Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

PRATIKUM KIMIA LINGKUNGAN


KOAGULASI DAN FLOKULASI

Oleh:
1. Arinda Olivia 1607122059
2. Harsena Hayas Fika 1607123817
3. Ika Wulandari 1607122960
4. Jepria Sandira 1607197503
5. M.Dandy Abdillah 1607123471
6. Rudi Sartika 1607116061

DOSEN:
Shinta Elystia, ST, MSi

ASISTEN:
Batahan Eka Putra

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Pratikum


1. Mengamati dan mengetahui warna, pH, bentuk flok dan Turbidity pada
sampel air Sungai Siak
2. Mengamati dan mengetahui perubahan warna terhadap penambahan
koagulan
3. Mengamati dan mengetahui bentuk flok setelah koagulasi dan flokulasi
4. Mengetahui pengaruh dosis koagulan terhadap pH
5. Mengetahi pengaruh dosis koagulan terhadap Turbidity
6. Mengetahui pengaruh dosis koagulan terhadap efisiensi

1. 2 Tinjauan Pustaka
Pencemaran air adalah perubahan susunan zat air akibat dari polutan asing
yang masuk di dalamnya sehingga kualitas air menjadi rendah dan tidak layak
dikonsumsi bahkan bisa menyebabkan kematian. Di dalam ekosistem tempat
tinggal kita, air merupakan salah satu unsur vital pembentuk kehidupan. Air
memegang peranan penting dalam keberlangsungan sebuah kehidupan. Kegiatan
manusia dalam menjalankan aktivitasnya sebagai mahkluk hidup secara tidak
sengaja atau disadari atau tidak telah mencemari air, baik dengan bahan organik
maupun kimia. Contoh kecilnya saja adalah kegiatan cuci mencuci dengan
menggunakan deterjen. Secara tidak langsung kita sudah meracuni air dengan zat
kimia yang berbahaya yang dapat merusak susunan organik yang ada dalam air.
Pemberian pupuk kimia di sawah pun adalah salah satu tindakan pencemaran air,
apalagi pembuangan limbah-limbah industri ke sungai itu sangat dapat membunuh
spesies-spesies dan ekosistem di area sungai (Mulyadi, 2005).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991, sungai adalah
tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air
sampai muara dengan dibatasi pada kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya
oleh garis sempadan. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Air, 2006).
Salah satu sungai yang ada di Pekanbaru adalah Sungai Siak. Kualitas air
Sungai Siak memang mengalami penurunan, apalagi sebagian besar logam berat
banyak ditemukan di beberapa kawasan di sekitar hulu bahkan hilir, Kandungan
timbal banyak dijumpai di dermaga yang disebabkan oleh gas bahan bakar minyak
kapal dan perahu motor. Yang ditakutkan, keracunan ini akan berdampak pada
masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada Sungai Siak. Tingginya timbal
yang terkandung di Sungai Siak ini mengakibatkan matinya berbagai macam ikan
dan spesies-spesies lainnya. Kasus ini terjadi pada anak sungai Bangso di
Kecamatan Tapung, Kampar sampai ke Jembatan Sungai Siak II, Pekanbaru. Ikan-
ikan tersebut mati akibat kekurangan oksigen terlarut (DO) (Mulyadi, 2005).
Baku mutu air adalah ukuran atau kadar makhluk hidup, zat energi atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya didalam air. Klasifikasi dan kriteria mutu air mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air (Suharno,2012).
1.2.1 Koagulasi
Koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan limbah dalam
bentuk koloid, dengan menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel-
partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok. Flokulasi
terjadi setelah koagulasi dan berupa pengadukan pelan pada air limbah. Dengan
mengendapnya koloid, diharapkan laju fouling yang terjadi pada membran akan
berkurang sehingga penggunaan mikrofiltrasi dalam proses pengolahan air bersih
menjadi layak untuk dilakukan (Karamah, 2007).
Proses koagulasi tidak berbeda dengan proses mekanis, tetapi pada proses ini
ditambahkan koagulan, yaitu bahan kimia yang dapat mempercepat proses
pengendapan partikel dan menurunkan kadar karbonat dalam air. Proses koagulasi
merupakan proses penggumpalan partikel yang larut dalam air (Subarnas, 2007).
Koagulasi terhadap air dilaksanakan karena beberapa alasan. Alasan utama
adalah untuk menghilangkan kekeruhan, bahan organik dan anorganik, warna,
bakteri, algae dan organisme lain sebagai plankton, rasa dan bahan-bahan penyebab
rasa, fosfat sebgai sumber makanan algae (Manurung, 2012).
Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan,
penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan,
atau karena elektroforesis. Elektroforesis dapat menyebabkan koagulasi karena
endapan pada salah satu elektrode semakin lama semakin pekat dan akhirnya
membentuk gumpalan. Beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari antara lain perebusan telur, pembuatan tahu, pembuatan
lateks, dan penjernihan air sungai (Sutresna, 2007).
Mekanisme terjadinya koagulasi dikelompokkan atas teori kimia dan teori
fisika. Teori kimia menyatakan bahwa koloid memperoleh muatan listrik pada
permukaannya oleh ionisasi gugus kimia dan koagulasi terjadi karena interaksi
kimia di antara partikel koloid dan koagulan. Muatan partikel-partikel koloid
penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis, oleh karena itu jika kekuatan ionik
di dalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil. Stabilitas merupakan daya tolak
koloid karena partikel-partikel mempunya permukaan muatan sejenis. Sedangkan
teori fisika menekankan terutama terhadap faktor fisik sebagai lapisan listrik ganda
dan adsorbsi counter ion di mana koagulasi terjadi melalui pengurangan gaya
sebagaimana halnya beda potensial. Partikel koloid menyerap ion-ion positif, ion-
ion ini kemudian menyerap ion negatif tetapi jumlahnya yang diserap lebih sedikit
dari ion positif yang ada sehingga terjadi lapisan listrik ganda. Antara permukaan
partikel koloid dan larutan terjadi beda potensial elektrokinetik sedangkan ion-ion
positif dan negatif di luar lapisan listrik ganda dapat bergerak bebas di dalam larutan
(Manurung, 2012).
1.2.2 Flokulasi
Flokulasi adalah proses lambat yang bergerak secara terus menerus selama
partikel-partikel tersuspensi bercampur di dalam air, sehingga partikel akan
menjadi lebih besar dan begerak menuju proses sedimentasi. Ide dasar dari flokulasi
adalah untuk mengendapkan flok-flok dengan penambahan flokulan. Flokulasi
merupakan suatu kombinasi pencampuran dan pengadukan atau agitasi yang
menghasilkan agregasi yang akan mengendap setelah penambahan flokulan.
Flokulasi adalah proses fisika yang mana air yang terpolusi diaduk untuk
meningkatkan tumbukan interpartikel yang memacu pembentukan partikel-partikel
besar sehingga dalam waktu 1-2 jam partikel-partikel tersebut akan mengendap.
Flokulasi menyebabkan peningkatan ukuran dan densitas dari partikel yang
terkoagulasi, menghasilkan pengendapan partikel-partikel flok yang lebih cepat.
Kecepatannya mungkin akan terakselerasi lebih lanjut dengan adanya penambahan
flokulan. Flokulan merupakan senyawa yang digunakan untuk membentuk
senyawa dari polutan yang mudah mengendap dan atau senyawa yang mempunyai
ukuran yang lebih besar dengan suatu reaksi kimia. Flokulan yang biasanya
digunakan dalam proses flokulasi adalah tawas (Al2(SO4)3, kapur (CaO), dan
polyaluminium chloride (PAC) (Oxtoby, 2001).
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat
penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-
partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan
proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar
serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam
proses flokulasi. Jika gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan
mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien terlalu rendah/tidak
memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak akan terjadi dan flok
besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan (Oxtoby, 2001).
1.2.3 Koagulan
Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat
mengendapkan partikel-partikel koloid. Koagulan merupakan bahan kimia yang
digunakan pada proses koagulasi. Dengan penambahan koagulan, partikel-partikel
koloid yang sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi partikel
besar yang disebut flok. Dan fungsi lainnya untuk mengurangi kekeruhan, warna
dan bau dalam air yang mempengaruhi kualitas air. Koagulan dapat menyebabkan
destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi. Zat ini merupakan donor
muatan positif yang digunakan untuk mendestabilisasi muatan partikel.
Penambahan dosis koagulan yang lebih tinggi tidak selalu menghasilkan
kekeruhan yang lebih rendah. Dosis koagulan yang dibutuhkan untuk pengolahan
air tidak dapat diperkirakan berdasarkan kekeruhan, tetapi harus ditentukan melalui
percobaan pengolahan. Tidak setiap kekeruhan yang tinggi membutuhkan dosis
koagulan yang tinggi. Jika kekeruhan dalam air lebih dominan disebabkan oleh
lumpur halus atau lumpur kasar maka kebutuhan akan koagulan hanya sedikit,
sedangkan kekeruhan air yang dominan disebabkan oleh koloid akan membutuhkan
koagulan yang banyak (Manurung, 2012).
Menurut Risdianto (2007), Beberapa jenis koagulan yang dapat digunakan
untuk pengolahan air limbah di antaranya:
a. Alumunium sulfat (Al2(SO4)3.14H2O)
Biasanya disebut tawas, bahan ini sering dipakai karena efektif untuk
menurunkan kadar karbonat. Tawas berbentuk kristal atau bubuk putih, larut
dalam air, tidak larut dalam alkohol, tidak mudah terbakar, ekonomis, mudah
didapat dan mudah disimpan. Penggunaan tawas memiliki keuntungan yaitu
harga relatif murah dan sudah dikenal luas oleh operator water treatment.
Namun Ada juga kerugiannya, yaitu umumnya dipasok dalam bentuk padatan
sehingga perlu waktu yang lama untuk proses pelarutan.
Al2(SO4)3 2 Al+3 + 3SO4-2
Air akan mengalami
H2O H+ + OH-
Selanjutnya
2 Al+3 + 6 OH- 2 Al (OH)3
Selain itu akan dihasilkan asam
3SO4-2 + 6 H+ 3H2SO4
Reaksi kimia koagulasi dengan koagulan amilum:
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14H2O +
6CO2
b. Sodium aluminate ( NaAlO2 )
Digunakan dalam kondisi khusus karena harganya yang relatif mahal.
Biasanya digunakan sebagai koagulan sekunder untuk menghilangkan warna
dan dalam proses pelunakan air dengan lime soda ash.
c. Ferrous sulfate ( FeSO4.7H2O )
Dikenal sebagai Copperas, bentuk umumnya adalah granular. Ferrous Sulfate
dan lime sangat efektif untuk proses penjernihan air dengan pH tinggi (pH >
10).
d. Chlorinated copperas
Dibuat dengan menambahkan klorin untuk mengioksidasi Ferrous Sulfate.
Keuntungan penggunaan koagulan ini adalah dapat bekerja pada jangkauan
pH 4,8 hingga 11.
e. Ferrie sulfate ( Fe2(SO4)3)
Fe Mampu untuk menghilangkan warna pada pH rendah dan tinggi serta
dapat menghilangkan dan Mn. Reaksi kimia koagulasi dengan koagulan
Ferrie sulfate:
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
f. Ferrie chloride ( FeCl3.6H2O)
Dalam pengolahan air penggunaannya terbatas karena bersifat korosif dan
tidak tahan untuk penyimpanan yang terlalu lama. Reaksi kimia koagulasi
dengan koagulan Ferrie chloride :
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2 + 6CO2
1.2.4 Faktor faktor yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi
Menurut Manurung ( 2012 ), Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
koagulasi dan flokulasi antara lain sebagai berikut:
1. Suhu
Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi
dinyatakan dapat berjalan baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10.
Jika ABO tidak dalam kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam
ABO tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal.
2. Bentuk koagulan
Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan
diberikan pada keadaan cair dibandingkan dalam bentuk padat.
3. Tingkat kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih
mudah jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.
4. Kecepatan pengadukan
5. Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi
(koloid) dalam ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan
lambat, pengikatan akan berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang
terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses penjernihan tidak maksimal.
Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka
kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali
Berdasarkan kecepatannya, jenis pengadukan terbagi 2 yaitu:
Pengadukan cepat
Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan
pada gradien kecepatan besar (300 sampai 1000 detik-1) selama 5
hingga 60 detik atau nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 300 hingga
1700. Pengadukan cepat ini bertujuan untuk menghasilkan dispersi
yang seragam dari partikel-partikel koloid dan untuk meningkatkan
kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan satu sama lain.
Pengadukan lambat
Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk
menghasilkan gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak antar
partikel untuk membentuk gabungan partikel hingga berukuran besar.
Pengadukan lambat adalah pengadukan yang dilakukan dengan gradien
kecepatan kecil (20 sampai 100 detik-1) selama 10 hingga 60 menit atau
nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 48000 hingga 210000. Untuk
menghasilkan flok yang baik, gradien kecepatan diturunkan secara
bertahap agar flok yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan
berkesempatan bergabung dengan yang lain membentuk gumpalan
yang lebih besar.
(Karamah, 2007).
1.2.5 Jar Test
Jar Test adalah suatu percobaan skala laboratorium untuk menentukan
kondisi operasi optimum pada proses pengolahan air dan air limbah. Metode ini
dapat menentukan nilai pH, variasi dalam penambahan dosis koagulan atau
polimer, kecepatan putar, variasi jenis koagulan atau jenis polimer, pada skala
laboratorium untuk memprediksi kebutuhan pengolahan air yang sebenarnya.
Untuk menentukan dosis yang optimal flokulan dan nilai-nilai parameter lain
seperti pH, jenis flokulan yang digunakan dalam proses flokulasi dan sebagainya,
dilakukan proses jartest. Jartest merupakan model sederhana proses flokulasi.
Proses flokulasi sebenarnya tidak dapat terganggu. Namun efisiensi proses tersebut
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kadar dan jenis zat tersuspensi, pH
larutan, kadar dan jenis flokulan, waktu dan kecepatan pengadukan an adanya
beberapa macam ion terlarut yang tertentu (contohnya posfat). Apabila faktor
tersebut tidak optimal dapat menghalangi proses flokulasi. Jar test dapat digunakan
untuk mencari nilai-nilai yang optimal melalui percobaan dalam laboratorium
(Kusnaedi, 2010).
Prinsip Jartest Suatu larutan koloid yang mengandung partikel-partikel kecil
dan koloid dapat dianggap stabil bila:
1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang
pendek (beberapa jam).
2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi
partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan
elektrostatis antara partikel satu dengan yang lainnya.
Dengan pembubuhan flokulan maka stabilitas partikel akan terganggu. Hal
ini disebabkan oleh:
Molekul dari flokulan dapat menempel pada permukaan koloid dan
mengubah muatan elektrisnya.
Flokulan dapat mengendap sebagai flok yang dapat mengurung koloid
dan menarik partikel tersebut ke bawah
(Chandra,2006).
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat
No Nama Alat Gambar

1. Batang pengaduk

2. Pipet tetes

3. Gelas ukur 10 ml

4. Spatula
5. Beaker glass 1 liter

6. Jar test

7. Beaker glass 100 ml

8. Corong
9. Turbidity meter

10. Kertas indikator pH

11. Timbangan analitik

2.2 Bahan
1. Aquadest

2. Air Sungai Siak 3 liter

3. Al2SO4 500 mg

2.3 Prosedur percobaan


2.3.1 Prosedur pembuatan larutan koagulan
1. 500 mg alumunium sulfat ditimbang menggunakan timbangan analitik
2. 500 mg alumunium sulfat dilarutkan dengan 50 ml aquadest
3. Larutan diaduk menggunakan batang pengaduk hingga homogen
2.3.2 Proses persiapan sampel
1. 6 buah beaker glass ukuran 1 liter disiapkan
2. Masing masing beaker glass diisi dengan 500 ml air Sungai Siak
3. Sampel air Sungai Siak diamati warna, pH, Turbidity dan bentuk flok
2.3.3 Proses koagulasi
1. Keenam beaker glass yang berisi air Sungai Siak diletakkan kedalam Jar
Test
2. Masing masing beaker glass ditambahkan koagulan sebanyak 2 ml, 4 ml,
6 ml, 8 ml, 10 ml dan 12 ml
3. Kecepatan putaran Jar Test diatur sebesar 120 rpm selama 1 menit
4. Larutan didiamkan selama 20 menit
5. Kemudian sampel air Sungai Siak diamati warna, pH, Turbidity dan bentuk
flok
2.3.4 Proses flokulasi
1. Kecepatan Jar Test diatur kembali sebesar 40 rpm selama 20 menit
2. Larutan didiamkan selama 20 menit
3. Kemudian sampel air Sungai Siak diamati warna, pH, Turbidity dan bentuk
flok
2.3.5 Proses pengukuran Turbidity
1. 10 ml larutan sampel diambil pada masing masing beaker glass
2. Sampel dimasukkan kedalam tabung test
3. Tabung test dimasukkan kedalam alat Turbidity meter
4. Kemudian nilai dari Turbidity didapat
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil pengamatan
3.1.1 Pembuatan larutan koagulan
Tabel 3.1 pengamatan pembuatan larutan koagulan
No Perlakuan Pengamatan
1. Al2(SO4)3 + H2O Larutan berwarna bening keruh

3.1.2 Persiapan sampel


Tabel 3.2 pengamatan sampel
No Perlakuan Pengamatan
1 Pengamatan warna Sampel berwarna kuning keruh
2 Pengukuran ph 6
3 Pengukuran Turbidity (NTU) 41,83
4 Pengamatan bentuk flok Ada sedikit partikel kecil yang
melayang

3.1.3 pengamatan proses koagulasi pada sampel


Hasil
No. Pengamatan
Tawas Sebelum Sesudah
2 ml
4 ml
6 ml
1. Warna Kuning keruh Kuning bening
8 ml
10 ml
12 ml
2 ml 5
4 ml 5
6 ml 4
2. pH 6
8 ml 4
10 ml 4
12 ml 4
2 ml 39,36 NTU
4 ml 28,15 NTU
6 ml 27,30 NTU
3. Turbidity 8 ml 41,83 NTU 23,94 NTU
10 ml 24,19 NTU
12 ml 28,09 NTU

2 ml
4 ml Kecil dan sedikit Kecil dan halus
4. Bentuk flok
6 ml
8 ml
10 ml
12 ml
2 ml 5.9 %
4 ml 32.7 %
6 ml 34.7 %
5. Effisiensi -
8 ml 42.8 %
10 ml 42.2 %
12 ml 32.8 %

3.1.4 pengamatan proses flokulasi pada sampel


Hasil
No. Pengamatan
Tawas Sebelum Sesudah
2 ml
4 ml
6 ml
1. Warna Kuning keruh Kuning jernih
8 ml
10 ml
12 ml
2 ml 5
4 ml 5
6 ml 5
2. pH 6
8 ml 4
10 ml 4
12 ml 4
2 ml 2,30 NTU
4 ml 2,15 NTU
6 ml 2,05 NTU
3. Turbidity 8 ml 41,83 NTU 2,23 NTU
10 ml 2,32 NTU
12 ml 3,21 NTU
2 ml
4 ml
6 ml
Kecil dan sedikit Besar dan kasar
4. Bentuk flok 8 ml
10 ml
12 ml
2 ml 94.5 %
4 ml 94.9 %
6 ml 95 %
5. Effisiensi -
8 ml 94.7 %
10 ml 94.4 %
12 ml 92,3 %
3.2 Pembahasan
Pada praktikum koagulasi dan flokulasi ini menggunakan sampel air Sungai
Siak. pengambilan sampel di lakukan pada hari Kamis, 17 November 2017 pada
pukul 08.30 WIB. Berlokasi di kota Pekanbaru, Riau, tepatnya dibawah Jembatan
Leighton. Kondisi cuaca saat itu cerah. Pengambilan sampel dilakukan secara baik
dan benar berdasarkan standar yang telah di tetapkan dengan SNI 6989-57-2008,
yaitu dengan cara memasukkan botol kedalam sungai tetapi botol tidak
ditenggelamkan. Mulut botol diarahkan kearah yang berlawanan dengan arah arus
sungai.
Sampel air Sungai Siak yang diamati dalam pratikum ini adalah penentuan
pH, warna, turbidity, bentuk flok dengan metode koagulasi dan flokulasi dengan
menambahkan koagulan Alumunium sulfat. Pengadukan cepat pada proses
koagulasi dengan kecepatan putaran 120 rpm selama 1 menit, agar partikel koloid
mengalami destabilisasi sehingga berikatan dengan koagulan. Sedangkan pada
proses flokulasi dilakukan pengadukan lambat pada kecepatan 40 rpm selama 20
menit, agar flok yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan berkesempatan
bergabung dengan yang lain membentuk gumpalan yang lebih besar.
Pengukuran awal menunjukkan karakteristik air Sungai Siak dengan
intensitas cahaya yang tinggi (berwana kuning bening), pH yang bersifat asam yaitu
6, memiliki angka Turbidity 41,83 NTU dan memiliki sedikit partikel kecil yang
melayang.
3.2.1 Pengaruh dosis koagulan vs pH

Pengaruh dosis koagulan vs pH


7
6
5
4
sampel awal
pH

3
2 koagulasi
1 flokulasi
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Dosis koagulan (ml)
Pada grafik dapat dilihat pH sampel air Sungai Siak adalah 6. pH 6 merupakan
kondisi awal sampel (kondisi tanpa penambahan asam atau basa). Setelah
melakukan proses koagulasi dan flokulasi dengan menambahkan koagulan pada
sampel di masing masing beaker glass terjadi perubahan pH yang dapat dilihat pada
grafik diatas. Menurut Rachmawati (2009), penurunan nilai pH ini terjadi karena
semakin besar konsentrasi koagulan yang ditambahkan semakin banyak proses
hidrolisa dalam air sehingga ion-ion H+ yang terionisasi dalam air tersebut akan
semakin besar sehingga nilai pH akan semakin rendah (asam).
Pada percobaan yang dilakukan hasil yang didapat tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan, seharusnya menurut jurnal Pemanfatan koagulan alumunium
sulfat dalam pengolahan limbah cair stockpile batubara menyatakan pH
berbanding terbalik dengan dosis koagulan. Semakin tinggi dosis koagulan
diperoleh nilai pH yang semakin rendah. Terjadinya penurunan nilai pH akibat
penambahan koagulan Aliminium sulfat disebabkan Aluminium sulfat merupakan
garam yang bersifat asam. Penambahan aluminium sulfat kedalam larutan
mengakibatkan terjadinya pembebasan ion H+ dengan reaksi sebagai berikut:
Al2(SO4)3 + 6H2O 2Al(OH)3 + 6H+ +SO4-
Terjadi penambahan ion H+ tentu saja mengakibatkan penurunan nilai pH pada
larutan.
Setelah proses kogulasi, penurunan pH larutan baru terjadi setelah
penambahan koagulan Aluminium sulfat pada volume 6 ml, 8 ml, 10 ml, dan 12
ml sehingga pH larutan menjadi 4. Sedangkan pada proses flokuasi penurunan pH
terjadi pada pada larutan yang ditambahkan koagulan Aluminium sulfat 8 ml, 10
ml, dan 12 ml yaitu sebesar 4. Kesalahan dapat terjadi karena pengecekan pH
larutan menggunakan kertas indikator pH dengan ketelitian pengukuran pH 1,ini
meningkatkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam mengamati pengecekan
pH pada saat percobaan.
3.2.2 Pengaruh dosis koagulan vs Turbidity

Pengaruh dosis koagulan vs turbidity


50

40
Turbidity

30
turbidity
20
turbidity sampel
10
turbidity floakulasi
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Dosis koagulan (ml)

Proses koagulasi flokulasi yang dilakukan mengeliminasi sejumlah partikel


yang awalnya terdapat dalam air limbah. Akibatnya pada pengukuran kekeruhan
penghambat cahaya yang masuk kedalam air menjadi semakin sedikit sehingga
kekeruhan yang terukur menjadi semakin kecil. Dengan kata lain, berkurangnya
partikel setelah proses menyebabkan kekeruhan pada air juga semakin berkurang.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penurunan nilai Turbidity paling yang
baik dalam proses koagulasi adalah pada penambahan koagulan 8 ml dengan nilai
Turbidity 23,94 NTU, dan pada penambahan koagulan sebanyak 10 ml nilai
turbidity kembali meningkat yaitu 24,19 NTU. Sedangkan pada proses flokuasi
penurunan nilai turbiduty terbaik terjadi pada penambahan koagulan 6 ml dengan
nilai Turbidity 2,05 NTU dan kembali naik pada penambahan koagulan 8 ml dengan
nilai turbidity 2,23 NTU.
Pada dosis yang lebih besar akan terjadi penurunan kecepatan pengendapan
yang berlangsung secara lambat. Hal ini terjadi karena penambahan dosis yang
terlalu besar mengakibatkan ion positif yang berlebih menghasilkan gaya tolak
yang cukup besar yang menyebabkan adanya gerakan partikel dalam air dan
mengganggu proses stabilisasi yang telah terjadi. Hal ini dapat menyebabkan
gagalnya pengikatan dan pembentukan flok (Amir, 2010).
Hasil pratikum yang kami dapatkan relevan dengan hasil jurnal Pengaruh
konsentrasi dan waktu pengendapan biji kelor terhadap pH, kekeruhan dan warna
air waduk krenceng yang menyatakan bahwa pada konsentrasi yang melebihi dosis
optimum turbiditas kembali naik karena koloid telah dinetralkan semuanya dan
mengendap dengan konsentrasi koagulan yang optimum, sehingga kelebihan
koagulan akan menyebabkan kekeruhan karena tidak berinteraksi dengan partikel
koloid lain yang berbeda muatan.

3.2.3 Pengaruh dosis koagulan vs efisiensi

Pengaruh dosis koagulan vs efisiensi


100.00%
80.00%
Efisiensi

60.00%
40.00% koagulasi
20.00% flokulasi

0.00%
0 2 4 6 8 10 12 14
Dosis koagulan (ml)

Efisiensi mengacu pada kemampuan koagulan untuk berikatan dengan


partikel koloid dalam membentuk flok agar sampel yang di uji semakin jernih
(Turbidity menurun). Pada proses koagulasi, efisiensi tertinggi pada penambahan 8
ml koagulan yaitu sebesar 42,8 %. Hal ini karena nilai turbidity turun secara
signifikan menjadi 23,94 NTU. Sedangkan pada flokulasi terjadi pada penambahan
6 ml yaitu sebesar 95 % dengan penurunan nilai turbidity menjadi 25,05 NTU.
Menurut Davis dan Cornwell (1991) dalam yulianti (2006) dosis koagulan
yang berlebihan maupun yang kurang dapat menurunkan efisiensi penyisihan
padatan. Kondisi tersebut dapat dikoreksi dengan jar-test dan memverifikasi kinerja
proses setelah melakukan perubahan dan operasi proses koagulasi. Hal serupa juga
kemungkinan perlu dilakukan jika terjadi perubahan kualitas atau karakteristik air
yang akan diolah.
BAB 1V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Hasil dari pengujian sampel yaitu, sampel air Sungai Siak berwarna kuning
keruh, mempunyai pH 6, nilai turbidity nya 41.83 NTU, dan mempunyai
flok berupa partikel-partikel kecil yang melayang.
2. Perubahan warna yang terjadi setelah proses koagulasi adalah dari kuning
keruh menjadi kuning bening. Sedangkan perubahan warna setelah proses
flokulasi adalah dari kuning bening menjadi kuning jernih
3. Setelah proses koagulasi bentuk flok nya kecil dan halus. Sedangkan bentuk
flok setelah proses flokulasi adalah berukuran yang lebih besar dan kasar
4. Semakin tinggi dosis koagulan yang di tambahkan maka semakin banyak
proses hidrolisa dalam air sehingga ion-ion H+ yang terionisasi dalam air
tersebut akan semakin besar sehingga nilai pH akan semakin rendah (asam).
5. Dosis koagulan optimum seletah dilakukan proses koagulasi adalah 8 ml
dengan nilai turbidity hasil pengolahan sebesar 23,94 NTU. Sedangkan
seletah dilakukan flokulasi adalah 6 ml dengan nilai turbidity hasil
pengolahan sebesar 2,05 NTU
6. Setelah proses koagulasi didapatkan efisiensi tertinggi pada penambahan
dosis koagulan sebanyak 8 ml yaitu sebesar 42.8 %. Sedangkan pada proses
setelah flokulasi efisiensi tertinggi pada penambahan dosis koagulan 6 ml
yaitu sebesar 95 %
4.2 Saran
1. Sebaiknya pratikan menggunakan sarung tangan, masker dan jas lab pada
saat pratikum untuk menjaga keselamatan kerja
2. Sebaiknya alat praktikum di laboratorium lebih lengkap lagi agar proses
pratikum yang sedang berlangsung dapat berjalan dengan lancar dan
pratikan harus lebih teliti agar mendapatkan hasil data yang akurat
3. Sebaiknya pada saat pengambilan sampel harus dilakukan dengan benar,
berdasarkan standar yang telah di tetapkan dengan SNI 6989-57-2008
tentang metode pengambilan contoh air permukaan

Anda mungkin juga menyukai