Anda di halaman 1dari 27

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN

TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah:

1. Menentukan volume optimum koagulan pada sampel air;


2. mengukur pH atau derajat keasaman sampel air;
3. mengukur turbidity atau tingkat kekeruhan sampel air.

1.2 Metode Percobaan

Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

1. Jar-Test;
2. pH meter;
3. spektrofotometri.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

1. Koagulasi
Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat-zat tersuspensi dalam bentuk lumpur
kasar, lumpur halus dan koloid. Pada permukaan koloid bermuatan listrik
sehingga koloid dalam keadaan stabil, akibatnya koloid sulit untuk mengendap.
Senyawa koagulan (seperti tawas aluminium) berkemampuan mendestabilisasi
koloid (menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid) sehingga koloid
dapat bergabung satu sama lainnya membentuk flok dengan ukuran yang lebih
besar sehingga mudah mengendap.Tujuan percobaan Jar-Test adalah untuk
menentukan dosis koagulan yang optimum dalam pengolahan air.
2. Pengukuran pH
Elektroda gelas mempunyai kemampuan untuk mengukur konsentrasi H+
dalam air secara potensiometri.

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

3. Pengukuran Turbidity
Pengukuran kekeruhan dalam air berdasarkan pengukuran intensitas cahaya
yang dipendar oleh zat-zat tersuspensi dalam air.
Aln(OH)mCl(3n-m) nAlCl3 + mOH- . mNa+

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Eksiting Wilayah Sampling

Pengambilan sampel air dilakukan di wilayah sungai batang kuranji di bawah


jembatan kalawi pada hari sabtu 30 oktober 2021 pada pukul 10.49 WIB. Keadaan
cuaca daerah sekitar pada saat pengambilan sampel adalah cerah berawan dengan
keadaan arus laminer. Lokasi koordinat pengambilan sampel yaitu 0o 55’ 15” dan
100o 23’ 30” BT dengan elevasi 32 mdpl dan suhu rata – rata udara adalah 28oC.
pH sampel adalah 6,1 dan Do sampel adalah 7,5 mg/L.

2.2 Teori

2.2.1 Koagulasi

Koagulasi adalah proses pengolahan zat cair dengan mendestabilisasi partikel


koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama flokulasi. Flokulasi
adalah peristiwa penggumpalan partikel-partikel kecil hasil koagulasi menjadi
flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap. Koagulasi-flokulasi adalah dua
proses yang saling berhubungan untuk membentuk flok yang lebih besar dengan
bantuan koagulan sehingga dapat mudah diendapkan. Pada proses koagulasi
terjadi destabilisasi partikel koloid akibat pengadukan cepat sehingga memberi
kesempatan kepada koagulan dengan partikel koloid untuk membentuk inti flok.
Inti flok yang sudah terbentuk akan saling bersentuhan akibat dari pengadukan
lambat atau proses flokulasi. Pada pengadukan lambat akan terjadi stabilisasi
partikel inti flok sehingga akan membentuk flok yang memiliki massa jenis lebih
besar daripada air dan mudah untuk mengendap (Nurjannah, 2015).

2.2.2 Faktor – Faktor Mempengaruhi Koagulasi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi sebagai berikut


(Rahimah, 2016) :

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

1. Suhu air
Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses
koagulasi. Bila suhu air diturunkan, maka besarnya daerah pH yang optimum
pada proses kagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan.
2. Derajat Keasaman (pH)
Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH yang
optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda
satu sama lainnya.
3. Jenis Koagulan
Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis dan
daya efektifitas dari pada koagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam
bentuk larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam bentuk serbuk atau
butiran.
4. Kadar Ion Terlarut
Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu:
pengaruh anion lebih besar daripada kation. Dengan demikian ion natrium,
kalsium dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap
proses koagulasi.
5. Tingkat Kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan yang rendah proses destibilisasi akan sukar terjadi.
Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi
akan berlangsung cepat. Tetapi apabila kondisi tersebut digunakan dosis
koagulan yang rendah maka pembentukan flok kurang efektif.
6. Dosis koagulan
Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi dan flokulasi,
dosis koagulan sangat tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan. Bila
pembubuhan koagulan sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, maka proses
pembentukan inti flok akan berjalan dengan baik.
7. Kecepatan Pengadukan
Tujuan pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air.
Dalam pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

benar-benar merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat


bereaksi dengan partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air.
Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok. Bila
pengadukan terlalu lambat mengakibatkan lambatnya flok terbentuk dan
sebaliknya apabila pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang
terbentuk.
8. Alkalinitas
Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi dalam
air. Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan menghasil ion
hidroksida pada reaksi hidrolisa koagulan.

2.2.3 Jenis – Jenis Koagulan

Ada beberapa jenis bahan kimia yang umum dipakai sebagai koagulan, yaitu
(Puspitasari, 2015) :

1. Aluminium sulfat Al2(SO4)3


Persenyawaan Al2(SO4)3 disebut juga tawas, merupakan bahan koagulan
yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis (murah),
mudah didapatkan di pasaran, serta mudah penyimpanannya. Selain itu bahan
ini cukup efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Dengan demikian makin
banyak dosis tawas yang ditambahkan dan pH makin turun, karena dihasilkan
asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas optimum yang harus
ditambahkan.Pemakaian tawas paling efektif antara pH 5,8 - 7,4. Untuk
pengaturan (menaikkan) pH biasanya ditambahkan larutan kapur Ca(OH)2
atau soda abu (Na2CO3).
2. Ferric chloride (FeCl3)
Bahan ini bersifat korosif, serta tidak tahan penyimpanan lama dan
mempunyai sifat asam. Endapan Fe(OH)3 efektif terbentuk pada pH 5,5.
Untuk pengaturan pH biasanya ditambahkan larutan kapur. Reaksi yang
terjadi dengan bikarbonat, dalam air atau dengan kapur.

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

3. Ferrous chloride (FeCl2)


Flokulasi dengan ferrous chloride ini biasanya akan lebih baik dengan
penambahan larutan kapur atau NaOH dengan perbandingan 1 : 2. Fe sebagai
pengaturan kondisi flokulasi. Reaksi yang terjadi adalah reaksi dengan
bikarbonat dan basa membentuk Fe(OH)2 yang sedikit larut dan selanjutnya
akan dioksidasi oleh oksigen terlarut menjadi Fe(OH)3 yang tidak dapat larut.
4. Ferrous sulphate (Fe2(SO4)3
Penggunaan ferroue sulphate ini biasanya dipakai untuk koagulasi air
buangan industri. Tetapi setelah itu harus diolah lagi untuk menghilangkan Fe
yang terdapat dalam air.
5. Natrium Aluminat
Bahan ini masih kurang populer penggunannya. Reaksinya dengan karbohidrat
atau CO2 dalam air :
NaAlO2+Ca(HCO3)2 +H2 → Al(OH)3+CaCO3+NaHCO2
Pengaruh penambahan kapur Ca(OH)2 atau menaikkan pH dan bereaksi
dengan bikarbonat membentuk endapan CaCO3. Bila kapur yang ditambahkan
cukup banyak sehingga pH menjadi 10,5, maka akan terbentuk endapan
Mg(OH)2. Kelebihan ion Ca pada pH tinggi dapat diendapkan dengan
penambahan soda abu.

2.2.4 Dampak Koagulan yang berlebih di Perairan

Pada proses ini, penambahan PAC mengubah keadaan fisik padatan terlarut dan
tersuspensi, dan mendorong penyisihan padatan ini melalui proses pengendapan.
Proses koagulasi juga berfungsi untuk mengurangi kekeruhan, menghilangkan
warna, dan senyawa patogen, serta efektif untuk menghilangkan bahan organik.
Penggunaan PAC karena alasan kelayakan biaya dan efektivitas pengolahan.
Penggunaan koagulan sintetik seperti PAC dalam jumlah besar dapat
menyebabkan tingkat keasaman air dan menimbulkan jumlah lumpur yang sulit
didegradasi. Hal ini merupakan dampak negatif terhadap lingkungan
(Hadiwidodo, 2017).

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

2.2.5 Pengukuran pH

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat


keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Konsep pH pertama
kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder Lauritz Sørensen pada
tahun 1909. Alat ukur keasaman pada air tersebut digunakan untuk mengukur
kandungan pH atau kadar keasaman pada air mulai dari pH 0 sampai pH 14.
Dimana pH normal memiliki nilai 6,5 hingga 7,5 sementara bila nilai pH < 6,5
menunjukkan zat tersebut memiliki sifat asam sedangkan nilai pH > 7,5
menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa. pH 0 menunjukkan derajat
keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi
(Azmi, 2016).

pH atau power of Hydrogen adalah ukuran keasaman atau kebasaan pada suatu
larutan. Keasaman atau kebasaan pada larutan ditentukan oleh jumlah relatif ion
hidrogen (H+) atau ion hidroksil (OH-). Larutan asam memiliki jumlah relatif ion
hidrogen (H+) lebih tinggi, sedangkan basa memiliki jumlah relatif ion
hidroksil(OH-) lebih tinggi. Suatu pH didefinisikan sebagai logaritma negatif dari
aktivitas ion hidrogen (αH) (Wirahardi, 2017) :

pH = -log10 αH

Aktivitas ion hidrogen didefinisikan sebagai konsentrasi molar ion hidrogen


dikalikan dengan koefisien aktivitas yang memperhitungkan interaksi ion
hidrogen dengan bahan kimia lainnya dalam larutan. Dalam prakteknya, pH
sering diasumsikan logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (H+)
(Wirahardi, 2017):

pH= - log10[H+]

Pengukuran pH didasarkan pada penggunaan elektroda pH yang sensitif


(biasanya kaca), elektroda referesi, dan elemen suhu untuk memberikan sinyal
suhu ke analyzer pH. Penggunaan elektroda pH dirancang khusus dimana
elektroda pH dengan bahan kaca sensitif yang bersentuhan dengan larutan
menghasilkan tegangan sebanding dengan pH larutan. Elektroda referensi
dirancang untuk mempertahankan tegangan secara konstan pada temperatur

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

tertentu dan berfungsi untuk melengkapi rangkaian pengukuran pH dalam


larutan. Hal ini memberikan potensi referensi kepada elektroda pH. Perbedaan
potensi pH dan referensi elektroda memberikan sinyal milivolt sebanding dengan
pH (Wirahardi, 2017).

2.2.6 Pengukuran Turdibity

Air menjadi bagian terpenting bagi kehidupan makhluk hidup dipermukaan


bumi. Bumi dilingkupi oleh air sebanyak 70% sedangkan 30% merupakan
daratan (dilihat dari permukaan bumi). Air yang bersih memiliki beberapa
parameter fisika dan kimia yang harus terpenuhi seperti suhu air, penetrasi
cahaya, intensitas cahaya, DO, kejenuhan oksigen, tingkat kekeruhan (turbidity),
BOD, COD, pH air, nitrat, fosfat, fecal coliform (Pramusinto, 2016).

Partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia organik
dan anorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air menyebabkan
kekeruhan dalam air, sehingga mempengaruhi organisme baik di dalam dan di
permukaan air. Kekeruhan air (turbidity) bukan merupakan sifat dari air yang
membahayakan akan tetapi dapat menimbulkan dampak kekhawatiran karena
dapat mengurangi estetika dan terkandungnya bahan-bahan kimia yang dapat
memberikan efek toksik terhadap manusia (Pramusinto, 2016).

Tingkat kekeruhan air merupakan salah satu parameter yang dijadikan kelayakan
air baik untuk diminum. Menurut International Organization for Standardization
(1999) kekeruhan adalah suatu keadaan dimana transparansi suatu zat cair
berkurang akibat kehadiran zat-zat lainnya. Kehadiran zat-zat yang dimaksud
terlarut dalam zat cair dan membuatnya seperti berkabut atau tidak jernih.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 492 tahun
2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air yang aman bagi kesehatan
adalah air yang apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi
dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.
Dalam peraturan ini disebutkan bahwa kadar maksimal kekeruhan air yang baik
untuk dikonsumsi adalah 5 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) (Faisal, 2016).

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

Tingkat kekeruhan air adalah suatu studi dari sifat-sifat optis yang menyebabkan
cahaya yang melewati air menjadi terhambur dan terserap dari cahaya yang
dipancarkan dalam garis lurus (Fairuz dan Zubir, 2009). Kekeruhan
menyebabkan air menjadi seperti berkabut atau berkurangnya transparansi dari
air. Arah dari berkas cahaya yang dipancarkan akan berubah ketika cahaya
berbenturan dengan partikel di dalam air. Jika level kekeruhan rendah maka
sedikit cahaya yang akan dihamburkan dan dibiaskan dari arah asalnya (Faisal,
2016).

Tingkat kekeruhan air (turbidity) dapat diketahui dengan menggunakan


turbidimeter. Perancangan turbidimeter sebagai alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat kekeruhan air didasarkan pada beberapa metode. Metode
pengukuran tingkat kekeruhan zat cair dibedakan menurut intensitas cahaya
mana yang diukur, cahaya yang diteruskan, cahaya yang dihamburkan atau
kedua- duanya. Umumnya ada dua tipe dari turbidimeter, pertama
absorptiometer yaitu pengukuran penyerapan (pelemahan) dari cahaya yang
melewati suatu larutan. Kedua nephelometer yaitu pengukuran hamburan cahaya
yang melewati suatu larutan (Faisal, 2016).

2.2.7 Dampak Turdibity yang pekat di perairan

Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang


tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus)maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain.
Kekeruhan tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak
produktif, karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa
(Sumarno, 2015).

Kekeruhan (Turbidity) yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem


osmoregulasi yaitu pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, menghambat
penetrasi cahaya, mempersulit penyaringan dan mengurangi efektifitas
desinfeksi. Peningkatan kekeruhan pada ekosistemperairan juga akan berakibat
terhadap mekanisme pernafasan organisme perairan. Apabila kekeruhan semakin
tinggi maka sebagian materi terlarut tersebut akanmenempel pada bagian

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

rambutrambut insang sehingga kemampuan insang untuk mengambil oksigen


terlarut menjadi menurun, bahkan pada tingkat kekeruhan tertentu dapat
menyebabkan insang tidak dapat berfungsi dan menyebabkan kematian.
Rendahnya nilai TSS dan kekeruhan di sungai sekitar UPI asin jambal pada
bulan Agustus 2014 dapat diduga karena kegiatan pembuatan asin jambal sedang
berkurang yang diakibatkan oleh menurunnya pasokan bahan baku ikan.
Sehingga buangan limbah produksi asin jambal yang dibuang ke sungai
berkurang (Sumarno, 2015).

2.2.8 Hubungan Koagulasi pH dan Turdibity

Ketika kondisi pH netral, penambahan koagulan akan menghasilkan reaksi kimia


dimana muatan-muatan negatif yang saling tolak menolak di sekitar partikel
terlarut berukuran koloid akan ternetralisasi oleh ion-ion positif dari koagulan
dan pada akhirnya partikel-partikel koloid tersebut akan tarik-menarik dan
menggumpal membentuk flok pada pH sekitar 6–7. Koagulan tawas dan PAC
memiliki kelarutan yang lebih rendah dari pH lain. Dimana kelarutan yang
rendah tersebut menyebabkan jumlah koagulan yang terkonversi menjadi flok
akan lebih maksimal. pH memengaruhi hasil koagulasi karena pada pH yang
tidak sesuai, padatan terlarut masih dalam keadaan stabil dan pembentukan flok
tidak maksimal. Ketika pH diatur sesuai jenis koagulan akan terjadi destabilisasi
muatan padatan terlarut dan proses koagulasi berjalan secara efektif (Arinaldi,
2013).

Ketika koagulan, semakin tinggi konsentrasi koagulan, semakin baik proses


koagulasi berlangsung. Dengan semakin tingginya dosis koagulan dalam proses
koagulasi, maka akan semakin banyak zat yang aktif mendestabilisasikan muatan
partikel-partikel koloid lumut yang terlarut. Tidak stabilnya muatan partikel-
partikel koloid tersebut menyebabkan partikel yang satu akan berikatan dengan
partikel lainya membentuk flok. Dengan semakin tingginya dosis koagulan,
semakin banyak flok yang terbentuk, dan turbiditas 2x yang dihasilkan akan
semakin rendah (Arinaldi, 2013).

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

2.2.9 Metode Percobaan

2.2.9.1 Jar Test

Jar Test adalah suatu percobaan skala laboratorium yang berfungsi untuk
menentukan dosis optimum dari koagulan yang digunakan dalam proses
pengolahan air bersih. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang
berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam
mengoptimalkan proses-proses koagulasi flokulasi dan penjernihan (Oktaviasari,
2016).

2.2.9.2 pH Meter

pH adalah satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar keasaman atau
kadar alkali dari suatu larutan. Unit pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14
(basa kuat). Istilah pH berasal dari “p” yang merupakan lambang matematika
dari negatif logaritma dan “H” yang merupakan lambang kimia untuk unsur
hidrogen. Definisi formal tentang pH adalah negative logaritma dari aktivitas ion
hydrogen (Oktaviasari, 2016).

pH meter adalah alat ukur yang dapat memberikan informasi mengenai derajat
keasaman suatu larutan. Alat ukur ini menggunakan sebuah probe yang terbuat
dari silinder kaca nonkonduktor yang berfungsi sebagai sensornya. Dengan
memanfaatkan senyawa HCl yang merendam kawat elektroda, alat ini mampu
mengukur derajat keasaman yang terkandung dalam air. pH meter yang ada saat
ini memiliki dua tipe, berdasarkan lamanya waktu proses pencelupan terhadap
larutan yang diukurnya. Tipe pertama tidak mampu digunakan selama lebih dari
24 jam dan perlu dilakukan proses kalibrasi ulang. Pada tipe kedua, telah mampu
digunakan lebih dari 24 jam, namun ketepatannya akan berkurang setiap harinya
(Hadiatna, 2019).

Pengetahuan mengenai parameter pH sangat penting dalam membantu


pemahaman pada proses, hal ini karena memiliki pengaruh yang besar pada
banyak reaksi biologis dan kimia. Berdasarkan beberapa permasalahan yang
terdapat pada proses penggunaan alat ukur pH meter, diantaranya proses

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

kalibrasi, lifetime alat ukur, tingkat akurasi hasil pengukuran dan sebagainya.
Beberapa faktor lain juga mempengaruhi terhadap hasil pengukuran pH meter,
diantaranya adanya pengaruh lingkungan misalnya suhu mempengaruhi nilai pH,
operator yang menggunakannya, serta metode pengukuran yang dilakukannya
(Hadiatna, 2019).

2.2.9.3 Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan


spektrofotometer. Sektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer
dan fotometer. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi. Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan
berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap
(absorbsi) secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi).
Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas
sinar datang. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang
terkandung di dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu
sampel maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin besar atau dengan
kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang
terkandung didalam suatu sampel (Ratnawulan, 2013).

Prinsip metoda ini, warna yang dihasilkan pada sampel yang telah disaring
memperlihatkan karakteristik fisik dari sampel, seperti warna (merah, hijau,
kuning dan lainnya) yang terbentuk berdasarkan panjang gelombang. Tingkat
kecerahan ditunjukkan dari tingkat cahaya yang dipantulkan oleh permukaan
objek. Titik kejenuhan ditunjukkan kejelasan warna seperti (pucat muda dll).
Karakteristik fisik di atas dapat ditentukan menggunakan spektrofotometer

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

melalui tingkat karakteristik transmisi cahaya yang terbentuk dari sampel yang
telah disaring (Greenberg, 1992).

2.2.10 Peraturan terkait

Peraturan terkait Koagulasi dan pH berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Standar Baku Mutu


No Parameter Unit Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Keterangan

1. Derajat 6-9 6-9 6-9 6-9 Tidak berlaku


Keasaman (pH) untuk air gambut
(berdasarkan
kondisi alaminya
2 Turbidity NTU Tidak
dipersyaratkan
Sumber: PP No. 22 Tahun 2021

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang


Persyaratan Kualitas Air Minum diatur bahwa nilai turbidity adalah sebesar 5
NTU.

Tabel 2.2 Peraturan Baku Mutu pH dan Kekeruhan

KadarMaksimum yang
Parameter Satuan
diperbolehkan

Kekeruhan NTU 5
Ph 6,5-8,5
Warna TCU 15
Sumber:Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang persyaratan Kualitas Air Minum

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :

1. Beaker glass 1 liter 6 buah;


berfungsi sebagai wadah sampel air.
2. Jar-test;
berfungsi untuk penjernihan air dengan menggunakan koagulan.
3. Gelas ukur 500 ml;
berfungsi sebagai wadah untuk mengukur volume larutan.
4. Pipet takar 10 ml dan bola hisap;
berfungsi sebagai mengambil larutan sampel air.
5. pH meter;
berfungsi untuk mengukur kadar pH pada sampel air
6. Beaker glass 200 ml 2 buah
berfungsi sebagai wadah larutan sampel air.
7. Corong 1 buah;
berfungsi untuk memindahkan cairan dari wadah satu ke wadah lain.
8. Gelas ukur 50 ml
berfungsi sebagai wadah untuk mengukur volume larutan
9. Kuvet spektro;
berfungsi sebagai menyimpan sampel yang akan diperiksa.

3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :

1. PAC;
berfungsi sebagai koagulan yang dimasukkan pada proses koagulasi.
2. Larutan tawas aluminium;
berfungsi sebagai koagulan yang dimasukkan pada proses koagulasi.

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

3. Hidrazin sulfat dan Urotropin;


berfungsi sebagai campuran untuk larutan induk.

3.3 Cara Kerja

Cara kerja dalam praktikum ini adalah:

3.3.1 Koagulasi
1. Disiapkan 6 buah beaker glass ukuran 1 L. Masing-masing diisi 500 ml sampel
air, kemudian disimpan dalam alat Jar-Test;
2. Larutan koagulan PAC (1 ml = 10 mg) ditambahkan secara bertingkat dari
mulai 1 ml, 1,5 ml, 2 ml, 2,5ml, 3ml, 3,5ml;
3. diaduk dengan menggunakan jar-test dengan kecepatan 120 rpm selama 1
menit;
4. Flok dibiarkan mengendap dan dicatat;
5. Bentuk flok, kecepatan mengendap flok, volume flok yang terbentuk dan
waktu yang diperlukan untuk flok mengendap diamati.

3.3.2 Pengukuran pH
1. pH masing – masing sample dicek menggunakan pH meter.

3.3.3 Pengukuran Turbidity


1. Turbidity masing – masing sampel dicek menggunakan Spektrofotometer.

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data
4.1.1 Data Larutan Standar

Tabel 4.1 Absorban Larutan Standar Turbidity


No Konsentrasi Larutan Standar (ppm) Absorban
1 0 0,000
2 5 0,125
3 10 0,214
4 15 0,345
5 20 0,459
6 25 0,568
Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

Berikut merupakan grafik yang menunjukkan hubungan konsentrasi larutan


standar (ppm) dengan absorban:

Grafik 4.1 Hubungan Konsentrasi Larutan standar dan Absorban

Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

4.1.2 Data Sampel


Tabel 4.2 Absorban dan Turbidity Sampel Air

No. Sampel Air Absorban

1 Bawah Jembatan Kalawi 0,03


Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163
Tabel 4.3 Absorban turbidity setelah diaduk 120 rpm dan 60 rpm

Volume Absorban Turbidity Setelah Absorban Turbidity Setelah


No.
Koagulan (ml) Diaduk 120 rpm 1 menit Diaduk 60 rpm 10 menit

1 1,0 0,013 0,011


2 1,5 0,022 0,019
3 2,0 0,018 0,013
4 2,5 0,011 0,021
5 3,0 0,020 0,015
6 3,5 0,015 0,010
Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

Berikut merupakan grafik yang menunjukkan hubungan volume koagulan (mL)


dengan absorban turbidity larutan setelah pengadukan:

Grafik 4.2 Hubungan Volume Koagulan PAC dan Absorban Setelah Pengadukan
120 rpm dan 60 rpm

Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

Tabel 4.3 Volume Koagulan dan Waktu Pengendapan


No. Volume Koagulan Waktu Pengendapan PAC Waktu Pengendapan PAC
(ml) Kecepatan 120 rpm Selama Kecepatan 60 rpm Selama
1 menit 10 menit
(detik) (detik)
1 1,0 56 62
2 1,5 54 56
3 2,0 34 54
4 2,5 28 38
5 3,0 29 28
6 3,5 60 50
Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

Berikut grafik yang menunjukkan hubungan volume koagulan (mL) dengan waktu
pengendapan setelah pengadukan:

Grafik 4.3 Hubungan Volume Koagulan PAC dan Waktu Pengendapan Setelah
Pengadukan 120 rpm dan 60 rpm

Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163
Tabel 4.4 Volume Koagulan dan pH
pH PAC Setelah pH PAC Setelah
Volume Koagulan
No. pH Awal Diaduk 120 rpm Diaduk 60 rpm Selama
(ml)
Selama 1 menit 10 menit
1 1,0 6,1 4,3 3,9
2 1,5 6,1 3,5 3,4
3 2,0 6,1 3,6 3,6
4 2,5 6,1 3,9 3,9
5 3,0 6,1 3,6 3,6
6 3,5 6,1 3,2 3,2
Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

Berikut grafik yang menunjukkan hubungan volume koagulan (mL) dengan pH


setelah pengadukan:

Grafik 4.4 Hubungan Volume Koagulan PAC dan Waktu Pengendapan Setelah
Pengadukan 120 rpm dan 60 rpm

Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

4.2 Perhitungan

1.2.1 Turbidity Awal Sampel Air

Pada Grafik 4.1 didapatkan nilai persamaan:


y = 0,0227x +0,0014

x=

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

Maka, dapat ditentukan nilai turbidity awal sampel dengan absorban bernilai 0,03,
sebagai berikut:

x=

x = 1,259 NTU
Jadi, nilai turbidity awal sampel sebesar 1,259 NTU.

Tabel 4.6 Absorban dan Turbidity Sampel Air

Sampel Air Absorban Turbidity Awal (NTU)

Bawah Jembatan Kalawi 0,03 1,259


Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

1.2.2 Turbidity Setelah Diaduk 120 rpm

Perhitungan yang dapat dilakukan pada turbidity setelah diaduk dengan kecepatan
120 rpm selama 1 menit sebagai berikut:
1. Volume koagulan 1 mL:

x=

x = 0,511 NTU
2. Volume koagulan 1,5 mL:

x=

x = 0,907 NTU
3. Volume koagulan 2,0 mL:

x=

x = 0,731 NTU
4. Volume koagulan 2,5 mL:

x=

x = 0,423 NTU
5. Volume koagulan 3,0 mL:

x=

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

x = 0,819 NTU
6. Volume koagulan 3,5 mL:

x=

x = 0,599 NTU

Tabel 4.7 Absorban dan Konsentrasi Turbidity setelah pengadukan 120 rpm

Volume Absorban Turbidity Setelah Turbidity Setelah Diaduk 120


No.
Koagulan (ml) Diaduk 120 rpm 1 menit rpm 1 menit (NTU)

1 1,0 0,013 0,511


2 1,5 0,022 0,907
3 2,0 0,018 0,731
4 2,5 0,011 0,423
5 3,0 0,02 0,819
6 3,5 0,015 0,599
Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

1.2.3 Turbidity Setelah Diaduk 60 rpm

Perhitungan yang dapat dilakukan pada turbidity setelah diaduk dengan kecepatan
60 rpm selama 10 menit sebagai berikut:
1. Volume koagulan 1 mL:

x=

x = 0,423 NTU
2. Volume koagulan 1,5 mL:

x=

x = 0,775 NTU

3. Volume koagulan 2,0 mL:

x=

x = 0,511 NTU

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

4. Volume koagulan 2,5 mL:

x=

x = 0,863 NTU
5. Volume koagulan 3,0 mL:

x=

x = 0,599 NTU
6. Volume koagulan 3,5 mL:

x=

x = 0,378 NTU

Tabel 4.8 Absorban dan Konsentrasi Turbidity Setelah Pengadukan 60 rpm


Volume Absorban Turbidity Setelah Turbidity Setelah Diaduk 60
No.
Koagulan (ml) Diaduk 60 rpm 10 menit rpm 10 menit (NTU)
1 1,0 0,011 0,423
2 1,5 0,019 0,775
3 2,0 0,013 0,511
4 2,5 0,021 0,863
5 3,0 0,015 0,599
6 3,5 0,010 0,378
Sumber: Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan 2021

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

4.2 Pembahasan

Pengambilan sampel air dilakukan di wilayah sungai batang kuranji di bawah


jembatan kalawi pada hari sabtu 30 oktober 2021 pada pukul 10.49 WIB. Keadaan
cuaca daerah sekitar pada saat pengambilan sampel adalah cerah berawan dengan
keadaan arus laminer. Lokasi koordinat pengambilan sampel yaitu 0o 55’ 15” dan
100o 23’ 30” BT dengan elevasi 32 meter dibawah permukaan laut dan suhu rata –
rata udara adalah 28oC. pH sampel adalah 6,1 dan Do sampel adalah 7,5.

Pratikum dimulai dengan penambahan koagulan PAC pada sampel sesuai dengan
volume yang telah ditentukan, lalu dilakukan pengadukan terhadap larutan sampel
menggunakan kecepatan 120 rpm selama 1 menit. Selanjutnya diamati proses
pembentukan flok pada larutan dan dicatat. Setelah itu, diukur kembali pH dan
turbiditas dari masing-masing larutan dan dicatat. Kemudian dilakukan kembali
pengadukan terhadap masing-masing larutan sampel menggunakan kecepatan 60
rpm selama 10 menit.Selanjutnya diamati Kembali pembentukan flok – flok pada
larutan lalu dicatat dan Kembali dihitung nilai pH dan turbiditas pada larutan yang
sudah terbentuknya flok – flok tersebut, kemudian dicatat.

Hasilnya, terjadi penurunan pH pada larutan sampel setelah dilakukannya


pengadukan larutan menggunakan 120 rpm selama 1 menit, nilai ini berubah dari
yang awalnya 6,1 menjadi 4,3 seperti yang ditunjukkan pada data di atas.
Penurunan nilai pH pada sampel disebabkan karena penambahan larutan PAC
sehingga ion – ion H+ yang berada pada sampel terionisasi dan nilai pH menurun.
Sementara waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya endapan pada larutan
sampel dengan kecepatan 120 rpm selama 1 menit lebih cepat daripada
menggunakan kecepatan 60 rpm selama 10 menit. Hal ini disebabkan pengadukan
120 rpm membentuk endapan flok-flok awal, sehingga dapat terjadi lebih cepat,
sementara untuk 60 rpm selama 10 menit, flok-flok hanya akan bertambah
menjadi lebih besar dan banyak sehingga membutuhkan waktu lebih lama.

Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur bahwa pH yang diizinkan untuk air
minum adalah 6-9 untuk kelas satu. Berdasarkan dari hasil praktikum, yakni 6,1-

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

3,2, nilai pH pada sampel air masih memenuhi standar baku mutu karena tidak
melewati rentang nilai pH yang disyaratkan. Oleh karena itu sampel air masih
aman digunakan untuk pengairan, pertanaman, sarana reaksi dan budidaya ikan.
Jika berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang
persyaratan kualitas air minum diatur bahwa nilai turbidity adalah sebesar 5 NTU,
hasil dari praktikum didapatkan bahwa Sehingga nilai turbidity pada sampel air
memenuhi standar baku mutu karena tidak melewati rentang nilai turbidity yang
disyaratkan.

Kesalahan pada praktikum masih terjadi. Kesalahan yang mungkin terjadi selama
praktikum yaitu, praktikan kurang teliti dalam membersihkan alat sehingga ada
kemungkinan kontaminasi zat-zat lain pada alat tersebut. Kesalahan lainnya
adalah praktikan kurang teliti dalam mengamati pengendapan pada koloid setelah
proses koagulasi sehingga waktu pengendapan yang didapat kurang tepat. Selain
itu, Perhitungan pada sampel belum mendapatkan hasil yang maksimal
dikarenakan kurangnya ketelitian pada saat perhitungan.

Pengolahan yang dapat dilakukan untuk pengaturan pH dengan penambahan


kapur atau zat alkali. Apabila tingkat kekeruhan suatu badan air tinggi, maka
pengolahan untuk menjernihkan air tersebut adalah dengan cara filtrasi atau
penyaringan sederhana atau koagulasi-flokuasi-sedimentasi sehingga setelah
pengolahan air tersebut dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Peran calon sarjana teknik lingkungan adalah dengan melakukan penelitian


pengujian sampel air di berbagai tempat, sehingga dapat bisa diketahui air yang
memenuhi baku mutu. Calon sarjana teknik lingkungan juga dapat meningkatkan
kualitas air dan menjaga kualitas agar tetap memenuhi baku mutu. Jika telah
memenuhi maka akan terciptanya lingkungan yang bermutualisme dengan
manusia. Selain itu, peran sarjana teknik lingkungan juga dapat memberikan
sosialisasi kepada masyarakat.

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum koagulasi, pH dan turbidity


ini yaitu:

1. Pratikum modul ini menggunakan sampel yang berasal dari sungai batang
kuranji di bawah jembatan kalawi;
2. Praktikum dilakukan dengan mengukur pH sampel,dan mengukur turbidity
menggunakan jar – test dengan dua perlakuan yaitu dengan kecepatan 120 rpm
selama 1 menit dan kecepatan 60 rpm selama 10 menit dengan menambahkan
PAC;
3. pH sampel yang didapatkan pada pratikum ini yaitu 6,1 sedangkan setelah
diberi koagulan berkisar 3,2;
4. Berdasarkan hasil, sampel yang digunakan masih memenuhi standar baku mutu
jika merujuk kepada peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2021 dan permenkes
No. 492 tahun 2010;
5. Kesalahan yang mungkin terjadi selama pratikum yaitu, pratikan kurang teliti
dalam melaksanakan pratikum yang mengakibatkan kurang maksimalnya hasil
yang didapat;
6. Pengolahan yang didapat dilakukan untuk pengaturan pH dengan penambahan
kapur atau zat alkali;
7. Sarjana Teknik Lingkungan diharapkan dapat berperan dalam meneliti dan
juga memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai baku mutu air.

5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan untuk praktikum koagulasi, pH dan turbidity ini
yaitu:

1. Praktikan diharapkan lebih teliti saat melakukan percobaan dan lebih


memahami prosedur pratikum;

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN
TEKNOLOGI
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS ANDALAS
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
LABORATORIUM AIR
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163

2. Masyarakat diharapkan lebih mengetahui dan peduli mengenai air bersih dan
parameter baku mutu air yang ada;
3. Pemerintah diharapkan lebih menegakan peraturan dan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai standar baku mutu air;
4. Mahasiswa sebagai calon Sarjana Teknik Lingkungan diharapkan mampu
mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dengan penelitian,pengembangan dan
aplikasi teknologi tepat guna.

ADRIAN PERDANA SIHOMBING 2010941015


DAFTAR PUSTAKA

Arnaldi dan Feridan. 2013. Pengolahan Air Lumut dengan Kombinasi Proses
Koagulasi dan Ultrafiltrasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol.2,
No.2. Semarang : Universitas Diponogoro.

Azmi, Zulfian, Saniman dan Ishak. 2016. Sistem Penghitung pH pada Air
Tambak Berbasis Mikrokontroller. Jurnal SANTIKOM Vol. 15, No. 2,
101-108. Bogor : STIMK Triguna Dharma.

Faisal, Muhammad, Harmadi dan Dwi Puryanti. 2016. Perancangan Sistem


Monitoring Tingkat Kekeruhan Air Secara Realtime Menggunakan Sensor
TSD-10. Jurnal Ilmu Fisika (JIF), Vol. 8, No. 1. Hal. 9-16. Padang :
Universitas Andalas.

Greenberg, Arnold E., Lenore S. Clesceri, dan Andrew D. Eaton. 1992.


Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water.
Washington, DC: Victor Graphics, Inc.

Hadiatna, Febrian dan Ratna Susana. 2019. Rancang Bangun Smart pH Meter
sebagai Alat Ukur Pemantau Larutan Nutrisi. ELKOMIKA, Vol. 7 No. 2.
Bandung : Institut Teknologi Nasional Bandung.

Nurjannah, Riskiana. 2015. Penentuan Kurva Standar Dosis Koagulan di


PDAM Jember Unit Tegal Gede. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian. Jember : Universitas Jember.

Oktaviasari, Sakura Ayu dan Muhammad Mashuri. 2016. Optimasi Parameter


Proses Jar Test Menggunakan Metode Taguchi dengan Pendekatan PCR-
TOPSIS (Studi Kasus: PDAM Surya Sembada Kota Surabaya). JURNAL
SAINS DAN SENI ITS, Vol. 5 No. 2. Surabaya : Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.

Anda mungkin juga menyukai