TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163
BAB I
PENDAHULUAN
1. Jar-Test;
2. pH meter;
3. spektrofotometri.
1. Koagulasi
Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat-zat tersuspensi dalam bentuk lumpur
kasar, lumpur halus dan koloid. Pada permukaan koloid bermuatan listrik
sehingga koloid dalam keadaan stabil, akibatnya koloid sulit untuk mengendap.
Senyawa koagulan (seperti tawas aluminium) berkemampuan mendestabilisasi
koloid (menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid) sehingga koloid
dapat bergabung satu sama lainnya membentuk flok dengan ukuran yang lebih
besar sehingga mudah mengendap.Tujuan percobaan Jar-Test adalah untuk
menentukan dosis koagulan yang optimum dalam pengolahan air.
2. Pengukuran pH
Elektroda gelas mempunyai kemampuan untuk mengukur konsentrasi H+
dalam air secara potensiometri.
3. Pengukuran Turbidity
Pengukuran kekeruhan dalam air berdasarkan pengukuran intensitas cahaya
yang dipendar oleh zat-zat tersuspensi dalam air.
Aln(OH)mCl(3n-m) nAlCl3 + mOH- . mNa+
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Teori
2.2.1 Koagulasi
1. Suhu air
Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses
koagulasi. Bila suhu air diturunkan, maka besarnya daerah pH yang optimum
pada proses kagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan.
2. Derajat Keasaman (pH)
Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH yang
optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda
satu sama lainnya.
3. Jenis Koagulan
Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis dan
daya efektifitas dari pada koagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam
bentuk larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam bentuk serbuk atau
butiran.
4. Kadar Ion Terlarut
Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu:
pengaruh anion lebih besar daripada kation. Dengan demikian ion natrium,
kalsium dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap
proses koagulasi.
5. Tingkat Kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan yang rendah proses destibilisasi akan sukar terjadi.
Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi
akan berlangsung cepat. Tetapi apabila kondisi tersebut digunakan dosis
koagulan yang rendah maka pembentukan flok kurang efektif.
6. Dosis koagulan
Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi dan flokulasi,
dosis koagulan sangat tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan. Bila
pembubuhan koagulan sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, maka proses
pembentukan inti flok akan berjalan dengan baik.
7. Kecepatan Pengadukan
Tujuan pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air.
Dalam pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus
Ada beberapa jenis bahan kimia yang umum dipakai sebagai koagulan, yaitu
(Puspitasari, 2015) :
Pada proses ini, penambahan PAC mengubah keadaan fisik padatan terlarut dan
tersuspensi, dan mendorong penyisihan padatan ini melalui proses pengendapan.
Proses koagulasi juga berfungsi untuk mengurangi kekeruhan, menghilangkan
warna, dan senyawa patogen, serta efektif untuk menghilangkan bahan organik.
Penggunaan PAC karena alasan kelayakan biaya dan efektivitas pengolahan.
Penggunaan koagulan sintetik seperti PAC dalam jumlah besar dapat
menyebabkan tingkat keasaman air dan menimbulkan jumlah lumpur yang sulit
didegradasi. Hal ini merupakan dampak negatif terhadap lingkungan
(Hadiwidodo, 2017).
2.2.5 Pengukuran pH
pH atau power of Hydrogen adalah ukuran keasaman atau kebasaan pada suatu
larutan. Keasaman atau kebasaan pada larutan ditentukan oleh jumlah relatif ion
hidrogen (H+) atau ion hidroksil (OH-). Larutan asam memiliki jumlah relatif ion
hidrogen (H+) lebih tinggi, sedangkan basa memiliki jumlah relatif ion
hidroksil(OH-) lebih tinggi. Suatu pH didefinisikan sebagai logaritma negatif dari
aktivitas ion hidrogen (αH) (Wirahardi, 2017) :
pH = -log10 αH
pH= - log10[H+]
Partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia organik
dan anorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air menyebabkan
kekeruhan dalam air, sehingga mempengaruhi organisme baik di dalam dan di
permukaan air. Kekeruhan air (turbidity) bukan merupakan sifat dari air yang
membahayakan akan tetapi dapat menimbulkan dampak kekhawatiran karena
dapat mengurangi estetika dan terkandungnya bahan-bahan kimia yang dapat
memberikan efek toksik terhadap manusia (Pramusinto, 2016).
Tingkat kekeruhan air merupakan salah satu parameter yang dijadikan kelayakan
air baik untuk diminum. Menurut International Organization for Standardization
(1999) kekeruhan adalah suatu keadaan dimana transparansi suatu zat cair
berkurang akibat kehadiran zat-zat lainnya. Kehadiran zat-zat yang dimaksud
terlarut dalam zat cair dan membuatnya seperti berkabut atau tidak jernih.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 492 tahun
2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air yang aman bagi kesehatan
adalah air yang apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi
dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.
Dalam peraturan ini disebutkan bahwa kadar maksimal kekeruhan air yang baik
untuk dikonsumsi adalah 5 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) (Faisal, 2016).
Tingkat kekeruhan air adalah suatu studi dari sifat-sifat optis yang menyebabkan
cahaya yang melewati air menjadi terhambur dan terserap dari cahaya yang
dipancarkan dalam garis lurus (Fairuz dan Zubir, 2009). Kekeruhan
menyebabkan air menjadi seperti berkabut atau berkurangnya transparansi dari
air. Arah dari berkas cahaya yang dipancarkan akan berubah ketika cahaya
berbenturan dengan partikel di dalam air. Jika level kekeruhan rendah maka
sedikit cahaya yang akan dihamburkan dan dibiaskan dari arah asalnya (Faisal,
2016).
Jar Test adalah suatu percobaan skala laboratorium yang berfungsi untuk
menentukan dosis optimum dari koagulan yang digunakan dalam proses
pengolahan air bersih. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang
berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam
mengoptimalkan proses-proses koagulasi flokulasi dan penjernihan (Oktaviasari,
2016).
2.2.9.2 pH Meter
pH adalah satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar keasaman atau
kadar alkali dari suatu larutan. Unit pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14
(basa kuat). Istilah pH berasal dari “p” yang merupakan lambang matematika
dari negatif logaritma dan “H” yang merupakan lambang kimia untuk unsur
hidrogen. Definisi formal tentang pH adalah negative logaritma dari aktivitas ion
hydrogen (Oktaviasari, 2016).
pH meter adalah alat ukur yang dapat memberikan informasi mengenai derajat
keasaman suatu larutan. Alat ukur ini menggunakan sebuah probe yang terbuat
dari silinder kaca nonkonduktor yang berfungsi sebagai sensornya. Dengan
memanfaatkan senyawa HCl yang merendam kawat elektroda, alat ini mampu
mengukur derajat keasaman yang terkandung dalam air. pH meter yang ada saat
ini memiliki dua tipe, berdasarkan lamanya waktu proses pencelupan terhadap
larutan yang diukurnya. Tipe pertama tidak mampu digunakan selama lebih dari
24 jam dan perlu dilakukan proses kalibrasi ulang. Pada tipe kedua, telah mampu
digunakan lebih dari 24 jam, namun ketepatannya akan berkurang setiap harinya
(Hadiatna, 2019).
kalibrasi, lifetime alat ukur, tingkat akurasi hasil pengukuran dan sebagainya.
Beberapa faktor lain juga mempengaruhi terhadap hasil pengukuran pH meter,
diantaranya adanya pengaruh lingkungan misalnya suhu mempengaruhi nilai pH,
operator yang menggunakannya, serta metode pengukuran yang dilakukannya
(Hadiatna, 2019).
2.2.9.3 Spektrofotometri
Prinsip metoda ini, warna yang dihasilkan pada sampel yang telah disaring
memperlihatkan karakteristik fisik dari sampel, seperti warna (merah, hijau,
kuning dan lainnya) yang terbentuk berdasarkan panjang gelombang. Tingkat
kecerahan ditunjukkan dari tingkat cahaya yang dipantulkan oleh permukaan
objek. Titik kejenuhan ditunjukkan kejelasan warna seperti (pucat muda dll).
Karakteristik fisik di atas dapat ditentukan menggunakan spektrofotometer
melalui tingkat karakteristik transmisi cahaya yang terbentuk dari sampel yang
telah disaring (Greenberg, 1992).
KadarMaksimum yang
Parameter Satuan
diperbolehkan
Kekeruhan NTU 5
Ph 6,5-8,5
Warna TCU 15
Sumber:Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang persyaratan Kualitas Air Minum
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
3.2 Bahan
1. PAC;
berfungsi sebagai koagulan yang dimasukkan pada proses koagulasi.
2. Larutan tawas aluminium;
berfungsi sebagai koagulan yang dimasukkan pada proses koagulasi.
3.3.1 Koagulasi
1. Disiapkan 6 buah beaker glass ukuran 1 L. Masing-masing diisi 500 ml sampel
air, kemudian disimpan dalam alat Jar-Test;
2. Larutan koagulan PAC (1 ml = 10 mg) ditambahkan secara bertingkat dari
mulai 1 ml, 1,5 ml, 2 ml, 2,5ml, 3ml, 3,5ml;
3. diaduk dengan menggunakan jar-test dengan kecepatan 120 rpm selama 1
menit;
4. Flok dibiarkan mengendap dan dicatat;
5. Bentuk flok, kecepatan mengendap flok, volume flok yang terbentuk dan
waktu yang diperlukan untuk flok mengendap diamati.
3.3.2 Pengukuran pH
1. pH masing – masing sample dicek menggunakan pH meter.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
4.1.1 Data Larutan Standar
Grafik 4.2 Hubungan Volume Koagulan PAC dan Absorban Setelah Pengadukan
120 rpm dan 60 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan hubungan volume koagulan (mL) dengan waktu
pengendapan setelah pengadukan:
Grafik 4.3 Hubungan Volume Koagulan PAC dan Waktu Pengendapan Setelah
Pengadukan 120 rpm dan 60 rpm
Grafik 4.4 Hubungan Volume Koagulan PAC dan Waktu Pengendapan Setelah
Pengadukan 120 rpm dan 60 rpm
4.2 Perhitungan
x=
Maka, dapat ditentukan nilai turbidity awal sampel dengan absorban bernilai 0,03,
sebagai berikut:
x=
x = 1,259 NTU
Jadi, nilai turbidity awal sampel sebesar 1,259 NTU.
Perhitungan yang dapat dilakukan pada turbidity setelah diaduk dengan kecepatan
120 rpm selama 1 menit sebagai berikut:
1. Volume koagulan 1 mL:
x=
x = 0,511 NTU
2. Volume koagulan 1,5 mL:
x=
x = 0,907 NTU
3. Volume koagulan 2,0 mL:
x=
x = 0,731 NTU
4. Volume koagulan 2,5 mL:
x=
x = 0,423 NTU
5. Volume koagulan 3,0 mL:
x=
x = 0,819 NTU
6. Volume koagulan 3,5 mL:
x=
x = 0,599 NTU
Tabel 4.7 Absorban dan Konsentrasi Turbidity setelah pengadukan 120 rpm
Perhitungan yang dapat dilakukan pada turbidity setelah diaduk dengan kecepatan
60 rpm selama 10 menit sebagai berikut:
1. Volume koagulan 1 mL:
x=
x = 0,423 NTU
2. Volume koagulan 1,5 mL:
x=
x = 0,775 NTU
x=
x = 0,511 NTU
x=
x = 0,863 NTU
5. Volume koagulan 3,0 mL:
x=
x = 0,599 NTU
6. Volume koagulan 3,5 mL:
x=
x = 0,378 NTU
4.2 Pembahasan
Pratikum dimulai dengan penambahan koagulan PAC pada sampel sesuai dengan
volume yang telah ditentukan, lalu dilakukan pengadukan terhadap larutan sampel
menggunakan kecepatan 120 rpm selama 1 menit. Selanjutnya diamati proses
pembentukan flok pada larutan dan dicatat. Setelah itu, diukur kembali pH dan
turbiditas dari masing-masing larutan dan dicatat. Kemudian dilakukan kembali
pengadukan terhadap masing-masing larutan sampel menggunakan kecepatan 60
rpm selama 10 menit.Selanjutnya diamati Kembali pembentukan flok – flok pada
larutan lalu dicatat dan Kembali dihitung nilai pH dan turbiditas pada larutan yang
sudah terbentuknya flok – flok tersebut, kemudian dicatat.
3,2, nilai pH pada sampel air masih memenuhi standar baku mutu karena tidak
melewati rentang nilai pH yang disyaratkan. Oleh karena itu sampel air masih
aman digunakan untuk pengairan, pertanaman, sarana reaksi dan budidaya ikan.
Jika berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang
persyaratan kualitas air minum diatur bahwa nilai turbidity adalah sebesar 5 NTU,
hasil dari praktikum didapatkan bahwa Sehingga nilai turbidity pada sampel air
memenuhi standar baku mutu karena tidak melewati rentang nilai turbidity yang
disyaratkan.
Kesalahan pada praktikum masih terjadi. Kesalahan yang mungkin terjadi selama
praktikum yaitu, praktikan kurang teliti dalam membersihkan alat sehingga ada
kemungkinan kontaminasi zat-zat lain pada alat tersebut. Kesalahan lainnya
adalah praktikan kurang teliti dalam mengamati pengendapan pada koloid setelah
proses koagulasi sehingga waktu pengendapan yang didapat kurang tepat. Selain
itu, Perhitungan pada sampel belum mendapatkan hasil yang maksimal
dikarenakan kurangnya ketelitian pada saat perhitungan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pratikum modul ini menggunakan sampel yang berasal dari sungai batang
kuranji di bawah jembatan kalawi;
2. Praktikum dilakukan dengan mengukur pH sampel,dan mengukur turbidity
menggunakan jar – test dengan dua perlakuan yaitu dengan kecepatan 120 rpm
selama 1 menit dan kecepatan 60 rpm selama 10 menit dengan menambahkan
PAC;
3. pH sampel yang didapatkan pada pratikum ini yaitu 6,1 sedangkan setelah
diberi koagulan berkisar 3,2;
4. Berdasarkan hasil, sampel yang digunakan masih memenuhi standar baku mutu
jika merujuk kepada peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2021 dan permenkes
No. 492 tahun 2010;
5. Kesalahan yang mungkin terjadi selama pratikum yaitu, pratikan kurang teliti
dalam melaksanakan pratikum yang mengakibatkan kurang maksimalnya hasil
yang didapat;
6. Pengolahan yang didapat dilakukan untuk pengaturan pH dengan penambahan
kapur atau zat alkali;
7. Sarjana Teknik Lingkungan diharapkan dapat berperan dalam meneliti dan
juga memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai baku mutu air.
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan untuk praktikum koagulasi, pH dan turbidity ini
yaitu:
2. Masyarakat diharapkan lebih mengetahui dan peduli mengenai air bersih dan
parameter baku mutu air yang ada;
3. Pemerintah diharapkan lebih menegakan peraturan dan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai standar baku mutu air;
4. Mahasiswa sebagai calon Sarjana Teknik Lingkungan diharapkan mampu
mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dengan penelitian,pengembangan dan
aplikasi teknologi tepat guna.
Arnaldi dan Feridan. 2013. Pengolahan Air Lumut dengan Kombinasi Proses
Koagulasi dan Ultrafiltrasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol.2,
No.2. Semarang : Universitas Diponogoro.
Azmi, Zulfian, Saniman dan Ishak. 2016. Sistem Penghitung pH pada Air
Tambak Berbasis Mikrokontroller. Jurnal SANTIKOM Vol. 15, No. 2,
101-108. Bogor : STIMK Triguna Dharma.
Hadiatna, Febrian dan Ratna Susana. 2019. Rancang Bangun Smart pH Meter
sebagai Alat Ukur Pemantau Larutan Nutrisi. ELKOMIKA, Vol. 7 No. 2.
Bandung : Institut Teknologi Nasional Bandung.