Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH BERBAGAI JENIS PUPUK KANDANG DAN


KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR (POC) TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN BUNCIS
TIPE TEGAK (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh
M. AGUNG PRABOWO

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TAMANSISWA
PALEMBANG
2020
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH BERBAGAI JENIS PUPUK KANDANG DAN


KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR (POC) TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN BUNCIS
TIPE TEGAK (Phaseolus vulgaris L.)
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH BERBAGAI JENIS PUPUK KANDANG DAN


KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR (POC) TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN BUNCIS
TIPE TEGAK (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh
M. AGUNG PRABOWO
16410042

Pada
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TAMANSISWA
PALEMBANG
2020
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH BERBAGAI JENIS PUPUK KANDANG DAN


KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR (POC) TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN BUNCIS
TIPE TEGAK (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh
M. AGUNG PRABOWO
16410042

Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian

Pembimbing I,

Drs. Suhirman, M.Si


Palembang, Oktober 2020
Fakultas Pertanian
Pembimbing II, Dekan,

Ir. Missdiani, M.Si Ir. H. Taufik Syamsuddin, M.Si


KATA PENGANTAR

Alhamdulilah Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah

subhanahu wata’ala, atas limpahan karunia, rahmat, Anugrah dan hidayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian dengan judul

“Pengaruh Berbagai Jenis Pupuk Kandang dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair

Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Buncis Tipe Tegak (Phaseolus

vulgaris L.)” sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada

Program Sarjana Fakultas Pertanian di Universitas Tamansiswa Palembang.

Penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini banyak hambatan serta

rintangan yang dihadapi namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat adanya

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun material.

Penulis pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada bapak Drs. Suhirman, M.Si selaku Wakil Dekan Fakultas

Pertanian serta Pembimbing I dan ibu Ir. Missdiani, M.Si selaku Pembimbing II

yang telah memberikan arahan, masukan dan bimbingan sehingga dapat

menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna, oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan sebagai bahan perbaikan dimasa yang akan datang.

Palembang, Oktober 2020

Penulis,

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Muhammad Agung Prabowo, dilahirkan pada

tanggal 23 Agustus 1997 di Kota Prabumulih. Penulis lahir dari pasangan suami

istri bapak Edy Asman dan ibu Wirtati merupakan anak pertama dari dua

bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2009 di SD

Negeri Sukananti Muara Kuang, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah

Pertama di Madrasah Tsanawiyah Darussalam pada tahun 2012 dan tahun 2015

menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA PGRI Sialingan.

Pada tahun 2016 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian

Universitas Tamansiswa Palembang pada Program Studi Agroteknologi Jurusan

Budidaya Sayuran.

v
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv


DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ v
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................ 4
C. Hipotesis ......................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5


A. Sistematika dan Botani Tanaman Buncis Tegak ............................. 5
B. Syarat Tumbuh ............................................................................... 8
C. Pupuk Kandang .............................................................................. 10
D. Pupuk Organik Cair Nasa ............................................................... 14

III. PELAKSANAAN PENELITIAN .................................................... 16


A. Tempat dan Waktu ......................................................................... 16
B. Alat dan Bahan ............................................................................... 16
C. Metode Penelitian ........................................................................... 16
D. Analisi Statistik .............................................................................. 17
E. Cara Kerja ...................................................................................... 19
F. Peubah Yang Diamati ..................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 23


LAMPIRAN .............................................................................................. 26

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kombinasi jenis pupuk kandang dan konsentrasi pupuk Nasa............... 17

2. Analisis Keragaman Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial ...... 17

vii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu sayuran

kelompok kacang-kacangan yang digemari masyarakat karena salah satu sumber

protein nabati dan kaya akan vitamin A, B dan C. Buncis memiliki potensi

ekonomi yang sangat baik, sebab peluang pasarnya cukup luas yaitu untuk

sasaran pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Ekspor buncis dapat berupa

polong segar, polong yang dibekukan maupun bijinya (kacang jogo), buncis

mempunyai peran yang sangat besar terhadap pendapatan petani (Rihana, 2013).

Produksi buncis di Indonesia selama kurun waktu tahun 2016-2019

mengalami peningkatan dari 275.533 ton pada tahun 2016 dan meningkat menjadi

299.311 ton pada tahun 2019, namun produksi buncis di Sumatera Selatan terus

mengalami penurunan dari 8.683 ton pada tahun 2016 dan menurun menjadi

6.955 ton pada tahun 2019 (Badan Pusat Statistik, 2020).

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi buncis adalah dengan

peningkatan kualitas lahan budidaya yang dapat dilakukan dengan memperbaiki

kualitas tanah yang semakin menurun akibat praktek-praktek budidaya melalui

pemupukan. Pemupukan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi

pertumbuhan tanaman untuk menentukan keberhasilan produksi tanaman.

Pemupukan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan unsur hara dalam

jumlah yang cukup dan seimbang dengan harapan dapat menunjang pertumbuhan

vegetatif dan generatif tanaman yang mengarah pada produksi yang tinggi dan

bermutu baik. Penggunaan pupuk organik tidak menimbulkan efek residu yang

berbahaya bagi lingkungan, disamping itu pupuk organik mempunyai fungsi yang

1
2

penting yaitu untuk menggemburkan lapisan tanah permukaan (top soil),

meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air,

yang keseluruhanya dapat meningkatkan kesuburan tanah (Sutedjo, 2008).

Umumnya pupuk yang sering digunakan adalah pupuk anorganik, akan

tetapi pemberian pupuk anorganik secara terus menerus dapat merusak tanah bila

tidak diimbangi dengan pemberian pupuk organik seperti pupuk kandang dan

pupuk organik cair. Penggunaan pupuk organik seperti kotoran ternak (pupuk

kandang) merupakan salah satu alternatif untuk mempertahankan dan

meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik merupakan hasil dari penguraian

bagian-bagian atau sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang,

pupuk hijau, kompos, bungkil, tepung tulang dan lain-lain. Pupuk organik mampu

memperbaiki struktur tanah, meningkatkan jasad renik, mempertinggi daya serap

dan daya simpan air, sehingga kesuburan tanah meningkat (Yuliarti, 2009).

Manfaat pupuk organik tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen,

asam fosfat, dan kalsium saja, tetapi juga mengandung hampir semua unsur hara

makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara

keseimbangan hara dalam tanah (Lingga, dan Marsono, 2000). Menurut Sutedjo

(2008), pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan,

yang mengandung unsur hara N, P,dan K yang tinggi.

Penambahan bahan organik seperti kotoran sapi, ayam dan kambing

merupakan upaya dalam perbaikan kualitas tanah. Bahan organik ini adalah

sumber energi bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas perombakan yang

hasil akhirnya melepas unsur hara tersedia yang dapat diserap tanaman, yang
3

sangat penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia serta biologi tanah (Sutedjo,

2002).

Pupuk organik cair Nasa yang bermanfaat untuk mempercepat

pertumbuhan tanaman, membantu mempercepat pertumbuhan buah dan yang

dapat meningkatkan hasil panen baik secara kualitas dan kuantitas. Pupuk

organik Nasa bentuk cair, cara yang paling efektif adalah dengan cara dicampur

dengan air bersih kemudian disiramkan ke tanah. POC NASA mudah diserap

oleh tanaman secara langsung. Warna dari POC NASA adalah cairan warna

coklat kehitaman seperti air teh kental. Baunya tidak begitu menyengat dan

cenderung seperti bau minuman segar (Pardoso, 2014).

Penelitian Zaevie (2014), bahwa pemberian pupuk organik cair Nasa pada

konsentrasi 6 ml L-1 air memberikan pengaruh terbaik terhadap peubah panjang

tanaman, umur berbunga, jumlah polong per tanaman, berat polong per tanaman,

panjang polong per tanaman dan produksi polong segar, pada tanaman kacang

panjang, dibandingkan pada konsentrasi 2 ml L-1 air, dan 4 ml L-1 air.

Selanjutnya hasil penelitian Latuamury (2015), bahwa pemberian pupuk

kandang kotoran ayam pada tanaman kacang hijau memberikan pengaruh terbaik

terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang produktif,

brangkasan, jumlah polong, berat 1000 butir biji dan berat biji dibandingkan

penggunaan pupuk kandang kotoran sapi dan kotoran kambing. Pupuk kandang

kotoran ayam mengandung unsur hara N, P, K, dan Ca yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pupuk kotoran hewan yang lainnya.

Berdasarkan komposisi unsur hara yang terkandung dalam pupuk kandang

dan pupuk organik cair, hal ini memerlukan kajian yang ilmiah untuk di
4

aplikasikan pada tanaman, masing-masing tanaman mempunyai respon yang

berbeda terhadap pupuk. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan

penelitian tentang pengaruh berbagai jenis pupuk kandang dan konsentrasi pupuk

organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman buncis.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis pupuk

kandang dan konsentrasi pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman buncis tipe tegak (Phaseolus vulgaris L.).

C. Hipotesis

1. Diduga jenis pupuk kandang kotoran ayam akan memberikan pengaruh

terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman buncis tipe tegak.

2. Diduga konsentrasi pupuk organik cair 6 ml L -1 air akan memberikan

pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman buncis tipe

tegak.

3. Diduga interaksi perlakuan jenis pupuk kandang kotoran ayam dan

konsentrasi pupuk organik cair 6 ml L-1 air akan memberikan pengaruh

terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman buncis tipe tegak.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematik dan Botani Tanaman Buncis Tegak

Tanaman buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayur

buah, yang memiliki batang berbentuk sukur dengan daun trifoliate berselang

seling tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah beriklim sedang selama

musim panas. Buahnya berdaging dan didalamnya terdapat biji-biji muda, yang

dikomsumsi sebagai sayur buah (Zulkarnain, 2016). Kedudukan tanaman buncis

dalam tatanama tumbuhan (taksonomi) di klasifikasikan ke dalam (Benson, 1957).

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Calyciflorae

Ordo : Rosales (Leguminales)

Famili : Leguminosae (Papilionaceae)

Sub family : Papilionoideae

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Kacang buncis termasuk tanaman semusim (annual) yang dibedakan atas

dua tipe pertumbuhan, yaitu tipe merambat dan tipe tegak. Tipe pertumbuhan

merambat tumbuh dengan ketinggian 2-3 m, sedangkan pertumbuhan tipe tegak

dapat mencapai ketinggian 20-60 cm. Botani tanaman kacang buncis sebagai

berikut :

5
6

1. Daun

Daun tanaman berbentuk bulat tonjong, ujung daun meruncing, tepi daun

rata, berbulu atau berambut halus dan memiliki tulang-tulang menyirip.

Kedudukan daun tegak agak mendatar dan bertangkai pendek. Setiap cabang

tanaman terdapat 3 daun yang kedudukannya berhadapan. Ukuran daun buncis

sangat bervariasi, tergantung pada varietasnya. Daun yang berukuran kecil

memiliki ukuran lebar 6 sampai 7,5 cm, dan panjang 7,5 sampai 9 cm, sedangkan

daun yang berukuran besar memiliki ukuran lebar 10 sampai 11 cm, dan panjang

11 sampai 13 cm (Cahyono, 2007).

2. Batang

Batang tanaman buncis tidak berkayu dan relatif tidak keras, serta

berbuku-buku. Buku-buku yang terletak dekat dengan permukaan tanah lebih

pendek dibandingkan dengan buku-buku yang berada diatasnya. Buku-buku

tersebut merupakan tempat melekatnya tangkai daun. Tinggi batang tanaman

pada tipe tegak sekitar 40 cm dari permukaan tanah (Pitojo, 2004).

3. Bunga

Bunga tanaman buncis berbentuk bulat panjang (silindris) yang

panjangnya 1,3 cm dan lebar bagian tengahnya 0,4 cm, bunga buncis berukuran

kecil, kelopak bunga berjumlah 2 buah dan pada bagian bawah atau pangkal

bunga berwarna hijau. Bunga buncis memiliki tangkai yang panjang sekitar 1 cm.

Bagian lain dari bunga buncis adalah mahkota bunga yang memiliki warna

beragam, ada yang berwarna putih, ungu muda, dan ungu tua, tergatung pada.
7

Bunga tanaman buncis tergolong menyerbuk sendiri karena penyerbukan

dilakukan ketika bunga membuka penuh (antesis) (Zulkarnain, 2016).

4. Akar

Tanaman buncis berakar tunggang dan berakar serabut. Akar tunggang

tumbuh lurus ke dalam hingga kedalaman sekitar 11 sampai 15 cm, sedangkan

akar serabut tumbuh menyebar (horizontal) dan tidak dalam. Perakaran tanaman

buncis dapat tumbuh dengan baik bila tanahnya subur dan mudah menyerap air

(porous). Perakaran tanaman buncis tidak tahan terhadap genangan air (tanah

becek). Akar tanaman merupakan bagian dari organ tubuh yang berfungsi untuk

berdirinya tanaman serta penyerapan zat hara dan air (Cahyono, 2007).

5. Buah

Buah buncis berbentuk polong dengan panjang dari 8-20 cm dan lebar 1-

11/2 cm. Polong buncis memiliki bentuk dan ukuran bervariasi bergantung pada

varietasnya. Warna polong pun beragam ada yang berwarna hijau tua, ungu, hijau

keputih-puthan, hijau terang, hijau pucat dan hijau muda. Polong buncis memilki

struktur halus, tekstur renyah, ada yang berserat dan tidak, serta ada yang bersulur

pada ujung polong dan ada yang tidak. Polong tersusun bersegmen-segmen,

jumlah biji dalam satu polong bervariasi 4-14 butir per polong bergantung

panjang buncis. Buah muda cocok untuk dimanfaatkan sebagai sayur, sedangkan

buah yang sudah tua dimanfaatkan bijinya (Pitojo, 2004).

6. Biji

Biji buncis memiliki warna yang bervariasi bergantung varietas, memiliki

rasa hambar dan akan mengeras jika umur buncis semakin tua. Biji buncis
8

berukuran lebih besar dari kacang pada umumnya dan berbentuk bulat, lonjong

dengan bagian tengah (mata biji) sedikit melengkung (cekung), berat biji buncis

berkisar antara 16-40,6 gram per 100 biji bergantung varietas. Saat biji telah

mencapai kematangan fisiologis adalah saat terbaik untuk mengambil buah untuk

dijadikan benih. Biji yang telah masak fisiologis ditandai dengan kulit polong

yang mengering dan biji mengeras (Pitojo, 2004).

B. Syarat Tumbuh

1. Tanah

Budidaya tanaman buncis sangat baik apabila dilakukan di tanah Andosol

dengan curah hujan rata-rata di atas 2.500 mm per tahun, menurut Yamaguchi

(1983), buncis dapat ditanam pada berbagai jenis tanah sepanjang tanah tersebut

memiliki pori udara yang cukup dan drainase yang baik (Zulkarnain, 2016).

Keasaman (pH) tanah yang baik, berkisar antara 5,5-6,5. pH tanah kurang dari 5,5

pertumbuhan akan terhambat karena mengalami keracunan besi, aluminium, dan

mangan. Sebaliknya, pH di atas 6,5 pertumbuhan akan mengalami gangguan

akibat tidak tersedia unsur-unsur hara esensial (Zulkarnain, 2016). Suhu optimum

tanah untuk perkecambahan biji adalah 30°C, akan tetapi, suhu 10°C, biji tidak

berkecambah sama sekali, tetapi suhu 15°C, lebih dari 90% biji berkecambah,

namun dibutuhkan waktu 16 hari untuk perkecambahan tersebut. Pada suhu 20°C,

persentase perkecambahan sangat tinggi dan dibutuhkan waktu 11 hari untuk

berkecambah. Sementara itu, pada suhu 30°C, perkecambahan biji hanya

memerlukan waktu 6 hari. Persentase perkecambahan biji sangat menurun apabila

suhu tanah naik melampaui 35°C (Yamaguchi, 1983).


9

2. Iklim

Iklim terdiri dari beberapa unsur yang dapat mempengaruh pertumbuhan

tanaman buncis. Unsur-unsur tersebut seperti curah hujan, suhu, cahaya, dan

kelembapan udara.

a. Curah Hujan

Tanaman buncis dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah

hujan 1.500 - 2.500 mm per tahun. Tanaman ini paling baik ditanam pada akhir

musim kemarau (menjelang musim hujan) atau akhir musim hujan (menjelang

musim kemarau). Pada saat peralihan, air hujan tidak begitu banyak sehingga

sangat cocok untuk fase pertumbuhan awal tanaman buncis, fase pengisian, dan

pemasakan polong. Pada fase tersebut dikhawatirkan terjadi serangan penyakit

bercak bila curah hujan terlalu tinggi (Setianingsih dan Khaerodin, 1991).

b. Suhu

Suhu udara yang paling baik untuk pertumbuhan buncis adalah 20 - 25°C.

Pada suhu kurang dari 20 °C tanaman tidak dapat melakukan proses fotosintesis

dengan baik, akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan jumlah

polong yang dihasilkan akan sedikit. Sebaliknya, pada suhu udara yang lebih

tinggi dari 25°C banyak polong yang hampa, hal ini terjadi karena proses

pernapasan (respirasi) lebih besar dari pada proses fotosintesis pada suhu tinggi

(Setianingsih dan Khaerodin, 1991).

c. Cahaya

Cahaya matahari diperlukan oleh tanaman untuk proses fotosintesis.

Umumnya tanaman buncis membutuhkan cahaya matahari yang besar atau sekitar
10

400 - 800 footcandles, oleh karena itu, tanaman buncis termasuk tanaman yang

tidak membutuhkan naungan (Setianingsih dan Khaerodin, 1991).

d. Kelembapan Udara

` Kelembapan udara yang diperlukan tanaman buncis sekitar 50 - 60 %

(sedang). Kelembapan ini agak sulit diukur, tetapi dapat diperkirakan dari lebat

dan rimbunnya tanaman. Kelembapan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi

terhadap tingginya serangan hama dan penyakit. Beberapa jenis aphids (kutu)

dapat berkembang biak dengan cepat pada kelembapan 70-80% (Setianingsih dan

Khaerodin, 1991).

C. Pupuk Kandang

Salah satu faktor penting dalam budidaya yang menunjang keberhasilan

produksi tanaman adalah masalah pemupukan. Masalah umum dalam pemupukan

adalah rendahnya efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman (Suwandi, 2009).

Lingga dan Marsono (2007), menyatakan bahwa tanaman tidak cukup hanya

mengandalkan unsur hara dari dalam tanah saja, oleh karena itu tanaman perlu

diberi unsur hara tambahan dari luar, yaitu berupa pupuk. Upaya peningkatan

efisiensi penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip tepat jenis, tepat

dosis, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang sesuai kebutuhan tanaman.

Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada pupuk

anorganik. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk

kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut

kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan

limbah kota (sampah). Pupuk organik berperan cukup besar dalam memperbaiki

sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta lingkungan. Pupuk organik memiliki
11

fungsi kimia yang penting seperti penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor,

kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur) dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt,

mangan, dan besi, meskipun jumlahnya relative (Suriadikarta et al, 2006).

Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh organisme menjadi

humus atau bahan organik tanah. Bahan organik berfungsi sebagai pengikat

butiran primer tanah menjadi butiran sekunder dalam bentuk agregat yang mantap.

Meskipun mengandung unsur hara yang rendah, bahan organik penting dalam

meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, serta dapat bereaksi dengan ion

logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni

tanaman atau menghambat penyediaan hara A1, Fe, dan Mn dapat dikurangi.

Penggunaan pupuk organik dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena

bahan–bahan organik tersebut tidak dibuang sembarangan yang dapat mengotori

lingkungan terutama pada perairan umum. Penggunaan bahan organik sebagai

pupuk merupakan upaya penciptaan sumber daya alam yang terbarukan. Bahan

organik juga dapat mengurangi unsur hara yang bersifat racun bagi tanaman serta

dapat digunakan untuk mereklamasi lahan bekas tambang dan lahan yang

tercemar (Diah et al., 2006).

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan

pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai

kandungan bahan organik tanah yang rendah (<2%), oleh karena itu penggunaan

bahan organik untuk memperbaiki produktivitas lahan perlu digalakkan. Pupuk

organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas

maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan

kualitas lahan secara berkelanjutan (Sutanto, 2002). Penggunaan pupuk organik


12

dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat

mencegah degradasi lahan.

1. Pupuk Kandang Kotoran Sapi

Pupuk kandang kotoran sapi adalah limbah peternakan yang merupakan

buangan dari usaha peternakan sapi yang bersifat padat dan dalam proses

pembuangannya sering bercampur dengan urin dan gas seperti metana dan

amoniak. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang kotoran sapi bervariasi

tergantung pada keadaan tingkat produksinya, macam, jumlah makanan yang

dimakannya, serta individu ternak sendiri (Abdulgani, 1988).

Komposisi unsur hara pada pupuk kandang sapi padat terdiri campuran

0,40% N, 0,20% P2o5 dan 0,10 k2o. Pupuk kandang yang sudah siap digunakan

yaitu apabila tidak terjadi lagi penguraian oleh mikroba (Lingga, 1994). Menurut

Novizan (2005), ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik atau

kimiawi. Ciri fisiknya yaitu berwarna coklat kehitaman, cukup kering, tidak

menggumpal dan tidak berbau. Ciri kimiawinya adalah C/N ratio kecil ( bahan

pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil.

2. Pupuk Kandang Kotoran Kambing

Limbah ternak berpotensi sebagai sumber pupuk organik terutama pada

kambing. Kotoran kambing memiliki struktur yang khas, yaitu berbentuk butiran-

butiran, sehingga sedikit sulit untuk memecah fisiknya kecuali jika sudah

melewati proses pengeringan dan penggilingan. Pupuk kandang kambing

mengandung bahan organik yang dapat menyediakan zat hara bagi tanaman

melalui proses penguraian. Proses ini terjadi secara bertahap dengan melepaskan
13

bahan organik yang sederhana untuk pertumbuhan tanaman. Feses kambing

mengandung bahan kering dan nitrogen berturut – turut 40 –50% dan 1,2 – 2,1%.

Kandungan tersebut bergantung pada bahan penyusun ransum, tingkat kelarutan

nitrogen pakan, nilai biologis ransum dan kemampuan ternak untuk mencerna

ransum. Produksi urin kambing dan domba mencapai 0,6 – 2,5 liter/hari dengan

kandungan nitrogen 0,51 – 0,71%. Variasi kandungan nitrogen tersebut

bergantung pada pakan yang dikonsumsi, tingkat kelarutan protein kasar pakan,

serta kemampuan ternak untuk memanfaatkan nitrogen asal pakan. (Litbang,

2014). Kotoran kambing terdiri dari 67% bahan padat (faeces) dan 33% bahan

cair (urine), komposisi unsur haranya yaitu 0,95% N, 0,35 P205, 100% K20

(Sutedjo, 1995).

3. Pupuk Kandang Kotoran Ayam

Pupuk kandang ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak

dicerna. Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan senyawa

organik lainnya. Protein pada pupuk kandang ayam merupakan sumber nitrogen

selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam

sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayam, dan

makanan (Foot et al., 1976).

Dalam pemeliharaan ayam pedaging maupun ayam petelur (unggas) akan

menghasilkan limbah yang mempunyai nilai nutrisi yang cukup tinggi. Jumlah

kotoran ayam/limbah yang dikeluarkan setiap harinya banyak, rata-rata per ekor

ayam 0,15 kg (Charles dan Hariono, 1991). Fontenot et al. (1983) melaporkan

bahwa rata- rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06

kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26%, sedangkan dari


14

pemeliharaan ayan pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0,1 kg/hari/ekor

dan kandungan bahan keringnya 25%.

Pakan yang diberikan pada ayam pedaging biasanya dengan kualitas atau

kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 28-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%,

kalsium (Ca) 1%, phosfor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal, dengan melihat

pakan yang demikian bagus maka kita dapat menyimpulkan limbah yang

dihasilkan masih mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, apalagi sistem pencernaan

unggas lambung tunggal dan proses penyerapan berjalan sangat cepat sehingga

tidak sempurna masih banyak kandungan nutrisi yang belum terserap dan di

buang bersama dengan feses. Dalam pemeliharaan ayam kita juga masih banyak

melihat pakan yang tercecer jatuh kedalam feses sekitar 5-15% dari pakan yang

diberikan, atau pun telur yang pecah dalam kandang, hal ini akan meningkatkan

nilai nutrisi yang ada dalam feses. Menurut Haesono (2009), kandungan kotoran

ayam adalah sebagai berikut: 2,79 % N, 0,52 % P 2O5, 2,29 % K2O. Maka dalam

1000 kg (1 ton) kompos akan setara dengan 62 kg urea, 14,44 kg SP 36, dan 38,17

kg MOP.

D. Pupuk Organik Cair Nasa

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,

seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat

berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia,

dan biologi tanah. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau,

pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan

sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian,

dan limbah kota (sampah) (Jedeng, 2011).


15

Manfaat pupuk organik antara lain adalah meningkatkan lapisan olah

tanah, meningkatkan populasi jasak renik atau mikroorganisme tanah,

meningkatkan daya serap akar dan daya serap tanah terhadap air, memperbaiki

perembesan air, serta pertukaran udara dalam tanah, meningkatkan produksi

tanaman semaksimal mungkin, menstabilkan pH tanah, meningkatkan kapasitas

tukar kation, kapasitas buffer dan daya pegang air, menyuburkan dan

menggemburkan tanah, mempercepat proses penguraian bahan-bahan organik,

merangsang pertumbuhan akar dan pembentukkan sistem perakaran yang baik,

sehingga dapat mengambil unsur hara yang banyak dan menjadikan tanaman sehat

dan kuat. Memperbesar persentase pembentukkan bunga menjadi buah dan biji

(Nurmala, 1998).

Keunggulan pupuk organik adalah meningkatkan kandungan air dan dapat

menahan air untuk kondisi berpasir, meningkatkan daya tahan terhadap

pengikisan, meningkatkan pertukaran udara, jumlah pori-pori dan sifat peresapan

air untuk kondisi tanah liat, menurunkan tingkat kekerasan lapisan permukaan

tanah, mengandung unsur hara makro mikro yang lengkap, aman dan ramah

lingkungan, efektif dan ekonomis (murah/mudah didapat), menghilangkan

tertinggalnya kimia, aplikasi yang mudah bisa diaplikasikan sebelum atau sesudah

masa tanam (Setiawan, 2009). Kandungan pupuk organik cair Nasa mengandung

0,12% N, 0,03% P, 0,32 K, 12,89 ppm Fe, 2,46 ppm Mn, <0,03 ppm Cu, 4,71

ppm Zn, 60,40 ppm Ca, 0,21% S, 16,88 ppm Mg, 0,29% Cl, 0,15% Na, 60,84

ppm B, 0,01% Si, <0,05% Co, 6,38 ppm Al, 0,11 ppm Se, <0,2 ppm As dan

0,86% C organik.
III. PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini di rencanakan akan dilaksanakan di Kebun Percobaan

Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa Kecamatan Kalidoni Kota Palembang

Provinsi Sumatera Selatan, waktu pelaksanaan mulai pada bulan Oktober 2020

sampai dengan Januari 2021.

B. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih buncis Varietas

ballista 2, pupuk kandang kotoran ayam, pupuk kandang kotoran sapi, pupuk

kandang kotoran kambing, dolomit, pestisida, pupuk NPK mutiara, dan pupuk

organik cair Nasa.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, parang, tugal,

ember, timbangan analitik, gunting, mistar, meteran, gembor.

C. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial

yang terdiri dari dua faktor perlakuan dengan 12 kombinasi dan 3 kali ulangan,

sehingga terdapat 36 petakan.

1. Perlakuan jenis pupuk kandang (K) yang terdiri dari:

K1 : pupuk kandang kotoran sapi

K2 : pupuk kandang kotoran ayam

K3 : pupuk kandang kotoran kambing

16
17

2. Perlakuan konsentrasi pemberian POC Nasa (N) yang terdiri dari :

N0 : 0 ml L-1 air

-1
N1 : 4 ml L air

-1
N2 : 6 ml L air

-1
N3 : 8 ml L air

Tabel 1. Kombinasi jenis pupuk kandang dan konsentrasi pupuk Nasa.


Jenis Pupuk Konsentrasi POC
kandang N0 N1 N2 N3
K1 K1N0 K1N1 K1N2 K1N3
K2 K2N0 K2N1 K2N2 K2N3
K3 K3N0 K3N1 K3N2 K3N3

D. Analisi Statistik

Data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah dengan

menggunakan analisis keragaman seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis keragaman Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Tengah F-Hitung F-Tabel
Keragaman Bebas Kuadrat 5% 1%
Kelompok (r) r-1 JKr JKr/r-1 KTr/KTG
Perlakuan (p) p-1 JKp JKp/p-1 KTp/KTG
Pupuk kandang (K) K-1 JKK JKB/K-1 KTK/KTG
POC (N) N-1 JKN JKP/N-1 KTN/KTG
Interaksi(KN) (K-1) (N-1) JKKN JKBP/(K-1) (N-1) KTKN/KTG
Galat(G) (r-1) (KN-1) JKG JKG/(K-1) (N-1)
Total r p-1 JKT
Sumber : Gomes dan Gomes. 1984

Uji analisis keragaman dihitung dengan cara membandingkan nilai F

hitung dengan F tabel, jika nilai hitung lebih besar dari F tabel pada taraf

uji 5% dan lebih kecil pada taraf 1% maka perlakuan berbeda nyata

terhadap peubah yang diamati (diberi tanda *) dan bila F hitung lebih

besar dari F tabel pada taraf uji 1% maka perlakuan dikatakan berbeda
18

sangat nyata terhadap peubah yang diamati (diberi tanda **) dan bila F

hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf uji 5% maka perlakuan berbeda

tidak nyata (diberi tanda tn) terhadap peubah yang diamati.

Apabila data hasil analisis keragaman menunjukkan hasil berbeda

nyata dan sangat nyata maka perlu mengetahui perbedaan antar perlakuan

dilakukan pengujian lanjut dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur

(BNJ). Rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut:

KTG
BNJ Jenis Pupuk Kandang : Qα (t , db galat)
√rxk
KTG
BNJ Konsentrasi POC Nasa : Qα (t, db galat)
√ rxn
KTG
BNJ interaksi : Qα (t, db galat)
√ r
Keterangan :

T = Jumlah perlakuan

Db galat = Derajat bebas galat

KT galat = Kuadrat tengah galat

K = Jenis Pupuk Kandang

N = Konsentrasi POC Nasa

Ketelitian dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat dari nilai koefisien

keragaman (KK) yang dihitung dengan menggunakan rumus :

KK =
√ KTG x 100%
Ȳ

Keterangan :

KK = Koefisien Keragaman

KTG = Kuadrat tengah galat

Ȳ = Nilai rata-rata
19

E. Cara Kerja

1. Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan dibersihkan dari rumput-rumput dan ranting

yang ada di lahan, tanah dicangkul agar menjadi gembur dengan

kedalaman lebih kurang 30 cm. Selanjutnya dibuat petakan sebanyak 36

petakan dengan ukuran 120 cm x 120 cm serta jarak antara petakan 50

cm. Kemudian masing-masing petakan dicampur dolomit dengan dosis

1,44 kg/petak, jenis pupuk kandang di berikan sesuai perlakuan sebanyak

2,16 kg/petak.

2. Penanaman

Benih kacang buncis ditanam dengan cara ditugal, benih di tanam 2

benih per lubang tanam kemudian ditutup tanah dan disiram air

secukupnya. Benih ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 40 cm.

3. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk POC Nasa sesuai

perlakuan dengan cara melarutkan pupuk ke dalam air sesuai perlakuan

-1 -1 -1
konsentrasi yang telah ditentukan yaitu 4 ml L air, 6 ml L air dan 8 ml L air.

Pupuk di aplikasikan dengan cara disiram pada tanah dengan jarak 4 cm dari

tanaman dan waktu pemupukan diaplikasikan pada saat tanaman berumur 2 mst

dan 3 mst. Pemberian pupuk anjuran NPK mutiara dilakukan dua kali pada umur

17 hst dan pada pembungaan sebanyak 2,4 gr/tanaman dengan cara ditaburkan di

sekeliling tanaman.
20

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman buncis meliputi penyiraman, penyulaman,

penjarangan, penyiangan gulma, pembumbunan, serta pemberantasan hama dan

penyakit. Penyiraman dilakukan setiap 1-2 kali sehari, kecuali bila turun hujan

tidak dilakukan penyiraman. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau

tidak tumbuh selama 4-7 hari setelah tanam dengan cara menanam kembali benih

buncis. Penjarangan tanaman dilakukan setelah tanaman berumur satu minggu

setelah tanam dengan meninggalkan satu tanaman terbaik pada setiap lubang.

Penyiangan gulma dilakukan sesuai kondisi di lahan penelitian. Pembumbunan

dilakukan bersamaan dengan waktu penyiangan gulma. Pencegahan hama dan

penyakit dilakukan jika ada hama atau penyakit yang menyerang tanaman buncis.

5. Pemanenan

Pemanenan tanaman buncis 60 hari setelah tanam. Kriteria panen

buncis yang siap dipanen adalah polong masih muda dan bijinya belum

menonjol ke permukaan polong. Pemanenan dilakukan dengan cara

memetik atau memotong tangkai polong dengan menggunakan gunting.

Pelaksanaan panen dapat dilakukan secara bertahap setiap 3 hari sekali

sampai tanaman tidak berproduksi kembali.

F. Peubah yang Diamati

1. Tinggi Tanaman (cm)


21

Pengamatan tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai titik

tumbuh tanaman. Pengamatan dilakukan pada saat panen terakhir.

2. Jumlah Cabang (cabang)

Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung total

keseluruhan cabang pada masing-masing tanaman. pengamatan dilakukan

pada saat panen terakhir.

3. Umur Berbunga (hst)

Pengamatan umur berbunga dilakukan apabila 75% populasi tanaman per

petak telah mengeluarkan bunga mekar.

4. Jumlah Polong per Tanaman (polong)

Pengamatan jumlah polong dihitung total keseluruhan polong pada

masing-masing tanaman. Pengamatan dilakukan pada saat panen pertama sampai

panen terakhir (akhir penelitian).

5. Panjang Polong (cm)

Pengamatan panjang polong dilakukan dengan cara mengukur

panjang polong dari pangkal polong sampai ujung polong. Pengamatan

dilakukan pada saat panen pertama sampai panen terakhir (akhir

penelitian).

6. Berat Polong Segar Per Tanaman (g)


22

Pengamatan berat polong per tanaman di lakukan dengan cara menimbang

berat segar per tanaman. Pengamatan di lakukan pada saat panen pertama sampai

panen terakhir (akhir penelitian).

7. Berat Polong Segar Per Petak (g)

Pengamatan berat polong segar per petak dilakukan dengan cara

menimbang berat polong segar per petak. Pengamatan dilakukan pada saat panen

pertama sampai panen terakhir (akhir penelitian).

8. Produksi Polong Segar Per Hektar (ton)

Pengamatan produksi polong per hektar dilakukan dengan cara

menimbang keseluruhan berat polong segar perpetak, selanjutnya berat polong di

koversikan ke satuan ton.


DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, I. K., 1988. Seluk Beluk Kotoran Sapi Serta Manfaat Praktisnya.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Aryulina, D. Muslim,C. Manaf S. Wmami,E,D. 2006. Biologi 1 untuk SMA dan


MA untuk. Kelas X. Jakarta: Esis.

Badan Pusat Statistik. 2020. Produksi Tanaman Hortikultura. (Online:


https//:www.bps.go.id. di akses 17 September 2020).

Benson, L. 1957. Plant Classification. D.C. Boston : Health and Company.

Cahyono, B. 2007. Kacang Buncis : Teknik Budidaya dan Analis Usaha Tani.
Kanisius Yogyakarta. 129 pp.

Charles, R. T. & B. Hariono. 1991. Pencemaran Lingkungan oleh Limbah


Peternakan dan Pengelolaannya. Bull. FKG-UGM.X(2): 71-75.

Foot, A.S.,S.Banes, Ja.C.G. Oge, J.C. Howkins, V.C. Nielsen, And Jr.O.
Callaghan. (1976). Studies on Farm Livestock Waste. I” ed. Agriculture
Research Council, England.

Fontenot, J. P., W. Smith, & A. L. Sutton. 1983. Altenatif utilization of animal


waste, J. Anim. Sci. 57: 221-223.

Gomes, K.A dan A.A. Gomes. 1984. Statitical Procedur For Agricultural
Research. Second Edition. John Wiley and Sons. New York.

Haesono. 2009. Terobosan Teknologi Pemupukan Dalam Era Pertanian Organik.


Kanisius. Yoyakarta.

Jedeng, I. W. 2011. Pengaruh Jenis dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Var.
Lokal Ungu. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar. Bali.

Latuamury, N. 2015. Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan


dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). [skripsi].
Program Studi Agroteknologi Universitas Nani Bili Nusantara. Sorong.

Lingga, P. 1994. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta. Penebar Swadaya.

Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.


Jakarta.

23
24

Lingga dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya,


Jakarta.

Litbang. 2014. Kotoran Kambing-Domba pun Bisa Bernilai Ekonomis.


http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/wr255039.pdf. Diakses
tanggal 2 Juni 2017.

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif Cekatan Pertama. Jakarta:


Agromedia Pustaka.

Nurmala, T. 1998. Serelia Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta. Jakarta.

Pardoso. 2014. POC NASA. PT. Natural Nusantar. Indonesia.

Pitojo, S., (2004), Benih Buncis, Kanisuis, Yogyakarta.

Rihana, S. 2013. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
Pada Berbagai Dosis Pupuk Kotoran Kambing dan Konsentrasi Zat
Pengatur Tumbuh Dekamon. Jurnal Produksi Tanaman. Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang 1(4):367-376.

Setianingsih T dan Khaerodin, 1991. Pembudidayaan Buncis, Tipe Tegak dan


Merambat. Penerbar Swadaya, Jakarta.

Sutedjo, M. M., 1995, Pupuk dan Cara Pemupukan, Rineka Cipta, Jakarta

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pengunaan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sutedjo, M. M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan


Berkelanjutan. Yogyakarta : Kanisius.

Suriadikarta, Didi Ardi., Simanungkalit, R.D.M. (2006). Pupuk Organik dan


Pupuk Hayati. Jawa Barat : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal 2. ISBN 978-979- 9474-57-5.

Suwandi, 2009. Menakar Kebutuhan Hara Tanaman Dalam Pengembangan


Inovasi Budidaya Sayuran berkelanjutan. Jurnal Pengembangan Inovasi
Pertanian 2 (2): 131-147

Yamaguchi, M. (1983) World Vegetables: Principles, Production and Nutritive


values. Molecular Nutrition, 28, 1028.

Yuliarti, N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Lyli Publiser.


Yogyakarta..
25

Zaevie, B., M. Napitupulu dan P. Astuti. 2014. Respon Tanaman Kacang Panjang
(Vigna sinensis L.) Terhadap Pemberian Pupuk NPK Pelangi dan Pupuk
Organik Cair Nasa. Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas 17
Agustus 1945 Samarinda. Jurnal AGRIFOR Volume 13(1):19-32.

Zulkarnain, H. 2016. Budidaya Sayuran Tropis. Bumi Aksara. Jakarta. 219 hal.
26

Lampiran 1. Denah Petak Percobaan

I II III

K1 N1 K3 N1 K2 N2

K3 N3 K1 N3 K1 N2

K2 N3 K2 N2 K1 N3

K1 N0 K3 N0 K3 N2

K2 N2 K1 N1 K2 N1

K3 N1 K3 N3 K1 N0

K3 N0 K3 N2 K3 N0

K1 N3 K2 N3 K3 N1

K2 N1 K2 N0 K2 N0

K1 N2 K1 N2 K3 N3

K2 N0 K1 N0 K1 N1

K3 N2 K2 N1 K2 N3

Keterangan
K1 - K3 = Jenis Pupuk Kandang
N0 - N3 = Konsentrasi POC Nasa
I – III = Ulangan

Anda mungkin juga menyukai