TEKNIK BIOSEPARASI
MATERI 1
KOAGULASI FLOKULASI FILTRASI SEDIMENTASI
Oleh :
BAB I. Pendahuluan
1.1 Penjelasan Tentang Koagulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid
halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk
mendispersikan bahan kimia secara merata. Secara umum proses koagulasi pasti
berhubungan erat dengan pembubuhan bahan kimia ke dalam air limbah yang akan diolah
dengan maksud agar partikel-partikel yang susah mengendap dalam air mengalami
destabilisasi dan saling berikatan membentuk flok yang lebih besar dan berat, sehingga
mudah mengendap di bak sedimentasi dan atau bak filtrasi. Ada 3 faktor yang
menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu: Jenis bahan kimia koagulan yang
dipakai; Dosis pembubuhan bahan kimia; dan Pengadukan dari bahan kimia(Moelyo,
2012).
Selain ketiga faktor tersebut, secara lebih luas faktor yang memengaruhi lancar
nya proses koagulasi juga disebabkan sebagai berikut. Faktor pertama yaitu suhu air, suhu
yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses koagulasi. Bila suhu air
diturunkan , maka besarnya daerah pH yang optimum pada proses kagulasi akan berubah
dan merubah pembubuhan dosis koagulan. Faktor kedua yaitu derajat keasaman (pH).
Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH yang
optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda satu sama
lainnya. Faktor ketiga sama seperti paragraf satu yaitu jenis koagulan. Pemilihan jenis
koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis dan daya efektivitas dari pada
koagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam bentuk larutan lebih efektif dibanding
koagulan dalam bentuk serbuk atau butiran. Faktor keempat yaitu kadar ion terlarut.
Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu : pengaruh anion
lebih besar daripada kation. Faktor kelima yaitu tingkat kekeruhan. Pada tingkat
kekeruhan yang rendah proses destibilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat
kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi akan berlangsung cepat. Tetapi
apabila kondisi tersebut digunakan dosis koagulan yang rendah maka pembentukan flok
kurang efektif. Faktor keenam sama seperti paragraf satu yaitu dosis koagulan dimana
Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi dan flokulasi sangat
tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan Bila pembubuhan koagulan sesuai
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan berjalan dengan
baik. Faktor ketujuh sama seperti paragraf satu yaitu kecepatan pengadukan. Dimana
kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila pengadukan
terlalu lambat mengakibaykan lambatnya flok terbantuk dan sebaliknya apabila
pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang terbentuk. Faktor terakhir yaitu
alkalinitas dimana alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi
dalam air. Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan menghasil ion hidroksida
pada reaksihidrolisa koagulan(Rahimah dkk., 2016)
G. Dengan adanya perbedaan kecepatan aliran media cair akan mempunyai aliran
kecepatan yang berbeda pula akibatnya(Rahimah, 2016).
dan impuritas terpresipitasi dari operasi pelunakan. Sehingga, secara lebih jelas prinsip
utama dari sedimentasi adalah memberikan kesempatan air untuk tinggal atau mengalir
dengan laju sangat lambat sehingga partikel-partikel yang lebih berat akan mengendap ke
bawah karena gaya gravitasi(Sarwono, 2017).
Apabila kecepatan filtrasi meningkat maka efektivitas filtrasi akan menurun. Faktor
terakhir yaitu kualitas air dimana semakin rendah kualitas air yang akan difilter, akan
memerlukan pengolahan yang sempurna atau kompleks(Abuzar dan Rizki, 2014).
yang memungkinkan terjadinya gaya tarik menarik antar partikel koloid sehingga
membentuk flok. Semakin besar dosis koagulan maka nilai kekeruhannya semakin kecil,
karena pada umumnya dosis koagulan tertentu akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kekeruhan, namun peningkatan ini tidak berbanding lurus dengan
peningkatan kekeruhan. Sebagai contoh, Aluminium sulfat akan melakukan
pengoperasian mekanisme koagulasi pada endapan. Mekanisme ini menghasilkan flok
yang besar dan mudah mengendap, sehingga memberikan penurunan kekeruhan dengan
efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mekanisme penetralan muatan.
Mekanisme yang bekerja pada keadaan ini adalah netralisasi muatan, dimana presipitat
yang bermuatan positif akan muncul pada permukaan partikel koloid yang bermuatan
negatif, dan hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik permukaan partikel yang
diikuti dengan penurunan gaya tolak menolak yang dapat memicu terjadinya
koagulasi(Jannah et.al., 2020).
cepat sehingga akan lebih efisien dan efektif dalam proses filtrasi. Proses ultrafiltrasi pada
pencemaran dilakukan dengan teknik dead end. Pada sistem ini suatu cairan akan
dilewatkan menembus membran dan akan diperoleh cairan yang disebut filtrat yang telah
berhasil melewati membran tersebut(Rahmat dkk., 2020).
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
Kain saring
Air limbah difiltrasi hingga
didapatkan filtrat dan endapat
Endapan
Diukur massanya
Filtrat
Diukur pH, TDS dan massa jenisnya
Hasil
menit. Setelah 15 menit, lakukan filtrasi pada air itu dengan cara menumpahkan nya pada
baskom yang ditutup oleh kain saring. Endapan yang didapat disaring, kemudian filtrate
ukur masssa jenis nya. Endapan dimasukan ke dalam aluminium foil dan lakukan
penimbangan pada neraca analitik. Lakukan kembali pengukuran pH, TDS dan massa
jenis dari filtrat hasil perlakuan. Setelah semua dilakukan, catat hasilnya dan selesai.
3.2 Hubungan Konsentrasi Koagulan Terhadap Endapan? (Grafik)
Setelah dilakukan praktikum, didapatkan data sebagai berikut. Hubungan
konsentrasi koagulan terhadap endapan adalah berbanding lurus. Hal ini dibuktikan
dengan grafik yang terbentuk akan terus meningkat seiring dengan adanya pertambahan
jumlah koagulan. Pada saat koagulan yang digunakan berjumlah 0,5%, endapan yang
terbentuk sebanyak 3,437 gram. Sedangkan pada saat koagulan yang digunakan berjumlah
0,7%, jumlah endapan yang terbentuk sebanyak 4,876 gram. Hal ini menunjukan bahwa
semakin banyak koagulan yang digunakan, maka jumlah endapan yang terbentuk akan
semakin banyak.
Menurut literatur yang didapatkan, penambahan koagulan ke dalam limbah disertai
dengan proses pengadukan cepat akan menyebabkan koloid dan partikel tersuspensi
menjadi bergabung membentuk partikel berat (flok). Nantinya, flok tersebut akan berubah
menjadi endapan apabila air limbah didiamkan selama beberapa menit. Jumlah
penambahan koagulan ini akan sangat berpengaruh pada hasil endapan yang terbentuk,
semakin banyak nya jumlah koagulan yang ditambahkan, maka endapan yang terbentuk
pun akan semakin banyak pula begitupun sebaliknya(Andriani dkk., 2017).
Selain faktor di atas, juga dijelaskan bahwa semakin besarnya konsentrasi koagulan
yang ditambahkan, maka hal tersebut akan berdampak pada terjadinya gaya gesek yang
dialami oleh setiap partikel koagulan tersebut. Hal ini disebabkan karena partikel lain akan
semakin besar ukuran nya sehingga drag forcenya pun turut semakin besar. Peristiwa ini
disebabkan karena dengan semakin besarnya konsentrasi berarti semakin banyak jumlah
partikel dalam suatu suspensi yang menyebabkan bertambahnya gaya gesek antar tiap
partikel dengan partikel yang lain yang menyebabkan ukuran partikel semakin besar dan
semakin banyak. Sehingga dari kedua pernyataan literature, dapat disimpulkan bahwa
hasil penelitian sudah sesuai dengan literatur(Suryani dan Guskarnali, 2020).
3.3 Hubungan Konsentrasi Koagulan Terhadap Ph ? (Grafik)
Data selanjutnya yang didapatkan dari penelitian ini adalah hubungan konsentrasi
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
koagulan terhadap pH yang didapat. Hasil yang didapat adalah hubungan berbanding
terbalik. Dimana hal tersebut dibuktikan dengan grafik yang terbentuk akan terus menurun
seiring dengan adanya pertambahan jumlah koagulan. Pada saat koagulan yang digunakan
berjumlah 0,5%, pH yang tercatat adalah sebesar 6,64. Sedangkan pada saat koagulan
yang digunakan berjumlah 0,7%, pH yang terbentuk menjadi 6,187. Hal ini menunjukan
bahwa semakin banyak koagulan yang digunakan, maka pH yang terbentuk akan semakin
menurun.
Menurut literatur yang didapatkan, semakin besar konsentrasi koagulan yang
ditambahkan, maka akan semakin banyak pula proses hidrolisis yang terjadi dalam air
sehingga ion-ion H+ yang terionisasi dalam air tersebut akan semakin besar pula sehingga
nilai pH akan semakin rendah (asam). Penjelasan dari pernyataan tersebut adalah
Penurunan pH menjadi lebih asam yang terjadi pada setiap perlakuan dengan koagulan
asam tertentu disebabkan oleh koagulan tersebut yang bersifat asam dan dapat
menetralkan pH yang tadinya basa (air limbah cucian). Semakin tinggi penambahan dosis
koagulan asam, maka akan semakin besar pula persentase menjadi asam yang terjadi.
Seperti yang disebutkan, penambahan koagulan yang semakin tinggi akan menyebabkan
penurunan pH dalam kondisi asam yang semakin tinggi pula(Rusdi dkk., 2014). Apabila
hal ini dibandingkan dengan literatur, maka sudah terdapat kesesuaian. Sebab pada
percobaan yang sudah dilakukan, sample uji yang digunakan adalah air limbah cucian
yang mana bersifat basa. Sedangkan koagulan yang digunakan adalah tawas yang
memiliki sifat asam. Apabila tawas tersebut diberikan pada suatu larutan basa, maka akan
terjadi keseimbangan yang ditandai dengan menurun nya pH ke arah netral.
3.4 Mengapa Tawas Dapat Digunakan Sebagai Koagulan?
Ada beberapa bahan kimia yang umum digunakan dalam proses pengolahan air
limbah antara lain PAC (Polyaluminium Chloride) dan tawas. Prinsip kerja dari kedua
jenis bahan kimia tersebut relatif sama yaitu mmempunyai kemampuan untuk
menjernihkan air dengan cara mengkoagulasi zat-zat tersuspensi atau dispersi koloid
dalam air yang kemudian menghasilkan flok yang lebih besar, sehingga dapat membantu
terjadinya pengendapan dengan cepat. Tawas merupakan kristal putih yang berbentuk
gelatin dan mempunyai sifat yang dapat menarik partikel – partikel lain sehingga berat,
ukuran dan bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap. Tawas merupakan
nama lain dari alumunium sulfat yang memiliki rumus kimia Al 2(SO4)3. Tawas dapat
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
efisien. Sehingga proses filtrasi tidak dapat terjadi dengan sempurna, akibat adanya aliran
air yang terlalu cepat dalam melewati rongga diantara butiran media pasir. Hal ini
menyebabkan berkurangnya waktu kontak antara permukaan butiran media penyaring
dengan air yang akan disaring. Kecepatan aliran yang terlalu tinggi saat melewati rongga
antar butiran menyebabkan partikel–partikel yang terlalu halus yang tersaring akan lolos.
Berikutnya yaitu konsentrasi kekruhan memberi pengaruh berupa efisiensi dari filtrasi.
Konsentrasi kekeruhan air baku yang sangat tinggi akan menyebabkan tersumbatnya
lubang pori dari media atau akan terjadi clogging. Sehingga dalam melakukan filtrasi
sering dibatasi seberapa besar konsentrasi kekeruhan dari air baku (konsentrasi air
influent) yang boleh masuk. Jika konsentrasi kekeruhan yang terlalu tinggi, harus
dilakukan pengolahan terlebih dahulu, seperti misalnya dilakukan proses koagulasi –
flokulasi dan sedimentasi. Berikutnya yaitu temperature dimana adanya perubahan suhu
atau temperatur dari air yang akan difiltrasi, menyebabkan massa jenis (density),
viskositas absolut, dan viskositas kinematis dari air akan mengalami perubahan.
Selain itu juga akan mempengaruhi daya tarik menarik diantara partikel halus
penyebab kekeruhan, sehingga terjadi perbedaan dalam ukuan besar partikel yang
akan disaring. Berikutnya yaitu kedalaman media, ukuran, dan material. Media
yang terlalu tebal biasanya mempunyai daya saring yang sangat tinggi, tetapi
membutuhkan waktu pengaliran yang lama. Terakhir yaitu tinggi muka air dimana
Keadaan tinggi muka air di atas media berpengaruh terhadap besarnya debit atau
laju filtrasi dalam media. Tersedianya muka air yang cukup tinggi diatas media
akan meningkatkan daya tekan air untuk masuk kedalam pori. Dengan muka air
yang tinggi akan meningkatkan laju filtrasi (bila filter dalam keadaan bersih)
(Muhajar dan Zulkifli, 2020).
3.7 Reaksi Proses Koagulasi – Flokulasi
Reaksi koagulasi flokulasi dimulai ketika aluminum sulfat yang ditambahkan pada
air yang mengandung alkalinitas akan terjadi reaksi seperti berikut :
Al2(SO4)3 ∙ 18H2O + 6HCO3- 2Al(OH)3 ∙ 3H2O + 6CO2 + 12H2O + 3SO42-
Dari rumus tersebut, dapat dilihat bahwa begitu setiap mol tawas yang ditambahkan
dengan menggunakan enam mol alkalinitas akan menghasilkan enam mol karbon
dioksida. Reaksi di atas menggeser keseimbangan karbonat dan menurunkan pH. Namun,
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
selama alkalinitas dan CO2(g) yang hadir cukup diperbolehkan untuk berkembang, pH
tidak berkurang drastis.Ketika alum ditambahkan ke air, akan langsung terdisosiasi,
mengakibatkan pelepasan ion aluminium dikelilingi oleh enam molekul air. Ion
aluminium mulai bereaksi dengan air, membentuk Al·OH·H 2O besar yang kompleks(Fajri
dkk., 2017).
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
Abuzar SS, Rizki P. 2014. Efektivitas Penurusan Kekeruhan Dengan Direct Filtration
Menggunakan Saringan Pasir Cepat (SPC). Prosiding SNSTL. Padang, 11 September
2014.
Harmiyati. 2018. Tinjauan Proses Pengolahan Air Baku (Raw Water) Menjadi Air Bersih
Pada Sarana Penyediaan Air Minum (Spam) Kecamatan Rangsang Kabupaten
Kepulauan Meranti. Jurnal Saintis 18(1) : 1 – 15.
Jannah FHS, Riana AKR, dan Ratnaningsih R. 2020. Selection Of Design Criteria For The
Coagulation, Flocculation And Sedimentation Unit In The Klapanunggal Drinking
Water Treatment Plant. International Journal of Scientific & Technology Research
Volume 9(1) : 3500 – 3503.
Mayasari R. 2016. Pengaruh Kualitas Air Baku Terhadap Jenis dan Dosis Koagulan. Jurnal
Integrasi 1(2) : 45 – 56.
Moelyo M. 2012. Pengkajian Evektifitas Proses Koagulasi Dalam Memperbaiki Kualitas
Limbah Industri Penyamakan Kulit - Sukaregang, Garut. Jurnal Teknik Hidraulik
3(2) : 169 – 182.
Pinalia A. 2011. Kajian Metode Fitrasi Gravitasi dan Filtrasi Sistem Vakum untuk Proses
Penyempurnaan Rekristalisasi Amonium Perklorat. Jurnal Sains dan Teknologi
Dirgantara 6(3) : 113 – 121.
Rahimah Z, Heliyanur H, dan Isna S. 2016. Pengolahan Limbah Deterjen Dengan Metode
Koagulasi – Flokulasi Menggunakan Koagulan Kapur dan PAC. Jurnal Konversi
5(2) : 13 – 19.
Rahmat AY, Intan S, dan Rudiyansyah. 2020. Membran UltraFiltrasi Polisulfon/TiO 2
(Psf/TiO2) Sebagai Filter Pada Pencemaran Air Oleh Bahan Bakar Solar. Jurnal
Kartika Kimia 3(1) : 7 – 12.
Rizqi AA, Faridah dan Elwina. 2016. Kinetika Koagulasi Protein Pada Pembuatan Tahu
Dengan Menggunakan Enzim Papain. Jurnal Teknologi 16(1) : 15 – 19.
Sarwono E, Khairunnisa RA, dan Yunianto S. 2017. Penurunan Parameter Kekeruhan, TSS,
dan TDS Dengan Variasi Unit Flokulasi. Jurnal Teknologi Lingkungan 1(2) : 8 – 14.
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
Wardhani DH, Bakti J, Abdullah, Suherman, Heri C. 2018. Komparasi Jenis Koagulan dan
Konsentrasinya Terhadap Karakteristik Curd Pada Pembuatan Keju Lunak Tanpa
Pemeraman. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 13(2) : 209 – 216.
LAMPIRAN SITASI
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
LAMPIRAN DHP
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
KOAGULASI
Bioseparation Engineering
DOKUMENTASI PRAKTIKUM
KOAGULASI