Anda di halaman 1dari 10

PENENTUAN KONDISI PENGENDAPAN

OPTIMUM DARI KOAGULASI-FLOKULASI

1. TUJUAN PRAKTIKUM
 Menentukan kondisi optimum pengendapan dari koagulasi dan flokulasi
dengan metode jar set

 Mendapatkan dosis optimum dari koagulan

2. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


2.1. alat yang digunakan
a. Jar set kit
b. Gelas Piala 1L,6 buah
c. pH meter
d. turbidimeter
e. kerucut imhorff
f. stopwatch
g. labu ukur 1L,1 buah
h. pipet 10 ml,2 buah
i. pipet 1 ml,1 buah

2.2. Bahan yang digunakan


1. Tawas
2. Aquades

3. DASAR TEORI

Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi.


Koagulasiadalah peristiwa pembentukan ataupenggumpulan partikel-partikel kecil
menggunakan zat koagulan. Flokulasi adalahperistiwa pengumpulan partikel-partikel
kecilhasil koagulasi menjadi flok yang lebih besarsehingga cepat mengendap. Tawas dan
kapurmerupakan zat koagulan dan flokulan yangtelah banyak digunakan dalam proses
koagulasi (Putra, 2009).

Pengolahan konvensional yang berbasis pada teknologi konvensional seperti


koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan filtrasi sering kali kurang efektif atau gagal untuk
mengolah dengan hasil sesuai dengan baku mutu yang diharapkan. Untuk itu diperlukan
teknologi alternatif untuk mengolah air baku tersebut. Membran Ultrafiltrasi diduga mampu
menurunkan parameter seperti zat organik dan kekeruhanmenggunakan membran ultrafiltrasi
untuk menyisihkan konsentrasi senyawa organik dalam air gambut (Notodarmojo, 2004).

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain
sebagai berikut (Manurung, 2012) :

1. Suhu
Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan
dapat berjalan baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10. Jika ABO tidak dalam
kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam ABO tidak ekonomis karena koagulan
tidak bekerja optimal.

2. Bentuk koagulan

Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan
pada keadaan cair dibandingkan dalam bentuk padat.

3. Tingkat kekeruhan

Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah
jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.

4. Kecepatan pengadukan

Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi


(koloid) dalam ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan lambat,
pengikatan akan berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan
akibatnya proses penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika pengadukan berlangsung
terlalu cepat, maka kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali.

Pengadukan campuran dibagi menjadi 2 berdasarkan kecepatan pengadukannya


yaitu pengadukan cepat dengan kecepatan 120 rpm dan pengadukan lambat dengan kecepatan
40 rpm. Pengadukan cepat dilakukan selama 2 menit yang dihitung sejak penambahan
koagulan. Pengadukan cepat ini bertujuan untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari
partikel-partikel koloid dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan
bertumbukan satu sama lain. Sedangkan pengadukan lambat dilakukan dengan waktu
pengadukan yang divariasikan mulai dari 5 hingga 25 menit, yang dimulai tepat setelah
pengadukan cepat selesai. Pengadukan lambat ini berujuan untuk menggumpalkan partikel-
partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-
flok ini kemudian akan beragregasi dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pengadukan
pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik menarik antar partikel
menjadi lebih besar dan dominan dibanding gaya tolaknya, yang menghasilkan kontak dan
tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan lebih sering. Kontak inilah yang
menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut terkoagulasi berukuran mikro menjadi
partikel flok yang lebih besar. Ketika pertumbuhan flok sudah cukup maksimal massa dan
ukurannya flok-flok ini akan mengendap ke dasar reservoir sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu
lapisan air jernih pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang menyerupai
lumpur pada dasar reservoir (Karamah, 2014).
Koagulasi adalah proses penambahan zat kimia (koagulan) yang memiliki
kemampuan untuk menjadikan partikel kolid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk
flok (gabungan partikel-partikel kecil). Flokulasi adalah proses pembentukan dan
penggabungan flok dari partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan beratnya lebih
besar sehingga mudah mengendap. Proses koagulasi dan flokulasi pada skala laboratorium
dilakukan dengan peralatan jar test. Beberapa senyawa koagulan yang biasa digunakan adalah
tawas, senyawa besi, PAC (poli alumunium klorida) dan lain-lain (Wagiman, 2014).

Proses koagulasi tidak berbeda dengan proses mekanis, tetapi pada proses ini
ditambahkan koagulan, yaitu bahan kimia yang dapat mempercepat proses pengendapan
partikel dan menurunkan kadar karbonat dalam air. Proses koagulasi merupakan proses
penggumpalan partikel yang larut dalam air (Subarnas, 2007).

Koagulasi terhadap air dilaksanakan karena beberapa alasan. Alasan utama adalah
untuk menghilangkan (Manurung, 2012):

1. Kekeruhan, bahan organik dan anorganik

2. Warna

3. Bakteri

4. Algae dan organisme lain sebagai plankton

5. Rasa dan bahan-bahan penyebab rasa

6. Fosfat, sebagai sumber makanan bagi algae

Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan


elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau karena
elektroforesis. Elektroforesis dapat menyebabkan koagulasi karena endapan pada salah satu
elektrode semakin lama semakin pekat dan akhirnya membentuk gumpalan. Beberapa proses
koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain perebusan telur,
pembuatan yoghurt, pembuatan tahu, pembuatan lateks, dan penjernihan air sungai (Sutresna,
2007).

Mekanisme terjadinya koagulasi dikelompokkan atas teori kimia dan teori fisika.
Teori kimia menyatakan bahwa koloid memperoleh muatan listrik pada permukaannya oleh
ionisasi gugus kimia dan koagulasi terjadi karena interaksi kimia di antara partikel koloid dan
koagulan. Muatan partikel-partikel koloid penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis,
oleh karena itu jika kekuatan ionik di dalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil.
Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena partikel-partikel mempunya permukaan
muatan sejenis. Sedangkan teori fisika menekankan terutama terhadap faktor fisik sebagai
lapisan listrik ganda dan adsorbsi counter ion di mana koagulasi terjadi melalui pengurangan
gaya sebagaimana halnya beda potensial. Partikel koloid menyerap ion-ion positif, ion-ion ini
kemudian menyerap ion negatif tetapi jumlahnya yang diserap lebih sedikit dari ion positif
yang ada sehingga terjadi lapisan listrik ganda. Antara permukaan partikel koloid dan larutan
terjadi beda potensial elektrokinetik sedangkan ion-ion positif dan negatif di luar lapisan
listrik ganda dapat bergerak bebas di dalam larutan (Manurung, 2012).
Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum, feri
sulfat, feri klorida, dan kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat basa dan
membentuk alumunium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloid.
Kapur akan bereaksi dengan bikarbonat dan membentuk kalsium karbonat yang akan
mengendap. Kalsium karbonat yang tidak larut akan terbentuk pada pH di atas 9,5. Garam-
garam feri digunakan untuk meningkatkan daya endap dari feri hidroksida yang akan
membentuk endapan dalam limbah dan meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya
yang ada dalam limbah tersebut. Penggunaan koagulan untuk mengendapkan fosfat pada
limbah peternakan menunjukkan hasil yang layak secara teknis dan ekonomis. Pada limbah-
limbah peternakan setiap penambahan padatan tersuspensi antara 0,5-1,0 mg/L akan
meningkatkan kebutuhan bahan kimia koagulan 1 mg/L (Jenie, 1993).

Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat
mengendapkan partikel-partikel koloid. Dengan penambahan koagulan, partikel-partikel
koloid yang sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi partikel besar yang
disebut flok. Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat mengendap karena gaya
gravitasi. Dalam pemakaian bahan kimia koagulan disebut juga flokulan. Beberapa koagulan
anorganik yang banyak digunakan dalam pengolahan air atau limbah cair di antaranya
alumunium sulfat (alum), polialumunium klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan
lain-lain. Selain koagulan anorganik, tersedia pula alternatif lokal sebagai koagulan organik
alami dari tanaman yang mudah diperoleh. Koagulan alami ini biodegradable dan aman bagi
kesehatan manusia. Biji kelor telah dilaporkan efektif sebagai koagulan untuk menurunkan
kekeruhan pada limbah cair kelapa sawit. Biji kelor juga tidak mengandung senyawa toksik
sehingga aman bagi kesehatan. Pemanfaatan bahan-bahan koagulan alami seperti biji kelor
dimungkinkan dapat menggantikan bahan koagulan sintetis seperti alum sehingga
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan industri dapat teratasi (Manurung, 2012).

Koagulan digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air


limbah menjadi flok yang mudah untukdipisahkan yaitu dengan cara diendapkan, diapungkan
dan disaring. Pada beberapa pabrikcara ini dilanjutkan dengan melewatkan air limbah melalui
Zeolit (suatu batuan alam) danarang aktif (karbon aktif). Cara koagulasi umumnya berhasil
menurunkan kadar bahanorganik (COD,BOD) sebanyak, 40-70 % Zeolit dapat menurunkan
nilai COD 10-40%,dan karbon aktif dapat menurunkan nilai COD 10-60 % (Risdianto, 2007).

Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif pada
permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan. Pemisahan koloid
semacam ini dipercepat oleh pelarutan garam dalam larutan itu. Proses tersebut dinamakan
flokulasi (Oxtoby, 2001).

Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil dalam


sebuah suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut flok. Flokulasi
disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai
flokulan. Flokulan dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu flokulan organik dan flokulan
anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik, garam-garam dari berbagai logam seperti
alumunium dan besi telah banyak digunakan. Flokulan organik dapat dibagi lagi menjadi 2
jenis yaitu sintetik dan alami. Flokulan sintetik umumnya merupakan polimer linear yang
larut dalam air seperti polyacrylamide, poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium
chloride), poly(styrenic sulfonic acid), dan sebagainya. Di sisi lain, pati, selulosa, alginic
acid, guar gum, adalah polimer alami yang sangat sering digunakan sebagai flokulan.

Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar yang
kompatibel dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi objektif, sebagai
proses unit pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan antara partikel kecil. Setelah
pendinginan, premis adalah bahwa partikel akan menempel satu sama lain dan dengan
demikian menggumpal, tumbuh beberapa ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses
aglomerasi disebut flokulasi. Pada prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus
pencampuran. Pada risiko beberapa redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang
terpisah untuk menyalahkan identitas itu sendiri (Hendricks, 2006).

Dalam proses pemurnian air atau purifikasi dengan metode sand filter, terdapat
beberapa tahapan salah satunya adalah koagulasi dan flokulasi. Dalam proses koagulasi, air
sungai yang telah disedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya alum dengan dosis bervariasi
antara 5-40 mg/L bergantung pada turbiditas, warna, suhu, dan pH airnya. Di dalam bak
flokulasi, air yang telah bercampur dengan alum diputar pelan-pelan selama 30 menit untuk
mengendapkan alumunium hidroksida yang berbentuk benda berwarna putih dalam air
(Chandra, 2010).

Pemekatan terhadap sampel limbah dilakukan dengan beberapa jenis flokulan yaitu
AL2(SO4)3, I8H2O, Ca(OH)2, dan FeSO4. I8H2O dalam suasana basa akan membentuk flok
berwarna putih dari Al(OH)3 yang bersifat elektropositif (Sudiyati, 2014).
Jar test telah digunakan selama puluhan tahun oleh operator pabrik pengolahan air
untuk mengembangkan informasi tentang dosis kimia yang harus digunakan untuk acheve
koagulasi yang efektif dan sedimentasi. Banyak utilitas air dengan menggunakan jar test telah
mengembangkan modifikasi atau variasi untuk beradaptasi prosedur ini dengan kondisi
spesifik yang dihadapi di pabrik mereka. Bagian dasar peralatan yang dibutuhkan untuk jar
test adalah multi-place stirrer. Jenis stirrer termasuk dayung persegi panjang dipasang pada
poros panjang dan didorong dari atas tabung dengan mekanisme roda gigi, dan dayung
persegi panjang dipasang pada berdiri dalam tabung uji dan diputar oleh magnet terletak di
mekanisme driver di mana tabung ditempatkan (Logsdon, 2002).

Operator dengan prosedur jar test yang sukses biasanya menggunakan parameter
teoritis sebagai titik awal dan kemudian membuat sedikit penyesuaian dengan trial and error
sampai hasil skala penuh secara akurat disimulasikan oleh jar test. Meskipun jar test sering
dilakukan sebagai bagian dari "enhanced coagulation" persyaratan. Dalam hal ini, tidak ada
usaha yang dibuat untuk mensimulasikan kondisi pabrik skala penuh. Jar test “enhanced
coagulation” ini harus dilakukan dalam kondisi standar tertentu dan digunakan untuk
menentukan alternatif total kebutuhan karbon organik (TOC) removal untuk tanaman tertentu
(AWWA, 1992).
II. PROSEDUR KERJA

1. menyiapkan gelas piala 1 L,sebanyak 6 buah


2. menyiapkan contoh air dan mengukur pH dan kekeruhan
3. kedalam masing-masing gelas,mengisi contoh air sebanyak 300 mL. Jika pH
awal tambah tidak netral,mengatur pH limbah hingga mencapai kisaran 6-
8,kemudian menaruh dibawah alat jar test
4. menambahkan larutan tawas 1% secara bertingkat mulai 1 mL,2,5 mL,5
mL,dan 10 mL kedalam masing-masing gelas piala
5. mengaduk dengan kecepatan 120 ppm selama 1 menit, melanjutkan dengan
pengadukan dengan kecepatan 45 rpm selama 10 menit
6. menuangkan secara perlahan dan hati-hati larutan dalam gelas kimia kedalam
kerucut imhorff
7. membiarkan flok-flok yang terjadi mengendap
8. mengamati bentuk flok yang terjadi,waktu mengendap dan volume flok yang
terbentuk
9. mengukurr dan mencatat pH,kekeruhan dan warna supernatan yang ada
DATA PENGAMATAN

Parameter Awal Akhir


Suhu 30C 32C
Tds 262 ppm 260 ppm
Turbidity 1032 mv 104 mv
Ph 8.81 8.82

Waktu Kotada Anoda Waktu Kotada Anoda Waktu Anoda Kotoda


/ menit (menit) (menit)
0 menit 9.1 0.17 0 menit 11.5 0.13 0 menit 39.7 26

1 menit 9.3 0.18 1 menit 11.5 0.24 1 menit 40.0 27

2 menit 9.2 0.19 2 menit 11.3 0.24 2 menit 40.3 30


ANALISIS DATA

Pada percobaan kali ini, limbah yang dipilih adalah air sumur bor yang
mengandung partikel kecil dan koloid. Air tersebut sebanyak 2 liter ditempatkan
di dalam gelas kimia yang masing-masing terisi 500ml air. Untuk membantu
proses penggumpalan dan pembentukan flok dari air yang diolah, ditambahkan
larutan tawas 1% pada tiap masing-masing gelas kimia dengan volume yang
berbeda-beda, yaitu 2,5ml, 5ml, 7,5ml, 10ml. Sebelum diaduk di jar test, air
dianalisa kekeruhannya kemudian diaduk dengan kecepatan yang sama selama 5
menit. Proses pengadukan juga membantu untuk mempercepat pembentukan flok
dan koagulan. Setelah diaduk, endapan dibiarkan turun dan diukur kembali
turbudutasnya, dan dapat dibuktikan bahwa proses koagulasi dan flokulasi dapat
mengurangi kekeruhan air. Namun kesalahan dapat terjadi disebabkan oleh
kecepatan pengadukan yang tidak sama

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1.Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan partikel partikel halus


dengan menggunakan energi listrik

2.Proses elektrokoagulasi terbentuk melalui pelarutan dari anoda yang kemudian


bereaksi yang dihasilkan dari katoda

3.Faktir yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain kuatan (A)


waktu,jenis,elektroda dan jarak elektroda

DAFTAR PUSTAKA

Jobsheet Penuntun Praktikum ‘’ Teknik Pengelolahan Limbah ‘’Politeknik Negeri


Sriwijaya Palembang 2021/2022
GAMBAR ALAT

GELAS PIALA PH METER

TURBIDIMETER KERUCUT IMHORFF

LABU UKUR PIPET UKUR

Anda mungkin juga menyukai