Anda di halaman 1dari 56

i

PEMBUATAN TEH LIDAH BUAYA (Aloe vera) DENGAN


PENAMBAHAN BAHAN FLAVORING DI UPT PEGEMBANGAN
AGRIBINIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA JAWA
TIMUR

LAPORAN MAGANG KERJA

Oleh:
R. ARSHY IBNU ALWAHIDI
181710101091

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
ii

DAFTAR ISI

COVER
Halaman Judul........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iv
LEMBAR PEMBIMBINGAN..............................................................................v
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................vi
RINGKASAN.......................................................................................................vii
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................2
1.2 Tujuan.....................................................................................................3
1.3 Manfaat...................................................................................................4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Lidah Buaya............................................................................................5
2.2 Teh ......................................................................................................6
2.3 Flavoring Agent.......................................................................................7
2.4 Uji Organoleptik.....................................................................................9
BAB 3. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN................................11
3.1 Waktu dan Tempat..............................................................................11
3.2 Alat dan Bahan.....................................................................................11
3.3 Pelaksanaan..........................................................................................11
3.4 Prosedur Analisa..................................................................................13
3.5 Analisa Data..........................................................................................14
BAB 4. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN...............................................15
4.1 Sejarah dan Profil UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman
Pangan dan Hortikultura..........................................................................15
4.2 Visi dan Misi.........................................................................................17
4.3 Lokasi UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura................................................................................................18
iii

4.4 Struktur Organisasi dan Tugas Pokok UPT Pengembangan


Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura......................................19
4.5 Gambaran Umum UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman
Pangan dan Hortikultura..........................................................................22
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................26
5.1 Proses Pembuatan Teh Lidah Buaya..................................................26
5.2 Hasil Uji Organoleptik Teh Lidah Buaya..........................................34
BAB 6. PENUTUP................................................................................................40
6.1 Kesimpulan...........................................................................................40
6.2 Saran ....................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41
LAMPIRAN..........................................................................................................46
iv

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : R. Arshy Ibnu Alwahidi
NIM : 181710101091
Prodi/Fakultas : Teknologi Hasil Pertanian/ Teknologi Pertanian
menyatakan bahwa, laporan magang kerja yang berjudul “Pembuatan Teh Lidah
Buaya (Aloe vera) dengan Penambahan Bahan Flavoring di UPT
Pegembangan Agribinis Tanaman Pangan Dan Hortikultura Jawa Timur”
adalah benar merupakan hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah
disebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi manapun, dan bukan
karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya
sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Jika di kemudian
hari saya terbukti menyalahi isi pernyataan ini, maka Laporan Magang Kerja ini
dapat dilakukan sanksi akademik.

Jember, 28 Mei 2023

R. Arshy Ibnu Alwahidi


NIM 181710101091
v

LEMBAR PEMBIMBINGAN

Judul Magang Kerja : Pembuatan Teh Lidah Buaya (Aloe vera) dengan
Penambahan Bahan Flavoring di UPT Pegembangan Agribinis Tanaman Pangan
Dan Hortikultura Jawa Timur
Nama : R. Arshy Ibnu Alwahidi
NIM : 181710101091
Tempat : UPT. Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura (PATPH) Jawa Timur
Waktu : 18 Oktober 2021 – 1 Desember 2021

Menyetujui,
Pembimbing Lapang

Novie Isnawati, SP.,MAgr.


NIP 19771107 200801 2 013
vi

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Magang Kerja dengan judul “Karakteristik Sensoris Teh Lidah Buaya
(Aloe vera) dengan Variasi Flavoring Agent di UPT Pengembangan
Agribisnis Tanaman Pangan Dan Hortikultura Jawa Timur” adalah karya R.
Arshy Ibnu Alwahidi telah diuji dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember

Mengetahui
Ketua Program Studi Dosen Pembimbing
Teknologi Hasil Pertanian Akademik

Dr. Triana Lindriati, S.T., M.P. Dr. Ir. Sih Yuwanti, M.P
NIP 196808141998032001 NIP 196507081994032002

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember

Dr. Ir. Bambang Marhaenanto, M.Eng.


NIP 196312121990031002
vii

RINGKASAN

“Karakteristik Sensoris Teh Lidah Buaya (Aloe vera) dengan Variasi


Flavoring Agent di UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan Dan
Hortikultura Jawa Timur” R. Arshy Ibnu Alwahidi NIM 181710101091
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Jember.
UPT. Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura
(PATPH) Jawa Timur merupakan salah satu balai atau tempat pusat
pengembangan tanaman pangan dan hortikultura, sehingga terdapat berbagai
komoditas tanaman pangan dan hortikultura yang dimiliki salah satunya yaitu
lidah buaya. UPT PATPH belum memiliki produk inovasi yang memanfaatkan
lidah buaya baik sebagai bahan utama ataupun bahan tambahan. Tanaman lidah
buaya telah terbukti memiliki manfaat yang sangat meilmpah di dalamnya.
Kandungan senyawanya seperti aloin, emodin, resin gum, dan banyak lainnya
telah membuka potensi untuk dimanfaatkan menjadi berbagai produk yang dapat
dikonsumsi. Selain itu, kandungan flavonoid dalam lidah buaya mampu menjadi
antioksidan bagi konsumennya. Salah satu produk alternatif yang dapat secara
mudah dikonsumsi dan mudah pembuatannya adalah teh. Akan tetapi, teh lidah
buaya tidak memiliki daya terima yang baik secara sensori sehingga memerlukan
flavoring agent. Flavoring agent yang dapat digunakan dalam produk tersebut
adalah daun mint, kayu manis, dan lemon. Ketiga bahan tersebut telah banyak
diuji dan mampu meningkatkan karakteristik sensori pada berbagai produk. Teh
lidah buaya dibuat dengan cara menghilangkan getah, gel, dan bagian lainnya
hingga menyisakan kulit daunnya saja. Kulit daun lidah buaya tersebut kemudian
dibersihkan dan dikeringkan lalu dihaluskan menjadi bubuk. 40 g bubuk daun
lidah buaya dimasukkan ke dalam tea bag dan ditambahkan 10 g flavoring agent
yaitu bubuk kayu manis, daun mint, dan lemon. Hasil uji organoleptik
menunjukkan bahwa ketiga bahan tersebut tidak dapat meningkatkan daya terima
teh lidah buaya dalam aspek warna, aroma, dan rasa.
8

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPT
PATPH) merupakan salah satu balai atau tempat pusat pengembangan tanaman
pangan dan hortikultura yang bergerak di bidang budi daya tanaman pangan dan
hortikultura hingga pengolahan hasil komoditas dan pemasaran produk. Instansi
ini memiliki peran dalam meningkatkan produksi pertanian tanaman pangan dan
hortikultura dengan menerapkan pertanian semi modern dan berfungsi sebagai
pusat studi, pelatihan, pelayanan agrobisnis, dan tempat agrowisata. Hasil
pertanian tanaman pangan dan hortikultura di UPT PATPH cukup melimpah
mulai dari tanaman hias yang terdiri dari mawar, melati, rosella, telang serta
hortikultura seperti melon langkawi, semangka, bawang merah, jagung, bayam,
sawi, kangkung, pare, terong, cabai, apel, jambu, brokoli, dan lidah buaya.
Lidah buaya merupakan tanaman suku Liliaceae asli Afrika yang dapat
tumbuh dengan mudah di daerah tropis dengan lahan berpasir dan sedikit air serta
cepat dalam pertumbuhannya. Lidah buaya telah dikenal sebagai “Miracle Plant”
karena sudah banyak digunakan oleh manusia di berbagai penjuru dunia untuk
dijadikan bahan untuk obat. Unsur-unsur dalam lidah buaya seperti aloin, emodin,
resin gum, dan banyak lainnya telah membuka potensi lidah buaya untuk
dimanfaatkan menjadi berbagai produk pangan, kecantikan, dan pengobatan.
Daun lidah buaya sendiri telah banyak diolah menjadi berbagai produk seperti sari
lidah buaya, selai, minuman berkarbonat, teh, pasta, jus, tepung, gel, dan
konsentrat (Marhaeni, 2020). Akan tetapi, pemanfaatan lidah buaya di UPT
PATPH Jawa Timur masih belum maksimal dan hanya terbatas pada konsumsi
sesekali dengan memanfaatkan gel lidah buaya menjadi minuman segar.
Salah satu produk yang dapat dihasilkan dengan memanfaatkan lidah
buaya adalah teh herbal lidah buaya. Teh herbal merupakan produk teh yang tidak
dibuat dari daun teh melainkan dari bagian tanaman lain seperti bunga, daun, biji,
atau akar. Terh herbal lidah buaya dibuat dengan memanfaatkan bagian kulit dari
9

daun lidah buaya (Satriadi dkk., 2015). Menurut Suprabowo (2017), kulit lidah
buaya merupakan bagian dari tanaman tersebut yang sering menjadi limbah dan
tidak dimanfaatkan sedangkan pembuatan teh herbal dari lidah buaya merupakan
suatu alternatif yang memiliki persentase keuntungan paling tinggi dibandingkan
produk lain seperti jus, koktail, rainbow cake, dan kerupuk. Hasil penelitian
Mulyanita dkk. (2019) juga telah menyatakan bahwa kulit dari lidah buaya
mengandung flavonoid sebanyak 12,376 µg QE/mg. Flavonoid merupakan salah
satu senyawa polifenol yang memiliki sifat antioksidan (Dewi dkk., 2018). Akan
tetapi, teh lidah buaya memiliki karakteristik rasa dan aroma yang kurang disukai.
Teh lidah buaya memiliki karakteristik rasa pahit yang cukup kuat sehingga tidak
disukai oleh konsumen (Rusanti dan Hendrawati, 2018). Oleh karena itu, perlu
ditambahkan flavoring agent untuk meningkatkan cita rasa teh lidah buaya agar
dapat diterima oleh konsumen.
Flavoring agent merupakan bahan yang digunakan untuk memberikan rasa
dan aroma segar, mengurangi rasa atau efek akustika alkohol, dan menutupi rasa
tidak enak dari suatu produk (Witono dalam Nurazizah, 2022). Bahan-bahan yang
dapat digunakan sebagai flavoring agent untuk meningkatkan cita rasa teh lidah
buaya, yaitu lemon, kayu manis, dan daun mint. Senyawa turunan aldehid dalam
kayu manis telah sering digunakan sebagai bahan untuk menutupi rasa yang
kurang diterima (Fitriya dan Alfionita, 2018). Kandungan minyak atsiri dalam
daun mint memiliki kemampuan dalam memberikan cita rasa yang khas dan kuat
pada suatu produk seperti obat, parfum, kosmetik, dan juga pangan (Sari dalam
Laoli, 2019). Lemon sendiri merupakan bahan yang memiliki karakter rasa dan
aroma yang kuat sehingga sering digunakan sebagai bahan flavoring pada
berbagai produk. (Priambodo, 2015). Akan tetapi, bahan-bahan tersebut belum
teruji mampu memperbaiki cita rasa teh lidah buaya sehingga diperlukan
pengujian sensori untuk menguji karakteristik sensorinya.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya magang kerja di UPT Pengembangan Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura adalah sebagai berikut:
10

1. Membuat inovasi produk dari hasil perkebunan yang ada di UT


Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa
Timur
2. Mengetahui proses pengolahan lidah buaya menjadi teh herbal lidah
buaya di UT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura Jawa Timur
3. Menganalisis karakteristik sensori teh lidah bada dengan penambahan
flavoring agent lemon, kayu manis, dan daun mint.

1.3 Manfaat
Manfaat dilakukannya magang kerja di UPT Pengembangan Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura adalah sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan tentang karakteristik teh lidah buaya dengan
penambahan lemon, kayu manis, daun mint sebagai flavoring agent
pada pihak UT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura Jawa Timur dan masyarakat secara umum.
2. Meningkatkan pemanfaatan komoditas lidah buaya di UPT
Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura.
3. Memberi informasi dan pengetahuan terkait cara mengolah lidah
buaya menjadi teh herbal lidah buaya di UT Pengembangan
Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur
11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lidah Buaya


Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman yang sudah dikenal sejak
ribuan tahun lalu dan digunakan sebagai penyembuh luka dan perawatan kulit.
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah meningkatkan pemanfaatan
lidah buaya sebagai bahan baku di berbagai bidan industri seperti kosmetik,
farmasi, dan pangan. Lidah buaya mengandung komponen organik dan nutrisi
yang bermanfaat bagi tubuh sehingga sering digunakan untuk membuat makanan
atau minuman (Solihati, 2022). Tanaman ini cocok tumbuh di lahan yang gersang
dan minim air. Batang tanaman ini pendek dan memiliki daun yang memiliki
panjang 40-90 cm ketika sudah dewasa. Manfaat yang dimiliki oleh tanaman ini
antara lain adalah sebagai balkanisasi tubuh, sistem imun tubuh, detoksifikasi,
mengurangi berat badan, menjaga kesehatan kardiovaskular, sumber asam amino,
membantu sistem pencernaan, sumber vitamin dan mineral, membantu menangani
diabetes, menjaga kesehatan rambut dan kulit, serta sumber asam amino
(Melliawati, 2018).
Lidah buaya mengandung berbagai senyawa yang terbagi tiga golongan
besar. Golongan pertama adalah gula kompleks yang terletak di dalam gel-nya
yang mampu menstimulasi imun. Golongan berikutnya adalah antrakuinon yang
terletak di bagian luar kulit lidah buaya. Golongan terakhir merupakan beberapa
jenis senyawa yang bervariasi meliputi mineral, vitamin, asam amino, fosfolipida,
lignin, dan saponin. Senyawa antrakuinon yang terkandung dalam lidah buaya
meliputi aloe-emodin, asam aloeitat, anthranol, asam krisofanat, asam sinamat,
dan resistannol. Senyawa-senyawa tersebut memiliki peran dalam menghasilkan
rasa pahit khas yang dimiliki oleh lidah buaya. Vitamin yang terkandung dalam
lidah buaya antara lain adalah vitamin D, vitamin A (betakaroten), vitamin C,
vitamin E, dan sedikit vitamin B12. Lidah buaya mengandung beberapa mineral
meliputi kalsium, sodium potasium, mangan, magnesium, tembaga, zink, dan
selenium. Mineral-mineral tersebut merupakan komponen penting dalam fungsi
12

enzim di dalam lidah buaya, yaitu enzim bradikinase, lipase, dan protease.
Kandungan senyawa-senyawa dalam lidah buaya memiliki anyam manfaat dalam
bidang kesehatan sebagai immuno-modulator, antioksidan, anti-aging, antivirus,
antiinflamasi, dan antidiabetes (Itrat dan Zarnigar, 2013).
Lidah buaya merupakan tanaman yang terebar dari Meksiko, India,
Amerika, Afrika, Australia, dan Iran dan tergolong dalam famili Liliciae.
Daunnya terdiri dari tiga lapisan , yaitu lapisan tipis dan keras berwarna hijau
yang dilapisi kutikula yang tebal, lapisan gel, serta lapisan lateks tipis yang berada
tepat di bawah kulitnya (Cheng dkk., 2014). Penelitian dari Sianturi (2019)
menunjukkan bahwa kulit dari lidah buaya mengandung beberapa senyawa
polifenol, seperti kafein, asam sinapat, kuersetin, kuersitrin, rutin, mirisetin,
epikatekin, dan asam gentisat. Polifenol alami atau flavonoid tersebut dapat
berperan sebagai antioksidan dalam tubuh.
Benzidia dkk. (2019) telah membuktikan bahwa kulit daun lidah buaya
memiliki kandungan tanin yang terdiri dari berbagai senyawa. Senyawa-senyawa
tanin yang ditemukan dalam kulit daun lidah buaya meliputo asam butanoat,
heksana, pyranton, 9-oxononanoic acid, diisobutyl phthalate, 9-heptadecanone,
butyl cyclobutyl phthalate, butyl isobutyl phthalate, asam palmitat, dibutyl
phthalate, phthalic acid, etil palmitat, butyl decyl phthalate, butyl octyl phthalate,
phytol, 17-octadecyonic acid, asam linoleat, asam linolenat, butyl palmitate, etil
oktadekanoat, chrysarobin, asam krisofinat, dan diisooctylphtalate. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa senyawa tanin dalam daun kulit lidah buaya
memiliki aktivitas antioksidan yang baik meskipun masih lebih rendah
dibandingkan dengan asam askorbat.

2.2 Teh
Teh dibagi menjadi dua golongan, yaitu teh herbal dan teh non-herbal. Teh
nun herbal merupakan teh yang terbuat dari daun teh. Teh herbal merupakan
minuman yang mengandung herbal bekhasiat untuk kesehatan. Teh ini biasa
dibuat dari biji-bijian, dedaunan, bunga, dan akar berbagai tanaman. Konsumsi teh
herbal serupa dengan teh biasa, yaitu dengan diseduh seperti biasa (Patin dkk.,
13

2018). Teh herbal umumnya memiliki rasa yang tergolong enak untuk dikonsumsi
masyarakat sehingga dapat dikonsumsi secara rutin. Bahan yang digunakan untuk
pembuatan jenis teh ini biasanya berasal dari tanaman hortikultura atau Tanaman
Obat Keluarga (TOGA) yang umumnya sudah terkenal memiliki manfaat
kesehatan (Triandini dkk., 2022). Tanaman yang tergolong TOGA diantataranya
adalah jahe, kunyit, temulawak, lengkuas, dan sambiloto (Rahmawati dkk., 2019).
Akan tetapi, perkembangan teknologi pangan sampai saat ini telah memperluas
potensi tanaman di luar TOGA untuk dimanfaatkan menjadi teh herbal. Tanaman-
tanaman yang sampai saat ini telah dikembangkan menjadi teh herbal diantaranya
adalah daun kelor, gaharu, alpukat, pare, dan lidah buaya. Spesifikasi mutu teh
herbal maupun nun herbal dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Teh dalam Kemasan
No Jenis Uji Satuan Peryaratan
1 Keadaan air seduhan
Hijau kekuningan sampai
Warna -
kuning kecoklatan
Bau - Khas teh bebas bau asing
Rasa - Khas teh bebas rasa asing
2 Kadar air %, b/b maks. 8
3 Kadar ekstrak dalam air %, b/b min. 32
4 Kadar abu total %, b/b maks. 8
Kadar abu larut dalam air dari
5 %, b/b min. 45
abu total
6 Kadar abu tak larut dalam asam %, b/b maks. 1
Alkalinitas abu larut dalam air
7 %, b/b 1-3
(sebagai KOH)
8 Serat Kasar %, b/b maks. 16
9 Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg maks. 20
Tembaga (Cu) mg/kg maks. 150
Seng (Zn) mg/kg maks. 40
Timah (Sn) mg/kg maks. 40
Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,03
Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 1
10 Cemaran Mikroba
koloni/
Angka lempeng total maks. 3 × 103
g
Bakteri Coliform APM/g
Sumber: BSN (2000)
Teh herbal merupakan minuman fungsional yang memiliki karakteristik
14

sensori bau, rasa, dan warna yang khas. Minuman ini berfungsi untuk memenuhi
gizi tubuh atau meningkatkan fungsi fisiologis khusus dalam tubuh. Minuman
fungsional disyaratkan memiliki dua fungsi utama yaitu mengandung nilai gizi
dan memiliki aspek sensori yang baik (Tavita dkk., 2022).

2.3 Flavoring Agent


Flavoring agent merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk merubah
rasa dan aroma dari suatu produk pangan dengan cara meningkatkannya,
mempermanis, atau merubah keseluruhan rasa dari produk tersebut. Flavoring
agent dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu pemanis, perisa alami dan sintetis,
serta penguat rasa. Pemanis merupakan kelompok senyawa yang dapat memberi
rasa manis pada makanan seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa.
Penguat rasa merupakan senyawa yang digunakan untuk menambah,
melengkapi, atau meningkatkan flavor dari suatu produk pangan tanpa berkaitan
dengan flavor asli produk tersebut. Salah satu penguat rasa yang sering digunakan
adalah asam glutamat, monosodium glutamat (MSG), dan disodium glutamat.
Perisa alami dan sintetis sendiri merupakan campuran dari beberapa senyawa
yang digunakan untuk menggantikan flavor dari suatu produk pangan yang salah
satu caranya adalah dengan meniru karakteristik flavor alami dari suatu bahan.
Beberapa senyawa tidak hanya berperan sebagai perisa tetapi juga memiliki
manfaat lain seperti antibakteri, gelling agent, dan lainnya. Terdapat lebih dari
1700 senyawa alami dan sintetis yang dapat digunakan untuk sebagai perisa
produk pangan (Carocho dkk., 2014).
2.3.1 Kayu Manis
Kayu manis (Cinnamon burmannii) merupakan tanaman semak yang
dikenal sebagai cassia di Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman rempah
yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Kulit kayunya biasa digunakan untuk
bahan bumbu masakan (Rismunandar dan Paimin, 2001). Selain sebagai bumbu
masak, kayu manis juga diekstrak untuk diambil minyak atsirinya. Kandungan
dalam minyak atsiri kayu manis antara lain adalah trans sinamaldehid, eugenol,
dan kumarin. Minyak atsiri ini sering digunakan dalam industri makanan,
15

minuman, farmasi, rokok, fragrance, pewarna, dan lain-lain. Kandungan polifenol


dan sinamaldehidnya juga dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri. Selain itu,
kandungan asam benzoat alaminya juga sangat umum digunakan sebagai bahan
pengawet alami (Rorong, 2013).
Pada bidang pangan atau minuman, kayu manis sering digunakan sebagai
pengkaya cita rasa. Sinamaldehid di dalamnya dapat menjadi flavoring agent yang
mampu memberi rasa tertentu atau menutupi cita rasa yang kurang baik dalam
suatu produk. Salah satu contoh penggunaan kayu manis sebagai flavoring agent
adalah pada produk pasta gigi. Pasta gigi mengandung senyawa pirofosfat yang
karakteristiknya kurang disukai oleh konsumen sehingga dilakukan penambahan
minyak kayu manis untuk menutupi cita rasa pirofosfat agar dapat diterima oleh
konsumen (Barceloux, 2008).
2.3.2 Lemon
Lemon (Citrus lemon) merupakan salah satu famili dari buah jeruk yang
memiliki kulit berwarna kuning cerah. Buah ini memiliki karakteristik rasa dan
aroma yang kuat sehingga banyak sekali digunakan di berbagai industri pangan
maupun non-pangan. Buah ini sering digunakan sebagai bahan untuk pewangi,
deterjen, obat, kosmetik, dan aroma terapi. Kandungan minyak esensial di
dalamnya, yaitu hidrokarbon monoterpene memiliki sifat antijamur sehingga juga
sering digunakan untuk pembasmi jamur pada tanaman terutama anggur (Ammad
dkk., 2018).
Pada bidang pangan, lemon dapat digunakan untuk menjadi penambah cita
rasa pada suatu produk. Buah lemon memiliki aroma dan rasa yang kuat dan
mampu memberikan karakter khusus ketika ditambahkan ke dalam makanan atau
minuman. Selain itu, kandungan senyawa dalam lemon juga memiliki dampak
positif apabila dikonsumsi. Asam sitrat, asam askorbat, mineral, dan flavonoid
merupakan senyawa fungsional yang terkandung dalam buah ini. Asam askorbat
dan flavonoid merupakan senyawa yang memiliki karakteristik antioksidan.
Antioksidan memiliki peran dalam menangkal radikal bebas dalam tubuh dan
mencegah terjadinya reaksi oksidatif yang dapat menyebabkan berbagai penyakit.
Flavonoid mampu memberikan efek antikanker dalam tubuh manusia (Rawson
16

dkk., 2014).
2.3.3 Mint
Daun mint merupakan salah satu tanaman yang sering dimanfaatkan
sebagai flavoring agent pada suatu produk. Daun ini memiliki kandungan minyak
atsiri yang memiliki senyawa mentol dan menthone di dalamnya. Kandungan
tersebut menyebabkan daun mint memiliki karakteristik aroma wangi dan cita rasa
dingin yang menyegarkan sehingga sering dimanfaatkan karena karakteristiknya
banyak disukai. Daun mint sering digunakan di pasta gigi, permen, minuman, dan
berbagai produk lainnya (Anshori dkk., 2009).
Daun mint memiliki kandungan senyawa fungsional seperti vitamin C,
provitamin A, fosfor, zat besi, kalsium, dan potasium. Selain itu, terdapat juga
kandungan serat, klorofil, dan fitonutrien di dalamnya. Daun mint dipercaya
memiliki manfaat dalam memulihkan stamina tubuh, meredakan sakit kepala,
mencegah demam, antioksidan, dan menjaga kesehatan mata (Maulina, 2012).

2.4 Uji Organoleptik


Uji organoleptik atau uji sensori merupakan proses identifikasi,
pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima
pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan
pendengaran. Pengujian ini juga melibatkan suatu pengukuran yang bersifat
kuantitatif ataupun kualitatif. Pengujian ini bukanlah suatu hal baru di dalam
industri pangan walaupun metode dasar dalam pengembangan produk dan
pengawasan mutu belum optimal. Panelis dalam pengujian sensori dapat
menggunakan panelis terlatih dan tidak terlatih tergantung pada kebutuhannya.
Uji sensori pada dasarnya bersifat objektif dan subjektif. Analisis objektif ingin
menjawab terkait pertanyaan dasar dalam penilaian kualitas suatu produk, yaitu
pembedaan dan deskripsi, sementara subjektif berkaitan dengan kesukaan atau
penerimaan (Setyaningsih dkk., 2014).
Uji organoleptik digolongkan menjadi tiga jenis yaitu uji pembeda
(discriminative test), uji deskripsi (descriptive test), dan uji kesukaan/hedonik
(affective test). Uji hedonik didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap
17

masing-masing aspek sensori yang dimiliki suatu produk. Pengujian ini pada
umumnya menggunakan panelis yang tidak terlatih dalam jumlah banyak sebagai
asumsi bahwa mereka mewakili kelompok konsumen tertentu. Pengujian ini
paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap
produk yang disajikan. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya
sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, dan sangat tidak suka.
Skala tersebut dapat direntangkan sesuai kebutuhan penguji. Pengolahan dari
pengujian hedonik dapat diolah dengan teknik skorsing (Sari Putri dan Mardesci,
2018).
18

BAB 3. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu


Kegiatan ini dilakukan di Ruang Produksi UPT. Pengembangan Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur yang berada di Jalan Raya S, No.
48, Kecamatan Lebo, Kabupaten Sidoarjo yang dipantau langsung oleh Gubernur
Jawa Timur karena merupakan Pusat Pengembangan Teknologi Tanaman
Hortikultura di Jawa Timur. Waktu pelaksanaan dilaksanakan selama 45 hari
terhitung sejak 22 November 2021 hingga 5 Januari 2022.

3.2 Metode Kegiatan


Metode yang digunakan dalam kegiatan magang kerja di UPT.
Pengembangan Agribinis Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur, antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Magang kerja dilaksanakan mengikuti dan menyesuaikan dengan aktivitas
yang ada di UPT Pengembanan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura
Jawa Timur
b. Metode observasi yaitu metode pengumpulan data dan pengamatan langsung
di lapangan dalam proses pengolahan komoditas hasil pertanian. Berdasarkan
metode observasi ini, didapatkan data sebagai berikut:
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan terhadap
objek pengamatan, misalnya wawancara langsung dengan pihak terkait
dan brainstorming.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak perusahaan yang
dapat berupa bukti-bukti dokumentasi (arsip, foto, dan lain-lain), jurnal-
jurnal, atau catatan di UPT.
c. Melakukan studi pustaka dari berbagai literatur.
d. Memberikan laporan hasil kegiatan magang kerja kepada pihak UPT.
Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian.
19

3.3 Tahapan Kegiatan


Tahapan kegiatan magang kerja terdapat pada Gambar 3.1

Mulai

Pengiriman proposal magang ke kantor pusat UPT PATPH, Jawa Timur

Proses pengajuan proposal magang

Surat balasan izin magang dari UPT PATPH yang dikirimkan ke jurusan via Whatsapp

Melengkapi persyaratan magang kerja di UPT PATPH, Jawa Timur

Penetapan tanggal masuk magang kerja

Penetapan jadawal magang kerja

Magang kerja masuk pukul 06.00

Istirahat pukul 11.00-13.00

Pulang magang kerja pukul 15.00 (senin-jumat), pukul 11.00 (sabtu)

Selesai

Gambar 3.1 Proses Magang Kerja

3.4 Sasaran Kegiatan


Sasaran kegiayan yang hendak dicapai dalam kegiatan magang kerja yaitu
kami sebagai mahasiswa magang dapat mengetahui dan mempelajari sistem
proses pascapanen hasil pertanian, efisiensi proses, sistem penyimpanan,
produksi, dan penerapan teknologi di UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman
20

Pangan dan Hortikultura Jawa Timur. Akan tetapi, semua keputusan yang diambil
mengenai sasaran kegiatan magang kerja ini dapat diatur ulang bersama dengan
pihak UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa
Timur. Hal tersebut dapat disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.
Namun, besar harapan kami untuk pihak UPT Pengembangan Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur dapat mempertimbangkan usulan
kami.

3.5 Bentuk dan Sifat Kegiatan


Bentuk dan Sifat kegiatan berupa magang kerja yang bersifat kurikuler.
Mahasiswa mempelajari sekaligus mempraktikkan dengan terjun langsung pada
instansi terkait untuk mengikuti sistem kerja yang ada dengan menerapkan ilmu
pengetahuan yang dimiliki. Magang kerja dilaksanakan selama empat puluh lima
(45) hari. Jadwal kegiatan yang dilakukan dapat dilihat di Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang Kerja di UPT PATPH Jawa Timur
Minggu ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6
Penerimaan mahasiswa peserta
magang kerja
Orientasi dari instansi
Magang kerja di UPT
Pengembangan Agribisnis Tanaman
Pangan dan Hortikultura
Penyusunan laporan hasil Magang
Kerja
21

BAB 4. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah dan Profil UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan


dan Hortikultura
Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura (UPT PATPH) berdiri seiring dengan adanya restrukturisasi institusi
di lingkup dinas pada tahun 2008. Institusi ini berupa gabungan antara Kebun
Pusat Pengembangan Agribisnis Hortikultura (PUSPA) Lebo Sidoarjo yang
awalnya bersifat independen dengan Balai Teknologi Pertanian (BTP) Bedali
Lawang.
Pada awalnya UPT. Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura terdapat dua buah unit kerja yakni Kebun Bibit milik Dinas Pertanian
Provinsi Jawa Timur dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Sidoarjo.
Pada akhir tahun 90-an dibangun beberapa unit screen house kecil untuk
pengembangan benih tanaman hortikultura, khususnya tanaman Melon Golden
Langkawi. Pengembangan Kebun Lebo pertama kali mendapat dukungan dari
Gubernur Jawa Timur pada saat itu yaitu Bapak Imam Utomo yang berkunjung
pada tahun 2000. Hal ini terbukti dengan dibangunnya dua unit screen house yang
didapat dari anggaran APBD pada tahun 2002-2003.
Sejak tahun 2005 mulai digunakan nama Pusat Studi dan Pengembangan
Agribisnis Hortikultura (PUSPA) Lebo sebagai identitas UPT PATPH agar sudah
dikenal. Peresmian nama dan kantor PUSPA LEBO dilakukan oleh Gubernur
Jawa Timur periode ke-12 dan 13 yaitu Bapak Imam Utomo pada tanggal 26 Juni
2006 bertepatan dengan penyelenggaraan Hari Krida Pertanian (HKP) Jawa
Timur yang ke-34. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi maka
penerapan dan penggunaan saprodi juga semakin maju, dari yang manual
kemudian beralih menjadi modern dengan penggunaan alat dan mesin pertanian
mulai dari pengolahan lahan dengan menggunakan traktor sampai dengan
penanaman dengan menggunakan transplanter dan panen dengan menggunakan
combine harvester. Selain itu, sistem pengairan atau irigasi di PUSPA LEBO
22

menggunakan sistem irigasi drip atau tetes dan jet spray atau semprot. Sistem
irigasi di PUSPA LEBO ini sudah tidak menggunakan sistem irigasi yang modern
sehingga semuanya sudah bisa dikontrol dengan alat. Dengan penggunaan sistem
irigasi drip dan jet spray ini dapat lebih efisien karena menghemat waktu dan
tenaga kerja. Sehingga semuanya sudah bisa dikontrol dengan alat. Penggunaan
sistem irigasi drip dan jet spray ini dapat lebih efisien karena menghemat waktu
dan tenaga kerja.
Pada pertengahan Tahun 2008 kebun PUSPA LEBO digabungkan dengan
Balai Teknologi Pertanian (BTP) Bedali, Lawang menjadi sebuah unit kerja baru
yang bernama Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan
dan Hortikultura (UPT PATPH). Pada Tahun 2009 mulai dibuka kunjungan
agrowisata dari sekolah-sekolah baik SD, SMP, SMA, dan juga untuk mahasiswa
yang ingin melakukan penelitian ataupun magang. Kegiatan agrowisata dilakukan
untuk layanan publik, wisata dan layanan edukasi mengenai kegiatan hulu sampai
hilir.
Pada awal terbentuknya jenis kegiatan yang dilakukan oleh UPT
Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura berupa operasional
laboratorium (Uji Tanah, Kultur Jaringan, Pengolahan Hasil Panen) dan
pengelolaan beberapa kebun yang berlokasi di Bedali-Lawang, Dau-Malang,
Bulukerto - Batu dan Puspa Lebo-Sidoarjo. Perkembangan yang dikelola oleh
UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura selanjutnya
terdapat penambahan beberapa kebun, dengan pengembangan komoditas
unggulan masing-masing yaitu Kebun Cemengkalang Sidoarjo, Kebun Dlanggu
Mojokerto, Kebun Kebomas Gresik, dan Kebun Pelem Kediri. Struktur dan tata
kelola UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura pada
Dinas di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada akhir tahun 2016
sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 113 Tahun 2016 tentang Nomenklatur,
Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, maka
pengelolaan UPT PATPH dikendalikan oleh seorang kepala UPT dibantu dengan
seorang kepala sub bagian tata usaha dan seorang kepala seksi pelayanan teknis.
23

Perubahan struktur dan tata kelola perangkat dinas di Lingkungan


Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada akhir tahun 2018 sesuai dengan Peraturan
Gubernur Nomor 61 Tahun 2018 tentang Nomenklatur, Susunan Organisasi,
Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian
dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, maka pengelolaan UPT PATPH
dikendalikan oleh Kepala UPT dibantu dengan Kepala Sub Bagian Tata Usaha,
Kepala Produksi dan Kepala Seksi Pemasaran.
Kebun UPT Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur
yang dikelola seluas ± 38,58 hektar yang berlokasi di beberapa Kabupaten/Kota
dengan pengusahaan aneka jenis tanaman pangan (padi, jagung, kedelai) dan
hortikultura (buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka) yang
disesuaikan dengan potensi lahan dan kondisi agroklimat setempat, masing-
masing sebagai berikut :
1. Kebun Lebo Sidoarjo (PUSPA LEBO), seluas 6 Hektar
2. Kebun Cemengkalang Sidoarjo, seluas 6 hektar
3. Kebun Dau Malang, seluas 7,4 hektar
4. Kebun Bulukerto Batu, seluas 0,8 hektar
5. Kebun Dlanggu Mojokerto, seluas 4 hektar
6. Kebun Kebomas Gresik, seluas 6 hektar
7. Kebun Pelem Kediri, seluas 5,5 hektar
8. Kebun Bedali Lawang Malang, seluas 1,6 hektar
9. Kebun Kalianyar Lawang Malang, seluas 1,28 hektar.
10. Kebun Bedali dan Kalianyar Lawang, Malang pada tahun 2018
sebagian luasan lahan terkena pembebasan jalan TOL Malang –
Pandaan.

4.2 Visi dan Misi


Kegiatan budi daya yang dijalankan pada sektor pertanian, UPT PATPH
Jawa Timur memiliki visi dan misi yang bertujuan untuk memperlancar seluruh
kegiatan sehingga memperoleh output yang diinginkan. Berikut merupakan visi
24

misi dari UPT PATPH Jawa Timur yaitu:


1. Visi
Visi UPT PATPH adalah sebagai pusat pengembangan dan pelayanan
agribisnis tanaman pangan dan hortikultura yang modern dan memiliki
daya saing.
2. Misi
Terdapat 2 (dua) misi utama yang diemban oleh UPT PATPH untuk
mewujudkan visi tersebut yaitu:
a) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman pangan dan
hortikultura yang berdaya saing dan berkelanjutan,
b) Meningkatkan pelayanan agrowisata, laboratorium dan konsultasi
agribisnis bagi masyarakat.

4.3 Lokasi UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan


Hortikultura
Unit Pelaksanaan Teknis Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura (UPT PATPH) merupakan UPT yang berada di bawah Dinas
Pertanian Provinsi Jawa Timur. Lokasi UPT PATPH Lebo, Sidoarjo terletak di 25
km dari Surabaya, tepatnya di Jl. Raya Lebo No. 48 Sidoarjo, Jawa Timur,
Telepon (031) 8065158 Fax. (031) 8065158. UPT PATPH Lebo, Sidoarjo
memiliki luasan sekitar 6 Hektar yang terdiri atas kebun Lebo Barat, Lebo
Tengah, Lebo Timur dengan ketinggian tempat 5 mdpl, keasaman tanah pH 6,5
dan jenis tanah adalah tanah vertisol dengan irigasi menggunakan irigasi teknis.
Alamat kantor pusat UPT. Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura di Jalan Raya Dr. Cipto No. 17 Bedali Lawang, Malang. Telepon
(0341) 426865 Fax. (0341) 4426865
UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura
memiliki beberapa kebun di daerah Jawa Timur di antaranya :
1. Kebun Lebo Sidoarjo
2. Kebun Kebomas Gresik
3. Kebun Dlanggu Mojokerto
25

4. Kebun Bulukerto Batu


5. Kebun Dau Malang
6. Kumbung Jamur Lawang Malang
7. Kebun Pelem Kediri
8. Kebun Cemengkalang Sidoarjo

4.4 Struktur Organisasi dan Tugas Pokok UPT Pengembangan Agribisnis


Tanaman Pangan dan Hortikultura
Perusahaan yang baik tentunya memiliki struktur organisasi yang jelas dan
terstruktur guna mengatur garis komando dan mempermudah koordinasi setiap
komponen-komponennya. Struktur organisasi memiliki peranan yang sangat
penting karena merupakan cerminan dari wewenang dan tanggung jawab di dalam
perusahaan secara vertikal antara atasan dan bawahan, serta cerminan secara
horizontal antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Hal tersebut
bertujuan untuk menunjukkan posisi-posisi dan fungsi-fungsi serta bagian-bagian
di dalam perusahaan yang berbeda.
Struktur organisasi UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura berbentuk line organization atau organisasi garis yang
menghubungkan langsung secara vertikal antara atasan dan bawahan mulai dari
pimpinan tertinggi sampai dengan bawahan. Organisasi garis atau lini merupakan
suatu bentuk struktur organisasi dimana pelimpahan wewenang langsung dari
pimpinan kepada bawahannya.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 61 Tahun 2018 tentang
Nomenklatur, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur,
maka pengelolaan UPT PATPH dikendalikan oleh Kepala UPT dengan dibantu
dengan Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Produksi dan Seksi
Pemasaran. Kepala Sub Bagian Tata Usaha dibantu oleh staf yang bertugas dalam
urusan kepegawaian, keuangan dan perlengkapan, sedangkan Kepala Seksi
Produksi dibantu oleh staf yang bertanggung jawab sebagai pengelola kebun
maupun laboratorium dan Kepala Seksi Pemasaran dibantu oleh staf pemasaran
26

dan agrowisata. Struktur organisasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Kepala UPT Pengembangan


Agribisnis Tanaman Pangan
dan Hortikultura
Ir. Sumiyanto Aji, M.MA

Kepala Sub Bagian Tata


Kepala Seksi
Usaha Kepala Seksi Produksi
Pemasaran
Trias Ari Wicaksono, SE, Farida, S.P., M.Agr
Novie Isnawati, S.P
MM

Staf Sub Bagian Staf Seksi


Staf Pemasaran
Tata Usaha Produksi
Gambar 4.1 Struktur Organisasi UPT PATPH Jawa Timur
Sumber : UPT PATPH Jawa Timur, 2021

4.4.1 Deskripsi Jabatan dan Tugas Pokok


UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura
mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas teknis dinas dalam bidang
pelaksanaan kaji terap teknologi serta pengembangan agribisnis tanaman pangan
dan hortikultura, tugas ketatausahaan serta pelayanan masyarakat. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, maka UPT PATPH mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan pengembangan teknologi dan percontohan;
b. Pelaksanaan kaji terap teknologi agribisnis tanaman pangan dan
hortikultura;
c. Pelaksanaan promosi dan diseminasi edukasi teknologi dalam bidang
agribisnis tanaman pangan dan hortikultura;
d. Melaksanakan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura;
e. Pelaksanaan dan pengelolaan diversifikasi usaha;
f. Pelaksanaan ketatausahaan dan pelayanan masyarakat;
g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan;
h. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan;
27

Berikut merupakan tugas pokok dari masing-masing jabatan, yaitu:


1. Tugas pokok dari Kepala UPT PATPH sebagai berikut:
Kepala UPT bertugas mengawasi, memimpin, mengkoordinasi
pelaksanaan kegiatan, memonitoring, evaluasi, analisis dan pengembangan
kebutuhan, pendidikan dan pelatihan, pengelolaan sarana prasarana terkait
ketatausahaan, dan pelayanan masyarakat, serta dalam melaksanakan tugas wajib
Kepala UPT PATPH menerapkan prinsip koordinasi dan sinkronisasi dengan
instansi lain dan para pihak pemangku kepentingan.
2. Tugas pokok dari Sub Bagian Tata Usaha sebagai berikut:
a. Melaksanakan pengelolaan dan pelayanan administrasi umum;
b. Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian;
c. Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan;
d. Melaksanakan pengelolaan perlengkapan dan peralatan kantor
e. Melaksanakan kegiatan hubungan masyarakat;
f. Melaksanakan pengelolaan urusan rumah tangga;
g. Melaksanakan pengelolaan penyusunan program, anggaran dan
perundang-
undangan;
h. Melaksanakan pengelolaan kearsipan UPT;
i. Melaksanakan monitoring dan evaluasi organisasi dan tata laksana;
j. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala UPT.
3. Tugas Seksi Produksi, sebagai berikut:
a. Menyusun perencanaan kegiatan seksi produksi;
b. Melaksanakan kaji terap teknologi agribisnis tanaman pangan dan
hortikultura;
c. Melaksanakan pelayanan analisis unsur hara tanah dan kultur jaringan;
d. Melaksanakan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura;
e. Melaksanakan pendampingan teknis agribisnis tanaman pangan dan
hortikultura;
f. Melaksanakan diseminasi edukasi teknologi bidang agribisnis tanaman
pangan dan hortikultura;
28

g. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan;


h. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala UPT
4. Tugas Seksi Pemasaran, sebagai berikut:
a. Menyusun perencanaan kegiatan Seksi Pemasaran;
b. Melaksanakan pengolahan dan pemasaran hasil produksi tanaman pangan
dan hortikultura;
c. Melaksanakan promosi dan sosialisasi hasil tanaman pangan dan
hortikultura;
d. Melaksanakan dan pengelolaan diversifikasi usaha;
e. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan; dan
f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPT.

4.5 Gambaran Umum UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan


dan Hortikultura
UPT. Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura
merupakan instansi yang dinaungi oleh Dinas Pertanian yang berada di Jl. Raya
Lebo No. 48, Kecamatan Sidoarjo, Jawa Timur. UPT PATPH didirikan untuk
mengembangkan komoditas tanaman hortikultura baik berupa sayur, buah,
tanaman hias, dan tanaman obat keluarga. Instansi ini merupakan tempat
pelaksana teknis mulai dari proses budi daya sampai dengan proses pemasaran
yang memiliki total luas 6,1 Hektar dengan pembagian kebun menjadi 3 yaitu:
Lebo Timur, Lebo Tengah, dan Lebo Barat.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh UPT Pengembangan Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura dapat dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Usaha tani hortikultura mulai dari on farm sampai dengan off farm
Usaha tani hortikultura mulai dari on farm sampai dengan off farm
yang meliputi penerapan teknologi budi daya yang baik dan benar,
pengujian benih introduksi, serta budi daya off season (di luar musim),
teknik persemaian, teknik pemanenan dan pemasaran hasil panen serta
perluasan target pasar.
2. Pelayanan Analisa Tanah
29

Pelayanan Analisa Tanah dilakukan di Laboratorium Tanah di


Kebun Bedali Lawang Malang yang ditujulkan untuk masyarakat
umum yang ingin mengujikan kandungan usnsur hara tanah yang akan
digunakan untuk budi daya maupun untuk tujuan penelitian. Pelayanan
analisa tanah meliputi unsur pH, C organic, N-Kjedahl, P Olsen, K2O,
KTK, Tekstur, dan kadar air.
3. Pelayanan informasi dan magang
Pelayanan informasi meliputi kegiatan konsultasi agribisnis yang
dapat dilakukan oleh siapa saja yang ingin mengonsultasikan masalah
tanaman hortikultura dan tanaman pangan mulai dari saprodi, teknik
budi daya, sampai dengan panen dan penanganan pasca panen serta
pemasaran produk. kegiatan magang kerja di UPT PATPH menerima
mahasiswa dan siswa SMK yang ingin melakukan praktik kerja lapang
untuk menambah ilmu pengetahuan tentang pertanian dan pengalaman
dalam dunia kerja.
4. Agrowisata
Kegiatan agrowisata merupakan salah satu kegiatan pokok yang
dalam setiap bulannya selalu ada kunjungan baik dari TK, SD, SMP,
dan SMA. Tujuan kegiatan tersebut untuk menarik minat para siswa
agar tertarik pada bidang pertanian, memperkenalkan dan menambah
wawasan mengenai kegiatan-kegiatan pertanian. Kegiatan ini juga
dilengkapi dengan praktik tanam, panen sayuran, outbond, dan
pengenalan berbagai jenis tanaman hortikultura.
UPT PATPH ini juga dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung setiap
kegiatan yang dilakukan. Adapun fasilitas-fasilitas yang dimiliki, antara lain:
1) Kantor beserta fasilitas kelengkapannya berlokasi kantor Lebo
Sidoarjo;
2) Gedung Serbaguna beserta kelengkapannya berlokasi kantor Lebo
Sidoarjo;
3) Kebun produksi beserta sarana dan prasarana yang digunakan untuk
aktivitas usaha tani di masing-masing kebun, berupa green house, alat
30

mesin pertanian on farm maupun penanganan panen atau pascapanen;


4) Laboratorium beserta kelengkapannya berada di Bedali, Lawang yaitu:
Laboratorium Analisa Tanah, Laboratorium Kultur Jaringan dan
Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian;
5) Packing House dan perlengkapannya sebagai tempat melakukan proses
kegiatan pengolahan dan diversifikasi produk;
6) Sarana Transportasi untuk operasional kedinasan maupun
pengangkutan dan pemasaran hasil panen, berupa kendaraan bermotor
roda empat roda tiga dan roda dua.
UPT PATPH memiliki peran strategis dalam upaya mendukung dan
mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Timur yaitu:
1) UPT PATPH merupakan kebun aneka komoditas tanaman pangan dan
hortikultura yang berfungsi sebagai pusat studi, percontohan, pelatihan,
pelayanan agribisnis sekaligus tempat rekreasi (agrowisata) yang dapat
menarik minat generasi muda untuk menggeluti bidang pertanian.
2) UPT PATPH sebagai sosok etalase kebun tanaman pangan dan
hortikultura yang diusahakan secara modern dan dikelola secara
professional mulai dari aktivitas penanaman, pemeliharaan hingga
pemasaran hasil panen yang selanjutnya disetorkan dan dipergunakan
sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Beberapa macam
produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh UPT
PATPH dan ditawarkan secara langsung maupun tidak langsung kepada
masyarakat umum, yaitu:
- Hasil Kebun berupa produk segar maupun olahan
- Layanan Kunjungan Agrowisata
- Layanan Magang
- Layanan Laboratorium Uji Analisis Tanah
- Konsultasi Agribisnis
Aktivitas pengusahaan tanaman di kebun maupun pelayanan jasa
31

agrowisata dan laboratorium mendapatkan sumber anggaran dari APBD Provinsi


Jawa Timur. Anggaran kegiatan kebun ditujukan untuk pengadaan sarana
produksi (benih, pupuk, pestisida), pemeliharaan peralatan pertanian dan upah
tenaga kerja. Anggaran kunjungan agrowisata dan laboratorium ditujukan untuk
kelancaran operasional kegiatan layanan yang dilakukan ke masyarakat umum.
Produk layanan jasa agrowisata maupun laboratorium beserta hasil panen segar
dari kebun merupakan sumber pendapatan yang dihasilkan oleh UPT yang
selanjutnya disetorkan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
32
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan untuk produksi teh lidah buaya, yaitu pisau,
baskom, dehydrator, sendok, nampan, loyang, timbangan. Bahan-bahan yang
digunakan dalam proses ini diantaranya adalah lidah buaya segar, bubuk daun
mint, bubuk lemon, bubuk kayu manis, kapur sirih, dan teabag.

5.2 Proses Pembuatan Teh Lidah Buaya

Lidah Buaya

Pemetikan

Pendiaman selama 1 jam

Pencucian

Pengupasan Kulit

Pengecilan ukuran kulit

Larutan Perendaman dalam Larutan


Kapur Sirih Kapur Sirih (±1 jam)

Larutan
Pembilasan Kapur Sirih

Pengeringan dengan Dehydrator selama 2 jam

10 g bubuk Penghalusan dengan Blender


kayu manis,
lemon, atau
daun mint Pengemasan ke dalam teabag

Gambar 5.1 Diagram Alir Pembuatan Teh Lidah Buaya

33
34

Proses pembuatan teh lidah buaya terdiri dari beberapa tahap seperti
pemetikan daun lidah buaya, pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan,
pencampuran teh lidah buaya dan flavoring agent, serta pengemasan. Teh lidah
buaya yang dibuat pada pengamatan ini terdiri dari 3 jenis berdasarkan flavoring
agent yang ditambahkan, yaitu bubuk kayu manis, daun mint, dan lemon. Proses
pembuatan teh lidah buaya ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar 5.1.
5.1.1 Pemetikan dan Pendiaman
Daun lidah buaya yang siap untuk dipetik adalah daun lidah buaya dewasa
yang panjangnya lebih dari 30 cm dengan berat sekitar 0,5 – 1 kg. Tujuan
dipilihnya daun lidah buaya dengan ukuran tersebut adalah karena semakin besar
dimensi daun maka akan semakin banyak kulit lidah buaya yang bisa diambil. Hal
tersebut disebabkan karena daun lidah buaya yang berukuran besar memiliki luas
permukaan daun yang lebih besar juga. Proses pemetikan daun lidah buaya dapat
dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Pemetikan daun lidah buaya

Daun lidah buaya akan mengeluarkan getah berwarna kuning yang


memiliki rasa pahit ketika dipotong. Oleh karena itu, daun lidah buaya didiamkan
selama sekitar 1 jam setelah pemetikan untuk mengeluarkan sebagian besar getah
yang ada di dalam daun. Terdapat beberapa zat yang terkandung dalam daun lidah
buaya seperti aloe emodin dan aloin. Aloin merupakan zat dalam lidah buaya yang
memberikan rasa pahit (Hayati dalam Gusviputri dkk., 2013).
5.1.2 Pembersihan Kontaminan
Daun lidah buaya yang sudah didiamkan hingga sebagian besar getahnya
35

keluar dicuci menggunakan air bersih. Pencucian ini dilakukan untuk


menghilangkan sisa-sisa getah dari daun lidah buaya. Selain itu, pencucian juga
dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan daun lidah
buaya. Suryati dkk. (2017) menyatakan bahwa pencucian lidah buaya
menggunakan air akan mempengaruhi kandungan zat yang terdapay di dalam
lidah buaya. Pencucian tersebut harus dilakukan sesingkat mungkin untuk
mencegah terlarutnya zat-zat yang diperlukan.
Proses pencucian dilakukan dengan mengalirkan air pada daun lidah buaya
sambil diusap perlahan untuk menghilangkan kotoran yang menempel cuku kuat.
Air yang dialirkan digunakan agar getah dan kotoran yang sudah dibersihkan
tidak menempel kembali pada daun lidah buaya.
5.1.3 Pemisahan Kulit dari Gel
Langkah selanjutnya setelah daun lidah buaya dibersihkan adalah
pemisahan kulit lidah buaya dari gel-nya. Gel tersebut merupakan bagian
berlendir yang terdapat di bagian tengah daun lidah buaya. Gel lidah buaya
mengandung beberapa zat yaitu karbohidrat (glucomannan dan accemannan),
enzim, senyawa anorganik, protein, sakarida, vitamin, dan saponin. Gel tersebut
juga mengandung aloin yang memiliki rasa pahit (Hayati dalam Gusviputri dkk.,
2013).
Pemisah gel dari kulit lidah buaya harus dilakukan sebersih mungkin untuk
mengurangi jumlah senyawa aloin yang ada di kulit lidah buaya. Gel yang masih
menempel di kulit daun lidah buaya juga dapat menghambat proses pengeringan
sehingga kulit lidah buaya tidak kering secara sempurna. Proses pengupasan kulit
daun lidah buaya dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Pengupasan Kulit Daun Lidah Buaya


36

5.1.4 Pengecilan Ukuran


Kulit daun lidah buaya yang sudah bersih dari gel-nya kemudian di potong
kecil-kecil dengan ukuran sekitar 5 cm. Pemotongan ini dilakukan menggunakan
pisau dengan tujuan untuk meningkatkan luas permukaan kulit daun lidah buaya
untuk proses selanjutnya yaitu perendaman dan pengeringan. Proses pengerinan
daun lidah buaya akan menyebabkan ukurannya menjadi jauh lebih kecil karena
kandungan air yang tinggi. Oleh karena itu, daun lidah buaya harus dipotong
dengan ukuran yang secukupnya saja (sekitar 5 cm) agar ukuran daun lidah buaya
yang kering tidak terlalu kecil. Ukuran daun lidah buaya yang terlalu kecil akan
menyebabkan daun lidah buaya jatuh dari tray yang memiliki rongga cukup besar
ke alas dehydrator. Hal tersebut akan menganggu proses pengeringan karena
persebaran panas menjadi tidak merata ke seluruh permukaan kulit daun lidah
buaya. Proses pengecilan ukuran kulit daun lidah buaya dapat dilihat pada
Gambar 5.4.

Gambar 5.4 Pengecilan Ukuran Kulit Daun Lidah Buaya

Peningkatan luas permukaan untuk mempercepat proses pengeringan


sesuai dengan pendapat Rajkumar dalam Nusa (2019) yang menyatakan bahwa
peningkatan luas permukaan bahan akan meningkatkan area kontak antara bahan
dengan udara pengering sehingga laju perpindahan panas secara konveksi dan
difusivitas uap air dari bahan ke udar akan meningkat. Hal tersebut akan
memperbesar laju peneringan bahan bahkan pada suhu yang lebih rendah.
37

5.1.5 Perendaman dalam Larutan Kapur Sirih


Proses selanjutnya setelah dilakukan pengecilan ukuran adalah
perendaman kulit daun lidah buaya di dalam larutan kapur sirih. Konsentrasi
laurtan kapur sirih yang digunakan untuk merendam kulit daun lidah buaya adalah
sebesar 1%. Sebanyak 250 g kapur sirih dilarutkan dalam 2,5 L air bersih tanpa
perlu dipanaskan lalu diaduk hingga larutan homogen. Kulit daun lidah buaya
yang sudah dikecilkan ukurannya kemudian direndamkan ke dalam larutan kapur
sirih 1% selama satu jam. Proses perendaman kulit daun lidah buaya dalam
larutan kapur sirih dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5 Perendaman Kulit Daun Lidah Buaya


dalam Larutan Kapur Sirih

Perendaman kulit daun lidah buaya di dalam larutan kapur sirih dilakukan
untuk menghilangkan sisa-sisa getah dan gel yang masih menempel. Pradnyani
dkk. (2018) menyatakan bahwa perendaman lidah buaya dalam larutan kapur sirih
dengan konsentrasi 1% dapat menghilangkan sisa-sisa gel dan getah yang masih
ada sehingga dapat mengurangi rasa pahit ketika dikonsumsi. Perendaman kulit
daun lidah buaya dalam larutan kapur sirih juga dapat memperkeras teksturnya
karena kalsium klorida dapat membentuk kristal dan mengalami pengendapan
ketika bereaksi dengan air.
5.1.6 Pengeringan
Kulit daun lidah buaya yang sudah direndam kemudian diletakkan pada
tray dehydrator untuk dilakukan pengeringan. Dehydrator merupakan alat yang
memiliki fungsi untuk mengeringkan makanan atau bahan pangan dengan cara
mengurangi kadar air dalam bahan tanpa memanggangnya seperti oven. Alat ini
38

sangat efektif untuk digunakan ketika kita tidak ingin kehilangan cita rasa asli dari
suatu bahan pangan. Pengeringan kulit daun lidah buaya menggunakan oven akan
menyebabkan kulit daun menjadi gosong, oleh karena itu dehydrator merupakan
alat yang tepat untuk digunakan dalam proses pengeringan ini. Jenis Food
dehydrator yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Food Dehydrator

Pengeringan dilakukan dalam suhu 60ºC selama 2 jam. Kondisi tersebut


sesuai dengan suhu dan lama pengeringan paling optimal yang dilakukan oleh
Mustika (2022) yang menghasilkan Teh Telur dengan jumlah antioksidan paling
tinggi dengan mengunakan alat yang sama yaitu food dehydrator. Fatchullah dkk.
(2022) menyatakan bahwa pengeringan menggunakan dehydrator dapat
mempertahankan kualitas fisik bahan seperti warna dan bentuknya karena tidak
merusak senyawa-senyawa aktif yang ada dalam bahan.
5.1.7 Penghalusan
Kulit daun lidah buaya yang sudah kering kemudian dikeluarkan dari
dehydrator dan dimasukkan ke dalam blender. Blender yang digunakan tidak
berukuran besar karena ukuran kulit lidah buaya menjadi kecil dan tipis setelah
pengeringan. Oleh karena itu, tidak dibutuhkan blender dengan ukuran yang
besar. Proses penghalusan tidak berlangsung lama karena kulit lidah buaya sudah
cukup kering dan mudah hancur.
Penghalusan ini dilakukan untuk mempermudah penyeduhan teh lidah
buaya. Peningkatan luas permukaan terjadi secara signifikan ketika kulit daun
39

lidah buaya dihaluskan menggunakan blender. Hal tersebut dapat meningkatkan


area kontak antara kulit daun lidah buaya dan air sehingga penyeduhan akan
terjadi lebih cepat. Konsep ini sesuai dengan pendapat Smith dan Thomas dalam
Asiah dkk. (2017) yang menyatakan bahwa kehalusan bubuk bahan akan
meningkatkan luas permukaan dan laju ekstraksi senyawa-senyawa yang ada di
dalam bahan ke air dalam proses penyeduhan. Proses penghalusan kulit daun lidah
buaya dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7 Penghalusan Kulit Daun Lidah Buaya

5.1.8 Pengemasan
Bubuk kulit lidah buaya yang sudah dihaluskan kemudian dikemas ke
dalam teabag berbentuk segi empat. Teabag merupakan kemasan teh yang terbuat
dari filter paper dan bersifat tahan panas. Sejumlah 40 g bubuk kulit daun lidah
buaya dimasukkan ke dalam kemasan lalu ditambahkan 10 g flavoring agent yaitu
bubuk lemon, bubuk kayu manis, atau bubuk daun mint. Kemudian, dilakukan
sedikit pengadukan menggunakan tusuk gigi atau benda lain yang cukup kecil
untuk masuk ke dalam teabag. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk
menyamaratakan persebaran bubuk kulit daun lidah buaya dan flavoring agent
yang tela ditambahkan. Proses pengemasan dapat dilihat pada Gambar 5.8.
40

Gambar 5.8 Pengemasan Teh Lidah Buaya

Setelah bahan-bahan dimasukkan¸ teabag ditutup dengan cara merapatkan


tali yang berada di bagian atasnya lalu memasang simpul sehingga tali tersebut
tidak terbuka. Hal ini dilakukan agar bahan-bahan tidak keluar dari dalam teabag
pada saat penyeduhan. Penyeduhan teh lidah buaya dilakukan menggunakan air
mendidih sejumlah ±100 ml. Tidak ada gula atau bahan tambahan lain saat
penyeduhan untuk menjaga karakteristik asli dari teh lidah buaya. Seduhan teh
lidah buaya dapat dilihat pada Gambar 5.9.

(a) Varian Kayu Manis (b) Varian Lemon (c) Varian Daun Mint
Gambar 5.9 Gambar Tiga Varian Seduhan Teh Lidah Buaya
41

5.3 Uji Organoleptik Teh Lidah Buaya


Teh lidah buaya yang akan diuji diseduh menggunakan air mendidih
dengan suhu 100ºC dengan jumlah air sebanyak 100 ml. Proses penyeduhan
dilakukan selama 2-3 menit sampai tidak ada perubahan warna lagi yang terjadi
pada seduhan teh lidah buaya.
Uji organoleptik pada pengamatan ini meliputi uji hedonik warna, aroma,
dan rasa pada produk teh lidah buaya dengan tiga flavoring agent berbeda yaitu
bubuk kayu manis, daun mint, dan lemon. Sampel-sampel tersebut diberi kode
yang terdiri dari tiga angka acak yaitu 544 untuk teh dengan penambahan bubuk
daun mint, 369 untuk teh dengan penambahan bubuk kayu manis, dan 122 untuk
teh dengan penambahan bubuk lemon. Pemberian kode secara acak tersebut
dilakukan agar tidak menimbulkan penafsiran tertentu oleh panelis terhadap
sampel yang disajikan (Lamusu, 2018).
5.2.1 Warna
Diagram pada Gambar 5.10 menunjukkan hasil rata-rata uji hedonik
panelis terhadap aspek warna dari tiga sampel berbeda teh lidah buaya. Skor rata-
rata dari masing-masing perlakuan adalah 3,05 pada sampel daun mint; 3,00 pada
sampel kayu manis; dan 4,00 pada sampel lemon. Skor-skor tersebut
menunjukkan bahwa sampel teh lidah buaya dengan tambahan bubuk lemon
memiliki aspek warna yang paling disukai daripada dua sampel lainnya.
4.5 4
4
3.5 3.05 3
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Daun Mint Kayu Manis Lemon

Gambar 5.10 Diagram batang Hasil Uji Ogranoleptik Warna Teh Lidah Buaya

Warna pada teh lidah buaya disebabkan oleh dua senyawa yaitu senyawa
fenolik dan klorofil. Senyawa fenolik akan teroksidasi secara enzimatis ketika
daun lidah buaya dipotong. Bagian sel yang terluka menyebabkan senyawa
42

fenolik bereaksi denan enzim PPO (Polyphenol Oxydase) yang kemudian


menghasilkan kuinon dan menghasilkan warna kuning hingga kecoklatan
bergantung pada jumlahnya (Pardede, 2017). Selain karena senyawa fenolik yang
teroksidasi secara enzimatis, warna kecoklatan juga disebabkan oleh klorofil lidah
buaya yang mengalami menjadi feofitin (Amanto, 2020).
Diagram juga menunjukkan bahwa sampel 122 yaitu teh lidah buaya
dengan tambahan bubuk lemon berbeda signifikan dibandingkan kedua sampel
lainnya. Bubuk lemon dibuat dengan cara menghaluskan irisan buah lemon tanpa
mengupas kulitntya sehingga kandungan pigmen karotenoid yang sangat tinggi
dalam kulit lemon dapat menyebabkan warna teh menjadi lebih kekuningan.
Nianti dkk. (2018) menyatakan bahwa pigmen karotenoid pada lapisan kedua
kulit lemon (flavedo) mencapai 60%.
Dapat dilihat bahwa sampel 122 yang diberi flavoring agent lemon
berbeda signifikan dengan dua sampel lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena
bubuk lemon yang digunakan terbuat dari irisan buah lemon tanpa menghilangkan
kulitnya. Oleh karenanya, kandungan pigmen karotenoid yang sangat tinggi dalam
kulit lemon menyebabkan warna teh menjadi lebih kuning daripada teh dengan
tambahan bahan yang lain. Sejalan dengan pendapat dari Nianti dkk. (2018) yang
menyatakan bahwa pigmen karotenoid berada pada kulit lemon tepatnya bagian
flavedo yang merupakan lapisan kedua dari kulit lemon. Kandungan karotenoid di
dalamnya mencapai 60%. Karotenoid merupakan senyawa pigmen yang
memberikan warna kuning sampai kemerahan. Secara struktural, karotenoid
merupakan senyawa polinea isoprenoid yang terbentuk dari 8 unit isoprena
(Merdekawati dkk., 2017).
Teh lidah buaya yang diberi tambahan bubuk kayu manis menadapat
tambahan senyawa antosianin yang merupakan pigmen warna merah dan dapat
larut dalam air (Manitto dalam Anjani dkk., 2015). Antosianin merupakan
senyawa alami golongan flavonoid yang dapat larut dalam pelarut polar dan
bertanggung jawab dalam memberi warna oranye, merah, ungu, biru, hingga
hitam (Du dalam Priska dkk., 2018).
Daun mint memiliki kandungan senyawa klorofil yang tinggi. Klorofil
43

merupakan pigmen pemberi warna hijau pada tanaman atau buah-buahan.


Pengeringan yang dilakukan pada daun mint sebelum menjadi bubuk dapat
menyebabkan klorofil terdegradasi menjadi feofitin sehingga dapat menghasilkan
warna kekuningan pada teh (Sucianti dkk., 2021). Terdegradasinya senyawa
klorofil dapat mempengaruhi warna teh lidah buaya yang diberi tambahan bubuk
daun mint walaupun hasil uji sensori menunjukkan bahwa warna dari teh dengan
tambahan kayu manis dan teh dengan tambahan daun mint tidak berbeda secara
signifikan.
5.2.2 Aroma
Aroma merupakan sensasi yang dirasakan ketika mencium bau yang
berasal dari senyawa volatil yang dikeluarkan oleh suatu bahan pangan atau benda
lainnya yang kemudian diterima oleh saraf sensorik dalam rongga hidung
(Widowati dkk., 2022). Diagram pada Gambar 5.11 menunjukkan bahwa rata-rata
skor uji hedonik pada masing-masing perlakuan adalah 3,45 pada sampel daun
mint; 3,65 pada sampel kayu manis; dan 2,65 pada sampel lemon. Sampel lemon
menunjukkan skor rata-rata terendah dibandingkan sampel lainnya.
4 3.65
3.45
3.5
3 2.65
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Daun Mint Kayu Manis Lemon

Gambar 5.11 Diagram batang Hasil Uji Ogranoleptik Aroma Teh Lidah Buaya

Rata-rata skor uji hedonik seluruh sampel memiliki nilai di bawah 4 yang
dapat diartikan bahwa sebagian besar panelis kurang suka dengan aroma yang
dihasilkan oleh setiap sampel teh lidah buaya. Penelitian yang dilakukan oleh
Rusanti dan Hendrawati (2018) terkait penambahan teh lidah buaya pada thai tea
menunjukkan hasil yang serupa. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma thai tea
semakin menurun seiring meningkatnya kandungan lidah buaya dalam thai tea
44

tersebut. Tensiska dkk. (2017) menyatakan bahwa lidah buaya mengandung


senyawa asam-4-keto-nanonoat yang menghasilkan bau langu. Hal tersebut
menyebabkan panelis tidak memiliki tingkat kesukaan yang cukup pada
karakteristik aroma teh lidah buaya.
Diagram di atas juga menunjukkan bahwa karateristik aroma dari teh lidah
buaya dengan penambahan bubuk lemon memiliki nilai yang lebih rendah dan
berbeda secara signifikan dibandingkan dua sampel lainnya. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Widowati dkk. (2021) yang menyatakan bahwa lemon memiliki
senyawa limonin beraroma wangi khas buah lemon. Aroma khas dari buah lemon
umumnya cenderung disukai oleh sebagian besar masyarakat. Sulistiyati dan
Aryanti (2022) juga menyatakan bahwa kandungan leminoid dalam buah lemon
dapat meningkatkan kesukaan panelis karena memiliki aroma wangi yang khas.
Skor rata-rata dari uji hedonik aroma teh lidah buaya yang diberi
tambahan bubuk kayu manis merupakan yang paling tinggi dibandingkan dua
sampel lainnya. Kayu manis merupakan salah satu bahan yang umum digunakan
sebagai bahan pemberi aroma dan citarasa dalam bahan pangan. Aroma khas kayu
manis berasal dari minyak atsiri yang terdapat di seluruh bagian tanaman kayu
manis. Kayu manis juga bersifat mudah menguap sehingga memperbanyak dan
mempercepat persebaran senyawa volatil yang membawa aroma khas kayu manis
ke udara (Rismunandar dalam Yasir dkk., 2019). Sinamaldehid merupakan
komponen senyawa volatil yang memberikan karakteristik aroma khas kayu
manis. Senyawa ini merupakan penyusun utama dari minyak atsiri kayu manis
karena kandungannya dalam kulit kayu manis mencapai 60% dari total beratnya
(Rismunandar dalam Widiyanto dkk., 2013).
Skor rata-rata uji hedonik aroma teh lidah buaya dengan penambahan
bubuk daun mint sedikit lebih kecil dibandingkan sampel dengan penambahan
kayu manis dan kedua sampel tersebut tidak berbeda secara signifikan. Daun mint
memiliki komponen aroma seperti menthone, isomenthone, menthofuran,
carvone, linalool, dan piperitone oksida (Verma dkk. dalam Sucianti dkk., 2021).
Daun mint memiliki aroma yang khas sehingga sering dimanfaatkan pada industri
pangan untuk meningkatkan karakteristik aroma dari suatu produk. Akan tetapi,
45

data pengamatan menunjukkan bahwa teh lidah buaya dengan tambahan daun
mint kurang disukai oleh sebagian besar panelis. Hal ini dapat disebabkan oleh
penyimpanan bubuk daun mint yang kurang tepat sehingga senyawa volatil
cenderung sudah berkurang banyak ketika digunakan karena mudah sekali
menguap (Hadi dalam Sucianti dkk., 2021).
5.2.5 Rasa
Rasa merupakan salah satu aspek sensori yang penting untuk menentukan
tingat kesukaan konsumen terhadap suatu produk (Maligan dkk., 2018). Diagram
pada Gambar 5.12 menunjukkan bahwa rata-rata skor rasa yang dimiliki oleh
masing-masing perlakuan adalah 2,8 pada sampel dengan tambahan daun mint;
3,00 pada sampel dengan tambahan kayu manis; dan 2,90 pada sampel dengan
tambahan lemon. Dapat dilihat bahwa selisih skor rata-rata dari masing-masing
sampel tidak berbeda jauh. Selisih skor rata-rata semua sampel hanya sebesar 0,1
– 0,2.
3
3.05
3 2.9
2.95
2.9
2.8
2.85
2.8
2.75
2.7
2.65
Daun Mint Kayu Manis Lemon

Gambar 5.12 Diagram batang Hasil Uji Ogranoleptik Rasa Teh Lidah Buaya

Skor rata-rata yang ditunjukkan pada Gambar 5.12 menunjukkan bahwa


sebagian besar panelis kurang suka terhadap karakteristik rasa dari seluruh sampel
teh lidah buaya. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik rasa yang kuat pada
lidah buaya sehingga penambahan 10 g bubuk daun mint, kayu manis, atau lemon
tidak memberikan efek signifikan. Ketiga bahan yang ditambahkan pada teh lidah
buaya juga tidak memiliki skor yang berbeda secara signifikan pada karakteristik
rasanya. Karakteristik rasa yang ada di dalam teh lidah buaya disebabkan oleh
senyawa Aloin yang terkandung di kulit lidah buaya. Aloin merupakan senyawa
46

antrakuinon yang bermanfaat di bidang farmasi namun memiliki rasa yang sangat
pahit (Tensiska dkk., 2017).
Penambahan daun mint pada bahan pangan umumnya dapat meningkatkan
citarasa dan memberikan efek minty karena kandungan mentol pada minyak atsiri
dalam daun mint (Sucianti dkk., 2021). Akan tetapi, skor rata-rata sampel teh
lidah buaya dengan penambahan bubuk mint menunjukkan bahwa panelis kurang
suka terhadap karakteristik rasanya. Daun mint memiliki kandungan berbagai
senyaw ester seperti menthyl asetat dan monoterpene yang memberikan aroma
dan flavor yang khas (Alankar dalam Anggraini dkk., 2014). Walaupun begitu,
penambahan bubuk daun mint pada teh lidah buaya tidak memberikan efek
signifikan dalam menutupi citarasa lidah buaya yang kuat.
Hal serupa juga terjadi pada teh lidah buaya yang diberi tambahan bubuk
kayu manis. Skor rata-rata uji hedonik rasa sampel tersebut juga menunjukkan
bahwa panelis kurang suka terhadap karakteristik rasanya. Kayu manis merupakan
bahan yang sering digunakan dalam berbagai produk pangan untuk memperbaiki
citarasa produk tersebut. Sinamaldehid dan eugenol merupakan dua senyawa yang
bertanggung jawab dalam memberikan citarasa khas kayu manis. Sinamaldehid
juga mampu berperan menjadi antioksidan yang dapat mencegah terjadinya
pembentukan zat oksidatif dalam tubuh (Yulianto dalam Nasir dkk., 2020).
Lemon merupakan salah satu buah yang sering digunakan dalam industri
pangan karena memiliki citarasa asam dan segar. Rasa asam khas tersebut berasal
dari asam askorbat yang merupakan precursor dari vitamin C yang sangat
bermanfaat menjadi antioksidan dalam tubuh (Wijaya dalam Pratiwi dkk., 2019).
Akan tetapi, penambahan bubuk lemon pada teh lidah buaya tidak memberikan
efek signifikan dalam meningkatkan citarasa teh tersebut. Skor rata-rata uji
hedonik rasa pada teh lidah buaya dengan penambahan bubuk lemon
menunjukkan bahwa panelis kurang suka terhadap karakteristik rasa yang dimiliki
teh tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Widowati dkk. (2022) yang
menyatakan bahwa bubuk lemon memberikan rasa pahit ketika ditambahkan pada
produk pangan. Penambahan bubuk lemon memberikan rasa pahit yang
disebabkan oleh kandungan limoninen yang terdapat pada kulit buah lemon.
47

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil magang kerja yang telah diperoleh dalam pembahasan,
maka didapatkan kesimpulan antara lain:
1. Pengembangan lidah buaya di UPT Pengembangan Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura menjadi teh lidah buaya dapat
dilakukan meskipun masih dibutuhkan pengamatan lebih lanjut untuk
menemukan flavoring agent yang dapat membantu memperbaiki cita
rasa teh lidah buaya.
2. Penambahan kayu manis, lemon, dan daun mint tidak memberikan
pengaruh yang signifikan pada karakteristik warna, aroma, dan rasa
dari teh lidah buaya.

6.2 Saran
Pengembangan komoditas lidah buaya di UPT Pengembangan Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura menjadi teh herbal dapat dilakukan tetapi
dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan jenis dan kadar flavoring
agen yang akan digunakan untuk memperbaiki warna, aroma, dan rasa dari
produk tersebut agar dapat diterima oleh konsumen.
48

DAFTAR PUSTAKA

Amanto, B.S., T.N. Aprilia, A. Nursiwi. 2020. Pengaruh Lama Blanching dan
Rumus Petikan Daun Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, serta Sensoris
Teh Daun Tin (Ficus carica). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 12(1): 1-
11.
Ammad, F., O. Moumen, A. Gasem, S. Othmane, K. Hisashi, B. Zebib, O. Merah.
2018. The potency of lemon (Citrus limon L.) essential oil to control some
fungal diseases of grapevine wood. Comptes Rendus Biologies. 341(2): 97-
101.
Anggraini, T., D. Silvy, S.D. Ismanto, dan F. Azhar. 2014. Pengaruh Penambahan
Peppermint (Mentha piperita, L.) terhadap Kualitas Teh Daun Pegagan
(Centella asiatica, L. Urban). Jurnal Litbang Industri. 4(2): 79-88.
Anjani, P.P)., S. Andianty, dan T.D. Widyaningsih. 2015. Pengaruh Penambahan
Pandan Wangi dan Kayu Manis pada Teh Herbal Kulit Salak Bagi
Penderita Diabetes. Jurnal Pangan dan Argoindustri. 3(1): 203-214.
Anshori, J. A., Muchalal, dan Sutarno. 2009. Synthesis ff Menthol from Pulegol
Catalyzed by Ni/-Al2o3. J. Chem. 9(1): 89-94.
Asiah, N., F. Septiyana, U. Saptono, L. Cempaka, dan D.A. Sari. Identifikasi Cita
Rasa Sajian Tubruk Kopi Robusta Cibulao pada Berbagai Suhu dan
Tingkat Kehalusan Penyeduhan. Barometer. 2(2): 52-56.
Barceloux, D. G. 2008. Cinnamon (Cinnamomum spesies) dalam Medical
Toxicology of Natural Substances: Foods, Fungi, Medicinal Herbs, Toxic
Plants, and Venomous Animals. New Jersey: John Wiley & Sons.
Fadlillah, H.N., L. Nuraida, dan E.H. Purnomo. 2015. Kepedulian Konsumen
terhadap Label dan Informasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Label
Kemasan Pangan di Kota Bogor. Jurnal Mutu Pangan. 2(2): 119-126.
Fatchullah, A., J. Auffadiina, G. Sarah, C. Peggy, L. Kurniasari, P. Dwi, A.
Gading, L. Gaby, M. Zakaria, M. Nabil, dan G. Setyo. Implementasi Food
Dehydrator pada Pengeringan Bunga Telang sebagai Produk Teh Umkm
49

Kampung Cendana Kelurahan Perak Barat. Jurnal Abdimas Prastika. 1(4):


350-356.
Fitriya, W. dan K. Alfionita. 2018. Kemamouan Kayu Manis sebagai Agen
Masking Off-Flavor Produk Pangan yang Diperkaya Spirulina platensis.
Jurnal Perikanan Universitas Gajah Mada. 20 (2): 95-102
Gusviputri, A., P.S Njoo Meliana, Aylianawati, dan N. Indraswati. 2013.
Pembuatan Sabun Dengan Lidah Buaya (Aloe vera) sebagai Antiseptik
Alami. Widya Teknik. 12(1): 11-21.
Hembing, W. 1999. Penyembuhan dengan Tanaman Obat. Jakarta: Alex Media.
Lamusu, D. 2018. Uji Organoleptik Jalangkote Ubi Jalar Ungu ( Ipomoea batatas
L) sebagai Upaya Diversifikasi Pangan. Jurnal Pengolahan Pangan. 3(1):
9-15.
Laoli, K.F.T. 2019. Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Peppermint (Mentha
piperita) terhadap Tingkat Kesukaan Aroma dan Rasa serta Aktivitas
Antikoksidan Permen Jelly Buah Mengkudu (Morinda citrifolia).
Lukman, E., A. Mustofa, dan Y.A. Widanti. 2019. Aktivitas Antioksidan Teh
Kulit Lidah Buaya (Aloe barbandensis Miller) - Rosela (Hibiscus
sabdariffa L) dengan Variasi Lama Pengeringan. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 3(2): 121-128.
Maligan, J.M., B.M. Amana, dan W.D.R. Putri. 2018. Analisis Prefrensi
Konsumen terhadap Karakteristik Organoleptik Produk Roti Manis di Kota
Malang. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 6(2): 86-93.
Marhaeni, L.S. 2020. Potensi Lidah Buaya (Aloe vera Linn) Sebagai Obat dan
Sumber Pangan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 13(1): 32-39.
Maulina, D. 2012. Teknik Budi daya Tanaman Rempah dan Penyegar (Daun
Mint). Banda Aceh: Universitas Syah Kuala.
Merdekawati, W., F.F. Karwur, dan A.B. Susanto. 2017. Karotenoid pada Algae:
Kajian Tentang Biosintesis, Distribusi Serta Fungsi Karotenoid. Bioma.
13(1): 23-32.
Mustika, C. 2022. Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap Aktivitas Antioksidan,
Kadar Lemak, Kadar Abu dan Nilai Energi pada Pembuatan Teh Telur
50

Instan Menggunakan Food Dehydrator. Skripsi. Padang: Universitas


Andalas.
Nasir, A., L. Sari, dan F. Hidayat. 2020. Pemanfaatan Kulit Buah Naga
(Hylocereus polyrhizus) sebagai Bahan Baku Pembuatan Teh Celup
Herbal dengan Penambahan Kayu Manis (Cinnamons lumbini L). 8(1): 1-
14.
Nianti, E. E., B. Dwiloka, dan B. E. Setiani. 2018. Pengaruh Derajat Kecerahan,
Kekenyalan, Vitamin C dan Sifat Organoleptik pada Permen Jelly Kulit
Jeruk Lemon (Citrus medica var Lemon). Jurnal Teknologi Pangan. 2(1):
64-69.
Nusa. M.I. 2019. Kinetika Pengeringan Sari Buah Mengkudu dengan Metode
Foam Mate Drying. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. 3(1):
28-36.
Pardede, E. 2017. Penanganan Reaksi Enzimatik Pencoklatan pada Buah dan
Sayur serta Produk Olahannya. VISI. 25(2): 3020-3032.
Patin, E.W., M.A. Zaini, dan Y. Sulastri. 2018. Pengaruh Variasi Suhu
Pengeringan terhadap Sifat Fisiko Kimia Teh Daun Sambiloto
(Andrographis paniculata). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 4(1): 251-
258.
Pradnyani, N.M.A., A.A.N. Antarini, dan S. Puryana. 2018. Pengaruh
Perendaman Gel Lidah Buaya (Aloe vera) terhadap Mutu Manisan Lidah
Buaya. Journal of Nutrition Science. 7(4): 171-175.
Pratiwi, F., I. Kusumaningrum, dan L. Amalia. 2019. Karakteristik Permen Keras
(Hard Candy) Wortel dan Lemon. Jurnal Agroindustri Halal. 5(2): 228-
237.
Priambodo, O. S. 2015. Enkapsulasi Minyak Lemon (Citrus lemon) Menggunakan
Penyalut β-Siklodekstri Terasetilasi. Skripsi. Semarang: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Priska, M., N. Peni, L. Carvallo, dan Y.D. Ngapa. 2018. Review: Antosianin dan
Pemanfaatannya. Cakra Kimia. 6(2): 79-97.
Rawson, N. E., C. Ho., dan S. Li. 2014. Efficacious Anti-Cancer Property of
51

Flavonoids From Citrus Peels. Food Science and Human Wellness. 3(3-4):
104-109.
Rismuanandar dan F.B. Paimin. 2001. Kayu Manis: Budi Daya dan Pengolahan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Rorong, J. A. 2013. Analisis Asan Benzoat dengan Perbedaan Preparasi pada
Kulit dan Daun Kayu Manis (Cinnamon burmanni). Chem. Prog. 6(2): 81-
85.
Rusanti, W.D. dan T.Y. Hendrawati. 2018. Pengaruh Penambahan Teh Lidah
Buaya (Aloe Tea) terhadap Sifat Fitokimia Minuman ThaiTea. Seminar
Nasional Sains Dan Teknologi 2018. Jakarta: Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
Setyaningsih, D., A. Apriyanto, dan M.P. Sari. 2014. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Argo. Bandung: PT. Penerbit IPB Press.
Sucianti, A., N.M. Yusa, dan I.M. Sugitha. 2021. Pengaruh Suhu Pengeringan
terhadap Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Teh Celup Herbal Daun
Mint (Mentha piperita L.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 10(3): 378-
388.
Sudaryat, Y., M. Kusmiyati, C.R. Pelangi, A. Rustamsyah, dan D. Rohdiana.
2015. Aktivitas Antioksidan Seduhan Sepuluh Jenis Mutu Teh Hitam
(Camellia sinesis L.). Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 18(2): 95-100.
Sulistiyati, T.D., dan N.L. Aryani. 2022. Karakteristik Organoleptik Es Krim
Rumput Laut (E. Spinosum) dengan Penambahan Sari Jeruk Lemon
(Citrus Limon) ebagai Sumber Vitamin C. Journal of The Fisheries and
Marine Research. 6(1): 115-119.
Suryati, N., E. Bahar, dan Ilmiawati. 2017. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak
Aloe vera terhadap Pertumbuhan Escherichia coli secara In Vitro. Jurnal
Kesehatan Andalas. 6(3): 518-522.
Suryono, C., L. Ningrum, dan T.R. Dewi. 2018. Uji Kesukaan dan Organoleptik
terhadap 5 Kemasan dan Produk Kepulauan Seribu Secara Deskriptif.
Jurnal Pariwisata. 5(2): 95-106.
Tensiska, D.M. Sumanti, dan V.H. Sari. 2017. Pemanfaatan Kulit Lidah Buaya
52

(Aloe vera Linn.) dan Bunga Rosela ( Hibiscus Sabdariffa Linn.) dalam
Pembuatan Minuman Herbal. Jurnal Penelitian Pangan. 2(1): 1-8.
Wahid, P. 2000. Peluang Pengembangan dan Pelestarian Lidah Buaya (Aloe
vera). Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura dan Aneka Tanaman.
Widiyanto, I., B.K. Anandito, dan L.U. Khasanah. 2013. Ekstraksi Oleoresin
Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) : Optimasi Rendemen dan
Pengujian Karakteristik Mutu. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 6(1): 7-
15.
Widowati, A. N. A., A. M. Legowo, S. Mulyani. 2022. Pengaruh Penambahan
Kulit Buah Lemon (Citrus limon (L.)) Kering terhadap Karakteristik
Organoleptik, Total Padatan Terlarut, pH, Kandungan Vitamin C dan Total
Fenol Teh Celup Daun Kelor (Moringa oleifera). Jurnal Teknologi
Pangan. 6(1): 30-39.
Yasir, M., M. Mailoa, dan P. Picauly. 2019. Karakteristik Organoleptik Teh Daun
Binahong dengan Penambahan Kayu Manis. Jurnal Teknologi Pertanian.
8(2): 53-57.
53

LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Dokumentasi Kegiatan Magang Kerja


Dokumentasi Keterangan

Uji Organoleptik Teh lidah buaya dan


Keripik Pisang

Foto Produk Teh Lidah Buaya


54
55

Lampiran 1.2 Hasil Kuesioner Uji Organoleptik


Warna Aroma
No
Panelis Kode kode kode Kode kode kode
.
544 369 122 544 369 122
Nadiyah Nur
1 3 3 3 3 4 3
Afifah
2 Fatimatul Fitriyah 2 3 4 3 3 4
Tyas Ebrilia
4 3 3 5 4 4
3 Utama
4 Andri Kurniawan 3 3 4 3 4 3
M. Ade Bahtiar
4 4 5 5 3 3
5 Rolis
Elok Trie Kusuma
3 3 5 4 5 2
6 Ningrum
7 Bella Ratna Mitta 3 2 4 2 4 2
Ma'ratus
3 2 4 2 4 2
8 Sholichah
Eka Ardiana
3 4 5 4 5 3
9 Lestari
Putri Salsa Fira
10 Wahyu Sinta 4 4 5 3 3 3
Dewi
Anjakhafi
3 3 4 4 5 3
11 Yahyalloh
Fajar Bagas
2 3 3 3 1 2
12 Mahardika
Trinata Melina
13 4 4 5 5 5 4
Fardani
14 Nazula Zahrotul F. 2 2 3 3 2 1
15 Nur Badriya 2 2 3 3 4 2
16 Ratnawati 3 3 4 4 1 2
Sindy Oktavia
4 3 4 3 4 3
17 Ruwaida
Muhimatul
3 3 4 2 5 3
18 Hanisah
Sayla Rizqi
19 2 2 3 3 4 1
Kafiya
20 Siti Mahmudah 4 4 5 5 3 3
Total 61 60 80 69 73 53
56

Rasa
No
Panelis Kode kode kode
.
544 369 122
Nadiyah Nur
1 3 3 3
Afifah
2 Fatimatul Fitriyah 2 2 3
3 Tyas Ebrilia Utama 3 4 5
4 Andri Kurniawan 2 3 3
M. Ade Bahtiar
5 3 3
5 Rolis
Elok Trie Kusuma
3 5 4
6 Ningrum
7 Bella Ratna Mitta 2 4 2
8 Ma'ratus Sholichah 2 2 2
Eka Ardiana
5 4 3
9 Lestari
Putri Salsa Fira
10 5 4 3
Wahyu Sinta Dewi
Anjakhafi
3 4 2
11 Yahyalloh
Fajar Bagas
2 1 2
12 Mahardika
Trinata Melina
13 3 2 4
Fardani
Nazula Zahrotul F.
1 2 3
14 L.
15 Nur Badriya 2 3 2
16 Ratnawati 3 1 2
Sindy Oktavia
3 3 4
17 Ruwaida
18 Muhimatul Hanisah 2 4 2
19 Sayla Rizqi Kafiya 2 3 3
20 Siti Mahmudah 3 3 3
Total 56 60 58

Anda mungkin juga menyukai