Anda di halaman 1dari 20

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN DISTRIBUSI FITOPLANKTON

HARIAN DI ROWO JOMBOR, KLATEN, JAWA TENGAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini banyak terdapat ekosistem perairan baik itu perairan
tawar , estuari, ataupun lautan yang sudah tercemar pada kategori ringan
hingga berat.. Pencemaran ini dapat disebabkan oleh kegiatan industri
pertambangan, pertanian, perikanan, dan kegiatan manusia lainnya.
Padahal kita ketahui bahwa ekosistem perairan banyak memiliki fungsi
bagi kelangsungan hidup manusia, diantaranya sebagai sumber air bersih,
pariwisata, transportasi, dan perikanan.
Menurut Satino ( 2011 ) perairan tawar dibagi menjadi 2 yaitu
perairan lotik dan perairan lentik. Salah satu contoh perairan lentik adalah
rawa. Rawa merupakan ekosistem perairan menggenang yang relatif
dangkal, dinding landai dan daerah litoral sangat produktif. Rawa
terbentuk karena proses pendangkalan dari danau, waduk, atau karena
proses yang lain seperti karena gempa yang mengakibatkan suatu daerah
turun tetapi tidak dalam, atau karena aktifitas angin, dan pasang surut air
laut (rawa asin/payau ). Namun pada saat ini banyak perairan tawar yang
mengalami permasalahan seperti eutrofikasi ( Ling et al, 2007 ). Sebagai
contoh Soemarwoto ( 2004 ) mengatakan bahwa sebagian besar dari 500
waduk yang ada di Indonesia telah tercemar. Danau, waduk, ataupun rawa
yang mengalami eutrofikasi ( pengayaan nutrien ) akan mengalami
berbagai permasalahan lanjutan, seperti gangguan transportasi, rendahnya
transparansi, berkurangnya kadar DO, serta munculnya zat zat beracun.
Bau yang menyengat berasal dari gas ga hasil fiksasi nitrogen dari udara
oleh Alga Biru-Hijau yang tumbuh berlebihan ( Ling et al, 2007 ).
Rowo Jombor terletak di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat,
Kabupaten klaten. Menurut Indriyastuti dan Muskananfola ( 2014 ) Air
maupun biota Rowo Jombor banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar
untuk keperluan sehari hari maupun kegiatan ekonomi, diantaranya KJA

1
( keramba jaring apung ) yang memasok ikan segar untuk dijual di warung
apung maupun pasar tradisional lain. Jika hal ini terus berlanjut tanpa
pengelolaan yang baik maka dapat menyebabkan permasalahan badan
perairan seperti yang disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu pada
penelitian ini dilakukan studi ekosistem perairan di Rowo Jombor untuk
mengetahui kondisi ekologis terkini sehingga dapat diketahui tindakan
pemeliharaan kedepannya.

Pada penelitian ini studi difokuskan kepada perhitungan


produktivias primer dan distribusi vertikal fitoplankton harian.
Produktivitas primer sendiri merupakan laju produksi karbon organik per
satuan waktu tertentu ( harian ataupun tahunan ) yang dilakukan oleh
organisme autotrof perairan sebagai hasil dari proses fotosisntesis
( Falkowski and Raven, 2007 ). Produktivitas primer dapat diukur
dengan beberapa cara, misalnya dengan metode C14, metode klorofil, dan
metode oksigen (Michael, 1993). Metode oksigen dengan botol gelap-
terang banyak digunakan, meskipun hasilnya terbatas dalam botol (Odum,
1998). Metode oksigen melalui pembacaan kurva oksigen harian. Dengan
metode ini sampel yang diteliti tidak dibatasi ukurannya dan dapat diukur
setiap saat, namun ada kemungkinan terjadi persinggungan oksigen di
atmosfer dan di dalam air. Banyaknya model perhitungan produktivitas
primer perairan mengakibatkan hasil yang didapat berbeda-beda.

Selanjutnya dalam ekosistem perairan ada yang disebut dengan


produktivitas primer kotor ( Groos Primary Production ) dan produktivitas
primer bersih ( Nett Primary Production ). Produktivitas primer kotor
merupakan total karbon organik yang dihasilkan dalam proses fotosintesis.
Sedangkan produktivitas primer bersih merupakan jumlah karbon organik
yang tersisa setelah jumlah total karbon organik dikurangi dengan karbon
organik yang digunakan organisme fotoautotrof dalam proses respirasi
( Falkowski and Raven, 2007 ). Nilai produktivitas primer pada suatu
badan perairan sangat dipengaruhi oleh distribusi dan kemelimpahan
fitoplankton sebagai organisme autotrof. Energi yang diperlukan agar

2
ekosistem perairan dapat berfungsi hampir seluruhnya bergantung pada
aktivitas fotosintesis fitoplankton. Fotosintesis hanya dapat terjadi bila
intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar daripada suatu
ekosistem tertentu. Hal ini berarti bahwa fitoplankton yang produktif
hanya dapat terjadi pada lapisan air teratas dimana cahaya matahari cukup
bagi berlangsungnya proses fotosintesis ( Nybakken, 1992 ). Selain
distribusi fitoplankton dan intensitas cahaya, nilai produktivitas primer
perairan juga dapat dipengaruhi oleh kadar DO, derajat keasaman ( pH ),
suhu, dan lain sebagainya.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana nilai produktivitas primer harian di Rowo Jombor, Klaten?
2. Bagaimana distribusi dan kemelimpahan fitoplankton di Rowo
Jombor, Klaten ?
3. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi nilai produktivitas
primer harian di Rowo Jombor, Klaten ?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui nilai produktivitas primer harian di Rowo Jombor, Klaten.
2. Mengidentifikasi jenis fitoplankton beserta distribusi dan
kemelimpahan masing masing spesies.
3. Memperlajari korelasi antara nilai produktivitas primer dengan faktor
fisiko kimia lingkungan di Rowo Jombor, Klaten.
D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data referensi pengelolaan
Rowo Jombor, Klaten untuk menghindari terjadinya permasalahan
badan perairan seperti eutrofikasi.
2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi mengenai tata cara
pengukuran produktivitas primer dan distribusi fitoplankton badan
perairan di wilayah lain.

E. Deskripsi Lokasi
Penelitian skripsi ini dilakukan di Rowo Jombor, Desa Krakitan,
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

3
Sumber : Google Maps

Gambar 1. Peta Lokasi Rowo Jombor, Klaten.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
A. Tinjauan Pustaka

1. Ekosistem Rawa Air Tawar


Hanya 3 % dari seluruh air yang berada di bumi merupakan air
tawar. Menurut Satino ( 2011 ) Perairan tawar dapat dibagi menjadi 2
jenis yaitu perairan mengalir (lotic water) dan perairan menggenang
(lentic water). Perairan lotik dicirikan adanya arus yang terus menerus
dengan kecepatan bervariasi sehingga perpindahan massa air
berlangsung terus-menerus, contohnya antara lain: sungai, kali, kanal,
parit, dan lain-lain. Perairan menggenang disebut juga perairan tenang
yaitu perairan dimana aliran air lambat atau bahkan tidak ada dan
massa air terakumulasi dalam periode waktu yang lama. Arus tidak
menjadi faktor pembatas utama bagi biota yang hidup didalamnya.
Contoh perairan lentik antara lain: Waduk, danau, kolam, telaga, situ,
belik, dan lain-lain termasuk rawa
Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang
air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman atau pun
permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Genangan air
dapat berasal dari hujan atau luapan air sungai pada saat pasang.
(Adawiyah, 2010). Pada musim hujan lahan tergenang sampai satu
meter, tetapi pada musim kemarau menjadi kering, bahkan sebagian
muka air tanah turun mencapai jeluk (depth) > 50 cm dari permukaan
tanah. (Noor, 2004).
Ekosistem rawa dibagi menjadi tiga yaitu : tawar, asin, dan
payau. Rawa air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang
sering digenangi air tawar yang kaya mineral dengan pH sekitar 6.
Kondisi air tidak selalu tetap, adakalanya naik atau adakalanya turun,
bahkan suatu ketika dapat pula mengering (Irwan, 2007).

2. Produktivitas Primer

5
Produktivitas primer merupakan laju produksi karbon organik
per satuan waktu tertentu ( harian ataupun tahunan ) yang dilakukan
oleh organisme autotrof perairan sebagai hasil dari proses fotosisntesis
( Falkowski and Raven, 2007 ). Proses fotosintesis ini terjadi baik di
darat, permukaan dan dalam air tawar serta air laut ( Romimohtarto
dan Juwana, 2001 ). Dalam proses fotosintesis ini diperlukan zat hijau
daun yang disebut klorofil. Proses ini menggunakan dua macam
bahan, yaitu air dan karbondioksida. Setelah langkah pertama, yaitu
merngubah energi cahaya menjadi energi kimia selesai, energi kimia
yang dihasilkan akan digunakan dalam proses metabolisme berbagai
organisme. Namun hanya produsen yang dapat melakukan tahapan
pertama tadi ( Soemarwoto et al, 1980 ). Fotosintesis memainkan
peranan penting dalam pengaturan metabolisme komunitas. Laju
fotosintesis bertambah dua atau tiga kali lipat untuk setiap 10 oC
kenaikan suhu. Meskipun demikian, intensitas sinar dan suhu yang
ekstrim cenderung memiliki pengaruh menghambat laju fotosintesis.
Fotosintesis mempengaruhi penyerapan energi radiasi dan
karbonoksida serta pelepasan oksigen. Tanpa adanya sinar matahari,
fotosintesis tertahan namun pernafasan akan tetap berlanjut. Dengan
adanya sinar, proses fotosintesis dam respirasi terjadi serentak. Fakta
fakta ini digunakan untuk mencari cara pengukuran produktifitas
primer. Oleh karena itu nilai produktifitas primer sangat dipengaruhi
oleh distribusi dan kemelimpahan organisme fotoautotrof, serta
intensitas cahaya matahari ( Michael, 1993 ).
Selanjutnya dalam ekosistem perairan ada yang disebut dengan
produktivitas primer kotor ( Groos Primary Production ) dan
produktivitas primer bersih ( Nett Primary Production ). Produktivitas
primer kotor merupakan total karbon organik yang dihasilkan dalam
proses fotosintesis. Sedangkan produktivitas primer bersih merupakan
jumlah karbon organik yang tersisa setelah jumlah total karbon
organik dikurangi dengan karbon organik yang digunakan organisme
fotoautotrof dalam proses respirasi ( Falkowski and Raven, 2007 ).

6
Selain distribusi kemelimpahan organisme fotoautotrof dan
intensitas cahaya, nilai produktifitas primer perairan dipengaruhi oleh
faktor fisika kimia lingkungan yang lain diantaranya adalah kadar DO,
derajat keasaman ( pH ), suhu, dan lain sebagainya.
3. Metode Pengukuran Produktivitas Primer
Banyak metode yang sudah ditemukan untuk mengukur nilai
produktivitas primer suatu perairan. Seperti yang dijelaskan Odum
( 1998 ), bahwa setiap metode pengukuran memiliki suatu kelebihan
dan kekurangan, sehingga mengakibatkan adanya variasi hasil
pengukuran walaupun tidak signifikan. Salah satu metode pengukuran
yang paling sederhana adalah metode botol terang gelap.
Pada metode botol terang gelap produktivitas diukur menurut
kesetimbangan oksigen yang dihasilkan sebagai salah satu produk
fotosintesis. Dua jenis botol ( botol gelap dan terang ) diisikan oleh air
sampel yang berisi plankton. Kemudian kedua botol tersebut di
gantungkan dalam badan air sesuai dengan variasi kedalaman yang
ditentukan. Botol gelap diasumsikan tidak akan terjadi fotosintesis,
melainkan hanya terjadi proses respirasi oleh plankton. Sedangkan
pada botol terang terjadi fotosintesis dan respirasi karena terdapat
cahaya. Sebelum dilakukan pengukuran produktivitas primer, kadar
oksigen terlarut awal pada masing masing botol perlu diukur terlebih
dahulu dan menganalisisnya. Kandungan oksigen pada setiap botol
diukur menggunakan metode Winkler ( Suin, 2002 ).
4. Fitoplankton
Ganai dan Parveen ( 2013 ) mengatakan bahwa plankton
merupakan salah satu parameter limnologi yang sangat penting,
karena plankton ( fitoplankton dan zooplankton ) merupakan
komponen dasar terciptanya aliran trofik di suatu ekosistem perairan.
Plankton sendiri merupakan organisme mengambang yang tidak dapat
menghindar apabila dijaring karena tidak memiliki sistem navigasi.
Sebagian besar plankton tidak dapat bergerak aktif ( tergantung

7
arus/gerakan air ), namun terdapat juga beberapa jenis zooplankton
yang dapat aktif bergerak ( Shuters dan Rissik, 2009 ).
Fitoplankton merupakan salah satu organisme autotrof yang
berperan sebagai produsen di berbagai ekosistem perairan. Kemudian
zooplankton merupakan organisme intermedier yang menyambungkan
aliran trofik dari tingkat produsen ke tingkat konsumen lanjutan. Oleh
karena itu distribusi dan kemelimpahan keduanya di suatu ekosistem
perairan akan mempengaruhi distribusi komunitas lainnya (Kumar dan
Alvin, 2005).
Komposisi plankton pada perairan akan tersusun dalam grup
fungsional tertentu. Misalnya pada zooplankton, grup fungsional yang
biasanya mendominasi diperairan adalah Copepoda ( Wiadnyana,
1997 ). Selain itu masih banyak terdapat grup fungsional zooplankton
lainnya seperti Cladocera dan Rotifera. Sedangkan untuk fitoplankton
terdapat Alga unisel, Alga koloni, dan Diatom.
Menurut Nybakken (1992) bahwa fitoplankton dapat
digolongkan berdasarkan ukuran :
a. Megaplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 2.0 mm
b. Makroplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 0,2 -2,0 mm
c. Mikroplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 20m - 0,2mm
d. Nanoplankton yaitu fitoplankton yang berukuran 2 m 20 m
e. Ultraplankton yaitu fitoplankton yang berukuran kurang dari 2 m

Fitoplankton yang terdapat di perairan air tawar dikelompokkan


kedalam beberapa kelas yaitu:
a. Cyanophyceae (ganggang biru)
Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal atau
berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana.
Warna biru kehijauan, autrotrof. Inti dan kromatofora tidak
ditemukan. Dinding selnya mengandung pektin, hemiselulosa,
dan selulosa, yang kadang-kadang berupa lender, oleh sebab itu
ganggang ini juga dinamakan ganggang lender (Myxophyceae).

8
Pada bagian pinggir plasmanya terkandung zat warna klorofil
a, karotenoid, dan dua macam kromaprotein yang larut dalam
air yaitu fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang
berwarna merah. Perbandingan macam-macam zat warna itu
amat labil, oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap, kadang-
kadang tampak kemerah-merahan, kadang-kadang kebiru-
biruan. Gejala ini dianggap sebagai suatu penyesuaian diri
terhadap sinar (adaptasi kromatik). Ganggang biru umumnya
tidak bergerak. Diantara jenis-jenis yang berbentuk benang
dapat mengadakan gerakan merayap yang meluncur pada alas
yang basah. Bulu cambuk tidak ada, gerakan itu mungkin
sekali karena adanya kontraksi tubuh dan diabntu dengan
pembentukan lender. Cyanophyceae dibedakan dalam tiga
bangsa yaitu bangsa Chroococcales, Chamaesiphonales, dan
Hormogonales (Gembong tjitrosoepomo, 2005 ).
b. Chlorophyceae ( ganggang hijau )
Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan
koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak,
ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus
tumbuhan tingkat tinggi. Biasanya hidup di dalam air tawar,
merupakan penyusun plankton atau sebagai bentos. Yang bersel
besar ada yang hidup di air laut, terutama dekat pantai. Sel-sel
ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau,
mengandung klorofil a dan b serta karotenoid. Anggota bangsa
dari Chlorophyceae meliputi : Chlorococcales, Ulotrichales,
Cladophorales, Chaetophorales, Oedogoniales, Siphonales
( Gembong tjitrosoepomo, 2005 ).
c. Conjugatae (ganggang gandar)
Conjugatae merupakan golongan ganggang dengan
beraneka rupa bentuk yang sebagian besar hidup dalam air
tawar. Ada yang bersel tunggal, ada yang merupakan koloni
berbentuk benang yang tidak melekat pada sesuatu alas.

9
Ganggang ini tidak membentuk zoospora maupun gamet yang
mempunyai bulu cambuk bersatu menjadi suatu zigot.
Setelah mengalami waktu istirahat, zigot mengadakan
pembelahan reduksi, kemudian berkecambah. Jadi Conjugatae
adalah organisme yang haploid. Conjugatae dibedakan menjadi
dua bangsa yaitu bangsa Desmidiales dan Zygnematales
(Gembong tjitrosoepomo, 2005).
d. Phaeophyceae (ganggang pirang)
Phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna pirang.
Dalam kromatoforanya mengandung klorofil a, karotin, dan
santofil, tetapi terutama fikosantin yang menutupi warna
lainnya dan yang menyebabkan ganggang itu kelihatan
berwarna pirang. Kebanyakan Phaeophyceae hidup di dalam
air laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup dalam air tawar.
Ganggang ini termasuk bentos, melekat pada batu-batu,
kayu, sering juga sebagai epifit pada talus lain ganggang,
bahkan ada yang hidup sebagai endofit. Phaeophyceae
dibedakan menjadi empat bangsa, diantarnya yaitu
Phaeosporales, Laminariales, Dicyotales, dan Fucales
(Gembong tjitrosoepomo, 2005 ).
e. Rhodophyceae (ganggang merah)
Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu, kadang-
kadang juga lembayung atau pirang kemerah-merahan.
Kromatofora berbentuk cakram atau suatu lembaran,
mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu
tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi,
yaitu fikoeritrin. Pada jenis-jenis tertentu terdapat fikosianin.
Hidupnya sebagai bentos, melekat pada substrat dengan
benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Kebanyakan
Rhodophyceae hidup di dalam air laut, terutama dalam
lapisan-lapisan air yang dalam, yang hanya dapat dicapai
oleh cahaya bergelombang pendek. Rhodophyceae dibagi

10
dalam dua anak kelas, yaitu Bangieae dan Florideae
(Gembong tjitrosoepomo, 2005).
f. Flagellatae
Flagellatae adalah ganggang yang merupakan penyusun
plankton, bersel tunggal dan mempunyai inti yang sungguh,
dapat bergerak dengan pertolongan satu atau beberapa bulu
cambuk yang kluar dari suatu tempat pada sel tadi. Sel-sel
Flagellatae mempunyai vakuola berdenyut dan kebanyakan
juga mempunyai suatu bintik merah seperti mata yang
dinamakan stigma. Warna merah dikarenakan mengandung
karotenoid. Flagellatae terdapat dalam semua perairan sampai
dalam samudera, dan kadang-kadang sangat banyak. Pada
kelas Flagellatae dibedakan menjadi 7 bangsa, diantarnya yaitu
Chryso monadales, Heterochloridales, Cryptomonadales,
Dinoflagellatae, Euglenales, Protochloridales dan Volvocales
(Gembong tjitrosoepomo, 2005 ).
g. Diatomeae (ganggang kersik)
Diatomeae atau Bacillariophyta adalah jasad renik bersel
satu yang masih dekat dengan Flagellatae. Bentuk sel macam-
macam, semuanya dapat dikembalikan ke dua bentuk dasar
yaitu bentuk yang bilateral dan sentrik. Dalam sel-sel
Diatomeae mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning-
coklat yang mengandung klorofil a, karotin, santofil, dan
karotenoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin.
Beberapa jenis Diatomeae tidak mempunyai zat warna dan
hidup sebagai saprofit. Diatomeae hidup dalam air tawar
maupun dalam air laut, tetapi juga di atas tanah-tanah basah,
terpisah-pisah atau membentuk koloni. Diatomeae dibagi
menjadi 2 bangsa yaitu Centrales dan Pennales (Gembong
tjitrosoepomo, 2005 ).

B. Hipotesis

11
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Nilai produktivitas primer di Rowo jombor berada dalam kategori


tinggi. Hal ini disebabkan pada umumnya ekosistem rawa air tawa
memiliki kedalaman jeluk yang dangkal, sehingga sangat berpotensi
mengalami eutrofikasi. Hal ini didukung juga dengan banyaknya
KJA dan warung apung di wilayah tersebut.

2. Fitoplankton akan lebih melimpah pada permukaan air pada saat


siang hari. Hal ini disebabkan berat tubuh fitoplankton yang ringan,
menggunakan energi untuk melakukan proses fotosintesis.
Sedangkan pada malam hari akan lebih melimpah di jeluk yang lebih
dalam karena bertambah beratnya berat tubuh akibat terisi cadangan
makanan sebagai salah satu produk fotosintesis.

3. Nilai produktivitas primer akan sangat dipengaruhi oleh faktor fisiko


- kimia lingkungan, terutama intensitas cahaya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

12
A. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian Skripsi dilaksanakan di Rawa Jombor yang terletak di
Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten dan Laboratorium
Ekologi dan Konservasi Universitas Gadjah Mada pada bulan Maret -
April 2015
B. Alat dan Bahan
1. Pengukuran Produktivitas Primer
Alat dan bahan yang digunakan untuk mengukur nilai produktivitas
primer adalah bambu, tali, botol gelap dan botol terang yang dirakit
sebagai satu set struktur pengukuran produktivtas primer di berbagai
kedalaman badan perairan, kemudian erlenmeyer digunakan sebagai
wadah pengukuran oksigen terlarut ( DO ), pipet tetes, larutan MnSO4,
KOH-KI, H2SO4, amilum dan thio.
2. Sampling Plankton
Alat dan bahan yang digunakan dalam sampling plankton meliputi
Varn dorn yang berfungsi sebagai wadah pengambilan sampel air,
ember 10 liter, plankton net yang berfungsi menyaring densitas
plankton dalam air sampel, botol flakon sebagai wadah terakhir air
sampel yang akan diamati di laboratorium, dan formalin sebagai bahan
fiksatif.
3. Pengukuran Parfiskim
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran parfiskim, yaitu
DO menggunakan vand dorn 1 liter untuk mengambil sampel air,
kemudian botol gelap yang sudah dibalut oleh alumunium foil,
Erlenmeyer, pipet tetes, larutan MnSO4, KOH-KI, H2SO4, amilum dan
thio. Kemudian untuk alkalinitas digunakan indikator pp, larutan
H2SO4 dan larutan methyl jingga. Selanjutnya untuk pengukuran pH
digunakan pH meter. Serta pengukuran suhu air dan udara
menggunakan termometer.
4. Pengamatan Plankton
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengamatan plankton adalah
mikroskop untuk mengamati dan identifikasi zooplankton, SRCC untuk
menghitung dan identifikasi zooplankton, kaca penutup SRCC untuk
menutup agar dapat teramati dengan jelas, buku dan alat tulis untuk
mencatat segala kegiatan dan jumlah zooplankton.

13
C. Cara Kerja
1. Pengukuran Produktivitas Primer
Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan botol terang
dan botol gelap. Disiapkan botol terang dan botol gelap berukuran 500
ml. Botol gelap dibungkus dengan alumunium foil agar tidak dapat
ditembus oleh cahaya matahari. Botol kemudian diikat menggunakan
tali rafia. Botol-botol diisi dengan air sampel kemudian ditutp. Botol
kemudian digantungkan pada pelampung (dalam penelitian ini
digunakan bambu) pada kedalaman yang diinginkan. Pelampung yang
digunakan untuk mengikat botol-botol tadi diikat dengan pemberat.
Pencuplikan air botol gelap dilakukan serentak di 3 titik sampling
setelah matahari terbit, pada penelitian ini dilakukan pada jam 04.00,
07.00, 10.00, dan 12.00 WIB. Botol-botol gelap kemudian dibiarkan
dalam posisi tergantug pada pelampung. Beberapa jam kemudian botol-
botol diambil dan secepatnya diukur kadungan oksigen setelah selang
waktu yang ditentukan dengan menggunakan DO kit dan kemikalia.
2. Sampling Plankton
Pencuplikan plankton pada penelitian ini dilakukan secara
bersamaan di tiga titik sampling yang telah ditentukan. Pada masing
masing titik sampling pencuplikan dilakukan pada tiga jeluk atau
kedalaman yaitu jeluk 0 meter, 1 meter, dan 5 meter. Pengambilan
plankton dilakukan dengan pengambilan air sampel menggunakan Varn
dorn yang kemudian disaring menggunakan plankton-net. Varn dorn
diturunkan sesuai jeluk yang diinginkan, didiamkan beberapa saat agar
air dapat masuk kedalam varn dorn, kemudian dilepaskan pemberat
sehinga varn dorn akan tertutup dan diangkat. Air dikeluarkan di dalam
ember yang telah ditandai dengan volume 10 liter. Air dikeluarkan dari
varn dorn dengan cara mengangkat bagian tengah badan varn dorn. Air
yang telah terkumpul di ember kemudian disaring menggunakan
plankton-net. Bagian bawa plankton-net dihubungkan dengan botol
flakon 10 ml. Setelah sampel plankton masuk kedalam flakon,
ditambahkan formalin sebanyak untuk fiksasi plankton. Botol flakon
diberi label sesuai jeluk sampel, kemudian ditutup, dimasukkan
kedalam plastik dan diikat menggunakan karet gelang, agar tidak

14
tumpah, botol diletakkan dengan posisi berdiri tegak didalam kotak.
Hasil saringan atau sampel di botol flakon kemudian akan digunakan
sebagai sampel pengamatan plankton.
3. Pengukuran Parfiskim
a. Oksigen Terlarut ( DO )
Pengukuran DO dilakukan dengan menggunakan metode
mikro winkler. Analisis DO dilakukan dengan menggunakan sampel
air sebanyak 40 ml dimasukkan kedalam erlenmeyer dengan cara
menuangkan langsung dari botol gelap, kemudian ditambah dengan
8 tetes MnSO4 dan 8 tetes KOH-KI. Lalu digoyang hingga muncul
endapan berwarna coklat. Setelah itu ditambahkan H2SO4 8 tetes
melalui dinding erlenmeyer. Botol erlenmeyer digoyangkan hingga
endapan coklat beruabh menjadi berwarna kuning. Setelah itu
ditambahkan air hingga volume mencapai 50 ml, didiamkan selama
15 menit. Dilakukan titrasi menggunakan Na2S2O3 (thio) dengan
menggunakan syringe hingga larutan berwarna kuning pucat, hasil
titrasi dicatat sebagai data T1. Kemudian ditambahakan amilum
sebanyak 8 tetes hingga larutan berubaha warna menjadi biru tua.
Dilakukan titrasi menggunakan Na2S2O3 dengan syringe hingga
warna tepat hilang (bening). Data kemudian dicatat untuk data T 2.
Kadar jumlah titrasi didapat dengan menggunakan rumus : (T 1 + T2)
X 0,04 (skala 100) atau x 0,05 (skala 80).

b. Alkalinitas
Pengukuran alkalnitas dilakukan menggunakan erlenmeyer,
yakni 30 ml sampel air dimasukkan kedalam erlenmeyer, diteteskan
6 tetes pp. Dilihat apabila tidak berwarna, maka dilajutkan ke tahap
berikutnya, tetapi apabila berwarna dititrasi menggunakan H2SO4
0,02 N hingga warna tepat hilang. Larutan yang tidak berwarna
ditambahkan indikator metil jingga 6 tetes, kemudian dititrasi
menggunakan hingga larutan berwarna merah muda.
c. Derajat Keasaman ( pH )
Derajat keasaman ( pH ) diukur menggunakan pH meter setiap
dilakukan pencuplikan sampel air.
d. Suhu

15
Suhu udara dan suhu air diukur menggunakan termometer setiap
dilakukan pencuplikan sampel air.
4. Pengamatan Plankton
Pengamatan palnkton dilakukan di laboratorium selama 3 hari.
Air sampel plankton diambil menggunakan pipet tetes. Tuangkan ke
atas Sedgewick Rafter Counting Chamber (SRCC) 1 ml. Tutup dengan
object glass. Letakkan SRCC yang ditutupi object glass di meja
preparat. Amati dengan mikroskop. Atur fokus mikroskop agar
gambar spesies yang ditemukan lebih terlihat jelas. Cocokkan gambar
yang ditemukan dengan buku panduan. Hitung ada berapa banyak
masingmasing spesies yang ditemukan. Satu botol flakon diamati
sebanyak empat kali ulangan.

D. Analisa Data
Analisa data distribusi dan kemelimpahan zooplankton di Rawa
Jombor adalah sebagai berikut :
1. Produktivitas Primer
Data mentah hasil pengukuran DO pada botol inisiasi (IB), botol
gelap (DB) dan botol terang (LB) yang dilakukan pada masing-masing
jeluk 0, 1 dan 5 m pukul 04.00, 07.00 dan 10.00 dengan 2 kali ulangan
direrata. Kemudian data mentah tersebut yang sudah dikolektifkan
tersebut dilakukan perhitungan Respirasi O2, GPP O2, NPP O2,
Respirasi C, GPP C dan NPP C dengan rumus sebagai berikut :

Respirasi O2 = ((IB-DB)) / 3
GPP O2 = ((LB-DB)) / 3
NPP O2 = ((LB-IB)) / 2
Respirasi C = (IB-DB) x 0,375 / 3 x 1,2
GPP C = (LB-DB) x 0,375 / 3 x 1,2
NPP C = (LB-IB) x 0,375 / 3 x 1,2

( Barus , 2004 ).

2. Distribusi Vertikal dan Kemelimpahan Fitoplankton

16
Perhitungan kelimpahan Plankton dilakukan untuk mengetahui
berapa besar kelimpahan setiap genus tertentu yang ditemukan selama
pengamatan. Nilai kelimpahan plankton dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

N(ind/L) = n (ind/l) x ( ) x ( )2 x 1
2
Vcg (ml) Aa (mm) Vd (l)

dengan :
N = Kelimpahan plankton (ind/l)
Vt = Volume yang tersaring (30 ml)
Vd = Volume yang diambil (100 L)
Acg = Luas cover glass (1000 mm2)
Aa = Luas lapang pandang (ml)
Vcg = Volume cover glass (L)
Aa = Acg = 1000 mm2

(Eaton et al, 1995).

E. Rencana Kegiatan

Tabel 1. Timeline Perancanaan Pelaksanaan Skripsi

Januari Februari Maret April

No Rencana Kegiatan Minggu ke-

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Penyusunan Proposal

2. Konsultasi

3. Pengesahan

4. Pelaksanaan

Pembuatan Laporan
5.
Skripsi

6. Konsultasi

7. Pengesahan

17
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. 2010 Diktat Kuliah Ekologi Lahan Basah. STKIP PGRI


Banjarmasin. Banjarmasin.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi tentang Ekosistem Sungai dan


Danau. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Falkowski, P. G., dan J.A. Raven. 2007. Aquatic Photosynthesis 2 ed. Princeton
University Press. New jersey. Hal : 321.

Ganai , A.H., and S. Parveen, S. 2013. Effect of Physico-Chemical Conditions on


the Structure and Composition of the Phytoplankton Community in Wular

18
lake at lankrishipora, kashmir. International Journal of Biodiversity and
Conservation. Pp: 71 74.

Indriyastuti, J.F., dan M.R. Muskananfola. 2014. Analisi Total Bakteri, Tom,
Nitrat, dan Fosfat di Perairan Rowo Jombor, Kabupaten Klaten. Diponogoro
Journal of Maquales. Hal : 102 108.

Irwan, D. Z. 2007. Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan


Pelestariannya. Bumi Aksara. Jakarta.

Kumar and Alvin. 2005. Ecology of Plankton. Daya publishing House. P : 145
Ling, J.Q. Wu, Y. Pang, dan L.Li. 2007. Simulation Study on Algal Dynamics
Based On Ecologycal Flume Experiment In Taihu Lake. Elsevier . Hal : 200
206.

Michael, P. 1984. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan


Laboratorium. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Noor, Y. R., Khazali, M., dan Suryadiputra, I. N. N. 1999. Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor. Hal : 220.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerjemah : H.


Muhammad Eldman. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal : 36.

Odum, E. P. 1998. Dasar dasar Ekologi Ed 3 : Terjemahan dari Fundamentals


of Ecology. Ahli Bahasa Samingan, T. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.

Romimohtarto, K., dan Juwana. 2001. Biologi Laut ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Satino. 2011. Materi Kuliah Limnologi. Universitas Negeri Yogyakarta.


Yogyakarta.

Soemarwoto, I., I. Gandjar., E. Guhardja, A.H. Nasoetion, S.S. Soemartono, dan


L.K. Somadikarta. 1980. Biologi Umum I. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

19
Soemarwoto, O. 2004. Ekologi : Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit
Djambatan. Jakarta.

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Suthers, L.M., and D. Rissik. 2009. Plankton : a guide to their ecology and
monitoring for water quality. CSIRO Publishing. Collingwood. P : 15.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta. Hal : 23 91.
Wiadnyana, N.N. 1997. Variasi kelimpahan zooplankton di Teluk Kao.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 30 : 53-62.

20

Anda mungkin juga menyukai