1. TUJUAN PRAKTIKUM
Menentukan kondisi optimum pengendapan dari koagulasi dan flokulasi
dengan metode jar set
3. DASAR TEORI
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain
sebagai berikut (Manurung, 2012) :
1. Suhu
Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan
dapat berjalan baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10. Jika ABO tidak dalam
kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam ABO tidak ekonomis karena koagulan
tidak bekerja optimal.
2. Bentuk koagulan
Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan
pada keadaan cair dibandingkan dalam bentuk padat.
3. Tingkat kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah
jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.
4. Kecepatan pengadukan
Proses koagulasi tidak berbeda dengan proses mekanis, tetapi pada proses ini
ditambahkan koagulan, yaitu bahan kimia yang dapat mempercepat proses pengendapan
partikel dan menurunkan kadar karbonat dalam air. Proses koagulasi merupakan proses
penggumpalan partikel yang larut dalam air (Subarnas, 2007).
Koagulasi terhadap air dilaksanakan karena beberapa alasan. Alasan utama adalah
untuk menghilangkan (Manurung, 2012):
2. Warna
3. Bakteri
Mekanisme terjadinya koagulasi dikelompokkan atas teori kimia dan teori fisika.
Teori kimia menyatakan bahwa koloid memperoleh muatan listrik pada permukaannya oleh
ionisasi gugus kimia dan koagulasi terjadi karena interaksi kimia di antara partikel koloid dan
koagulan. Muatan partikel-partikel koloid penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis,
oleh karena itu jika kekuatan ionik di dalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil.
Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunya permukaan
muatan sejenis. Sedangkan teori fisika menekankan terutama terhadap faktor fisik sebagai
lapisan listrik ganda dan adsorbsi counter ion di mana koagulasi terjadi melalui pengurangan
gaya sebagaimana halnya beda potensial. Partikel koloid menyerap ion-ion positif, ion-ion ini
kemudian menyerap ion negatif tetapi jumlahnya yang diserap lebih sedikit dari ion positif
yang ada sehingga terjadi lapisan listrik ganda. Antara permukaan partikel koloid dan larutan
terjadi beda potensial elektrokinetik sedangkan ion-ion positif dan negatif di luar lapisan
listrik ganda dapat bergerak bebas di dalam larutan (Manurung, 2012).
Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum, feri
sulfat, feri klorida, dan kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat basa dan
membentuk alumunium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloid.
Kapur akan bereaksi dengan bikarbonat dan membentuk kalsium karbonat yang akan
mengendap. Kalsium karbonat yang tidak larut akan terbentuk pada pH di atas 9,5. Garam-
garam feri digunakan untuk meningkatkan daya endap dari feri hidroksida yang akan
membentuk endapan dalam limbah dan meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya
yang ada dalam limbah tersebut. Penggunaan koagulan untuk mengendapkan fosfat pada
limbah peternakan menunjukkan hasil yang layak secara teknis dan ekonomis. Pada limbah-
limbah peternakan setiap penambahan padatan tersuspensi antara 0,5-1,0 mg/L akan
meningkatkan kebutuhan bahan kimia koagulan 1 mg/L (Jenie, 1993).
Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat
mengendapkan partikel-partikel koloid. Dengan penambahan koagulan, partikel-partikel
koloid yang sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi partikel besar yang
disebut flok. Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat mengendap karena gaya
gravitasi. Dalam pemakaian bahan kimia koagulan disebut juga flokulan. Beberapa koagulan
anorganik yang banyak digunakan dalam pengolahan air atau limbah cair di antaranya
alumunium sulfat (alum), polialumunium klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan
lain-lain. Selain koagulan anorganik, tersedia pula alternatif lokal sebagai koagulan organik
alami dari tanaman yang mudah diperoleh. Koagulan alami ini biodegradable dan aman bagi
kesehatan manusia. Biji kelor telah dilaporkan efektif sebagai koagulan untuk menurunkan
kekeruhan pada limbah cair kelapa sawit. Biji kelor juga tidak mengandung senyawa toksik
sehingga aman bagi kesehatan. Pemanfaatan bahan-bahan koagulan alami seperti biji kelor
dimungkinkan dapat menggantikan bahan koagulan sintetis seperti alum sehingga
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan industri dapat teratasi (Manurung, 2012).
Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif pada
permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan. Pemisahan koloid
semacam ini dipercepat oleh pelarutan garam dalam larutan itu. Proses tersebut dinamakan
flokulasi (Oxtoby, 2001).
Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar yang
kompatibel dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi objektif, sebagai
proses unit pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan antara partikel kecil. Setelah
pendinginan, premis adalah bahwa partikel akan menempel satu sama lain dan dengan
demikian menggumpal, tumbuh beberapa ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses
aglomerasi disebut flokulasi. Pada prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus
pencampuran. Pada risiko beberapa redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang
terpisah untuk menyalahkan identitas itu sendiri (Hendricks, 2006).
Dalam proses pemurnian air atau purifikasi dengan metode sand filter, terdapat
beberapa tahapan salah satunya adalah koagulasi dan flokulasi. Dalam proses koagulasi, air
sungai yang telah disedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya alum dengan dosis bervariasi
antara 5-40 mg/L bergantung pada turbiditas, warna, suhu, dan pH airnya. Di dalam bak
flokulasi, air yang telah bercampur dengan alum diputar pelan-pelan selama 30 menit untuk
mengendapkan alumunium hidroksida yang berbentuk benda berwarna putih dalam air
(Chandra, 2010).
Pemekatan terhadap sampel limbah dilakukan dengan beberapa jenis flokulan yaitu
AL2(SO4)3, I8H2O, Ca(OH)2, dan FeSO4. I8H2O dalam suasana basa akan membentuk flok
berwarna putih dari Al(OH)3 yang bersifat elektropositif (Sudiyati, 2014).
Jar test telah digunakan selama puluhan tahun oleh operator pabrik pengolahan air
untuk mengembangkan informasi tentang dosis kimia yang harus digunakan untuk acheve
koagulasi yang efektif dan sedimentasi. Banyak utilitas air dengan menggunakan jar test telah
mengembangkan modifikasi atau variasi untuk beradaptasi prosedur ini dengan kondisi
spesifik yang dihadapi di pabrik mereka. Bagian dasar peralatan yang dibutuhkan untuk jar
test adalah multi-place stirrer. Jenis stirrer termasuk dayung persegi panjang dipasang pada
poros panjang dan didorong dari atas tabung dengan mekanisme roda gigi, dan dayung
persegi panjang dipasang pada berdiri dalam tabung uji dan diputar oleh magnet terletak di
mekanisme driver di mana tabung ditempatkan (Logsdon, 2002).
Operator dengan prosedur jar test yang sukses biasanya menggunakan parameter
teoritis sebagai titik awal dan kemudian membuat sedikit penyesuaian dengan trial and error
sampai hasil skala penuh secara akurat disimulasikan oleh jar test. Meskipun jar test sering
dilakukan sebagai bagian dari "enhanced coagulation" persyaratan. Dalam hal ini, tidak ada
usaha yang dibuat untuk mensimulasikan kondisi pabrik skala penuh. Jar test “enhanced
coagulation” ini harus dilakukan dalam kondisi standar tertentu dan digunakan untuk
menentukan alternatif total kebutuhan karbon organik (TOC) removal untuk tanaman tertentu
(AWWA, 1992).
II. PROSEDUR KERJA
Pada percobaan kali ini, limbah yang dipilih adalah air sumur bor yang
mengandung partikel kecil dan koloid. Air tersebut sebanyak 2 liter ditempatkan
di dalam gelas kimia yang masing-masing terisi 500ml air. Untuk membantu
proses penggumpalan dan pembentukan flok dari air yang diolah, ditambahkan
larutan tawas 1% pada tiap masing-masing gelas kimia dengan volume yang
berbeda-beda, yaitu 2,5ml, 5ml, 7,5ml, 10ml. Sebelum diaduk di jar test, air
dianalisa kekeruhannya kemudian diaduk dengan kecepatan yang sama selama 5
menit. Proses pengadukan juga membantu untuk mempercepat pembentukan flok
dan koagulan. Setelah diaduk, endapan dibiarkan turun dan diukur kembali
turbudutasnya, dan dapat dibuktikan bahwa proses koagulasi dan flokulasi dapat
mengurangi kekeruhan air. Namun kesalahan dapat terjadi disebabkan oleh
kecepatan pengadukan yang tidak sama
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA