BAB 1
PENDAHULUAN
Air merupakan komponen kehidupan yang sangat penting untuk menunjang kehidupan
makhluk hidup. Makhluk hidup membutuhkan air untuk dapat melanjutkan
kelangsungan hidup, baik manusia, hewan dan tumbuhan. Air merupakan zat yang
paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh
kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4 - 5 hari tanpa
minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan
membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan
industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain.
Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan di sebarkan
melalui air. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-
mana.
Sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan
timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per
hari berkisar antara 150 - 200 liter atau 35 - 40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi
dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat.
Sumber air dapat diperoleh melalui air permukaan, air hujan, dan air tanah. Namun
sumber-sumber air tersebut belum sepenuhnya bisa digunakan langsung untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena harus melalui pemeriksaan secara fisika,
kimia, bakteriologis dan radioaktivitas terlebih dahulu, karena jika tanpa melalui
pemeriksaan tersebut bisa saja sumber ait tersebut tercemar sehingga mengakibatkan
ganggguan kesehatan dan gangguan estetika lingkungan. Misalnya saja badan air yang
merupakan salah satu contoh sumber air permukaan, bisa terjadi pencemaran akibat
limbah industry, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan limbah pertambangan.
Pencemaran tersebut akan berdampak pada makhluk hidup yang ada di badan air.
Oleh karena itu Praktikum Penyediaan Air Minum 2, mata acara 3 tentang Koagulasi
dan Flokulasi dilakukan untuk mengetahui hasil pengukuran kekeruhan pada air sampel
dari air folder Lembuswana pada tiap-tiap dosis pengukuran, mengetahui tinggi
endapan dari flok yang terbentuk pada tiap-tiap dosis dan dosis optimum yang
digunakan, dan untuk mengetahui hasil pengukuran pH air sampel serta pengaruh pH
terhadap proses Koagulasi dan Flokulasi.
Pengertian air adalah semua air yang terdapat pada diatas, maupun dibawah permukaan
tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut
yang dimanfaatkan di darat. Sumber daya air adalah air dan semua potensi yang terdapat
pada air, sumber air, termasuk sarana dan prasarana pengairan yang dapat dimanfaatkan,
namun tidak termasuk kekayaan hewani yang ada di dalamnya. Air juga merupakan
bagian penting dari sumber daya yang ada di alam yang mempunyai karakteristik-
karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya lainnya. Air bersifat sumber daya
terbarukan dan dinamis. Sumber utama air yang berupa hujan akan selalu akan datang
sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun (Sunaryo, 2007).
Karakteristik sumber daya air amat dipengaruhi aspek topografi dan geologi, keragaman
penggunaannya, keterkaitannya (hulu-hilir, instreamoffstream, kuantitas, kualitas),
waktu, serta silkus alaminya. Oleh karena faktor topografi dan geologi, maka sumber
daya air dapat bersifat lintas wilayah administrasi. Dengan demikian, kuantitas dan
kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolahan sumber daya air masing-masing
daerah. Selain itu, juga keragaman penggunaan air yang bervariasi (pertanian, air baku
domestik dan industri, pembangkit listrik, perikanan dan pemeliharaan lingkungan),
musim (waktu), sifat ragawi alam (topografi dan geologi) dan kondisi ke
pendudukannya (Sunaryo, 2007).
2.2 Koagulasi
Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum (aluminium
sulfat atau Al2(S04)3), feri sulfat (Fe2(S04)3), feri klorida (FeCl3) dan kapur. Alum akan
bereaksi dengan bahan yang bersifat basa dan membentuk aluminium hidroksida yang
tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloidal. Kapur akan bereaksi dengan
bikarbonat dan membentuk kalsium karbonat yang akan mengendap. Kalsium karbonat
yang tidak larut akan terbentuk pada pH di atas 9,5. Garam-garam feri digunakan untuk
meningkatkan daya endap dari feri hidroksida yang akan membentuk endapan dalam
limbah dan meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya yang ada dalam limbah
tersebut. Sedimentasi merupakan proses untuk memisahkan partikel- partikel yang
mengendap ataupun yang berbentuk gumpalan dengan bagian yang larut atau
cairannya. Bahan kimia organik baik dari jenis anionik, kationik dan nonionik
polielektrolit juga dapat digunakan untuk mengendapkan partikel berbentuk koloidal
dalam larutan secara tersendiri atau digabungkan dengan koagulan anorganik. Jenis
polielektrolit yang dapat digunakan untuk membentuk endapan sangat beragam
jenisnya. Penggunaan jenis polielektrolit yang tepat untuk suatu jenis limbah tertentu
dapat dipilih setelah melihat hasil ujinya menggunakan jar test, yaitu untuk mengetahui
jenis dan jumlahnya (Asmadi, 2011).
Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan untuk meniadakan
kestabilan partikel koloid tersebut dapat dihasilkan dari senyawa organic dan anorganik
tertentu yang disebut koagulan. Zat kimia yang digunakan dalam proses ini meliputi
ion-ion metal seperti alumunium atau besi, yang mana akan terhidrolisa dengan cepat
untuk membentuk presipitat yang tidak larut dan polielektrolit organik alam atau
sintetik, yang mana dengan cepat teradsoprsi pada permukaan partikel koloid, dengan
demikian mempercepat laju pembentukan agregat dari partikel koloid (Asmadi, 2011).
2.3 Flokulasi
Proses Koagulasi dapat dilakukan melalui tahap pengadukan antara koagulan dengan air
baku dan netralisai muatan. Prinsip dari koagulasi yaitu di dalam air baku terdapat
partikel-partikel padatan yang sebagian besar bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel
ini cenderung untuk saling tolak-menolak satu sama lainnya sehingga tetap setabil
dalam bentuk tersuspensi atau koloid dalam air. Netralisasi muatan negatif partikel-
partikel padatan dilakukan dengan pembubuhan koagulan bermuatan positif ke dalam
air diikuti dengan pengadukan secara cepat. Tahap flokulasi yaitu penggabungan inti-
inti endapan menjadi molekul besar (flok). Flokulasi dapat di dilakukan dengan
pengadukan lambat sekitar 40 - 50 rpm selama 15 - 90 menit. Pengadukan yang terlalu
cepat dapat merusak flok-flok yang telah terbentuk (Suherman, 2013).
Jar test atau uji jar merupakan metode standar yang digunakan untuk menguji proses
koagulasi Data yang didapat dengan melakukan jar test antara lain dosis optimum
penambahan koagulan, lama pengendapan serta volume endapan yang terbentuk. Jar
test yang dilakukan adalah untuk membandingkan kinerja koagulan yang digunakan
untuk mendapatkan padatan yang tersuspensi yang terdapat pada air sungai. Pelaksanaan
Jar Tes dapat dilakukan agar diketahui kekeruhan akhir pada penambahan kedua
koagulan yang sesuai dengan baku mutu air bersih yang ditetapkan oleh Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum. Konsentrasi koagulan yang optimum
dapat ditentukan berdasarkan hasil jar test, yaitu konsentrasi yang memberikan
kekeruhan akhir tepat dibawah 5 NTU, bukan kekeruhan terendah . Jar Test adalah
suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimum dari koagulan yang
digunakan dalam proses pengolahan air minum. Percobaan dilakukan secara tepat,
informasi yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam
mengoptimalkan proses koagulasi, flokulasi dan penjernihan. Metode pengujian
koagulasi dan flokulasi dengan cara jar test ditetapkan dalam SNI 19-6449-2000
termasuk prosedur pengolahan air (Husaini, 2018).
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
Koagulasi-Flokulasi
a. Dosis 55 ppm
Diketahui : M1 = 1% tawas dari 1kg/tawas
= 10 gr/L
= 10.000 mg/L
= 10.000 ppm
M2 = 55 ppm
V2 = 1000 mL
Ditanya : V1 = ?
Jawab : M1 × V1 = M2 × V2
M2 × V 2
V1 =
M1
55 ppm × 1000 mL
=
10.000 ppm
= 5,5 mL
b. Dosis 65 ppm
Diketahui : M1 = 1% tawas dari 1kg/tawas
= 10 gr/L
= 10.000 mg/L
= 10.000 ppm
M2 = 65 ppm
V2 = 1000 mL
Ditanya : V1 = ?
Jawab : M1 × V1 = M2 × V2
M2 × V 2
V1 =
M1
65 ppm × 1000 mL
=
10.000 ppm
= 6,5 mL
c. Dosis 75 ppm
Diketahui : M1 = 1% tawas dari 1kg/tawas
= 10 gr/L
= 10.000 mg/L
= 10.000 ppm
M2 = 75 ppm
V2 = 1000 mL
Ditanya : V1 = ?
Jawab : M1 × V1 = M2 × V2
M2 × V 2
V1 =
M1
75 ppm × 1000 mL
=
10.000 ppm
= 7,5 mL
d. Dosis 85 ppm
Diketahui : M1 = 1% tawas dari 1kg/tawas
= 10 gr/L
= 10.000 mg/L
= 10.000 ppm
M2 = 85 ppm
V2 = 1000 mL
Ditanya : V1 = ?
Jawab : M1 × V1 = M2 × V2
M2 × V 2
V1 =
M1
85 ppm × 1000 mL
=
10.000 ppm
= 8,5 mL
4.3 Pembahasan
Praktikum koagulasi dan flokulasi menggunakan air sampel dari folder Lembuswana.
Pada proses praktikum koagulasi dan flokulasi ini mendapatkan hasil yang berbeda-
beda terutama dalam pembentukan flok yang terbentuk dalam setiap dosisnya. Pada
praktikum koagulasi dan flokulasi dilakukan untuk tujuan menganalisis proses yang
terjadi dalam proses tersebut. Fungsi dari proses koagulasi dan flokulasi adalah
membentuk partikel flokulan yang mudah diendapkan di unit proses berikutnya.
Koagulasi merupakan penambahan bahan kimia (koagulan). Pada praktikum ini
koagulan yang dipakai adalah tawas Al2(SO4)3 dengan air sampel forder Lembuswana
sebanyak 5 L yang diukur nilai pH dan kekeruhan awal. Lalu diukur dengan jar test
dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit 40 rpm selama 10 menit dan 20 rpm selama
1 menit. Lalu dimasukkan ke dalam kerucut imhoff selama 15 menit, lalu diukur tinggi
pengendapannya. Pada dosis 55 ppm didapatkan flok yang terbentuk adalah 5,5 cm.
Pada dosis 65 ppm didapatkan flog yang terbentuk atau yang terendapkan adalah 6 cm.
Pada dosis 75 ppm didapatkan flok yang terbentuk adalah 4,5 cm sedangkan dosis 85
ppm didapatkan flok yang terbentuk adalah 5,5 cm. Pada dosis 75 ppm flok yang
terbentuk atau tinggi endapan yang diperoleh lebih rendah daripada dosis yang lain, hal
ini disebabkan karena adanya proses penuangan ke kerucut imhoff flok terpecah lagi
sehingga flok susah untuk mengendap. Pengaruh waktu pengendapan pada proses
koagulasi flokulasi yaitu semakin besar waktu pengendapan maka semakin banyak flok
yang terbentuk. Pengaruh dosis koagulan pada pembentukan flok yaitu jika dosis
koagulan lebih kecil dari dosis optimum maka pembentukan flok semakin lambat dan
kecil sedangkan jika dosis koagulan melebihi dosis optimum maka flok yang terbentuk
besar dan waktu terbentuknya cepat.
Proses koagulasi dan flokulasi, didapatkan nilai kekeruhan dan pH yang berbeda-beda
setiap dosisnya. Pada pengukuran kekeruhan dapat dilakukan menggunakan alat
turbidity meter, sedangkan pada pengukuran pH dapat ditentukan menggunakan alat pH
meter. Air sampel yang telah mengalami pengadukan cepat dan pengadukan lambat
selanjutnya dipindahkan ke kerucut imhoff. Terdapat empat kerucut imhoff yang
masing-masing diisi air sampel yang telah dicampur dengan koagulan sebanyak 5,5 mL
6,5 mL 7,5 mL dan 8,5 mL. Air sampel didiamkan selama 15 menit, kemudian diukur
nilai kekeruhan dan pH airnya. Pada air sampel yang dicampur dengan 5,5 mL koagulan
memiliki nilai kekeluargaan sebesar 13,35 NTU dan pH air sebesar 7,10. Pada air
sampel yang dicampur dengan 6,5 mL koagulan memiliki nilai kekeruhan sebesar 11,45
NTU dan pH air sebesar 7,3. Air sampel yang dicampur dengan 7,5 mL koagulan
memiliki nilai kekeruhan sebesar 10,8 NTU dengan nilai pH sebesar 7,2. Pada air
sampel yang dicampur dengan 85 mL kagulan memiliki nilai kekeruhan sebesar 10
NTU dengan nilai pH sebesar 7,33.
Pada pengolahan air limbah atau pengolahan air minum, proses koagulasi dan flokulasi
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengolahan air. Koagulasi adalah
proses penambahan zat kimia (koagulan) kedalam air sampel dengan pengadukan
campuran koagulan dengan air sampel secara pengadukan cepat dan lambat. Pemilihan
zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan antara lain jumlah dan kualitas air yang
akan diolah, metode penyaringan, serta pembuangan lumpur endapan. Jenis koagulan
antara lain aluminium sulfat, ferro sulfat, poly aluminium clorida, dan lain-lain.
Flokulasi adalah proses lambat yang bergerak secara terus-menerus selama partikel-
partikel tersuspensi bercampur di dalam air, sehingga partikel akan menjadi lebih besar
dan bergerak menuju proses sedimentasi. Standar Nasional Indonesia untuk metode
pengujian koagulasi dan flokulasi dengan cara jar test yang ditetapkan dalam SNI 19-
6449-2000 termasuk prosedur umum untuk pengolahan dalam rangka mengurangi
bahan-bahan terlarut, koloid yang tidak mengendap dalam air dengan menggunakan
bahan kimia dalam proses koagulasi dan flokulasi, yang dilanjutkan dengan
pengendapan secara gravitasi. Terdapat kelebihan dari proses koagulasi dan flokulasi ini
adalah lebih cepat, efektif dan efisien menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk
koloid dengan menambahkan koagulan, memudahkan partikel-partikel tersuspensi,
sehingga dapat dipisahkan dengan proses pengendapan. Menghilangkan beberapa jenis
organisme patogen dalam air.
Penentuan dosis optimum dilakukan berdasarkan pada dua pengukuran. Dipilih dosis air
sampel dengan tinggi endapkan flok yang tertinggi dan nilai kekeruhan yang terendah.
Pada praktikum ini dipilih tinggi endapan flok tertinggi sebagai parameter penentuan
dosis optimum serta kepadatan pokoknya. Pada dosis 55 ppm flok yang terbentuk 5,5
cm, pada dosis 65 ppm flok yang terbentuk 6 cm, pada dosis 75 ppm flok yang
terbentuk 4,5 cm dan pada dosis 85 ppm flok yang terbentuk 5,5 cm. Dosis optimum
yang dipilih yaitu 85 ppm karena flok yang terbentuk tinggi dan nilai kekeruhan yang
rendah serta endapan flok yang padat, sedangkan pada dosis 65 ppm blok yang
terbentuk tinggi namun kekurangannya tinggi serta jarak antar flok yang jarang atau
kurang padat. Nilai untuk mengukur pada ukuran tinggi flok dapat diukur dengan
menggunakan penggaris 30 cm dari dasar kerucut imhoff.
Faktor yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi antara lain pH, konsentrasi
koagulan dan pengadukan titik faktor yang pertama adalah pH, proses koagulasi dapat
berlangsung dengan pH yang tepat. pH optimum dengan koagulan aluminium sulfat
adalah 5,5 sampai 7,9. Faktor yang kedua adalah suhu, proses koagulasi dapat
berkurang pada suhu rendah karena terjadi peningkatan viskositas dan bahan struktur
agregat menjadi lebih kecil. Faktor ketiga adalah konsentrasi koagulan, jika konsentrasi
koagulan kurang maka tumbukan antar partikel juga berkurang, konsentrasi koagulan
yang kurang maka tumbukan akan menyebabkan flok tidak terbentuk. Faktor keempat
adalah pengadukan, pengadukan yang terlalu lambat mengakibatkan faktor
pertumbuhan flok lambat, jika terlalu cepat maka flok akan pecah. Hal yang perlu
diperhatikan selain kecepatan pengadukan yaitu wkatu dalam pengadukan, dalam
praktikum ini 100 rpm selama 1 menit dilanjutkan dengan 40 rpm selama 10 menit dan
20 rpm selama 10 menit.
Faktor kesalahan yang terjadi adalah saat pengukuran pH dengan alat pH meter. Alat
tidak dicuci sedangkan larutan yang diukur berbeda-beda dosisnya. Hal ini yang
menyebabkan mempengaruhi dalam hasil pengukuran tingkat keasaman air sampel.
Lalu kesalahan selanjutnya adalah saat menuangkan air sampel dari jar test ke dalam
kerucut imhoff tidak secara perlahan yang mengakibatkan flok yang sudah terbentuk
pecah, hal tersebut dapat menyebabkan atau dapat mempengaruhi hasil pengukuran
kekeruhan.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya dapat melakukan perbandingan data dari tempat
air sampel yang berbeda contohnya air sampel bendungan. Agar memperoleh hasil yang
bervariasi dan dapat dibandingkan kualitas air sampelnya. Sebaiknya pada praktikum
selanjutnya perhatikan dapat memperhatikan dalam penggunaan alat agar didapatkan
hasil pengukuran yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
5. Suherman, Dadan., 2013, Menghilangkan Warna Dan Zat Organik Air Gambut
Dengan Metode Koagulasi-Flokulasi Suasana Basa, Vol.23, No.2, Jurnal RISET
Geologi dan Pertambangan, Bandung (Diakses pada tanggal 21 November 2021,
pada pukul 20.00 WITA).
6. Sunaryo, Trie, M., 2007, Pengelolaan Sumber Daya Air (Konsep dan
Penerapannya), Bayu Media Publishing, Malang.
LAMPIRAN
Gambar 11. Diamati flok yang Gambar 12. Diambil air sampel
terbentuk di dalam bagian atas untuk
kerucut imhoff. dipindahkan ke
beaker glass.
Gambar 13. Diukur kekeruhan Gambar 14. Diukur pH akhir
akhir air sampel air sampel
menggunakan menggunakan
turbidity meter. pH meter.
Disusun Oleh:
Kelompok 4 (Empat)
NAMA NIM
Dian Novitasari 1909046011
Rendy Pangestu 1909046013
Alvi Rahmawati 1909046026
Ghibran M. F. 1909046027
Rovita Irawan 1909046055