil dan Pembahasan


Praktikum proses anaerob yang dilakukan pada 13 Maret 2023 memiliki tujuan. Tujuan
dari percobaan ini adalah mengetahui karakteristik proses pengolahan limbah, mengetahui
bagaimana cara menentukan COD, mengetahui pengaruh waktu tinggal, mengetahui komposisi
lumpur aktif dan nutrient.
Prosedur percobaan ini adalah dengan pertama-tama membuat larutan glukosa 6000
ppm dengan menambahkan glukosa sebanyak 3 gram, 1 gram lumpur aktif dan urea sebesar 1
gram, lalu dilarutkan dengan aquadest hingga 500 mL dan diaduk hingga homogen. Fungsi urea
pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH 3, ini digunakan sebagai sumber
energi bagi mikrobia dalam poses fermentasi. Jadi disini urea tidak sebagai penambah nutrisi
pakan. Bisa juga dikatakan sebagai katalisator dalam proses fermentasi [16]. Lalu, Penggunaan
sistem lumpur aktif adalah sistem yang paling banyak digunakan dalam pengolahan limbah cair.
Di dalam limbah yang mengandung bahan organik terdapat zat zat yang merupakan makanan
dan kebutuhan kebutuhan lain bagi mikroorganisme yang akan digunakan dalam proses lumpur
aktif, sehingga didapatkan prinsip dari lumpur aktif sendiri yakni dengan memanfaatkan
mikroorganisme yang mampu memecah bahan organik dalam limbah cair dimana dengan
menambahkan lumpur aktif tersebut dan dicampur dalam satu reaktor [17].
Kemudian dianalisa nilai COD mula-mula dengan mengambil 10 mL sampel yang telah
diaduk kemudian diencerkan. Pada larutan tersebut ditutup rapat dengan alumunium foil agar
tidak ada udara masuk erlenmeyer dan biarkan selama satu minggu. Setelah satu minggu,
mengalisa lagi kandungan COD. Setelah menganalisa COD selanjutnya analisa kandungan
lumpur aktifnya dengan menyaring 100 mL sampel tersebut pada kertas saring lalu oven selama
24 jam.
Hasil dari Analisa COD pada limbah yang mengandung glukosa 6000 ppm dapat dilihat
dari Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 dimana berdasarkan hasil percobaan didapat pada data
Tabel 4.1

Gambar 4. 2 Analisa COD setelah satu minggu


Gambar 4. 1 Analisa COD mula mula

5
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Kadar COD


Sampel Volume Titrasi Hasil COD Baku Mutu
KMnO4 (mL) (mg/L) COD (mg/L)
Glukosa 6000 ppm 2,5 790 100
sebelum fermentasi
Glukosa 6000 ppm 2,3 726,8
setelah fermentasi
Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan kadar COD pada sampel glukosa 6000 ppm mengalami
penurunan setelah satu minggu dari 790 mg/L menjadi 726,8 mg/L. Akan tetapi, kadar COD
yang diperoleh dibawah standar baku mutu yaitu 100 mg/L.
Pada percobaan tersebut konsentrasi COD dimana pada hari ke 0 konsentrasi COD
mula – mula 790 dan berubah mengalami penurunan menjadi 726,8. Dari hasil ini
menandakan bahwa adanya aktifitas mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa
organik yang dilakukan selama 1 minggu. Proses penguraian secara anerob ini
berlangsung dalam 3 tahap yaitu tahap hidrolisa, asetogenesis, dan metanogenesa.
Bakteri asidogenik menguraikan senyawa glukosa menjadi asam organik seperti asam
asetat, asam butirat dan asam propionat [18].
Nilai COD yang tidak memenuhi nilai ambang batas dapat terjadi karena belum sepenuhnya
semua bakteri aktif dalam menguraikan bahan organik dalam limbah [22]. Waktu lama tinggal
juga mempengaruhi kadar COD, semakin lama waktu tinggal mikroorganisme akan
memberikan waktu kontak antara bahan organik yang terdapat dalam limbah cair dengan
mikroorganisme juga semakin lama, sehingga degradasi senyawa organik (penurunan COD)
menjadi lebih besar [23].
Hasil dari analisa TSS pada limbah yang telah dioven seperti pada Gambar 4.3 dan
berdasarkan hasil percobaan proses anaerobik yang telah dilakukan didapatkan kadar
Total Suspended Solid (TSS) seperti pada Tabel 4.2
Tabel 4. 2 Hasil Analisa Total Suspended Solid
Kelompok Glukosa Nilai TSS Standar
(mg/L) (g/L) Baku
Mutu(g/L)
1 10000 0,67
2 9500 0,26
3 9000 0,16
4 8500 0,36
5 8000 0,24
0,03
6 7500 0,26
7 7000 0,24
8 6500 0,58
9 6000 0,19
10 5500 0,3

6
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

Gambar 4.3 Pengujian Kadar TSS Sampel Glukosa 6000 ppm


0,8
0,67
0,7
0,58
0,6
Kadar TSS (mg/l)

0,5

0,4 0,36
0,3
0,3
0,26 0,24 0,24
0,2 0,19
0,16
0,1

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sampel Glukosa (ppm)

Gambar 4. 3 Gambar Grafik Analisa TSS


Berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.4 didapatkan kadar TSS fluktuatif pada sampel
glukosa. Seluruh kadar TSS yang diperoleh juga belum memenuhi standar baku mutu yang
sebesar 30 mg/L. Nilai kecerahan akan rendah jika kekeruhan atau kandungan TSS-nya
tinggi, sebaliknya akan tinggi jika kekeruhan atau TSS-nya rendah. Padatan tersuspensi
yang tinggi akan mempengaruhi biota air, dari dua sisi [20]. Tingginya TSS disebabkan
berbagai macam zat, dimana yang terbawa limbah ke dan belum dapat ditahan oleh
media, tanaman maupun diuraikan mikroorganisme. TSS merupakan berbagai bahan
tidak dapat larut di dalam air dan tersuspensi. Padatan tersuspensi meliputi berbagai
partikel yang memiliki berat serta ukuran yang tidak lebih besar dari sedimen [21].
Lama proses juga dapat memengaruhi kadar TSS, semakin lama proses pengolahannya hasil
yang didapat akan menurunkan kadar TSS dengan lebih banyak karena memungkinkan
pengendapan lebih lama untuk menurunkan kadar TSS [22]. Pada fase non-methanogenic ini
nilai TSS seharusnya akan turun karena bahan organik yang berukuran besar diubah menjadi
ukuran yang lebih kecil (proses degradasi). Pada fase methanogenic, asam organik diubah
menjadi karbondioksida (CO2) dan metan (CH4) dan telah terdegradasi secara sempurna
menjadi gas yang akan menurunkan kadar TSS. Sehingga nilai TSS yang tidak sesuai dengan
standar baku mutu ini menunjukkan bahwa bahan organik yang berukuran kecil belum
terdegradasi secara sempurna oleh mikroorganisme[23].

7
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

5.0 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil COD pada larutan glukosa 6000 ppm mengalami penurunan nilai COD dari
790 ppm menjadi 726,8 ppm. Penurunan dikarenakan adanya proses merombak
bahan organik dalam air limbah menjadi sederhana dan tidak berbahaya sehingga
didapat penurunan nilai COD. Selain itu, Penurunan ini disebabkan adanya kontak
antara limbah terhadap dengan mikroorganisme tersebut, sehingga semakin lama
waktu tinggal pengolahan limbah maka akan terjadi peningkatan suplai oksigen ke
dalam air limbah dan terjadi penurunan COD.
2. Kadar TSS yang diperoleh pada semua sampel glukosa masih fluktuatif dan melebihi
baku mutu. Hal ini tidak sesuai teori yang menyebutkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi glukosa akan mempercepat penguraian dan menyebabkan TSS turun.
Ketidaksesuaian ini karena dipengaruhi oleh reaksi pengendapan bakteri dengan limbah
sehingga partikel partikel terkecil dalam limbah tersebut turun ke bawah menjadi
endapan. Lama proses juga dapat memengaruhi kadar TSS, semakin lama proses
pengolahannya hasil yang didapat akan menurunkan kadar TSS dengan lebih banyak
karena memungkinkan pengendapan lebih lama untuk menurunkan kadar TSS.

Daftar Pustaka
[1] Sutoyo, Bagong. (2013). Fenomena Gerakan Mengolah Sampah. Jakarta: Pusat
Komunikasi publik kementrian pekerjaan umum
[2] Nenobesi D, Mella W, dan P. Soetedjo, 2017. Pemanfaatan Limbah Padat Kompos
Kotoran Ternak dalam Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan dan Biomassa
Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). PANGAN, Vol. 26 No. 1: 43 – 56
[3] Hapsari, A.Y. 2013. Kualitas dan kuantitas kandungan pupuk organik limbah serasah
dengan inokulum kotoran sapi secara semianaerob. skripsi. FakultasKeguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
[4] Sato, A., Utomo, P., & Abineri, H. S. B. (2015). Pengolahan Limbah Tahu secara
AnaerobikAerobik Kontinyu. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Terapan III, 185–
192.
[5] Djuarnani, nan., Kristian, dan Budi Susilo Setiawan. (2005). Cara Cepat Membuat
Kompos. AgroMedia Pustaka Jakarta.
[6] Dewi, Y.S., Treesnowati. 2012. Pengolahan sampah skala rumah tangga menggunakan
metode composting. Jurnal Ilmiah. Fakultas Teknik LIMIT’S. 8(2): 35-48.
[7] Lihat Materi Training Sektor Air Limbah, Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum, 1992, hal.1
[8] Lihat Laporan United National Develoment Program (UNDP), 1995.
p. 43
[9] Lihat Alan Wild, Soil and the Environment: An introduction,
Cambridge University Press, 1993,p 2
[10] Manurung, R. (2004). Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah Limbah
Sawit. E-USU Repository, 1–9.
[11] S. Nurjanah, B. Zaman, and A. Syakur, “Penyisihan BOD dan COD Limbah Cair
Industri Karet dengan Sistem Biofilter Aerob dan Plasma Dielectric Barrier Discharge
(DBD),” J. Tek. Lingkung., vol. 6, no. 1, pp. 1–17, 2017, [Online]. Available:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan.
[12] Wa Atima, “BOD DAN COD SEBAGAI PARAMETER PENCEMARAN AIR DAN
BAKU MUTU AIR LIMBAH,” J. Biol. Sci. Educ. 2015, vol. 4, no. 1, pp. 99–111,
2015.

8
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

[13] D. Hidayat, Rinawati, R. Suprianto, and P. Sari Dewi, “Penentuan Kandungan Zat Padat
(Total Dissolve Solid dan Total Suspended Solid) Di Perairan Teluk Lapung,” Anal.
Environ. Chem., vol. 1, no. 1, pp. 36–46, 2016, [Online]. Available:
http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/analit/article/view/1236/979.
[14] Ratnani, R. D. (2011). KECEPATAN PENYERAPAN ZAT ORGANIK PADA
LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN LUMPUR AKTIF. Momentum, 7(2),
18–24.
[15] Suryawan, I. W. K., Afifah, A. S., & Prajati, G. (2019). Degradasi Bahan Organik dan
Pertumbuhan Biomassa Konsorsium pada Air Limbah Olahan Babi dengan Lumpur
Aktif Anoksik. Jurnal Teknik Kimia Dan Lingkungan, 3(1), 20.
https://doi.org/10.33795/jtkl.v3i1.88
[16] Syamsuri, Suheni, Y. Wulandari, and Aziz, “PENGARUH PENAMBAHAN NUTRISI
RUMEN , UREA & NaOH,” Semin. Nas. Sains dan Teknol. Terap. IV, pp. 192–200,
2016.
[17] N. I. Milasari, S. B. Ariyani, I. Sumantri, J. T. Kimia, F. Teknik, and U. Diponegoro,
“DENGAN PROSES ANAEROB DAN PENGARUH MIKRONUTRIENT Cu :,” 2005.
[18] M. F. Rohim, G. Samudro, and S. Sumiyati, “Pengaruh Konsentrasi Chemical Oxygen
Demand (COD) dan pH Terhadap Kinerja Dual Chamber Microbial Fuel Cells
(DCMFCs),” J. Tek. Lingkung., vol. 4, no. 2, pp. 1–10, 2015.
[19] F. A. P. Susilo, B. Suharto, and L. D. Susanawati, “Pengaruh Variasi Waktu Tinggal
Terhadap Kadar BOD dan COD Limbah Tapioka dengan Metode Rotating Biological
Contactor The Effect of Time Detention for COD and BOD Value of Cassava Flour
Waste Water Using Rotating Biological Contactor Method,” J. Sumberd. Alam dan
Lingkung., pp. 21–26, 2017.
[20] R. H. Purba, Mubarak, and M. Galib, “Sebaran Total Suspended Solid ( Tss ) Di
Kawasan Muara Sungai Kampar Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau,” J. Perikan. Dan
Kelaut., vol. 23, no. 1, pp. 21–30, 2018.
[21] ardian dwi Pratama, “HUBUNGAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DENGAN
KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN SELAT PADANG KABUPATEN
BENGKALIS PROVINSI RIAU,” Perikan. dan Kelaut., vol. 8, no. 5, p. 55, 2019.
[22] A. Sato, P. Utomo, and H. S. B. Abineri, “Pengolahan Limbah Tahu secara Anaerobik-
Aerobik Kontinyu,” Semin. Nas. Sains dan Teknol. Terap. III, pp. 185–192, 2015.
[23] P. H. Doraja, M. Shovitri, And N. D. Kuswytasari, “Biodegradasi Limbah Domestik
Dengan Menggunakan Inokulum Alami Dari Tangki Septik,” J. Sains Dan Seni Its, Vol.
1,No.1,Pp.44–47,2012,

Appendiks

9
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

1. Pembuatan Larutan Glukosa 6000 ppm sebanyak 500 mL


6000 ppm = 6000 mg/L
= 3000 mg/500 mL
= 3 gram/500 mL
Maka dibutuhkan glukosa 3 gram untuk membuat larutan glukosa 6000 ppm dalam 500 mL

2. Pembuatan Larutan KMnO4 0,01 N sebanyak 1000 mL


0,01 N = 0,002 M
0,002mmol
n= x 1000 mL
ml
n = 2 mmol
massa = 2 mmol x 158 mg/mol
= 316 mg = 0,136 gram
Maka dibutuhkan 0,316 gram KMnO4 untuk membuat KMnO4 0,01 N sebanyak 1000 mL.

3. Standarisasi Larutan KMnO4


Volume Titrasi = 2,4 mL
10 x 0,01
N KMnO 4=
Vol . KMnO 4
10 x 0,01
N KMnO 4=
2,4
N KMnO 4=0,041 N

4. Pembuatan Larutan H2SO4 8N sebanyak 250 mL


H2SO4 = 98%
𝜌 𝐻2𝑆𝑂4 = 1,8 gram/mL
10 x ρ x %
M 1=
BM
10 x 1,8 x 98
M 1=
98
M 1=18 M
Maka
M 1 x V 1=M 2 x V 2
M 2 xV 2
V 1=
M1
4 x 250
V 1=
18
V 1=56
Maka dibutuhkan larutan H2SO4 sebanyak 56 mL untuk membuat H2SO4 8N sebanyak
250 mL.

5. Pembuatan Asam Oksalat 0,01 N sebanyak 500 mL


0,01 N=0,005 M
0,005mmol
n= x 500 mL
ml
n = 2,5 mmol
massa 2,5 x 126
massa = 315 mg = 0,135 gram
Maka dibutuhkan 0,315 gram asam oksalat untuk membuat asam oksalat 0,01 N sebanyak

10
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

500 mL.

6. Analisa COD Sebelum Fermentasi (Larutan Glukosa 6000 ppm)


Volume KMnO4 = 2,5 mL
BM
( ( 10+ a ) b−( 10 x c )) x
KMnO 4 x 1000
( )
mg
l
KMnO 4=
ek
Volume Sampel (ml)
x fp

( )
mg
l
KMnO 4=
( ( 10+2,5 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ) x 31.6 x 1000
100
x 100
¿ 790 ppm
7. Analisa COD Sesudah Fermentasi (Larutan Glukosa 6000 ppm)
Volume KMnO4 = 2,3 mL
BM
( ( 10+ a ) b−( 10 x c )) x KMnO 4 x 1000
( )
mg
l
KMnO 4=
ek
Volume Sampel (ml)
x fp

( ( 10+2,3 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ) x 31.6 x 1000


( )
mg
l
KMnO 4=
100
x 100
¿ 726,8 ppm

8. Analisa TSS (glukosa 6000 ppm)


Kertas saring = 1,065 gram
SS ( gl )= Volume
( W 2−W 1 ) g x 1000
Sludge sampel (ml)
SS ( ) =
g ( 1,082−1,065 ) gx 1000
l 100
¿ 0,19 gram/L

11
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

12
Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Limbah

Lembar Revisi
Modul Percobaan : Proses Anaerob
Kelompok : 9A
Tanggal Percobaan : 13 Maret 2023
Tanggal Tanggal Tanda
Keterangan
Revisi Kembali Tangan
13 Maret 13 Maret 1. Urut sesuai abjad
2023 2023 2. Sitasi nya IEEE
3. Tabel berapa ini
4. No italic
5. Enter ke bawah
6. Dijadiin paragraf
7. Skema alat

26 Maret 26 Maret 1. Jarak antar bab 4 dan antar subbab 2


2023 2023 2. Paragraf menjoroknya dilurusin
rules 1
3. Kasi rumus COD
4. NPK diganti urea
5. Pembahasan COD cukup kelompok
sendiri aja bukan 1 kelas
6. Format grafik no border, no title

01 April 1. Sitasi nya masih salah


2023 2. Space
3. Tambahin rumus COD
4. Dirapihkan
5. Belum sesuai
6. Sesuai kan dulu asis 3

4 April 2023 ACCP

13

Anda mungkin juga menyukai