Anda di halaman 1dari 10

Meliana Yumna

175080107111012

PRODUKTIVITAS PERAIRAN
Produktivitas perairan merupakan laju penambatan atau penyimpanan energi (cahaya
matahari) oleh komunitas autotrof di dalam sebuah ekosistem perairan. Produktivitas itu sendiri
terdiri dari produktivitas primer (produsen) dan produktivitas skunder (konsumen: zoo plankton,
ikan, benthos, dll) (Asriana & Yuliana, 2012). Produktivitas primer adalah jumlah bahan organik
yang dihasilkan oleh organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu merombak bahan anorganik
menjadi bahan organik yang langsung dapat dimanfaatkan oleh organisme itu sendiri maupun
organisme lain dengan bantuan energi matahari maupun melalui mekanisme kemosintesis. Dalam
konsep produktivtas, dikenal istilah produktivitas primer kotor (gross primary productivity) dan
produktivitas primer bersih (net primary productivity). Produktivitas primer kotor merupakan laju
total fotosintesis, termasuk bahan organik yang dimanfaatkan untuk respirasi selama jangka waktu
tertentu disebut juga produksi total atau asimilasi total. Produktivitas bersih merupakan laju
penyimpanan bahan organik di dalam jaringan setelah dikurangi untuk pemanfaatan untuk respirasi
selama jangka waktu tertentu (Nyabakken, 1992).
Produktivitas primer perairan memiliki peran penting dalam siklus karbon dan rantai
makanan serta perannya sebagai pemasok kandungan oksigen terlarut di perairan. Pengukuran
produktivitas primer merupakan satu syarat dasar untuk mempelajari struktur dan fungsi ekosistem
perairan. Produktivitas primer bersih merupakan kunci pengukuran kesehatan lingkungan dan
pengelolaan sumberdaya laut. Tingkat produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran
bahwa, suatu perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan, termasuk pasokan
oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Dengan tersedianya biomassa tumbuhan dan
oksigen yang cukup dapat mendukung perkembangan ekosistem perairan. Produktivitas perairan
yang terlalu tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi, sedangkan yang terlalu rendah
dapat memberikan indikasi bahwa perairan tidak produktif. Dengan kata lain produktivitas perairan
juga dapat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya perairan dan pemantaun kualitas perairan.
Dalam kaitannya dengan produksi (stok) ikan maupun budidaya penting untung mempelajari
produktivitas perairan. (Tamire & Mengistou, 2014)
Pada ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer perairan dilakukan oleh
fitoplankton dan sebagian kecil oleh tumbuhan air/makro algae. Kondisi lingkungan dan distribusi
biomassa organisme autotrof (makro maupun mikro algae) mempengaruhi produktivitas primer
perairan. Pada daerah estuari dan daerah tropis (termasuk ekosistem mangrove), memiliki tingkat
produktivitas yang lebih tinggi dibanding ekosistem perairan lainnya. Hal ini karena ketersediaan
nutrien yang tinggi dan cahaya yang cukup sepanjang tahun di daerah estuari. Dengan demikian
organisme autotrof dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Distribusi biomassa organisme
autotrof juga dapat terjadi secara temporal dan spatial. Distribusi temporal sangat dipengaruhi siklus
matahari tahunan dan harian, misalnya alga motil yang melakukan migrasi vertikal harian. Distribusi
temporal juga disebabkan siklus reproduksi, seperti peningkatan jumlah beberapa jenis fitoplankton
pada bulan-bulan tertentu.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PRIMER PERAIRAN

1. Penetrasi cahaya
Kebutuhan cahaya merupakan suatu batas fundamental distribusi seluruh organisme
fotosintesis. Untuk hidup, organisme ini harus berada pada daerah lapisan permukaan (zona fotis)
sehingga energi matahari diperoleh lebih banyak untuk berfotosintesis (Wetzel, 2001). Kedalaman
zona fotik ditentukan oleh kapasitas cahaya matahari menembus air, hal ini dipengaruhi kondisi yang
beragam yaitu penyerapan cahaya di atmosfer, sudut datangnya sinar dan transparansi air.
Peningkatan jumlah energi di permukaan air bergantung pada kondisi atmosfer seperti debu, awan,
waktu dan gas-gas yang mengabsorbsi, memantulkan, dan meneruskan (transmisi) radiasi matahari
yang datang, absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang, lintang geografi, dan musim. Cahaya
matahari merupakan gabungan cahaya dengan panjang gelombang dan spektrum warna yang
berbeda-beda serta daya tembus setiap spektrum warna berbeda-beda. Spektrum warna cahaya yang
memiliki panjang gelombang pendek memiliki daya tembus yang lebih besar dibanding dengan
gelombang panjang. Wetzel (2001) dan Kirk (2011) menjelaskan bahwa cahaya matahari yang
memasuki suatu medium
optik seperti air intensitasnya akan berkurang atau mengalami peredupan (extinction
attenuation) seiring dengan bertambahnya kedalaman di perairan. Besarnya tingkat peredupan ini
bergantung pada materi yang terdapat pada suatu perairan. Pada kolom air yang meiliki tingakat
kekeruhan yang tinggi, maka tingkat peredupannya juga kan tinggi. Tingkat perdupan ini disebabkan
oleh materi tersuspensi, terlarut, dan partikel-partikel yanga ada di kolom air termasuk plankton. Hal
yang pertama pada proses fotosintesis adalah mengabrsorpsi cahaya. Tidak semua radiasi
elektromagnetik yang yang jatuh pada tanaman berfotosintesis dapat diserap, akan tetapi hanya
cahaya tampak (visible light) yang memiliki panjang gelombang yang berkisar antara 400 sampai
700 nm
Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan peningkatan intensitas cahaya sampai pada nilai
optimum tertentu (cahaya saturasi). Di atas nilai tersebut, cahaya merupakan penghambat bagi
fotosintesis (cahaya inhibisi), sedangkan di bawahnya cahaya merupakan pembatas sampai suatu
kedalaman di mana fotosintesis sama dengan respirasi. Oleh karena itu laju fotosintesis ini sangat
berhubungan dengan laju produktivitas primer di perairan, dimana laju fotosintesis yang
hubungannya dengan cahaya sama dengan hubungan cahaya dengan produktivitas primer di perairan.

Gambar 1. Kemampuan fitoplankton dalam menyerap cahaya di perairan (sumber: Kirk, 2011)

Gambar 1). Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi cahaya produktivitas perairan
semakin tinggi sampai pada batas tertentu, akan menurusn seiring dengan menurunnya intensitas
cahaya matahari.

2. Nutrien
Pada ekosistem perairan alami, siklus produksi dimulai oleh produser yang mampu mensintesa
bahan organik yang berasal dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis (beberapa jenis bakteri
melakukan kemosintesis) dengan bantuan cahaya matahari. Menurut Odum (1996) membagi nutrien
yang dibutuhkan oleh tumbuhan menjadi makro nutrien (terdiri dari unsur: O, C, N, P, S, K, Mg, dan
Ca) dan mikro nutrien (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Si, Mo,Cl, Co, dan Na). Nutrien yang paling berpengaruh
besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan plankton adalah nitrogen (dalam bentuk NO 3) dan
fosfor (dalam bentuk PO4). Kedua unsur ini sangat penting yang merupakan faktor pembatas bagi
produktivitas plankton di perairan. Selain nitrogen dan fosfor unsur yang penting terhadap
perkembangan organisme autotrof terutama plankton jenis algae diatom adalah silika untuk
membentuk frustule dan spikule, dimana nutrien yang tinggi dengan alkalinitas yang rendah menjadi
faktor pembatas produktivitas primer di perairan. Ketersediaan nutrien di perairan merupakan faktor
pembatas bagi pertumbuhan organisme autotrof. Dengan demikian efisiensi daur nutrisi dalam
ekosistem peraairan akan menjadi sangat penting untuk memelihara produktivitas primer (Kirk,
2011). Oleh karena itu, besarnya produktivitas primer suatu perairan dapat mengindikasikan
besarnya ketersediaan nutrien terlarut di perairan tersebut. Keberadaan nutrien di perairan sangat di
pengaruhi oleh aktivitas menusia di daratan, gerakan massa air (terutama di perairan laut), maupun
aktivitas pembusukan bahan-baahan organik. Adanya penyebaran nutrien dan organisme autotrof
(fitoplankton) di perairan yang berbeda-beda sangat mempengaruhi produktivitas primer di perairan.
Perairan yang kaya nutrien dan biota autotrof akan memiliki produktivitas primer yang tinggi. Oleh
karena itu perairan estauri memiliki produktivitas yang tinggi jika dibanding dengan perairan laut
lepas dan perairan perairan tawar karena menjadikan daerah sebagai trap nutrien. Aliran air tawar
dan air laut yang terus menerus membawa mineral, bahan organik, serta sedimen dari hulu sungai ke
laut dan sebaliknya dari laut ke muara. Unsur hara ini mempengaruhi produktivitas wilayah perairan
muara.

3. Klorofil
Konsentrasi klorofil-a merupakan indikator utama untuk mengestimasi produktivitas primer dan
merupakan variabel penting dalam proses fotosintesis (Nybakken, 1992). Klorofil–a fitoplanton
adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peranan penting didalam proses
berlangsungnya fotosintesis diperairan semua sel berfotosintesis mengandung satu atau beberapa
pigmen klorofi l ( hijau coklat, merah atau lembayung) (Wetzel, 2001; Kirk, 2011).
Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan biomassa organisme
autotrof yang tentunya berkaitan dengan kondisi suatu perairan. Parameter fisik-kimia yang
mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat,
fosfat dan silikat). Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab
bervariasinya produktivitas primer. Selain itu “grazing” juga memiliki peran besar dalam mengontrol
konsentrasi klorofil-a di laut. Menurut Wetzel (2001), menjelaskan bahwa keberadaan klorofil di
perairan danau sangat di tentukan oleh adanya kandungan fosfat di danau tersebut (Gambar 2). Hal
inilah yang menyebabkan fosfat merupakan faktor utama yang menyebakan ledakan populasi
fitoplankton di danau

Gambar 2. Hubungan klorofil dengan total fosfat di periaran tawar (Wetzel, 2001).

Pada umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya
masukan nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung
rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan
konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut
disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah
nutrien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling. Sebaran klorofil-a di dalam
kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien. Kandungan klorofil-a dapat
digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplaknton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan
sebagai petunjuk produktivitas perairan (Chen et al., 2017).
4. Suhu
Suhu pada perairan sangat berperan dalam mengendalikan ekosistem perairan. Secara umum, laju
fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara
drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies
fitoplankton selalu berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu. Pada daerah subtropis, pada
musim panas tingkat produktiviats perairan akan lebih tinggi dibandingan pada musim dingin
(Mercado-Santana et al., 2017).
5. Kekeruhan
Tingginya kekeruhan akan mengurangi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan yang akan
berdampak pada penurunan produktivitas primer perairan (Hariyadi et al., 2010).
6. Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin,
perbedaan dalam densitas air laut, maupun oleh gerakan bergelombang panjang, misalnya pasang
surut (Nybakken, 1992; Wetzel, 2001). Salah satu fenomena arus adalah front. Front merupakan
daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda, misal pertemuan antara
massa air dari Laut Jawa yang agak panas dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin.
front penting dalam hal produktivitas perairan laut karena cenderung membawa bersama-sama
dengan air yang dingin kaya akan nutrien dibandingkan dengan perairan yang lebih hangat tetapi
miskin zat hara. Kombinasi dari temperatur dan peningkatan kandungan hara yang timbul dari
percampuran ini akan meningkatkan produktivitas plankton yang berdampak pada peningkatan
produktivitas primer di laut. Hal ini akan ditunjukkan dengan meningkatnya stok ikan di daerah
tersebut. Selain itu front atau pertemuan dua massa air merupakan penghalang bagi migrasi ikan,
karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar. Selain front Upweling juga penting dalam
peningkatan produktivitas primer di laut. Upwelling merupakan penaikan massa air laut dari suatu
lapisan dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin,
salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Qurban et al., 2017). Sebaran suhu
permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat dipergunakan untuk mengetahui
terjadinya proses upwelling di suatu perairan. Pada perairan tawar peristiwa upwelling dikenal
dengan adanya pemballikan massa air biasanya terjadi pada musim hujan (Wetzel, 2001).

7. Kedalaman
Kedalaman akan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya yang masuk ke suatu perairan. Pada
umumnya seiring dengan bertambahnya kedalaman maka penetrasi cahaya yang masuk akan
semakin berkurang, sehingga akan berdampak pada produktivitas primer di perairan. Pada
permukaan pada umumnya produktivitas primer masih kecil karena intensitas cahaya yang masuk
teralalu tinggi (Vallina et al., 2017), dan akan meningkat pada kolm perairan dengan intensitas yang
sesuai dengan klorofil pitoplankton sehingga meningkatkan produktivitas primer. Seiring
bertambahnya kedalaman maka akan mernrunkan penetrasi cahaya yang semakin berkurang
sehingga produktivitas primer akan berkuran. Perbedaan kedalaman dapat mengakibatkan perbedaan
nilai produktivitas primer. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan intensitas cahaya matahari
yang dapat menembus setiap kedalaman pada umumnya menurun seiring dengan bertambahnya ke
dalaman perairan, sehingga aktifitas fotosintesis akan menurun, dan menurunkan pula nilai
produktivitas primer pada setiap kedalaman (Qurban et al., 2017; Vallina et al., 2017).
Daftar Pustaka
1. Asriyana dan Yuliana, 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta
2. Chen H., et al. 2017. Simplified, rapid, and inexpensive estimation of water primaryproductivity based on
chlorophyll fluorescence parameter Fo. Journal of Plant Physiology, 211 : 128–135
3. Hariyadi S, E. M. Adiwilaga, T. Prartono, S. Hardjoamidjojo & A. Damar. 2010. Produktivitas Primer Estuari
Sungai Cisadane Pada Musim Kemarau. Limnotek, 17 (1) : 49-57
4. Kirk JTO, 2011. Light and Photosynthesis in Aquatic Ecosystems. Third Edition. New York: Cambridge
University Press
5. Mercado-Santana J.A., et al. 2017. Productivity in the Gulf of California large marine ecosystem.
Environmental Development, 22 : 18–29.
6. Nybakken JW. 1992. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.
7. Qurban M.A., M. Wafar, R. Jyothibabu, K.P.Manikandana. 2017. Patterns of primary production in the Red
Sea.
Journal of Marine Systems, 169 : 87–98.
8. Tamire G., & S. Mengistou. 2014. Biomass and net aboveground primary productivity of macrophytes in
relation to physico-chemical factors in the littoral zone of Lake Ziway, Ethiopia. Tropical Ecology, 55(3): 313-
326.
9. Vallina S.M., P. Cermenoa, S. Dutkiewiczb, M. Loreauc, J.M. Montoya 2017. Phytoplankton functional
diversity increases ecosystem productivityand stability. Ecological Modelling, 361: 184–196.
10. Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and River Ecosystem Third Edition. Academic Press, London. Wetzel,
R.G.

Anda mungkin juga menyukai