Anda di halaman 1dari 12

Jurnal : SUHU SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS PERSEBARAN

IKAN TUNA DI PERAIRAN JAWA


Untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Geografi Tumbuhan dan Hewan yang
dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Achmad Fatchan M.Pd, M.Si



Disusun Oleh
Dwi Komala Dewi 120721435439
Offering B/2012







UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
2013
Suhu Sebagai Faktor Pembatas Persebaran
Ikan Tuna di Perairan Jawa

Dwi Komala Dewi
E-mail: dwikomala13@yahoo.com
Abstrak
Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam pengaruhnya terhadap
ekosistem laut. Persebaran suhu yang tidak merata serta bentuk adaptasi
organisme laut yang berbeda, menimbulkan perubahan tingkah laku organisme
laut. Salah satu organisme laut yang aktifitas kehidupannya sangat dipengaruhi
oleh suhu adalah ikan tuna. Ikan tuna merupakan salah satu hewan laut yang
hidup di perairan dengan kisaran suhu 21
0
C-29
0
C, namun dapat dengan cepat
megadaptasikan dirinya ketika terjadi perubahan suhu lingkungan, baik ketika
suhu bertamabah tinggi atau menjadi lebih rendah. Ikan tuna mampu menjaga
suhu tubuhnya tetap stabil di lingkungan yang berubah, hal ini disebabkan
aktifitas metabolismenya yang baik, sehingga mampu menjaga kecepatan
berenangnya. Ikan tuna membutuhkan perairan yang cocok (normal) untuk
bereproduksi, sehingga ketika berada di ingkungan yang tidak sesuai, ikan tuna
akan melakukan migrasi ke daerah yang lebih sesuai.
Kata kunci : Suhu, adaptasi ikan tuna, perairan jawa

LATARBELAKANG
Menjadi sebuah negara kepulauan memberikan banyak keuntungan dan
kerugian bagi Negara Indonesia. Dengan memiliki garis pantai terpanjang kedua
di dunia dan letak geografis Indonesia yang sangat menguntungkan,
mengakibatkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.
Keanekaragaman tersebut tersebar di berbagai wilayah, daratan maupun lautan.
Lautan merupakan salah satu sumber kekayaan alam tak terbatas yang
dimiliki Indonesia. Keanekaragaman hayati di laut lebih sukar diamati
dibandingkan keanekaragaman hayati di darat. Laut yang terbagi-bagi menurut
kedalamannya menyimpan banyak misteri yang sampai saat ini terus diteliti oleh
para ilmuwan. Tingginya keanekaragaman hayati dan persebarannya dilaut tidak
luput dari faktor yang mempengaruhinya. Faktor utama yang mempengaruhi
persebaran keanekaragaman hayati di laut antara lain yaitu sinar, temperatur, dan
garam (salinitas). (Eugene P. Odum : 143) mengatakan bahwa sinar matahari,
temperatur, dan salinitas merupakan tiga besar yang penting di laut. Dari ketiga
faktor penting tersebut, faktor yang akan dikaji secara mendalam yakni faktor
suhu. Dalam Hukum Toleransi Shelford (Eugene P. Odum: 133), salah satu faktor
pembatas yang mempengaruhi suatu organisme untuk dapat bertahan hidup yakni
faktor panas(suhu).
Suhu merupakan parameter yang sangat penting dalam lingkungan laut,
karena memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
ekosistem maupun kondisi fisik laut. Menurut Soesono (dalam Abd. Rasyid J :
Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, 2010), mengatakan bahwa suhu merupakan
salah satu sifat fisika air laut yang dapat mempengaruhi metabolisme dan
pertumbuhan organisme perairan, selain itu suhu juga sangat berpengaruh
terhadap jumlah oksigen yang terlarut di dalam air.
Suhu merupakan parameter oseanografi yang paling mudah dipelajari
(Abd. Rasyid : Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Vol. 21(1)). Suhu perairan
laut Indonesia berkisar antara 27
0
C-31
0
C. Adanya persebaran suhu yang tidak
merata di laut turut mempengaruhi perkembangan organisme di dalamnya. Salah
satu organisme laut yang perkembangannya sangat dipengaruhi oleh suhu adalah
ikan tuna.
Tuna merupakan salah satu penghuni laut yang memiliki nilai komersial
tinggi. Dalam perkembangannya, suhu sangat mempengaruhi daya kecepatan
berenang ikan tuna, perkembangbiakannya, dan ketersediaan sumber
makanannya.
METODE
Metode yang dipakai adalah kajian pustaka. Sumber rujukan yang dipakai
antara lain yaitu dari teksbook diantaranya Dasar-Dasar Ekologi, Marine
Biology dan Pengantar Biologi Laut 2 ; jurnal ilmiah terkait , salah satunya
jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, majalah online dan sumber-sumber rujukan
lain dari internet.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu Terhadap Ekosistem laut
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan
organisme di perairan, karena suhu secara langsung maupun tidak langsung turut
mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut.
Oleh karena itu tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis
organisme laut yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai
toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar
terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang
toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Sebagai contoh organisme laut di
daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan yang
hidup di daerah tropis menyukai suhu yang hangat. Suhu optimum dibutuhkan
oleh organisme laut untuk pertumbuhannya. Mereka yang berada pada suhu yang
cocok, memiliki selera makan yang lebih baik (Kitagawa. 2006).
Suhu di perairan dapat mempengaruhi kelarutan dari oksigen. Apabila
suhu meningkat maka kelarutan oksigen berkurang. Oksigen terlarut yang
biasanya dihasilkan oleh fitoplankton dan tanaman laut, keberadaannya sangat
penting bagi organisme yang memanfaatkannya untuk kehidupan, antara lain pada
proses respirasi dimana oksigen dibutuhkan untuk pembakaran bahan organik
sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2 dan H2O.
Oksigen sebagai bahan pernafasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi
metabolisme. Oleh sebab itu kelangsungan hidup organisme laut ditentukan oleh
kemampuannya memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya.
Berkurangnya oksigen terlarut sudah tentu akan berpengaruh terhadap fisiologi
respirasi dan hanya organisme yang memiliki sistim respirasi yang sesuai dapat
bertahan.
Kondisi suhu (temperatur) permukaan perairan Indonesia
Gambar 1. Temperatur perairan Indonesia pada bulan Februari 2013

Sumber : BMKG
Dari peta distribusi suhu di perairan Indonesia, dapat diketahui bahwa suhu di
perairan Indonesia berkisar antara 27
0
C-31
0
C. Di perairan Indonesia suhu
maksimum terjadi pada musim Pancaroba I (sekitar April-Mei) dan musim
Pancaroba II (November-Desember). Pada musim pancaroba I, intensitas
penyinaran matahari optimal karena matahari masih disekitar garis
khatulistiwa, sehingga suhu permukaan air laut lebih tinggi. Namun pada
musim Pancaroba II (November-Desember), intensitas penyinaran matahari
melemah, hal ini dikarenakan matahri telah berada di belahan bumi bagian
selatan, selain itu keberadaan angin muson barat yang mengakibatkan hujan
di Indonesia turut menjadi penyebab menurunnya suhu permukaan air laut.
Persebaran ikan Tuna di Perairan Jawa
Gambar 2. Peta Distribusi Penangkapan Ikan Tuna di Perairan Jawa

Sumber. Balai Penelitian dan Observasi Laut
(Allain et all,. 2005) dalam Abram Barata (2011), mengatakan bahwa
faktor lingkungan perairan sekitarnya turut mempengaruhi penyebaran tuna secara
horisontal dan vertikal. Secara horisontal, daerah penyebaran tuna di Indonesia
meliputi perairan barat dan selatan Sumatera, perairan selatan Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara, Laut Flores, Laut Banda, Laut Sulawesi dan perairan utara Papua.
Pada peta persebaran diatas, dapat diketahui bahwa persebaran ikan tuna di
perairan Jawa cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pola warna kuning dan biru.
Semakin kuning daerah perairan maka tangkapan ikan tuna di tempat tersebut
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tangkapan ikan yang diwakili oleh warna
biru.
Sebaran ikan Tuna berdasarkan kedalaman dan suhu
Selain secara horisontal, suhu juga berpengaruh terhadap perbaran tuna
secara vertikal. Hal ini berkaitan dengan kedalam laut. Selain berpengaruh
terhadap persebaran, variasi suhu dan kedalaman juga berpengaruh terhadap
kelimpahan ikan tuna di suatu perairan. Sebaran suhu secara vertikal terbagi atas
tiga lapisan, yaitu lapisan hangat di bagian teratas atau lapisan epilimnion dimana
pada lapisan ini gradien suhu berubah secara perlahan, lapisan termoklin yaitu
lapisan dimana gradien suhu berubah secara cepat sesuai dengan pertambahan
kedalaman, lapisan dingin di bawah lapisan termoklin yang disebut juga lapisan
hipolimnion dimana suhu air laut konstan sebesar 4C.
Berdasarkan hasil penelitian Abram Barata dkk, tentang persebaran ikan
tuna di sekitas perairan Samudra Hindia (sebelah selatan perairan Jawa),
beberapa jenis ikan tuna memiliki perbedaan kemampuan dalam menyelam, hal
ini berkaitan dengan suhu dan kedalaman, karena semakin tinggi kedalaman,
maka suhunya semakin rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Abram Barata, Dian Novianto dan Andi
Bahtiar, jenis tuna yellowfin lebih banyak tertangkap pada kedalaman 85,73
167,80 m dengan suhu 22,2
0
C26,4
0
C, albacore pada kedalaman 85,73124,74 m
dengan suhu 21,41
0
C26,4
0
C, bigeye pada kedalaman 193,97470,12 m dengan
suhu 8,35
0
C15,3
0
C dan bluefin pada kedalaman 190,15194,21m dengan suhu
14,99
0
C15,12
0
C.
Gambar 3. Sebaran Tuna yang tertangkap berdasarkan suhu dan kedalaman

Sumber. Hasil Penelitian Abram Barata
Pengaruh suhu terhadap metabolisme ikan tuna
Respon tingkah laku ikan tuna terhadap perubahan suhu salah satunya dengan
melakukan migrasi. Migrasi adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke
tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang
menguntungkan untuk eksistensi hidup dan keturunanya. Suhu akan
mempengaruhi proses metabolisme ikan tuna, aktifitas gerakan tubuh dan
berfungsi sebagai stimulus saraf.. Ikan tuna mengadakan migrasi dengan tujuan
untuk pemijahan, mencari makanan dan mencari daerah yang cocok untuk
kelangsungan hidupnya.
Strategi pengaturan suhu tubuh
Ikan tuna memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya di
atas suhu air laut di sekelilingnya. Sebagai contoh, tuna sirip biru dapat
mempertahankan suhu tubuh antara 24 - 35 C, di air dingin bersuhu 6 C.
Akan tetapi, tidak sama dengan hewan endotermik tertentu, misalnya
mamalia atau burung, ikan tuna menjaga suhu tubuhnya tidak dalam kisaran
suhu yang relatif sempit. ikan tuna Ikan tuna mencapai kondisi endothermy
dengan cara mempertahankan panas tubuh yang dihasilkan melalui
metabolisme normal.
Pengaturan suhu tubuh dilakukan oleh hipotalamus, yang terdiri dari
beberapa komponen yaitu:
a. Penyensor temperatur
Penyensor temperatur sentral utamanya terdapat pada hopotalamus dan
sumsum tulang belakang. Komponen terpenting dalam bagian ini
adalah neuron. Neuron memberikan respon terhadap perubahan
temperatur darah yang beredar ke organ itu. Tingkat responnya
demikian tepat sehingga panas dalam jumlah yang tepat pula akan
dihasilkan atau dibuang keluar tubuh agar temperatur darah tersebut
dan kembali ke keadaan normal. Sedangkan penyensor temperatur
perifer terdapat pada kulit. Berfungsi untuk merasakan perubahan
panas dan dingin. Namun temperatur kulit tidak bertindak sebagai
mekanisme pengatur bagi temperatur.
b. Hipotalamus anterior
Merupakan pusat dari mekanisme refleks yang dapat mencegah
pelonjakan panas.
c. Hipotalamus posterior atau konversi panas
Memberikan sedikit respon terhadap pendinginan yang bersifat lokal,
tetapi mendapat masukan yang lebih kuat dari penyensor kulit porifer.
Hipotalamus posterior menjadi sangat aktif ketika penyensor kulit
temperatur-dingin meningkatkan laju perangsangannya. Aktifitas yang
terjadi dalam hipotalamus posterior elanjutnya merangsang saraf
simpatik dan menghambat saraf parasimpatik sampai tingkat tertentu.
d. Interaksi antara mekanisme pengaturan panas oleh saraf dan hormon.
Hormon tertentu seperti adrenalin, non adrenalin, dan thiroksin,
sangat penting artinya bagi thermogenesis tanpa aktifitas menggigil,
yang dirangsang oleh temperatur rendah (dingin). Sekresi hormon
tersebut meningkat karena adanya ancaman dingin. Pusat pengatur
panas di hipotalamus anterior berpartisipasi dalam pengendalian
terhadap mekanisme melawan panas oleh hormon tersebut. Ketika
temperatur lingkungan (air) menjadi hangat, terjadi penghambatan
pengaktifan sistem simpatikadrenomedularis, dan menghambat
pengaktifan kelenjar thiroid. Begitu pula sebaliknya ketika terjadi
perubahan suu lingkungan menjadi lebih dingin.
e. Kandungan pigmen
Ikan tuna memiliki daging yang berwarna berpigmen kemerahan
yang terdapat di sepanjang tubuh ikan di bawah kulit tubuh. Daging
yang berpigmen merah kaya akan lemak, suplai oksigen dan
mengandung mioglobin. Dengan memiliki daging yang
berpigmen,memungkinkan ikan berenang pada kecepatan tetap untuk
memperoleh makanan dan bermigrasi (Trump and Legget. 1980)
Pengaruh suhu terhadap kecepatan berenang ikan tuna
Ikan tuna mampu berenang dengan kecepatan 9 km/jam, bahkan dengan
kecepatan penuh ikan tuna mampu berenang dengan kecepatan diatas 70 km/jam.
(Webber dan Harold. 1991) mengatakan bahwa kekuatan kecepatan berenang ikan
tuna terletak pada ekor siripnya, ekor sirip dan tendon pada ikan tuna
dihubungkan oleh otot lateral yang besar. Selain itu daging dan jaringan otot ikan
tuna berwarna merah muda sampai dengan merah tua. Warna merah tersebut
timbul dari adanya mioglobin, suatu molekul berikatan oksigen, di mana tuna
memiliki kanduingan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ikan-ikan jenis
lainnya. Hal ini dapat memberikan keuntungan bagi ikan tuna, sehingga mereka
dapat bertahan di lingkungan yang lebih dingin, dimana kadar oksigen di tempat
itu berkurang.
Ikan tuna memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya di
atas suhu air laut di sekelilingnya. Sebagai contoh, tuna sirip biru dapat
mempertahankan suhu tubuh antara 24 - 35 C, di air dingin bersuhu 6 C. Akan
tetapi, tidak sama dengan hewan endotermik tertentu, misalnya mamalia atau
burung, ikan tuna menjaga suhu tubuhnya tidak dalam kisaran suhu yang relatif
sempit. Ikan tuna mencapai kondisi endothermy dengan cara mempertahankan
panas tubuh yang dihasilkan melalui metabolisme normal. Retia mirabilia, suatu
jalinan pembuluh darah vena dan arteri di bagian tepi tubuh, mentransfer panas
dari darah di vena ke darah di arteri melalui sistem pertukaran aliran. Hal ini akan
mengurangi penurunan suhu pada permukaan tubuh dan mempertahankan otot
tetap hangat. Kondisi ini mendukung kemampuan tuna berenang dengan
kecepatan tetap tinggi melalui pengurangan penggunaan energi.
Pengaruh suhu terhadap aktifitas perkembangbiakan (reproduksi) ikan tuna
Selain mempengaruhi proses metabolisme dan kecepatan berenang ikan
tuna, suhu juga turut mempengaruhi aktifitas reproduksinya. Suhu air laut dapat
mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan (reproduksi). Suhu air dan
arus selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang
menentukan kekuatan keturunan dan daya tahan larva pada spesies-spesies
ikan yang paling penting secara komersil. Ikan tuna membutuhkan tempat yang
cocok untuk melakukan pemijahan, yakni pada perairan dengan kisaran suhu
21
0
C-29
0
C, ketika mereka berada pada lingkungan yang tidak sesuai baik berada
di lingkungan dengan suhu lebih tinggi atau lebih rendah, ikan tuna akan
bermigrasi mencari tempat yang sesuai.
KESIMPULAN
Suhu berpengaruh terhadap persebaran ikan tuna di perairan Jawa. Selain
berpengaruh terhadap persebarannya, suhu juga berpengaruh terhadap
metabolisme tubuh ikan tuna, kecepatan berenang, serta reproduksinya. Adanya
ketidak sesuaian lingkungan (suhu tidak sesuai), mengakibatkan adanya kegiatan
migrasi. Hal itu dapat dilihat dari beragamnya spot-spot ikan tuna di perairan
Jawa









DAFTAR RUJUKAN
Balai Penelitian dan Observasi Luat. 2013. Pelikan Tuna. (Online),
(http://www.bpol.litbang.kkp.go.id/pelikan-tuna), diakses 24 November 2013
Barata, Abram dkk. 2011. Sebaran Ikan Tuna Berdasarkan Suhu dan Kedalaman
di Samudera Hindia. Jurnal Ilmu Kelautan, (Online), 16 (3): 165-170,
(http://118.97.35.230/pustaka/download/naslinaalimina/analisis%20suhu%20
permukaan%20laut%20dan%20hubungannya%20dengan%20hasil%20tangka
pan%20madidihangx.pdf), diakses 24 November 2013
J, Abd. Rasyid. 2010. Distribusi Suhu Permukaan Pada Musim Peralihan Barat-
Timur Terkait dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil di Perairan
Spermonde. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, (Online), 21 (1): 1-7,
(http://www.journal.unhas.ac.id), diakses 22 November 2013
Kantun, Wayan. Tanpa tahun. Suhu dan Tngkah Laku Ikan Tuna Sirip Kuning
(Thunnus albacores) Hubungannya dengan model pengelolaan. (Online),
(http://tunaholic.files.wordpress.com/2013/02/tingkah-laku.pdf), diakses
tanggal 24 November 2013
Odum, Eugene P. 1979. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan.
1993. Yogyakarta: UGM Press
Rustadhie. 2011. Tingkah Laku Ikan Terhadap Perubahan Suhu, (Online),
(http://www.rustadhieperikanan.blogspot.com/2011/11/tingkah-laku-ikan-
terhadap-perubahan.html), diakses 20 November 2013
Sukamtinah, Agustina Hertin. 1990. Beberapa Aspek Biologi dan Reproduksi
Pada Paus (Subordo Mysticeti), Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
Webber, Robert H, Harold V. Thurman. 1991. Marine Biology. New York :
HarperCollins Publishers Inc.
Zottoli, Robert. 1983. Pengantar Biologi Laut 2. Terjemahan Tafal. Tanpa Tahun.
Semarang: IKIP Semarang Press

Anda mungkin juga menyukai