Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK BIOSEPARASI

MATERI 1
KOAGULASI FLOKULASI FILTRASI SEDIMENTASI

Oleh :

NAMA : ADI HARIYO DARMAWAN


NIM : 195100601111003
KELOMPOK : K – 2

TANGGAL PRAKTIKUM : 5 Oktober 2021


Nama Asisten :
1. UMI MIANADHIROH
2. REYDITA CLAUDY ISLAMI
3. SITI SONIA NUR INDARWATI
4. YUBI VEBIONA HARTONO
5. SURYA HUDA

LABORATORIUM REKAYASA BIOPROSES


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
Bioseparation Engineering

BAB I. Pendahuluan
1.1 Penjelasan Tentang Koagulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid
halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk
mendispersikan bahan kimia secara merata. Secara umum proses koagulasi pasti
berhubungan erat dengan pembubuhan bahan kimia ke dalam air limbah yang akan diolah
dengan maksud agar partikel-partikel yang susah mengendap dalam air mengalami
destabilisasi dan saling berikatan membentuk flok yang lebih besar dan berat, sehingga
mudah mengendap di bak sedimentasi dan atau bak filtrasi. Ada 3 faktor yang
menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu: Jenis bahan kimia koagulan yang
dipakai; Dosis pembubuhan bahan kimia; dan Pengadukan dari bahan kimia(Moelyo,
2012).
Selain ketiga faktor tersebut, secara lebih luas faktor yang memengaruhi lancar
nya proses koagulasi juga disebabkan sebagai berikut. Faktor pertama yaitu suhu air, suhu
yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses koagulasi. Bila suhu air
diturunkan , maka besarnya daerah pH yang optimum pada proses kagulasi akan berubah
dan merubah pembubuhan dosis koagulan. Faktor kedua yaitu derajat keasaman (pH).
Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH yang
optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda satu sama
lainnya. Faktor ketiga sama seperti paragraf satu yaitu jenis koagulan. Pemilihan jenis
koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis dan daya efektivitas dari pada
koagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam bentuk larutan lebih efektif dibanding
koagulan dalam bentuk serbuk atau butiran. Faktor keempat yaitu kadar ion terlarut.
Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu : pengaruh anion
lebih besar daripada kation. Faktor kelima yaitu tingkat kekeruhan. Pada tingkat
kekeruhan yang rendah proses destibilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat
kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi akan berlangsung cepat. Tetapi
apabila kondisi tersebut digunakan dosis koagulan yang rendah maka pembentukan flok
kurang efektif. Faktor keenam sama seperti paragraf satu yaitu dosis koagulan dimana
Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi dan flokulasi sangat
tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan Bila pembubuhan koagulan sesuai
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan berjalan dengan
baik. Faktor ketujuh sama seperti paragraf satu yaitu kecepatan pengadukan. Dimana
kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila pengadukan
terlalu lambat mengakibaykan lambatnya flok terbantuk dan sebaliknya apabila
pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang terbentuk. Faktor terakhir yaitu
alkalinitas dimana alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi
dalam air. Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan menghasil ion hidroksida
pada reaksihidrolisa koagulan(Rahimah dkk., 2016)

1.2 Penjelasan Tentang Flokulasi


Proses flokulasi ini umumnya dilakukan pada pengolahan air limbah. Hal tersebut
bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada
proses sebelumnya yaitu proses koagulasi. Partikel yang telah stabil terlebih dahulu akan
saling bertumbukan dan melakukan proses tarik-menarik, kemudian membentuk flok yang
ukurannya makin lama makin besar dan mudah mengendap. Kecepatan pengadukan juga
merupakan faktor penting dalam proses flokulasi. Jika kecepatan terlalu tinggi, gaya geser
yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika terlalu rendah, proses
penggabungan antar partikulat tidak akan terjadi dan flok besar mudah mengendap akan
sulit dihasilkan. Pada proses flokulasi akan terjadi penggabungan partikel-partikel yang
tidak stabil sehingga membentuk flok yang lebih besar dan lebih cepat dapat dipisahkan.
Sering kali flok yang terbentuk tidak begitu bagus sehingga dibutuhkan bahan kimia
tambahan yang dapat membantu penggabungan flok-flok tersebut sehingga menjadi flok
yang lebih besar(Moelyo, 2012).
Terdapat dua jenis proses dalam flokulasi. Pertama yaitu flokulasi perikinetik Flok
yang diakibatkan oleh adanya gerak thermal (panas) yang dikenal sebagai gerak Brown,
prosesnya disebut flokulasi perikinetik. Gerak acak dari partikel-partikel koloid yang
ditimbulkan karena adanya tumbuhan molekul-molekul air, akan mengakibatkan
terjadinya gabungan antar partikellebih sangat kecil 1 < 100 milimikron. Proses kedua
yaitu Flokulasi orthokinetik Flokulasi orthokinetik adalah suatu proses terbentuknya flok
yang diakibatkan olehterbentuknya gerak media (air) misalnya pengadukan. Pada
umumnya kecepatan aliran cairan akan berubah terhadap tempat dan waktu. Perubahan
kecepatan dari satu titik ke titik lainnya dikenal sebagai gradien kecepatan, dengan notasi
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

G. Dengan adanya perbedaan kecepatan aliran media cair akan mempunyai aliran
kecepatan yang berbeda pula akibatnya(Rahimah, 2016).

1.3 Penjelasan Tentang Sedimentasi


Sedimentasi merupakan proses pemurnian air dengan cara melakukan
pengendapan pada bahan padat yang terdapat dalam air baku. Proses sedimentasi dapat
menyebabkan zat yang terlarut didalam air baku memiliki masa yang lebih berat daripada
masa air baku itu sendiri. Sehingga dengan sendirinya zat yang terlarut didalam air baku
akan mengendap dan terpisah dari air. Prinsip sedimentasi adalah pemisahan bagian padat
dengan memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat dan memiliki massa
yang lebih berat dari air akan tertinggal di dasar kolam pengendapan sedangkan air akan
berada diatasnya. Contoh dari pemurnian air dengan cara sedimentasi adalah pasir dan
batu kecil yang terangkut kedalam kolam pengendapan dengan sendirinya akan tenggelam
kedasar kolam dan terpisah dari air. Begitu juga halnya dengan pertikel-pertikel lain
dengan masa yang lebih berat dari air yang terlarut didalam air baku dengan sendirinya
akan mengalami sedimentasi. Sedangkan jika masa suatu benda atau partikel yang terlarut
kedalam air baku semakin mendekati dengan masa air maka proses sedimentasi akan
semakin lambat. Adapun pengendapan dibagi menjadi 4 bagian. Pengendapan tipe 1
adalah pengendapan dari partikel-partikel siskrit yang bukan merupakan flok.
Pengendapan tipe 2 adalah pengendapan yang merupakan partikel-pertikel yang berupa flok
pada suatu spensi. Pengendapan tipe 3 adalah pengendapan dari pertikel dengan kosentrasi
sedang, partikel-partikel tersebut sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel mencegah
terjadinya pengendapan dari pertikel sekelilingnya. Pengendapan tipe 4 yaitu pengendapan
dari pertikel yang memiliki kosentrasi tinggi dimana partikel saling bersentuhan satu sama
lainnya dan pengendapan hanya bisa terjadi dengan cara melakukan kompresi terhadap masa
tersebut(Harmiyati, 2018).
Adapun bak sedimentasi sering disebut juga sebagai clarifier maupun thickener.
Jika tujuan utama operasi sedimentasi adalah untuk menghasilkan aliran keluaran yang
rendah padatan tersuspensi, maka bak sedimentasi biasanya disebut sebagai clarifier, jika
tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan suspensi yang pekat maka bak sedimentasi
disebut sebagai thickener. Dalam unit pengolahan air, sedimentasi digunakan untuk
memisahkan secara cepat partikel mengendap, impuritas terflokulasi atau terkoagulasi,
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

dan impuritas terpresipitasi dari operasi pelunakan. Sehingga, secara lebih jelas prinsip
utama dari sedimentasi adalah memberikan kesempatan air untuk tinggal atau mengalir
dengan laju sangat lambat sehingga partikel-partikel yang lebih berat akan mengendap ke
bawah karena gaya gravitasi(Sarwono, 2017).

1.4 Penjelasan Tentang Filtrasi


Filtrasi adalah suatu operasi pemisahan campuran yang heterogen antara fluida dan
partikel-partikel padatan oleh media filter yang meloloskan fluida tetapi menahan partikel-
partikel padatan, dengan cara melewatkan fluida melalui suatu media penyaring atau
septum yang dapat menahan zat padat. Hal yang paling penting dalam filtrasi adalah
mengalirkan fluida melalui media berpori. Fluida mengalir melalui media filter karena
adanya perbedaan tekanan pada media tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan perbedaan
tekanan yang digunakan, filter terdiri atas dua macam, yaitu filter yang beroperasi pada
tekanan yang lebih tinggi daripada tekanan atmosfer di sebelah hulu media filter yang
disebabkan oleh adanya gravitasi atau disebut filtrasi gravitasi, dan yang beroperasi
dengan tekanan atmosfer di sebelah hulu dan vakum di sebelah hilir atau disebut dengan
filtrasi sistem vakum. Filtrasi gravitasi merupakan metode pemisahan yang sederhana,
menggunakan polietilen atau corong kaca dan kertas saring. Ukuran pori kertas saring
yang sangat bervariasi dari ukuran pori yang kecil hingga besar untuk memperlambat
proses penyaringan yang berlangsung cepat. Proses pemisahan dilakukan berdasarkan
gaya gravitasi secara alamiah. Sementara filtrasi vakum dilakukan dengan cara campuran
padat-cair yang dituangkan melalui kertas saring dalam corong Buchner atau corong
Hirsch kemudian padatan akan terperangkap dalam kertas saring, sementara cairan ditarik
oleh vakum melalui saluran ke dalam labu(Pinalia, 2011).
Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi efisiensi penyaringan dan akan menentukan
hasil penyaringan dalam bentuk kualitas efluen serta masa operasi saringan yaitu. Pertama
adalah ketebalan lapisan media filter. Semakin tebal lapisan media filter, hasil dari proses
filtrasi akan lebih baik karena luas permukaan penahan partikel-partikel semakin besar
dan jarak yang ditempuh oleh air semakin panjang. Faktor kedua yaitu Suhu air dimana
suhu air akan berpengaruh terhadap kekentalan air, aktivitas biologi dan reaksi kimia yang
akan mempengaruhi. Faktor ketiga yaitu kecepatan filtrasi dimana kecepatan suatu aliran
akan mempengaruhi proses penahanan mekanis terhadap bahan-bahan tersuspensi.
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

Apabila kecepatan filtrasi meningkat maka efektivitas filtrasi akan menurun. Faktor
terakhir yaitu kualitas air dimana semakin rendah kualitas air yang akan difilter, akan
memerlukan pengolahan yang sempurna atau kompleks(Abuzar dan Rizki, 2014).

1.5 Sebut dan jelaskan 3 Bahan Koagulan


Beberapa contoh bahan koagulan yang umum digunakan antara lain adalah sebagai
berikut. Aluminium sulfat merupakan sejenis koagulan dengan rumus kimia Al 2SO4,
11H2O, 14H2O, atau 18H2O, umumnya yang digunakan adalah 18H2O. Aluminium sulfat
diturunkan dalam bentuk cair dengan konsentrasi sebesar 5% sampai dengan 20%. Baik
untuk bubuk ataupun cair, kualitas dari aluminium sulfat akan ditentukan dari kadar Al2O3
yang dimiliki. Bahan berikutnya yaitu PAC atau (Polyaluminium chloride). PAC adalah
suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion aluminium bertaraf
klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum
Alm(OH)nCl(3m-n). PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak
diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu. Kadar klorida yang
terkandung dalam PAC apabila berada dalam kadar yang optimal dalam fasa cair serta
bermuatan negatif akan cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik, terutama ikatan
karbon nitrogen yang umumnya dalam struktur ekuatik membentuk suatu makromolekul,
terutama gugusan protein, amina, amida, dan penyusun minyak dan lipida. PAC tidak
menjadi keruh apabila pemakaiannya berlebihan. PAC juga mengandung suatu polimer
khusus engan struktur polielektrolit yang dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali
dalam pemakaian bahan pembantu. Selain PAC, senyawa besi juga merupakan bahan
yang digunakan sebagai koagulan. Besi berkarat merupakan limbah logan yang
menumpuk dan mencemari lingkungan. Untuk mengurangi limbah besi, dilakukan upaya
untuk mengubah senyawa besi yang bermanfaat dan memberikan nilai tambah seperti besi
(III) sulfat atau besi (III) ammonium sulfat. Kedua senyawa tersebut dapat digunakan
sebagai bahan koagulan pengolahan limbah industri dan air jernih. Rumus kimia dari
senyawa besi ini adalah Fe3+ + 3H2O → Fe(OH)3 + 3H+ (Mayasari, 2016).
Sebelum digunakan, koagulan yang akan dipilih harus melalui prosedur jar test
terlebih dahulu untuk menentukan dosis koagulan yang optimum untuk digunakan.
Pemilihan jenis koagulan disesuaikan dengan jenis koloid yang terkandung dalam air.
Tingkat kemudahan destabilisasi partikel koloid dipengaruhi oleh harga zeta potensial
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

yang memungkinkan terjadinya gaya tarik menarik antar partikel koloid sehingga
membentuk flok. Semakin besar dosis koagulan maka nilai kekeruhannya semakin kecil,
karena pada umumnya dosis koagulan tertentu akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kekeruhan, namun peningkatan ini tidak berbanding lurus dengan
peningkatan kekeruhan. Sebagai contoh, Aluminium sulfat akan melakukan
pengoperasian mekanisme koagulasi pada endapan. Mekanisme ini menghasilkan flok
yang besar dan mudah mengendap, sehingga memberikan penurunan kekeruhan dengan
efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mekanisme penetralan muatan.
Mekanisme yang bekerja pada keadaan ini adalah netralisasi muatan, dimana presipitat
yang bermuatan positif akan muncul pada permukaan partikel koloid yang bermuatan
negatif, dan hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik permukaan partikel yang
diikuti dengan penurunan gaya tolak menolak yang dapat memicu terjadinya
koagulasi(Jannah et.al., 2020).

1.6 Aplikasi Koagulasi di bidang TBP


Aplikasi metode koagulasi pada bidang teknik bioproses sangatlah beragam. Sebab
pada teknik bioproses akan sangat sering berhubungan dengan fluida, mikroorganisme,
dan kegiatan – kegiatan biologis maupun fisis lainya. Aplikasi pertama yaitu pada
pembuatan keju lunak tanpa pemeraman. Salah satu tahap yang penting dalam produksi
keju yaitu koagulasi. Koagulasi merupakan proses menggumpalnya protein kasein susu
yang menghasilkan curd dan whey sebagai produk akhirnya. Curd yang terbentuk
selanjutnya akan diproses menjadi keju. Penggumpalan protein dapat dilakukan dengan
menambahkan agen koagulan. Koagulasi bisa juga dilakukan menggunakan asam, enzim
maupun dengan bantuan starter dalam bentuk bakteri asam laktat. Setiap proses koagulasi
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Koagulasi enzim mengguna kan
rennet umum digunakan saat ini sebab proses koagulasi menggunakan asam akan berjalan
lebih lambat. Akibatnya curd asam lebih sulit dipisahkan dengan whey. Karenanya
penggunaan koagulan asam akan menghasilkan keju yang lunak dengan kadar air tinggi
dengan umur simpan yang lebih pendek daripada curd rennet, sehingga dengan kata lain
penggunaan metode koagulasi dalam pembuatan produk – produk berbahan dasar laktosa
seperti susu, keju dan sebagainya merupakan suatu keharusan agar dihasilkan hasil akhir
berupa produk yang sempurna(Wardhani dkk., 2018).
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

Aplikasi selanjutnya yaitu pembuatan tahu dengan menggunakan enzim papain.


Dalam proses pembuatan tahu, dapat digunakan ekstrak kasar enzim papain dari buah
papaya yang dapat menggumpalkan susu. Enzim papain adalah enzim proteolitik yang
terdapat pada getah tanaman papaya (cacica papaya L). Secara umum yang dimaksud
dengan papain adalah papain yang dimurnikan maupun papain yang masih kasar. Semua
bagian papaya seperti buah, daun, tangkai daun, dan batang mengandung enzim papain
dalam getahnya, tetapi bagian yang paling banyak mengandung enzim papain adalah
buahnya. Dalam pengambilan enzim tersebut, diperlukan metode koagulasi agar
pemisahan enzim dengan zat pengotor dapat dilakukan secara sempurna sehingga hasil
tahu akan menjadi baik pula. Sehingga ekstrak enzim papain sebagai bahan koagulan
dalam proses pembuatan tahu juga akan menentukan kinetika reaksi dari ekstrak enzim
papain dalam proses pembuatan tahu sutra yang secara tidak langsung menentukan
kualitas nya juga(Rizqi dkk., 2016).

1.7 Aplikasi Filtrasi di bidang TBP


Salah satu aplikasi filtrasi di bidang Teknik Bioproses adalah pada pemakaian
membran ultrafiltrasi berbahan PSF atau titanium oksida sebagai filter pada pencemaran
air oleh bahan bakar solar. Teknik pemisahan dengan menggunakan teknologi filtrasi
merupakan salah satu jenis pemisahan komponen yang bersifat sangat spesifik, yaitu
menahan suatu komponen dan melewatkan komponen lainnya yang tergabung dalam satu
jenis campuran. Membran pada umumnya dibuat dari suatu bahan polimer. Polimer dipilih
karena sifatnya yang relatif kuat, hal tersebut merupakan salah satu poin yang harus
diperhatikan pada proses filtrasi. Polisulfon (PSF) merupakan salah satu jenis polimer
yang biasa digunakan sebagai membran. PSF banyak dipilih karena tahan terhadap
temperatur, pH, dan klorin. Akan tetapi PSF memiliki sifat hidrofobik yang
mengakibatkan kinerja membran dalam filtrasi kurang maksimal karena akan mengurangi
nilai fluks yang berdampak pada waktu filtrasi menjadi lebih lama. Upaya dalam
meningkatkan sifat hidrofilik membran yang dibuat dari bahan PSF ini dapat dilakukan
melalui proses blending dengan suatu material yang sifat hidrofiliknya relatif lebih tinggi
dari polisulfon. Material TiO2 dengan sifat hidrofilik yang baik dapat dipilih sebagai
alternatif dalam upaya meningkatkan kinerja membran polisulfon. Penambahan TiO2
dapat meningkatkan nilai fluks yang dapat berimbas pada waktu filtrasi menjadi legih
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

cepat sehingga akan lebih efisien dan efektif dalam proses filtrasi. Proses ultrafiltrasi pada
pencemaran dilakukan dengan teknik dead end. Pada sistem ini suatu cairan akan
dilewatkan menembus membran dan akan diperoleh cairan yang disebut filtrat yang telah
berhasil melewati membran tersebut(Rahmat dkk., 2020).

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

BAB II. Metode


2.1 Tujuan Praktikum
Praktikum Penanganan Limbah Cair dengan Metode Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi-
Filtrasi memiliki tujuan, yakni:
1. Mempelajari proses penanganan limbah cari dengan metode koagulasi-flokulasi-
sedimentasi-filtrasi.
2. Melakukan optimasi koagulan yang digunakan dalam proses koagulasi.
3. Mengetahui pengaruh pengadukan dalam proses koagulasi-flokulasi.
2.2 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada Laboratorium Rekayasa Bioproses pada tanggal 5 Oktober
2021 melalui platform Zoom Meeting.
2.3 Alat dan Bahan
 Alat yang digunakan antara lain sebagai berikut.
1. Neraca analitik : Berfungsi sebagai alat untuk menimbang koagulan tawas dan air
limbah cucian.
2. Kain saring : Berfungsi sebagai penyaring pada proses filtrasi.
3. Koagulator : Berfungsi sebagai alat untuk melakukan proses koagulasi.
4. Flokulator : Berfungsi sebagai alat untuk melakukan proses flokulasi.
5. Piknometer : Berfungsi sebagai wadah larutan untuk diketahui massa jenis nya.
6. Pengaduk : Berfungsi sebagai pengaduk campuran air limbah, detergen dan tawas.
7. pH Meter : Berfungsi sebagai pemgukur pH air limbah.
8. TDS Meter : Berfungsi sebagai pengukur zat padat terlarut pada air limbah.
9. Ember : Berfungsi sebagai wadah untuk menampung air limbah dan campuran.

 Bahan yang digunakan antara lain sebagai berikut


1. Air limbah cairan : berfungsi sebagai bahan perlakuan.
2. Detergen : berfungsi untuk ditambahkan pada campuran untuk mempercepat proses
koagulasi dan juga untuk mempercepat pembentukan makroflok.
3. Tawas : berfungsi sebagai koagulan

2.4 Diagram Alir


KOAGULASI
Bioseparation Engineering

Alat dan bahan


Disiapkan
Koagulan (tawas)
Ditimbang sebanyak 35 gram
Air limbah
Diukur pH, TDS dan massa jenis
Koagulan (tawas)
Ditambahkan ke air limbah, lalu diaduk
hingga warna keruh keabu-abuan
Koagulator
Campuran diaduk dengan kecepatan
500rpm selama 3 menit
Flokulator
Campuran diaduk dengan kecepatan
300rpm selama 5 menit
Air limbah
Didiamkan selama 15 menit

Kain saring
Air limbah difiltrasi hingga
didapatkan filtrat dan endapat
Endapan
Diukur massanya
Filtrat
Diukur pH, TDS dan massa jenisnya
Hasil

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


KOAGULASI
Bioseparation Engineering

3.1 Fungsi perlakuan dan analisa prosedur


Pada praktikum ini, terdapat beberapa fungsi perlakuan yang dilakukan pada tahap –
tahap tertentu. Yang petama yaitu pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui perbedaan
pH sebelum dan sesudah perlakuan. Selanjutnya yaitu pengukuran TDS dilakukan untuk
mengetahui padatan terlarut sebelum dan sesudah perlakuan. Adapun pada penelitian ini
digunakan 2 konsentrasi koagulan yang berbeda agar dapat mengetahui pengaruh dari
konsentrasi koagulan terhadap endapan yang dihasilkan dan pH filtrat yang dihasilkan.
Saat dilakukan penimbangan dengan piknometer, cairan yang terbuang dan tertinggal di
meja penimbangan neraca analitik harus dilap. Tujuan nya adalah untuk menghindari
kesalahan hitung akibat adanya tambahan cairan yang tidak dibutuhkan. Sebelum proses
koagulasi, air limbah diberi detergen yang bertujuan untuk memperkuat warna kekeruhan
air limbah, agar mempermudah proses koagulasi dan mempercepat pembentukan
makroflok. Mendiamkan air limbah selama 15 menit setelah proses flokulasi bertujuan
untuk terjadinya proses sedimentasi sehingga memudahkan proses filtrasi. Kemudian
fungsi perlakuan terakhir yaitu dengan menyaring air limbah cucian menggunakan kain
saring. Tujuan nya adalah untuk mendapatkan hasil endapan yang terbentuk setelah proses
koagulasi-flokulasi.
Setelah dijabarkan fungsi perlakuan pada tahapan – tahapan tertentu, selanjutnya
adalah penjelasan analisa prosedur. Praktikum ini dimulai dengan menimbang koagulan
berupa tawas sebanyak 0,7% atau 35 gram. Setelah itu, lakukan pengukuran besarnya pH
pada limbah air cucian sebelum diberi koagulan tawas. Catat hasilnya pada kertas. Setelah
dilakukan pengukuran pH, lakukan juga pengukuran TDS dan Massa jenis pada air limbah
cucian tersebut. Untuk mengukur TDS digunakan TDS meter sedangkan untuk mengukur
massa jenis digunakan alat piknometer. Cara mengukur massa jenis adalah dengan
mengisi limbah air cucian tanpa diberi perlakuan apapun pada piknometer sampai penuh,
kemudian letakan pada neraca analitik. Jangan lupa untuk mengelap cairan yang terbuang
diatas meja penimbangan agar hasil tidak salah. Kemudian tambahkan koagulan ke dalam
air cucian lalu aduk sampai warna air menjadi keruh dan abu abu. Setelah itu masukan
pada koagulator selama 3 menit dengan kecepatan 500rpm. Berikutnya masukan ke
flokulator selama 5 menit dengan kecepatan 300rpm. Keluarkan hasilnya setelah
dilakukan perlakuan pada 2 alat tersebut lalu tamping di ember dan diamkan selama 15
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

menit. Setelah 15 menit, lakukan filtrasi pada air itu dengan cara menumpahkan nya pada
baskom yang ditutup oleh kain saring. Endapan yang didapat disaring, kemudian filtrate
ukur masssa jenis nya. Endapan dimasukan ke dalam aluminium foil dan lakukan
penimbangan pada neraca analitik. Lakukan kembali pengukuran pH, TDS dan massa
jenis dari filtrat hasil perlakuan. Setelah semua dilakukan, catat hasilnya dan selesai.
3.2 Hubungan Konsentrasi Koagulan Terhadap Endapan? (Grafik)
Setelah dilakukan praktikum, didapatkan data sebagai berikut. Hubungan
konsentrasi koagulan terhadap endapan adalah berbanding lurus. Hal ini dibuktikan
dengan grafik yang terbentuk akan terus meningkat seiring dengan adanya pertambahan
jumlah koagulan. Pada saat koagulan yang digunakan berjumlah 0,5%, endapan yang
terbentuk sebanyak 3,437 gram. Sedangkan pada saat koagulan yang digunakan berjumlah
0,7%, jumlah endapan yang terbentuk sebanyak 4,876 gram. Hal ini menunjukan bahwa
semakin banyak koagulan yang digunakan, maka jumlah endapan yang terbentuk akan
semakin banyak.
Menurut literatur yang didapatkan, penambahan koagulan ke dalam limbah disertai
dengan proses pengadukan cepat akan menyebabkan koloid dan partikel tersuspensi
menjadi bergabung membentuk partikel berat (flok). Nantinya, flok tersebut akan berubah
menjadi endapan apabila air limbah didiamkan selama beberapa menit. Jumlah
penambahan koagulan ini akan sangat berpengaruh pada hasil endapan yang terbentuk,
semakin banyak nya jumlah koagulan yang ditambahkan, maka endapan yang terbentuk
pun akan semakin banyak pula begitupun sebaliknya(Andriani dkk., 2017).
Selain faktor di atas, juga dijelaskan bahwa semakin besarnya konsentrasi koagulan
yang ditambahkan, maka hal tersebut akan berdampak pada terjadinya gaya gesek yang
dialami oleh setiap partikel koagulan tersebut. Hal ini disebabkan karena partikel lain akan
semakin besar ukuran nya sehingga drag forcenya pun turut semakin besar. Peristiwa ini
disebabkan karena dengan semakin besarnya konsentrasi berarti semakin banyak jumlah
partikel dalam suatu suspensi yang menyebabkan bertambahnya gaya gesek antar tiap
partikel dengan partikel yang lain yang menyebabkan ukuran partikel semakin besar dan
semakin banyak. Sehingga dari kedua pernyataan literature, dapat disimpulkan bahwa
hasil penelitian sudah sesuai dengan literatur(Suryani dan Guskarnali, 2020).
3.3 Hubungan Konsentrasi Koagulan Terhadap Ph ? (Grafik)
Data selanjutnya yang didapatkan dari penelitian ini adalah hubungan konsentrasi
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

koagulan terhadap pH yang didapat. Hasil yang didapat adalah hubungan berbanding
terbalik. Dimana hal tersebut dibuktikan dengan grafik yang terbentuk akan terus menurun
seiring dengan adanya pertambahan jumlah koagulan. Pada saat koagulan yang digunakan
berjumlah 0,5%, pH yang tercatat adalah sebesar 6,64. Sedangkan pada saat koagulan
yang digunakan berjumlah 0,7%, pH yang terbentuk menjadi 6,187. Hal ini menunjukan
bahwa semakin banyak koagulan yang digunakan, maka pH yang terbentuk akan semakin
menurun.
Menurut literatur yang didapatkan, semakin besar konsentrasi koagulan yang
ditambahkan, maka akan semakin banyak pula proses hidrolisis yang terjadi dalam air
sehingga ion-ion H+ yang terionisasi dalam air tersebut akan semakin besar pula sehingga
nilai pH akan semakin rendah (asam). Penjelasan dari pernyataan tersebut adalah
Penurunan pH menjadi lebih asam yang terjadi pada setiap perlakuan dengan koagulan
asam tertentu disebabkan oleh koagulan tersebut yang bersifat asam dan dapat
menetralkan pH yang tadinya basa (air limbah cucian). Semakin tinggi penambahan dosis
koagulan asam, maka akan semakin besar pula persentase menjadi asam yang terjadi.
Seperti yang disebutkan, penambahan koagulan yang semakin tinggi akan menyebabkan
penurunan pH dalam kondisi asam yang semakin tinggi pula(Rusdi dkk., 2014). Apabila
hal ini dibandingkan dengan literatur, maka sudah terdapat kesesuaian. Sebab pada
percobaan yang sudah dilakukan, sample uji yang digunakan adalah air limbah cucian
yang mana bersifat basa. Sedangkan koagulan yang digunakan adalah tawas yang
memiliki sifat asam. Apabila tawas tersebut diberikan pada suatu larutan basa, maka akan
terjadi keseimbangan yang ditandai dengan menurun nya pH ke arah netral.
3.4 Mengapa Tawas Dapat Digunakan Sebagai Koagulan?
Ada beberapa bahan kimia yang umum digunakan dalam proses pengolahan air
limbah antara lain PAC (Polyaluminium Chloride) dan tawas. Prinsip kerja dari kedua
jenis bahan kimia tersebut relatif sama yaitu mmempunyai kemampuan untuk
menjernihkan air dengan cara mengkoagulasi zat-zat tersuspensi atau dispersi koloid
dalam air yang kemudian menghasilkan flok yang lebih besar, sehingga dapat membantu
terjadinya pengendapan dengan cepat. Tawas merupakan kristal putih yang berbentuk
gelatin dan mempunyai sifat yang dapat menarik partikel – partikel lain sehingga berat,
ukuran dan bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap. Tawas merupakan
nama lain dari alumunium sulfat yang memiliki rumus kimia Al 2(SO4)3. Tawas dapat
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

digunakan untuk penjernihan air, melalui proses penggumpalan (koagulasi-flokulasi)


padatan – padatan terlarut maupun tersuspensi di dalam air, sehingga dapat digunakan
untuk pembersihan air sumur, sebagai bahan kosmetik, zat warna tertentu dan zat
penyamak kulit(Husaini dkk., 2018).
3.5 Faktor Yang Mempengaruhi Koagulasi – Flokulasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi peristiwa koagulasi dan flokulasi diantaranya
sebagai berikut. Yang pertama yaitu dosis koagulan yang mana ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu jenis koagulan yang digunakan dan pH air. Faktor selanjutnya yaitu Jenis
koagulan yang akan mempengaruhi mekanisme destabilisasi partikel koloid. Hal ini
disebabkan karena setiap koagulan memiliki karakteristik yang berbeda. Faktor berikutnya
adalah pengaruh pH dimana Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada
pH yang optimum. Pada pH operasi optimum, partikel koloid akan bertindak sebagai inti
dan memicu pembentukan agregasi (sweep floc). Yang terakhir yaitu Kecepatan
Pengadukan dan Waktu Pengadukan. Kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi proses
pembentukan flok, bila kecepatan pengadukan terlalu lambat, maka pembentukan flok
akan lambat. Kecepatan pengadukan yang terlalu cepat dapat menyebabkan pecahnya
kembali flok yang telah terbentuk. Waktu pengadukan juga sangat berpengaruh karena
berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan presipitat saling bertumbukan satu sama lain
sehingga cukup untuk membentuk flok dengan kualitas terbaik(Asmiyarna dkk., 2021)
3.6 Faktor Yang Mempengaruhi Sedimentasi dan Filtrasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil akhir sedimentasi diantaranya sebagai
berikut. Diameter partikel, gravitasi, densitas, dan viskositas, dan kecepatan partikel turun
ke bawah. Ukuran dan bentuk partikel akan mempengaruhi rasio permukaan terhadap
volume partikel. Semakin besar maka akan semakin cepat mengendap. Kemudian untuk
konsentrasi partikel berkaitan dengan berat jenis partikel dimana semakin banyak
konsentrasi nya maka berat jenis nya akan semakin besar juga. Selanjutnya untuk
temperatur akan mempengaruhi viskositas dan berat jenis cairan. Semakin tinggi
viskositas nya, akan semakin besar berat jenis cairan nya. Terakhir yaitu gravitasi
berdampak pada kemampuan gravitasi dalam melewatkan cairan melalui kain saring yang
sudah terkotori oleh endapan(Roessiana dkk., 2014).
Sedangkan faktor yang memengaruhi filtrasi antara lain yang pertama yaitu debit
filtrasi. Debit yang terlalu besar akan menyebabkan tidak berfungsinya filter secara
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

efisien. Sehingga proses filtrasi tidak dapat terjadi dengan sempurna, akibat adanya aliran
air yang terlalu cepat dalam melewati rongga diantara butiran media pasir. Hal ini
menyebabkan berkurangnya waktu kontak antara permukaan butiran media penyaring
dengan air yang akan disaring. Kecepatan aliran yang terlalu tinggi saat melewati rongga
antar butiran menyebabkan partikel–partikel yang terlalu halus yang tersaring akan lolos.
Berikutnya yaitu konsentrasi kekruhan memberi pengaruh berupa efisiensi dari filtrasi.
Konsentrasi kekeruhan air baku yang sangat tinggi akan menyebabkan tersumbatnya
lubang pori dari media atau akan terjadi clogging. Sehingga dalam melakukan filtrasi
sering dibatasi seberapa besar konsentrasi kekeruhan dari air baku (konsentrasi air
influent) yang boleh masuk. Jika konsentrasi kekeruhan yang terlalu tinggi, harus
dilakukan pengolahan terlebih dahulu, seperti misalnya dilakukan proses koagulasi –
flokulasi dan sedimentasi. Berikutnya yaitu temperature dimana adanya perubahan suhu
atau temperatur dari air yang akan difiltrasi, menyebabkan massa jenis (density),
viskositas absolut, dan viskositas kinematis dari air akan mengalami perubahan.
Selain itu juga akan mempengaruhi daya tarik menarik diantara partikel halus
penyebab kekeruhan, sehingga terjadi perbedaan dalam ukuan besar partikel yang
akan disaring. Berikutnya yaitu kedalaman media, ukuran, dan material. Media
yang terlalu tebal biasanya mempunyai daya saring yang sangat tinggi, tetapi
membutuhkan waktu pengaliran yang lama. Terakhir yaitu tinggi muka air dimana
Keadaan tinggi muka air di atas media berpengaruh terhadap besarnya debit atau
laju filtrasi dalam media. Tersedianya muka air yang cukup tinggi diatas media
akan meningkatkan daya tekan air untuk masuk kedalam pori. Dengan muka air
yang tinggi akan meningkatkan laju filtrasi (bila filter dalam keadaan bersih)
(Muhajar dan Zulkifli, 2020).
3.7 Reaksi Proses Koagulasi – Flokulasi
Reaksi koagulasi flokulasi dimulai ketika aluminum sulfat yang ditambahkan pada
air yang mengandung alkalinitas akan terjadi reaksi seperti berikut :
Al2(SO4)3 ∙ 18H2O + 6HCO3- 2Al(OH)3 ∙ 3H2O + 6CO2 + 12H2O + 3SO42-
Dari rumus tersebut, dapat dilihat bahwa begitu setiap mol tawas yang ditambahkan
dengan menggunakan enam mol alkalinitas akan menghasilkan enam mol karbon
dioksida. Reaksi di atas menggeser keseimbangan karbonat dan menurunkan pH. Namun,
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

selama alkalinitas dan CO2(g) yang hadir cukup diperbolehkan untuk berkembang, pH
tidak berkurang drastis.Ketika alum ditambahkan ke air, akan langsung terdisosiasi,
mengakibatkan pelepasan ion aluminium dikelilingi oleh enam molekul air. Ion
aluminium mulai bereaksi dengan air, membentuk Al·OH·H 2O besar yang kompleks(Fajri
dkk., 2017).

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

BAB IV. Penutup


4.1 Simpulan
Setelah dilaksanakan praktikum materi pertama, ada beberapa kesimpulan yang
dapat diambil. Petama yaitu tujuan dilakukannya praktikum Koagulasi Flokulasi
Sedimentasi dan Filtrasi ialah mempelajari proses penanganan limbah cari dengan metode
koagulasi-flokulasi sedimentasi-filtrasi, melakukan optimasi koagulan yang digunakan
dalam proses koagulasi, dan mengetahui pengaruh pengadukan dalam proses koagulasi-
flokulasi. Definisi koagulasi merupakan suatu proses pengadukan cepat yang dilakukan
dengan gradien kecepatan yang tinggi antara 300 sampai 1000 detik -1. Sedangkan
flokulasi merupakan proses pengadukan lambat yang dilakukan dengan gradien kecepatan
rendah berkisar 20 sampai 100 detik -1. Pengertian berikutnya yaitu sedimentasi merupakan
proses pemisahan partikel padatan dari larutan dan filtrasi merupakan proses penyaringan
partikel. Kesimpulan berikutnya adalah alat dan bahan yang digunakan pada praktikum
materi ini diantaranya neraca analitik,kain saring, koagulator dan flokulator,
piknometer,pengaduk, pH meter, TDS meter, ember, air limbah cucian, deterjen, tawas
0,5% dan tawas 0,7% . Adapun pada praktikum ini, didapat beberapa hasil sebagai
berikut. Hubungan konsentrasi koagulan dengan jumlah endapan berbanding lurus
sedangkan hubungan konsentrasi koagulan dengan nilai pH berbanding terbalik.
Kemudian untuk reaksi yang dihasilkan antara tawas dan air limbah cucian adalah
bereaksi menjadi Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2→ 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14H2O +
6CO2. Adapun dari hasil tersebut tentunya terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil sedimentasi diantaranya, dosis koagulan, jenis koagulan, pengaruh pH, kecepatan
pengadukan dan waktu pengadukan. Sedangkan Faktor–faktor yang mempengaruhi
filtrasi adalah debit filtrasi, kedalaman media, ukuran dan material, konsentrasi
kekeruhan, dan tinggi muka air.
4.2 Saran
Secara keseluruhan pelaksanaan praktikum sudah baik. Praktikum dilaksanakan
tepat pada waktu nya, asisten juga terlihat rapi dan siap mengajar. Hanya saja, soal pre –
test sebaiknya tidak keluar dari materi yang ada di video dan di modul. Kemudian
sebaiknya saat menjelaskan materi lebih diperlambat tempo nya sehingga praktikan bisa
melakukan screenshot materi dan juga bisa mengerti materi dengan lebih baik.
Daftar Pustaka
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

Abuzar SS, Rizki P. 2014. Efektivitas Penurusan Kekeruhan Dengan Direct Filtration
Menggunakan Saringan Pasir Cepat (SPC). Prosiding SNSTL. Padang, 11 September
2014.
Harmiyati. 2018. Tinjauan Proses Pengolahan Air Baku (Raw Water) Menjadi Air Bersih
Pada Sarana Penyediaan Air Minum (Spam) Kecamatan Rangsang Kabupaten
Kepulauan Meranti. Jurnal Saintis 18(1) : 1 – 15.
Jannah FHS, Riana AKR, dan Ratnaningsih R. 2020. Selection Of Design Criteria For The
Coagulation, Flocculation And Sedimentation Unit In The Klapanunggal Drinking
Water Treatment Plant. International Journal of Scientific & Technology Research
Volume 9(1) : 3500 – 3503.
Mayasari R. 2016. Pengaruh Kualitas Air Baku Terhadap Jenis dan Dosis Koagulan. Jurnal
Integrasi 1(2) : 45 – 56.
Moelyo M. 2012. Pengkajian Evektifitas Proses Koagulasi Dalam Memperbaiki Kualitas
Limbah Industri Penyamakan Kulit - Sukaregang, Garut. Jurnal Teknik Hidraulik
3(2) : 169 – 182.
Pinalia A. 2011. Kajian Metode Fitrasi Gravitasi dan Filtrasi Sistem Vakum untuk Proses
Penyempurnaan Rekristalisasi Amonium Perklorat. Jurnal Sains dan Teknologi
Dirgantara 6(3) : 113 – 121.
Rahimah Z, Heliyanur H, dan Isna S. 2016. Pengolahan Limbah Deterjen Dengan Metode
Koagulasi – Flokulasi Menggunakan Koagulan Kapur dan PAC. Jurnal Konversi
5(2) : 13 – 19.
Rahmat AY, Intan S, dan Rudiyansyah. 2020. Membran UltraFiltrasi Polisulfon/TiO 2
(Psf/TiO2) Sebagai Filter Pada Pencemaran Air Oleh Bahan Bakar Solar. Jurnal
Kartika Kimia 3(1) : 7 – 12.
Rizqi AA, Faridah dan Elwina. 2016. Kinetika Koagulasi Protein Pada Pembuatan Tahu
Dengan Menggunakan Enzim Papain. Jurnal Teknologi 16(1) : 15 – 19.
Sarwono E, Khairunnisa RA, dan Yunianto S. 2017. Penurunan Parameter Kekeruhan, TSS,
dan TDS Dengan Variasi Unit Flokulasi. Jurnal Teknologi Lingkungan 1(2) : 8 – 14.
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

Wardhani DH, Bakti J, Abdullah, Suherman, Heri C. 2018. Komparasi Jenis Koagulan dan
Konsentrasinya Terhadap Karakteristik Curd Pada Pembuatan Keju Lunak Tanpa
Pemeraman. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 13(2) : 209 – 216.

Daftar Pustaka Tambahan


Andriani F, Yusniar HD, dan Hanan LD. 2017. Efektivitas PAC (Poly Aluminium Chloride)
Dalam Menurunkan Kadar Fosfat Pada Limbah Cair Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 5(5) : 659 – 665.
Asmiyarna L, Syarfi D, dan Lita D. 2021. Pengaruh Dosis Koagulan Belimbing Wuluh serta
Pengaruh pH dalam Menyisihkan Warna dan Zat Organik Pada Air Gambut. Jurnal
Online Mahasiswa Fakultas Teknik 8(1) : 1 – 5.
Husaini, Stefanus SC, Suganal, Kukuh NH. 2018. Perbandingan Koagulan Hasil Percobaan
Dengan Koagulan Komersial Menggunakan Metode Jar Test. Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara 14(1) : 31 – 45.
Fajri NR, Mochtar H, dan Arya R. 2017. Pengolahan Lindi Dengan Metode Koagulasi –
Flokulasi Menggunakan Koagulan Aluminium Sulfat dan Metode Ozonisasi Untuk
Menurunkan Parameter BOD, COD, dan TS (Studi Kasus Lindi TPA Jatibarang).
Jurnal Teknik Lingkungan 6(1) : 1 – 13.
Muhajar, Zulkifli T. 2020. Pengaruh Ketebalan Media dan Waktu Filtrasi Terhadap
Pengolahan Limbah Rumah Tangga. Skripsi. Program Studi Teknik Pengairan,
Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Roessiana DL, Setiyadi, dan Sandy BH. 2014. Model Persamaan Faktor Koreksi Pada Proses
Sedimentasi Dalam Keadaan Free Settling. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan
6(2) : 98 – 106.
Rusdi, Purnomo S, dan Rian P. 2014. Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu Pengendapan Biji
Kelor Terhadap pH, Kekeruhan dan Warna Air Waduk Krenceng. Jurnal Integrasi
Proses 5(1) : 46 – 50.
Suryani, Guskarnali. 2020. Pengaruh Penggunaan Tawas Terhadap Kecepatan Pengendapan
dan Kualitas Brightness Pada Kaolin. Prosiding Seminar Penelitian dan Pengabdian
Pada Masyarakat. Pangkalpinang, 8 – 9 Oktober 2020.
KOAGULASI
Bioseparation Engineering

LAMPIRAN SITASI

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

LAMPIRAN DHP

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

KOAGULASI
Bioseparation Engineering

DOKUMENTASI PRAKTIKUM

KOAGULASI

Anda mungkin juga menyukai