Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah:

1. Menentukan dosis koagulan yang optimum dalam pengolahan air;


2. Mengukur pH atau derajat keasaman sampel air;
3. Mengukur turbidity atau tingkat kekeruhan sampel air.

1.2 Metode Pengukuran

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah:


1. Jar-Test;
2. pH meter;
3. spektrofotometri.

1.2 Prinsip Percobaan

Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

1.3.1 Koagulasi

Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat-zat tersuspensi dalam bentuk lumpur
kasar, lumpur halus dan koloid. Pada permukaan koloid bermuatan listrik sehingga
koloid dalam keadaan stabil, akibatnya koloid sulit untuk mengendap. Senyawa
koagulan (seperti tawas aluminium sulfat) berkemampuan mendestabilisasi koloid
(menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid) sehingga koloid dapat
bergabung satu sama lainnya membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar
sehingga mudah mengendap. Tujuan percobaan Jar-Test adalah untuk menentukan
dosis koagulan yang optimum dalam pengolahan air.

1.3.2 Pengukuran pH

Elektroda gelas mempunyai kemampuan untuk mengukur konsentrasi H + dalam air


secara potensiometri.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

1.3.3 Pengukuran Turbidity

Pengukuran kekeruhan dalam air berdasarkan pengukuran intensitas cahaya yang


dipendarkan oleh zat-zat tersuspensi dalam air.

Aln(OH)mCl(3n-m) nAlCl3 + mOH- . mNa+

DEFRI AF 2110947001
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Aglomerasi adalah proses pengendapan partikel koloid halus yang terdispersi


dalam air dengan mengubah partikel tersebut menjadi flok berukuran lebih besar,
yang dapat dengan mudah dipisahkan dari air dengan sedimentasi, flotasi, dll.
Saya bisa. , kation dalam larutan, suhu dan kecepatan. Koloid adalah partikel yang
sangat kecil dengan luas permukaan yang sangat besar. Partikel koloid lebih besar
dari atom dan ion tetapi cukup kecil untuk dilihat dengan mata telanjang.
Ukurannya berkisar dari 0,001 hingga 10 µm dan memiliki rasio massa-ke-
permukaan yang sangat kecil. Sebagian besar koloid bermuatan negatif. Muatan
negatif sistem koloid diseimbangkan oleh ion positif di dekat permukaan padat-
cair dan di antara medium pendispersi. Bahan kimia yang ditambahkan selama
proses koagulasi disebut koagulan. Partikel koloid dinetralkan oleh muatan
koagulan. Molekul organik dengan muatan ganda dapat bertindak sebagai
flokulan. Misalnya, polimer anionik atau kationik. Molekul-molekul ini crosslink
atau ikatan partikel. (Herawati, 2017).

Air merupakan dasar bagi sebuah kehidupan sehingga keberadaannya selalu dicari
oleh setiap manusia. Sekitar 60-90% bagian sel mahluk hidup adalah air. Oleh
karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan, air
baku adalah air yang dipakai untuk keperluan air minum, rumah tangga, dan
industri. Air permukaan memiliki jumlah padatan tersuspensi total suspended
solid yang lebih banyak dibandingkan air sumur, jumlah padatan terlarut total
dissolved solid yang lebih sedikit, dan sifat fisiknya yang cenderung mengikuti
perubahan keadaan lingkungan. Pengelolaan sumber daya air sangat diperlukan
mengingat seberapa pentingnya air bagi mahluk hidup. Air yang digunakan dan
dikonsumsi oleh manusia memiliki standar mutu yang dikendalikan secara ketat
karena berpengaruh terhadap kualitas maupun estetika air (Istianto, 2020).
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

2.2 Teori
2.2.1 Koagulan

Koagulasi adalah proses pengolahan zat cair dengan mendestabilisasi partikel


koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama flokulasi. Flokulasi
adalah peristiwa penggumpalan partikel-partikel kecil hasil koagulasi menjadi
flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap. Koagulasi-flokulasi adalah dua
proses yang saling berhubungan untuk membentuk flok yang lebih besar dengan
bantuan koagulan sehingga dapat mudah diendapkan. Pada proses koagulasi
terjadi destabilisasi partikel koloid akibat pengadukan cepat sehingga memberi
kesempatan kepada koagulan dengan partikel koloid untuk membentuk inti flok.
Inti flok yang sudah terbentuk akan saling bersentuhan akibat dari pengadukan
lambat atau proses flokulasi. Pada pengadukan lambat akan terjadi stabilisasi
partikel inti flok sehingga akan membentuk flok yang memiliki massa jenis lebih
besar daripada air dan mudah untuk mengendap (Nurjannah, 2015).

Koagulasi adalah proses penggabungan partikel-partikel kecil ke dalam aglomerat


yang lebih besar (agglomerates) dan menyerap bahan organik terlarut ke dalam
aglomerat partikulat, memungkinkan kontaminan ini dihilangkan dalam proses
pemisahan padat/cair selanjutnya. Penggunaan flokulan modern untuk pengolahan
air dimulai lebih dari 100 tahun yang lalu ketika klorida dan aluminium sulfat
digunakan sebagai flokulan dalam pengolahan air skala besar. Mekanisme
solidifikasi pertama kali dijelaskan oleh aturan Schultz-Hardy dan fungsi
tumbukan partikel Smolkowski. Ini membentuk dasar untuk teori permintaan
koagulan dan proses perubahan jumlah partikel dalam flok. Mattson adalah orang
pertama yang menyatakan bahwa hidrolisis produk dari garam Al dan Fe lebih
penting daripada ion trivalen itu sendiri, tetapi pendekatan ini diterima secara luas
dan, 30 tahun kemudian, berada dalam posisi yang tepat untuk koagulasi kimia
(Ramadhan, 2014)
Koagulasi Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses flokulasi,
dan pada akhirnya kinerja membran, adalah waktu pengadukan yang lambat dari
koagulan. Efisiensi koagulasi dan kinerja membran mikrofiltrasi meningkat
dengan penambahan waktu pengadukan lambat hingga tercapai waktu

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

pengadukan lambat yang optimal. Jika waktu pengadukan lebih lama dari waktu
pengadukan optimum maka flok yang terbentuk akan pecah, efisiensi flokulasi
akan menurun, dan kinerja membran mikrofiltrasi akan menurun ( Karama, 2014).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi

Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang optimum


diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan mempengaruhi
proses tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain (Rahimah,2016).
1. pH;
Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH yang
digunakan berada pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan
dan flokulan yang digunakan
2. Suhu;
Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah karena peningkatan
viskositas dan perubahan struktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat
lolos dari saringan sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan
lebih kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur.
3. Konsentrasi Koagulan;
Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel,
sehingga penambahan koagulan harus sesuia dengan kebutuhan untuk
membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang mengakiatkan
tumbukan antar partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan flok.
Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak maka flok
tidak terbentuk dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali.
4. Pengadukan;
Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan flokulasi
yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu
pertumbuhan flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan
flok-flok yang telah terbentuk menjadi pecah kembali.

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

2.2.3 Jenis-Jenis Koagulan

Proses koagulasi salah satunya dipengaruhi oleh jenis koagulan. Dalam hal
tersebut terdapat beberapa jenis koagulan seperti (Husaini,2018):
1. PAC
PAC dengan rumus kimia Aln(OH)mCl(3n-m)x merupakan suatu persenyawaan
anorganik komplek, ion hidroksil serta ion alumunium bertahap klorinasi yang
berlainan sebagai pembentuk polinuklir. Apabila mengalami hidrolisis
(penguraian karena air), akan terbentuk spesi monomer dan polymer lumayan
penting yaitu kation dari Al13O4(OH)247+ dan yang dianggap kurang penting
yaitu Al8(OH)204+. Koagulan-koagulan terpolimerisasi terdiri dari:
polyaluminium chloride (PACl) dan polyaluminium chlorohydrate (PACH).
Dalam praktek, ada sedikit perbedaan kinerja antara PACH dan PACl dalam
aplikasi pengolahan air, walaupun PACH lebih terhidrasi (hydrated). Koagulan
polialuminium secara umum mengkonsumsi tingkat alkalinitas yang lebih kecil
dibandingkan dengan alum. PACl efektif pada selang pH yang lebih lebar
dibandingkan dengan alum dan hasil penelitian menunjukkan bahwa PACl
bekerja dengan baik pada rentang pH antara 5,0-8,0.

Bahan kimia PAC dapat dibuat melalui beberapa tahapan proses yaitu
preparasi, pencampuran dan pelarutan, pengendapan dan penyaringan serta
pengeringan. Preparasi merupakan tahapan penyiapan bahan baku yang
meliputi alumina trihidratAl(OH)3, asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4),
dan kalsium karbonat (CaCO3). Pada tahap pelarutan, Al(OH)3 direaksikan
dengan HCl sambil diaduk dan dipanaskan pada suhu mendidih (100-110°C)
selama 90 menit. Sisa Al yang tidak larut direaksikan dengan asam sulfat
berlebih. Kelebihan asam sulfat tersebut direaksikan dengan CaCO 3 untuk
menaikkan basisitas, sehingga kandungan sulfat dalam larutan PAC dapat
ditekan sekecil mungkin, karena sulfat merupakan pengotor yang dapat
menurunkan mutu PAC Produk yang dihasilkan dari reaksi-reaksi tersebut,
selain PAC cair juga terbentuk gipsum (CaSO4.2H2O) berupa endapan yang
selanjutnya difiltrasi (Husaini,2018).

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

2. Natrium Aluminat
Bahan ini bahkan kurang populer dalam penggunaannya.
Bereaksi dengan karbohidrat atau CO2 dalam air:
NaAlO2 + Ca(HCO3)2+H2O Al(OH)3 + CaCO3 + NaHCO2 CaCO3 membentuk
endapan. Penambahan kapur secukupnya hingga mencapai pH 10,5 akan
membentuk endapan Mg(OH)2. Kelebihan ion Ca dapat diendapkan pada pH
tinggi dengan menambahkan soda ash. ini masih kurang populer
penggunannya.
3. Tawas
Tawas merupakan kristal putih yang berbentuk gelatin dan mempunyai sifat
yang dapat menarik partikel-partikel lain sehingga berat, ukuran dan bentuknya
menjadi semakin besar dan mudah mengendap. Tawas merupakan nama lain
dari alumunium sulfat yang memiliki rumus kimia Al 2(SO4)3. Tawas dapat
digunakan untuk penjernihan air, melalui proses penggumpalan (koagulasi
flokulasi) padatan - padatan terlarut maupun tersuspensi di dalam air, sehingga
dapat digunakan untuk pembersihan air sumur, sebagai bahan kosmetik, zat
warna tertentu dan zat penyamak kulit (Husaini,2018).
4. Karbon aktif
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan
membuka pori-pori yang tertutup sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi.
Pori-pori arang biasanya diisi oleh hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya
yang terdiri dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan meresap dalam
arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia
sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar. Efisiensi adsorbsi karbon
aktif tergantung dari perbedaan muatan listrik antara arang dengan zat atau ion
yang diserap. Bahan yang bermuatan listrik positif akan diserap lebih efektif
oleh arang aktif dalam larutan yang bersifat basa. Jumlah karbon aktif yang
digunakan untuk menyerap warna berpengaruh terhadap jumlah warna yang
diserap (Wagiman, 2014).

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

5. Activated silica
Merupakan sodium silicate yang telah direaksikan dengan sulfuric acid,
alumunium sulfate, carbon dioxide, atau klorida. Activated silica merupakan
koagulan aid, activated silica memberikan keuntungan antara lain
meningkatkan laju reaksi kimia, menurunkan dosis koagulan, memperluas
jangkauan pH optimum dan mempercepat serta memperkeras flok yang
terbentuk. Umumnya digunakan dengan koagulan alumunium dengan dosis 7–
11% dari dosis alumunium (Wagiman, 2014).
6. Bentonic clay
Digunakan pada pengolahan air yang mengandung zat warna tinggi, kekeruhan
rendah dan mineral yang rendah (Wagiman, 2014).

7. Ferrous chloride (FeCl2)


Koagulasi besi klorida biasanya lebih baik dengan menambahkan larutan 1:
2:Fe dalam kapur atau NaOH untuk menyesuaikan kondisi koagulasi. Reaksi
yang terjadi adalah reaksi bikarbonat dengan basa membentuk Fe(OH)2 yang
sedikit larut, yang dioksidasi oleh oksigen terlarut menjadi Fe(OH)3 yang tidak
larut.
8. Aluminium sulfat Al2(SO4)3
Persenyawaan Al2(SO4)3 disebut juga tawas, merupakan bahan koagulan yang
paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis (murah), mudah
didapatkan di pasaran, serta mudah penyimpanannya. Selain itu bahan ini
cukup efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Dengan demikian makin
banyak dosis
tawas yang ditambahkan dan pH makin turun, karena dihasilkan asam sulfat
sehingga perlu dicari dosis tawas optimum yang harus ditambahkan.
Pemakaian
tawas paling efektif antara pH 5,8‒7,4. Untuk pengaturan (menaikkan) pH
biasanya ditambahkan larutan kapur Ca(OH)2 atau soda abu (Na2CO3).

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

9. Ferric chloride (FeCl3)


Bahan ini bersifat korosif, tidak tahan penyimpanan jangka panjang, dan
bersifat asam. Endapan Fe(OH)3 efektif terbentuk pada pH 5,5. Biasanya
ditambahkan larutan kapur untuk mengatur pH. Reaksi dilakukan dalam
2.2.4 Pengukuran pH

Acidity (pH) meter adalah alat yang dapat mengukur pH suatu larutan. Sistem
pengukuran pH meter menggunakan sistem pengukuran potensiometri. Sebuah pH
meter berisi elektroda kerja dan elektroda referensi. pH adalah konsentrasi ion
hidrogen (H+) dalam suatu larutan, yang menunjukkan tingkat keasaman dan
kebasaan. Nilai pH adalah kuantitas fisik, diukur pada skala 0 hingga 14
(Ngafifuddin, 2017).

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman


atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Konsep pH pertama kali
diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder Lauritz Sørensen pada tahun
1909. Alat ukur keasaman pada air tersebut digunakan untuk mengukur
kandungan pH atau kadar keasaman pada air mulai dari pH 0 sampai pH 14.
Dimana pH normal memiliki nilai 6,5 hingga 7,5 sementara bila nilai pH < 6,5
menunjukkan zat tersebut memiliki sifat asam sedangkan nilai pH > 7,5
menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa. pH 0 menunjukkan derajat
keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi (Azmi,
2016).

Pengukuran pH adalah salah satu tes yang paling penting dan sering digunakan
dalam kimia air limbah. Hampir setiap fase pasokan air dan pengolahan air
limbah, misalnya asam-basa netralisasi, pelunakan air, presipitasi, koagulasi,
desinfeksi, dan pengendalian korosi, tergantung pada pH. Semakin besar pH,
maka kelarutan semakin kecil, sehingga ion aquometalik semakin sulit terbentuk,
yang akhirnya mengurangi jumlah partikel koloid yang dapat ternetralisasi
membentuk flok (Wiryono, 2014).

pH, atau keluaran hidrogen, adalah ukuran keasaman atau kebasaan suatu larutan.
Keasaman atau kebasaan suatu larutan ditentukan oleh jumlah relatif ion hidrogen

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

(H+) atau ion hidroksil (OH-). Larutan asam memiliki jumlah ion hidrogen (H+)
relatif tinggi dan basa memiliki jumlah ion hidroksida (OH-) relatif tinggi. pH
didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen (αH).
(Wirahardi, 2017) :

2.2.5 Pengukuran Turbidity

Air adalah bagian terpenting dari kehidupan organisme permukaan. Bumi adalah
70% air dan 30% daratan (dilihat dari permukaan). Air bersih memiliki beberapa
parameter fisik dan kimia yang harus dipenuhi. B. Suhu air, kejadian cahaya,
intensitas cahaya, DO, saturasi oksigen, kekeruhan (turbidity), BOD, COD, pH
air, nitrat, fosfat, E. coli. (Pramusinto, 2016).

Kekeruhan di dalam air disebabkan karena adanya zat tersuspensi seperti


lempung, lumpur, zat organik, plankton dan zat-zat halus lainnya. Kekeruhan
merupakan sifat optis dari suatu larutan yaitu hamburan dan absorbs cahaya yang
melaluinya. Pengukuran kekeruhan dapat digunakan tiga metode, yaitu (Zein,
2013):
1. Metode nefelometrik;
2. Metode helinge turbidimetri;
3. Metode visual.
Partikel yang tidak larut seperti pasir, lumpur, tanah, bahan kimia organik dan
anorganik membentuk padatan tersuspensi dalam air, membuatnya keruh dan
mempengaruhi organisme baik di atas maupun di bawah permukaan. Kekeruhan
bukanlah sifat air yang berbahaya, tetapi dapat menjadi perhatian karena
mempengaruhi estetika dan dapat mengandung bahan kimia yang beracun bagi
manusia. (Pramusinto, 2016).

Kekeruhan air adalah kebalikan dari kecerahan air. Kekeruhan air, atau biasa
disebut kekeruhan akuatik, adalah keadaan badan air di mana semua padatan
terdapat dalam air dalam bentuk pasir, lanau, lempung, atau partikel tersuspensi,
dan dalam bentuk konstituen hidup (biologis) seperti fitoplankton. bila ada
kemungkinan untuk melakukannya. Karena cahaya berperan penting bagi alga,
terutama dalam fotosintesis, pertumbuhan makroalga dipengaruhi oleh tingkat

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

kekeruhan air, karena kekeruhan air mempengaruhi penetrasi cahaya ke kolom air.
Fotosintesis pada tumbuhan laut seperti rumput laut terjadi ketika cahaya yang
kuat mencapai sel-sel alga. Oleh karena itu, jika menjadi mendung, sinar matahari
akan sulit menembus permukaan dan lapisan dalam, dan fotosintesis tidak akan
berjalan dengan baik karena terhalang oleh materi tersuspensi. Selain itu,
penetrasi yang tidak memadai ke dalam air keruh mempengaruhi kedalaman
habitat tanaman air dan dapat menyebabkan kematian (Modesta, 2015).

Kekeruhan (turbidity) air dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur


kekeruhan. Perancangan pengukur kekeruhan sebagai alat untuk mengukur tingkat
kekeruhan pada air didasarkan pada beberapa metode. Metode yang digunakan
untuk mengukur kekeruhan cairan dibedakan berdasarkan apakah mereka.
mengukur intensitas cahaya, transmisi cahaya, hamburan cahaya, atau keduanya
Secara umum, ada dua jenis pengukur kekeruhan. Yang pertama adalah meteran
absorbansi yang mengukur penyerapan (redaman) cahaya yang melewati suatu
larutan. Kedua nephelometer mengukur hamburan cahaya yang melewati larutan.
(Faisal, 2016).

2.2.6 Hubungan Koagulasi, Flokulasi, pH dan Turbidity

Proses koagulasi memiliki dampak besar pada pH air. Proses koagulasi


menggunakan koagulan seperti PAC dan tawas mempengaruhi pH, dan semakin
banyak koagulan yang ditambahkan maka pH air (asam) semakin rendah. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi jumlah koagulan dalam larutan maka semakin tinggi
pula kandungan ion H+ dalam larutan akibat proses hidrolisis. Kenaikan ion H+
cenderung menurunkan pH larutan (asam) (Aminudin dan Nisa, 2019).

Pada kondisi pH netral, penambahan koagulan menyebabkan reaksi kimia dimana


muatan negatif tolak-menolak di sekitar partikel zat terlarut berukuran koloid
dinetralkan oleh ion positif dari koagulan, akhirnya partikel koloid pada pH
sekitar 6. dan agregat. -7 Bentuk serpihan. Koagulan tawas dan PAC kurang larut
dibandingkan nilai pH lainnya. Kelarutan yang rendah memaksimalkan jumlah
koagulan yang berubah menjadi flok. Nilai pH mempengaruhi hasil koagulasi
karena pada nilai pH yang salah padatan terlarut masih dalam keadaan stabil dan

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

flokulasi tidak optimal. Menyesuaikan pH sesuai dengan jenis koagulan


mengacaukan muatan padatan terlarut dan memungkinkan proses koagulasi
berjalan secara efisien (Arinaldi, 2013).

2.2.7 Metode Percobaan

2.2.7.1 Jar-Test

Jar-Test adalah suatu percobaan skala laboratorium yang berfungsi untuk


menentukan dosis optimum dari koagulan yang digunakan dalam proses
pengolahan air bersih. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang
berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam
mengoptimalkan proses-proses koagulasi flokulasi dan penjernihan (Oktaviasari,
2016).
Jar Test adalah metode pengujian untuk menentukan kapasitas flokulan dan
menentukan kondisi operasi (dosis) yang optimal dalam pemurnian air dan air
limbah. Hal-hal yang akan diukur dan dicatat dalam jar test ini adalah pH, TS,
kekeruhan air limbah, jumlah koagulan yang ditambahkan ke sejumlah tertentu air
limbah, dll, dan dapat diketahui jumlah sebenarnya koagulan yang dibutuhkan
untuk pengolahan air limbah meningkat. Prosedur pengujian kaca mensimulasikan
proses koagulasi dan flokulasi untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan
organik yang dapat menyebabkan masalah kekeruhan, bau dan rasa (Husaini,
2018).

2.2.7.2 pH Meter

pH meter adalah alat ukur yang dapat memberikan informasi tentang keasaman
suatu larutan. Sebuah probe yang terbuat dari silinder kaca non-konduktif
berfungsi sebagai sensor untuk alat pengukur ini. Keasaman dalam air dapat
diukur dengan menggunakan senyawa HCl yang merendam kawat elektroda. Dua
jenis pH meter saat ini tersedia, tergantung pada berapa lama proses direndam
dalam larutan yang diukur. Tipe pertama tidak dapat digunakan lebih dari 24 jam
dan membutuhkan rekondisi, sedangkan tipe yang kedua dapat bertahan lebih dari
24 jam, tetapi akurasinya menurun dari hari ke hari (Hadiatna, 2019).

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

Keasaman atau pH adalah konsentrasi ion hidrogen yang sangat kecil. pH


didefinisikan sebagai logaritma basa 10 dari konsentrasi ion hidrogen. Tingkat pH
spesifik yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. pH
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman.
Keasaman berubah nilainya dari waktu ke waktu. pH bervariasi tidak menentu
tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
antara lain suhu, proses dekomposisi bahan organik, fotosintesis, atau adanya
unsur lain yang terendam dalam air. Acidity (pH) meter adalah alat pengukur yang
dapat memberikan informasi tentang keasaman suatu larutan. Sebuah probe yang
terbuat dari silinder kaca non-konduktif berfungsi sebagai sensor untuk alat
pengukur ini. Alat ini dapat mengukur keasaman yang terkandung dalam air
menggunakan senyawa HCl yang direndam dengan kawat elektroda. Namun,
dalam proses penggunaan meteran, muncul beberapa masalah, seperti proses
kalibrasi, umur meteran, dan keakuratan hasil pengukuran (Sudewa,2017).

2.2.7.3 Spektrofotometri

Metode spektrofotometri UV-Vis telah dikenal sebagai metode yang mudah dalam
pengerjaannya dan relatif luas penggunaanya jika dibandingkan metode
spektroskopi lain. Kekurangan utama dari metode ini adalah tingkat
selektivitasnya yang rendah karena adanya interferensi dari komponen lain yang
ada dalam sampel. Interferensi ini menyebabkan kenaikan nilai absorbansi dari
suatu komponen akibat adanya absorbansi komponen lain (overlapping).
Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini, seperti
membandingkan absorbansi dengan blanko atau memisahkan senyawa yang ingin
dianalisis secara kimiawi sebelum dianalisis menggunakan spektrofotometer.
Kekurangan dari 2 cara yang telah disebutkan yaitu menyita waktu lebih banyak
untuk proses scan blanko, dan membutuhkan reagen atau bahan kimia tambahan.
Sebuah metode alternatif telah ditemukan untuk mengatasi masalah tersebut
melalui pendekatan manipulasi sinyal yang dibaca detektor. Metode ini dikenal
dengan metode spektrofotometri derivative (Adi Putra Wibowo, 2020)

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

Prinsip metode ini adalah bahwa warna yang dihasilkan dalam sampel yang
disaring menunjukkan sifat fisik sampel, seperti: B. Warna terbentuk berdasarkan
panjang gelombang (merah, hijau, kuning, dll). Tingkat kecerahan ditunjukkan
oleh jumlah cahaya yang dipantulkan dari permukaan suatu objek. Titik saturasi
ditunjukkan oleh kemurnian warna (misalnya pucat cerah). Sifat fisik di atas dapat
ditentukan oleh tingkat sifat transmisi cahaya yang ditunjukkan oleh sampel yang
disaring menggunakan spektrofotometer (Greenberg, 1992).
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Sedangkan
peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer.
Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah,
sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan
adalah elektron valensi (Hasibuan, 2015). Spektrofotometer UV-VIS adalah salah
satu metode instrumen yang paling sering diterapkan dalam analisis kimia untuk
mendeteksi senyawa (padat/cair) berdasarkan absorbansi foton. Agar sampel dapat
menyerap foton pada daerah UV-VIS (panjang gelombang foton 200 nm – 700
nm), biasanya sampel harus diperlakukan atau derivatisasi, misalnya penambahan
reagen dalam pembentukan garam kompleks dan lain sebagainya (Irawan, 2019).

2.2.8 Peraturan Terkait

Peraturan yang digunakan untuk melihat baku mutu pH dan kekeruhan dalam
praktikum ini adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut PP No. 22 tahun 2021 klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas:
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Tabel 2.1 Peraturan Baku Mutu pH
Kelas
Parameter Satuan Keterangan
I II III IV
Tidak berlaku untuk air
pH 6-9 6-9 6-9 6-9 gambut (berdasarkan
kondisi alaminya)
Sumber: PP Nomor 22 tahun 2021

DEFRI AF 2110947001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

DEFRI AF 2110947001
DAFTAR PUSTAKA

Adi Putra Wibowo. 2020. Validitas Metode Spektrofotometri UV-Vis Derivatif Zero
Crossing dalam Analisis Multikomponen Senyawa Obat pada Sediaan
Farmasi. Universitas Islam Indonesia.

Arnaldi dan Feridan. 2013. Pengolahan Air Lumut dengan Kombinasi Proses
Koagulasi dan Ultrafiltrasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol.2,
No. 2. Semarang : Universitas Diponogoro.

Azmi, Zulfian, Saniman dan Ishak. 2016. Sistem Penghitung pH pada Air Tambak
Berbasis Mikrokontroller. Jurnal SANTIKOM Vol. 15, No. 2, 101-108.
Bogor : STIMK Triguna Dharma.

Faisal, Muhammad, Harmadi dan Dwi Puryanti. 2016. Perancangan Sistem


Monitoring Tingkat Kekeruhan Air Secara Realtime Menggunakan Sensor
TSD-10. Jurnal Ilmu Fisika (JIF), Vol. 8, No. 1. Hal. 9-16. Padang :
Universitas Andalas.

Hadiatna, Febrian dan Ratna Susana. 2019. Rancang Bangun Smart pH Meter
sebagai Alat Ukur Pemantau Larutan Nutrisi. ELKOMIKA, Vol. 7 No. 2.
Bandung : Institut Teknologi Nasional Bandung.

Herawati, Astrid, Riistika Asti, Bambang Ismuyanto, Juliananda, dan A.S. Dwi
Saptati N. Hidayati. 2017. Pengaruh pH dan Dosis Koagulan Ekstrak Biji
Kelor dalam Koagulasi Terhadap Pengurangan Kekeruhan Limbah Cair.
Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan Vol. 1, No. 1.
Malang : Universitas Brawijaya.

Husain.2018.Perbandingan Koagulan Hasil Percobaan Dengan Koagulan


Komersial Menggunakan Metode Jar Test. Jurnal Teknologi Mineral dan
Batubara Volume 14, Nomor 1, Hal : 31 - 45. Puslitbang Teknologi Mineral
dan Batubara. Bandung
Irawan, Anom. 2019. Kalibrasi Spektrofotometer Sebagai Penjaminan Mutu Hasil
Pengukuran dalam Kegiatan Penelitian dan Pengujian. Indonesian Jurnal
of Laboratory. Vol 1 (2) 2019, 1-9.

Istianto, Ahdiat. 2020. Pengaruh Penggunaan Soda Ash Terhadap Parameter pH


dan Turbidity pada External Water Treatment (Studi Kasus di Pabrik
Minyak Kelapa Sawit (PMKS) XYZ, Kalimantan Utara). Jakarta :
Universitas Muhammadiyah.

Ngafifuddin .2017. Optimasi Tawas untuk Koagulasi Air Keruh dengan Penanda.
Yogyakarta : BATAN.

Nurjannah, Riskiana. 2015. Penentuan Kurva Standar Dosis Koagulan di PDAM


Jember Unit Tegal Gede. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian. Jember : Universitas Jember.

Oktaviasari, Sakura Ayu dan Muhammad Mashuri. 2016. Optimasi Parameter


Proses Jar Test Menggunakan Metode Taguchi dengan Pendekatan PCR-
TOPSIS (Studi Kasus: PDAM Surya Sembada Kota Surabaya). JURNAL
SAINS DAN SENI ITS, Vol. 5 No. 2. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

Peraturan Menteri Kesehatan Lingkungan hidup Nomor 492 tahun 2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum diatur bahwa nilai turbidity adalah
sebesar 5 NTU.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jakarta: Sekretariat Negara

Pramusinto, Khanif dan Suryono. 2016. Sistem Monitoring Kekeruhan Air


Menggunakan Jaringan Wireless Sensor System Berbasis Web. Youngster
Physics Journal, Vol. 5, No. 4, Hal. 203-210. Semarang : Universitas
Diponegoro.

Rahimah, Zikri. 2016. Pengolahan Limbah Detergen dengan Metode Koagulasi-


Flokulasi Menggunakan Koagulan Kapur dan PAC. Konversi, Vol. 5, No.
2, Hal. 14. Banjarbaru : Universitas Lambung Mangkurat.
Sudewa, Bau. 2017. Evaluasi Sensor FIT0348 Sebagai Alat Ukur Potential Of
Hydrogen (pH) Larutan. Jurnal Elektro Telekomunikasi Terapan.Jurusan
Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional
Bandung

Anda mungkin juga menyukai