Anda di halaman 1dari 47

Kuda laut

Kuda Laut termasuk dalam jenis ikan, dan bernafas dengan insang. Ukuran mereka
bervariasi dari sekitar 4 sampai 30 sentimeter (1,6 sampai 11,8 inci) dan mereka
biasanya tinggal sepanjang pantai, di antara ganggang laut dan tumbuhan lainnya.
Semacam baju zirah dari tulang melindungi mereka dari segala jenis bahaya. Baju
zirah ini begitu kuatnya sehingga Anda tidak mungkin menghancurkan kuda laut
yang sudah mati dan mengering dengan hanya menggunakan tangan.

Kuda laut tidak pernah berenang jauh-jauh dari karang, karena untuk
menghindarkan diri dari bahaya. Ia sering berdiam diri dan menambatkan ekornya
pada karang-karang atau celah bebatuan. Makanan kesukaan kuda laut adalah
udang-udang kecil. Bisanya hanya berenang perlahan-lahan dalam posisi berdiri.
Kuda laut memiliki mata yang unik. Masing-masing mata kuda laut bisa melihat dua
buah benda yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Tubuhnya indah berwarna-
warni (merah, kuning, hijau, dan hitam) namun bisa berubah sesuai dengan banyak
sedikitnya sinar matahari yang menyinari tubuhnya, atau tergantung dengan
keadaan tubuhnya sendiri.

Alasan kuda laut dilindungi


Alasan mengapa kuda laut dilindungi adalah karena cara berenang kuda laut juga
dipengaruhi oleh sistem yang sangat khusus. Kuda laut bergerak naik-turun di
dalam air dengan cara mengubah isi udara dalam kantung renangnya. Jika kantung
renang ini rusak dan kehilangan sedikit udara, kuda laut tenggelam ke dasar laut.
Kecelakaan yang sedemikian menyebabkan matinya kuda laut. Di sini, ada hal
sangat penting yang tidak boleh dilewatkan. Jumlah udara di dalam kantung
renang telah ditetapkan secara amat teliti.

Oleh sebab itulah, perubahan yang sangat tipis dapat menyebabkan kematian
makhluk tersebut. Keseimbangan yang peka ini menunjukkan sesuatu yang sangat
penting. Kuda laut dapat bertahan hanya jika keseimbangan ini terjaga. Dengan
kata lain, kuda laut dapat bertahan hidup karena telah dilengkapi dengan sistem
ini saat pertama muncul di dunia. Situasi ini menunjukkan kepada kita bahwa kuda
laut tidak akan mungkin memperoleh karakteristik mereka seiring dengan
berjalannya waktu, yaitu, kuda laut bukan produk evolusi sebagaimana diklaim
oleh para evolusionis.

Kuda laut adalah satu-satunya hewan di dunia dimana jenis jantannyalah yang
hamil. Tetapi bukan berarti yang jantan yang memproduksi telur. Namun, telur
tersebut tetap dihasilkan oleh betina. Tapi disimpan oleh yang jantan dalam
perutnya untuk dibuahi dan dijaga antara 10 hari hingga 6 minggu hingga telur
menetas. Kemudian kuda laut dilahirkan bapaknya, dalam arti lain telur-telur yang
dihasilkan ibu kuda laut dipindahkan ke kantung perut sang bapak sekitar tiga
mingu telur-telur kuda laut yang jumlahnya ratusan akan tinggal dalam perut sang
bapak.
Pada minggu ketiga satu persatu kuda laut-kuda laut kecil akan lahir dan tumbuh
dewasa menjadi kuda laut-kuda laut yang cantik. Kuda Laut jantan memerlukan
waktu sekitar 30 menit untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam sekali melahirkan,
dapat mencapai jumlah 15 hingga seribu ekor, tergantung pada jenisnya.
Kuda Laut memiliki 50 jenis berbeda di dunia. Setelah melepaskan Kuda Laut-Kuda
Laut kecil, pejantan akan segera siap menyimpan telur lagi. Bayi-bayi Kuda Laut
terlihat sangat mirip dengan induknya, kecuali dalam hal ukuran. Dan yang lebih
menarik lagi, mereka akan mampu mencari makan sendiri setelah
dilahirkan.Keunikan lainnya, kuda laut adalah pasangan yang setia. Kebanyakan
spesies dari Kuda Laut dikenal merupakan pasangan sehidup semati. Mereka hanya
akan kawin dengan pasangannya. Halini merupakan sesuatu yang jarang terjadi di
dalam dunia

2.1 KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI

Kuda laut adalah hewan yang telah mengalami evolusi sejak 40 juta tahun lalu (Fritzhe,
1997). Diistilahkan ke dalam genus Hippocampus berasal dari bahasa Yunani yang berarti
binatang laut berbentuk kepala kuda, (hippos = kepala kuda ; campus = binatang laut).
Gambar1. Morfologi umum kuda laut hippocampus sp.

Gambar 2. Pengukuran perbagian tubuh kuda laut

Di Indonesia kuda laut di kenal dengan sebutan tangkur kuda yang merupakan salah satu
jenis ikan laut kecil yang yang sangat berbeda dengan jenis ikan lainnya yaitu kepala kuda
laut mempunyai mahkota, tubuh agak pipih dan melengkung, seluruh tubuh terbungkus oleh
semacam baju baja yang terdiri atas lempengan – lempengan tulang atau cincin – cincin, mata
kecil dan sama lebar, mempunyai moncong, ekor lebih panjang dari kepala dan tubuh serta
dapat memegang, sirip dada pendek dan lebar, sirip punggung cukup besar, sedang sirip anal
kecil dan sirip ekor tidak ada (Nontji 1993; Hansen and Cummins, 2002) Selanjutnya Nova
(1997) menyatakan bahwa kuda laut memiliki kepala seperti seekor kuda, tegak lurus dengan
badannya yang di atasnya terdapat mahkota atau biasa disebut coronet, sama kekhasannya
seperti suatu sidik jari manusia. Juga seperti halnya kadal, kuda laut memiliki mata yang
dapat bergerak bebas, sangat membantu untuk survival dan taktik pemangsaan. Kuda laut
memiliki ekor yang dapat dililitkan seperti halnya monyet.

Gambar 3. Hyppocampus barbouri

Menurut Dames (2000), ukuran tubuh kuda laut relatif kecil dan komposisi badannya unik
membuat mereka hampir tidak mampu berenang, merupakan satusatunya ikan yang mampu
ditangkap langsung dengan tangan. Selanjutnya Anonim (2002) menyatakan bahwa panjang
kuda laut antara 5 cm – 36 cm tergantung jenisnya. Taksonomi kuda laut menurut Hidayat
dan Silfester (1998) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub Class : Teleostomi

Ordo : Gasterosteiformes

Family : Syngnathidae

Genus : Hippocampus

Species : Hippocampus spp

Kuda laut tidak mempunyai sisik seperti halnya ikan lain, tetapi lebih miripkulit yang
diregangkan di atas serangkaian plat tulang, yang memberikan kenampakanbercincin pada
perut dan tubuhnya.

Menurut Simon and Schuster (1997), warna dasar kuda laut berubah – ubah dari dominan
putih menjadi kuning tanah, kadang – kadang punya bintik – bintik atau garis terang atau
gelap. Perubahan tersebut secara perlahan – lahan dari ujung keujung tergantung pada
intensitas cahaya.Walaupun sebagian besar kuda laut mempunyai warna kecoklat-coklatan
alami, warna campuran abu-abu dan coklat atau bahkan warna hitam agar sesuai dengan
lingkungannya, ternyata kuda laut dapat berubah warna seperti halnya bunglon selama
mendekati dan meminang pasangannya, dan juga untuk bersembunyi dari pemangsa. Ada
juga beberapa jenis yang dapat membuat diri mereka menjadi oranye berpendar hingga ungu
pekat (Hidayat dan Silfester, 1998). Selanjutnya Al Qadri dkk (1998) menyatakan bahwa
perbedaan warna pada kuda laut bukan berarti berbeda jenis, kuda laut termasuk salah satu
hewan yang sering dan sangat mudah berganti warna. Perbedaan jenis – jenis kuda laut yang
paling menonjol adalah terdapatnya duri – duri atau tulang yang muncul pada setiap cincin
(ring) di tubuh dan mahkotanya, perbedaan lainnya adalah bentuk badannya ada yang
langsing dan lebih panjang dan ada juga yang besar dan lebar.

2.2 ASPEK BIOLOGI

Menurut Al Qodri (1999) sejauh ini beberapa karakteristik biologi kuda laut yang telah
dipelajari yaitu penyebarannya sedikit atau jarang, jarak habitat yang kecil dan setia pada
pasangan. Semua karakteristik ini menjadikan kuda laut sulit untuk didapatkan dalam jumlah
besar.

Aspek biologi yang menarik pada kuda laut jantan adalah terdapat kantong

pengeraman telur yang terletak di bawah perut yang dipersembahkan oleh kuda laut betina.
Kantong pengeraman ini terletak di bagian depan dan mempunyai lubang yang dapat ditutup.
Bagian dalam dari kantong pengeraman dapat mengeluarkan zat yang menjadi makanan bagi
anak – anak yang baru menetas. Anak kuda laut yang baru keluar sudah mempunyai
kemampuan untuk berenang sendiri (Hidayat dan Silfester,1998).

Menurut Mann (1998) kebanyakan spesies kuda laut menghasilkan telur

sekitar 100 – 200 butir, bahkan ada yang mencapai 600 butir telur, induk jantan akan
mengerami anak – anaknya selama 10 – 14 hari di dalam kantong pengeraman yang

dilengkapi jaringan semacam plasenta untuk suplai oksigen. Tingkah laku kuda laut pada
umumnya berenang ke atas dengan sangat lambat dan tidak seperti cara berenang ikan pada
umumnya. Untuk mengimbangi kemampuan berenang yang lambat, kuda laut memiliki mulut
berbentuk tabung (Moyle and Joseph, 1998). Selanjutnya Al Qodri dkk (1999) menyatakan
bahwa kuda laut adalah hewan diurnal yaitu hewan aktif pada siang hari atau selama ada
penyinaran cahaya matahari sedang pada malam hari kurang aktif sebagai contoh
Hippocampus whitei di Australia dan Austria. Waktu pemijahan berlangsung baik pada pagi,
siang atau sore hari. Pada siang hari kuda laut melakukan semua aktivitas kehidupannya
secara aktif. Berdasarkan perilaku makannya, kuda laut adalah pemangsa yang pasif yaitu
menunggu makanan yang lewat dan menyerang mangsanya dengan cara menghisap sampai
masuk ke moncongnya. Kamuflase lingkungan yang baik akan mengelabui mangsanya. Kuda
laut akan mencernakan apapun yang kecil hingga cukup muat dengan mulutnya, kebanyakan
crustacea kecil seperti amphipods, tetapi juga anak-anak ikan dan invertebrata lainnya
(Anonim, 2002).

Induk kuda laut diperkirakan mempunyai sedikit pemangsa sehubungan dengan kemampuan
menyamar, dengan cara menetap di suatu tempat dan duri pada tubuhnya yang tak
menimbulkan selera. Namun mereka pernah ditemukan di dalam perut ikan-ikan pelagis
besar seperti ikan tuna. Mereka juga dimakan oleh pinguin dan burung-burung air lainnya.
Kuda laut bahkan pernah ditemukan di dalam perut penyu.
Kepiting mungkin merupakan predator yang paling mengancam. Kuda laut muda adalah yang
paling banyak dijadikan mangsa oleh ikan-ikan lain. Untuk beberapa populasi kuda laut,
manusia merupakan pemangsa yang terbesar (Lourie et al, 1999).

Menurut Hansen and Cummins (2002), arus dapat mengganggu populasi kuda laut, buangan
limbah di tepi pantai dan yang terapung di permukaan menyebabkan banyak individu kuda
laut yang mati dan yang lainnya menghilang. Jangka hidup alami untuk kuda laut belum
diketahui secara pasti. Kebanyakan perkiraan berasal dari pengamatan di akuarium atau di
laboratorium. Jangka hidup yang dikenali untuk kuda laut sekitar satu tahun untuk jenis yang
lebih kecil, sampai rata-rata tiga hingga lima tahun untuk jenis yang lebih besar (Dames,
2000).

Sebagian besar jenis kuda laut adalah monogami dengan cara membentukikatan pasangan
yang berakhir pada musim perkembangbiakan (dan bahkan ada yang berakhir setelah
beberapa musim perkembangbiakan), walaupun beberapa jenis tidak mungkin membentuk
pasangan yang terikat (Lourie et al, 1999; Dames, 2000).

2.3 ASPEK EKONOMIS

Kuda laut mempunyai nilai pasaran baik di dalam maupun di luar negeri.

Karena memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya hayati laut
tersebut, maka sumberdaya kuda laut harus dikelola secara baik dan lestari.

Manfaat kuda laut adalah sebagai obat tradisional, ikan akuarium, cinderamata, dan makanan
tonic. Obat Tradisional Cina (TCM) merupakan pasar

terbesar untuk perdagangan kuda laut (Hansen and Cummins, 2002). Pada berbagai zaman di
seluruh sejarah medis barat, kuda laut digunakan untuk membantu produksi air susu ibu,
menyembuhkan kebotakan, rabies, lepra danpenyakit anjing gila, dan akan menyebabkan
kematian jika dicampur dengan anggur (Whitley, 1998). Di jepang kuda laut digunakan
sebagai jimat bagi ibu – ibu hamil dengan harapan dapat melahirkan bayi dengan lancar dan
selamat (Okamura and Amaoka, 1997). Untuk masa sekarang ini pengobatan timur telah
mengeringkan dan menggiling kuda laut yang digunakan sebagai obat gejala-gejala penyakit
mulai dari impotensi, sakit asma, jantung, ginjal, kulit dan gondok (Lourie et al, 1999).

2. 4 FAKTOR LINGKUNGAN

Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting untuk perkembangan dan kelangsungan
hidup serta kelestarian kuda laut. Beberapa paratemer lingkungan yang mendukung adalah :

1. Suhu

Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan karena
suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan

organisme laut (Hutabarat dan Evans, 1986). Menurut Odum (1971), suhu air

mempunyai peranan penting dalam kecepatan laju metabolisme pada ekosistem


perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu antara lain musim, cuaca, waktu,

kedalaman perairan dan kegiatan manusia di sekitar perairan (Nybakken, 1992).

Selanjutnya Parkins (1974), juga mengemukakan bahwa suhu air dipengaruhi oleh

komposisi substrat, kecerahan, suhu udara, hujan, suhu air tanah, kekeruhan dan

percampuran air laut dengan air sungai.

Suhu secara tidak langsung bepengaruh terhadap proses metabolisme kuda

laut. Pada suhu air yang rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembanganserta
menurunkan daya tahan tubuh sehingga kuda laut akan mengalami stres begitu pula dengan
suhu yang tinggi (Al Qodri dkk, 1998).7 Simon and Schuster (1997) menjelaskan bahwa kuda
laut biasanya hidup diantara rumput laut yang jernih dengan suhu 250 C. Sedangkan menurut
Lourie et al

(1999) di daerah Indo – Pasifik suhu optimum untuk kelangsungan hidup kuda laut yaitu
antara 170 C – 200 C. Al Qodri dkk (1998) menyatakan bahwa kisaran suhu optimum untuk
kehidupan kuda laut adalah 200 C – 300 C.

2. Salinitas

Salinitas adalah garam – garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam
satuan perseribu. Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotic air, semakin tinggi kadar
garam maka semakin besar pula tekanan osmotiknya. Salinitas mempunyai peranan penting
dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi biota laut akuatik dan merupakan
parameter yang berperan penting dalam lingkungan ekologi laut (Nybakken, 1992). Di
perairan samudera, salinitas biasanya berkisar antara 34 0/00 – 35 0/00. Di perairan pantai
karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas biasanya turun
rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat

kuat, salinitas biasa meningkat kuat (Nontji, 1993). Selanjutnya Nybakken (1992)

menyatakan bahwa konsentrasi salinitas perairan sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar dan
air laut, curah hujan, musim, pasang surut dan laju transportasi.

Beberapa jenis organisme ada yang tahan terhadap perubahan salinitas yang

besar, adapula yang tahan terhadap salinitas yang kecil. Menurut Al Qodri dkk (1998) bahwa
kuda laut bersifat euryhaline sehingga dapat beradaptasi pada wilayah perairan yang cukup
luas yaitu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan dengan kisaran
salinitas optimum 30 0/00 – 32 0/00.

3. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan

merupakan suatu tolak ukur keasaman. Biota – biota laut memiliki kisaran untuk
hidup pada nilai pH tertentu (Nybakken, 1992).

Menurut Nontji (1993), air laut memiliki nilai pH yang relatif stabil dan

biasanya berkisar antara 7.5 – 8.4. Selanjutnya Parkins (1974) menyatakan bahwa

nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, suhu, serta buangan industri dan rumah
tangga. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup kuda laut sangat dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya derajat keasaman (Puja dkk, 1998). 8 Derajat keasaman yang ideal untuk
kelangsungan hidup kuda laut adalah 7 – 8. Perairan yang bersifat asam dan yang sangat
alkali dapat menyebabkan kematian dan menghentikan reproduksi pada kuda laut (Al Qodri
dkk, 1998). Selanjutnya Sitanggang (2002) menyatakan bahwa besar kecilnya nilai pH sangat
dipengaruhi oleh kandungan karbondioksida (CO2) di dalam air dimana karbondioksida
merupakan hasil dari respirasi atau pernapasan ikan yang menghasilkan CO2 berbeda di siang
hari dan malam hari. Ketika malam hari, kadar CO2 meningkat sehingga pH air juga naik.
Ketika pagi dan siang hari, kadar CO2 akan turun sehingga pH air pun ikut turun.

4. Bahan Organik Terlarut (BOT)

Bahan Organik Terlarut (BOT) atau Total Organik Matter (TOM) menggambarkan
kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut,
tersuspensi (particulate) dan koloid. Bengen (1994) menyatakan bahwa bahan organik di
perairan terdapat sebagai plankton, partikel – partikel tersuspensi dari bahan organik yang
mengalami perombakan (detritus) dan bahan – bahan organik total yang berasal dari daratan
dan terbawa oleh aliran sungai. Selanjutnya menurut Koesbiono (1985) terdapat empat
macam sumber

penghasil bahan organik terlarut dalam air laut, yaitu (1) berasal dari daratan ; (2)

proses pembusukan organisme yang telah mati ; (3) perubahan metabolik – metabolic
ekstraseluler oleh algae, terutama fitoplankton dan (4) ekskresi zooplankton dan hewan –
hewan laut lainnya. Menurut Koesbiono (1985) bahwa perairan dengan kandungan bahan
organik diatas 26 mg/l tergolong subur.

5. Oksigen Terlarut atau dissolved oksigen (DO)

Oksigen Terlarut atau dissolved oksigen (DO) adalah sebagai parameter hidrobiologis
dianggap sangat penting karena keberadaannya menentukan hidup

matinya organisme. Kadar oksigen yang terlarut dalam suatu perairan berbeda – beda sesuai
dengan kedalamannya, penetrasi cahaya, tingkat kecerahan, jenis dan jumlah tumbuhan hijau
(Wardoyo, 1975).

Menurut Hutabarat dan Evans (1986) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut sangat
essensial dan merupakan salah satu komponen utama metabolism organisme perairan.
Oksigen terlarut digunakan organisme perairan untuk pertumbuhan dan kesuburan.
Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi 9 efisiensi pengambilan oksigen oleh
biota laut sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan
hidupnya.
Kadar oksigen terlarut tertinggi di lingkungan pesisir terdapat di pinggir yang

terbuka dimana ombak terus – menerus mengaduk air. Dijumpai bahwa kadar oksigen terlarut
turun naik mengikuti air pasang dengan kadar oksigen tertinggi adalah pada pasang naik.
Karena berlimpahnya kehidupan di padang lamun dan pengisian persediaan zat hara yang
tetap, maka kebutuhan oksigen biologi sangat tinggi, dengan demikian cenderung
menurunkan kadar oksigen dalam air (Whitten dkk, 1987).

Sitanggang (2002) menyatakan bahwa oksigen terlarut dimanfaatkan oleh

organisme perairan melalui respirasi, untuk pertumbuhan, reproduksi dan kesuburan.


Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efesiensi pengambilan oksigen oleh
biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan
hidupnya. Untuk sekedar hidup diperlukan 1 mg/l oksigen terlarut, sedangkan untuk dapat
tumbuh dan berkembang minimal 3 mg/l. Apabila oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l dan
berlangsung dalam waktu lama, akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan
berkurangnya nafsu makan ikan. Selanjutnya kuda laut dapat beradaptasi pada wilayah
perairan yang cukup luas dengan nilai oksigen terlarut > 3 mg/l (Al Qodri dkk, 1998).
Walaupun kuda laut tidak bergerak aktif, mereka tetap membutuhkan kandungan oksigen
yang memadai, terutama induk – induk jantan yang sedang mengerami anak – anaknya.
Sebab selain untuk dirinya sendiri, induk jantan yang sedang mengerami anaknya harus
menyuplai oksigen yang cukup ke dalam kantungnya agar telur – telur yang terdapat dalam
kantung dapat menetas dan berkembang sempurna (Al Qodri dkk, 1998).

6. Kedalaman

Kedalaman laut secara garis besar perairan dibagi dua yakni perairan dangkal

berupa paparan dan perairan laut dalam. Paparan (shelf) adalah zone di laut terhitung mulai
dari garis sudut terendah hingga pada kedalaman sekitar 120 – 200 m, yang kemudian
biasanya disusul dengan lereng yang lebih curam ke arah laut dalam (Nontji, 1993).
Kedalaman air mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap biota laut. Hal ini
berhubungan dengan tekanan yang diterima biota dalam air, sebab tekanan dalam air
bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Nybakken, 1992).10 Selanjutnya
Hutabarat dan Evans (2000) menambahkan bahwa kedalaman mempunyai hubungan yang
erat terhadap stratifikasi suhu vertikal, penetrasi cahaya, densitas dan kandungan oksigen
serta zat – zat hara. Kuda laut umumnya hidup diperairan dangkal hingga pada kedalaman 30
m tergantung dari jenisnya (PetPlace, 2003).

7. Kekeruhan

Kekeruhan air adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya
partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan yang terkandung dalam air. Kekeruhan air
juga merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan dalam air
yang disebabkan oleh bahan yang

melayang di dalam air. Kekeruhan di perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan atau aktivitas yang terjadi di perairan tersebut (Wardoyo, 1975).


Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kekeruhan suatu perairan seperti :

lumpur, partikel, karbon, bahan partikel organik halus, plankton dan organisme kecil lainnya
(Wetzel and Likens, 1979). Tingkat kekeruhan bergantung terhadap

kedalaman suatu perairan dan sejumlah aktivitas yang terjadi di perairan tersebut,

selain itu arus dapat juga dikatakan sebagai faktor penyebab terjadinya kekeruhan,

karena arus yang kuat akan mengangkat partikel – partikel yang berada di dasar

perairan (Parkins, 1974).

8. Plankton

Plankton adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam

air. Kemampuan geraknya kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut selalu
terbawa oleh arus. Plankton dibagi menjadi dua golongan utama yakni fitoplankton dan
zooplankton. Fitoplankton biasa juga disebut plankton nabati merupakan tumbuhan yang
amat banyak ditemukan di semua perairan tetapi karena ukurannya mikroskopis sukar dilihat
kehadirannya. Sedangkan zooplankton sering juga disebut plankton hewani, terdiri dari
sangat banyak jenis hewan. Ukurannya lebih besar dari fitoplankton bahkan ada pula yang
biasa mencapai lebih satu meter seperti pada ubur – ubur. Plankton, baik fitoplankton maupun
zooplankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya (Nontji 1993).

Menurut Puja dkk (1998), jenis – jenis fitoplankton yang digunakan sebagai pakan kuda laut
adalah Tetraselmis sp, Chlorella sp dan Dunaliella sp dimana jenis fitoplankton digunakan
untuk pakan copepoda. Zooplankton mempunyai peranan 11penting dalam ekosistem laut,
karena zooplankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya. Kuda
laut termasuk hewan karnivora, memakan segala jenis hewan kecil mulai dari anggota
kelompok crustacea sampai larva ikan. Sedangkan makanan awal anak kuda laut adalah
crustacea tingkat rendah seperti copepoda, larva udang dan naupli artemia yang akan
mempercepat pertumbuhannya (Al Qodri, 1999). Kuda laut mempunyai mata yang bebas
bergerak, membuatnya lebih mudah untuk menyoroti mangsa mereka yaitu crustacea kecil
(brine shrimp) dan plankton, yang dihirup ke dalam mulut yang seperti tube dengan diawali
sebuah pagutan kepala yang sangat cepat. Dengan tidak adanya gigi, makhluk ini mempunyai
selera voracious yaitu memakan segala sesuatu yang masih hidup untuk mencukupi system
pencernaan mereka yang tidak efisien (PetPlace, 2003). Dengan sebuah hentakan kepala,
maka ikan yang tidak menaruh curiga, larva, plankton atau makhluk hidup lain yang cukup
cocok, dapat dihisap ke dalam moncongnya yang kuat. Namun dalam percobaan di dalam
laboratorium, Hippocampus ingens telah terbukti menjadi pemakan yang suka memilih
makanan (Mann, 1998). Berdasarkan fakta tersebut maka telah diamati bahwa intensitas
cahaya yang berkurang secara negatif berdampak pada kemampuan sedikitnya satu jenis
Caribbean (kuda laut Karibia) untuk mencari makan kemana-mana (Yakobus, 1994). Hal ini
mungkin menjelaskan mengapa sebahagian besar kuda laut adalah pencari makan di siang
hari.
2.5 USAHA KONSERVASI

Menyelamatkan kuda laut (Seahorses) berarti menyelamatkan laut. Kuda laut dapat
membantu memajukan konservasi laut, dengan menjadikannya sebagai sesuatu yang
istimewa diantara besarnya cakupan dari isu-isu konservasi laut. Ada beberapa alasan yang
dapat dijadikan dasar yaitu karena Kuda laut adalah jenis ikan yang banyak menimbulkan
rasa ingin tahu karena merupakan jenis yang terancam oleh overexploitation (untuk obat
tradisional, pajangan akuarium, memenuhi rasa ingin tahu dan makanan tonic), penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap ikan yang tidak selektif dan adanya degradasi habitat
mereka.

Kemampaun biologis seperti yang disebutkan di bawah ini boleh jadi membuat kuda laut
peka sekali terhadap over-fishing (Lourie, et al. 1999) :

Kuda laut memiliki kemapuan biologis yang membuatnya peka sekali terhadap over-fishing

a. Ukuran anak-anaknya yang kecil membatasi tingkat reproduksi potensial.

b. Sistem pengeraman oleh jantan menunjukkan keberlangsungan hidup individu

muda tergantung pada kemampuan induk mempertahankan hidup untuk jauh

lebih besar dari kebanyakan ikan.

c. Monogami yang ada pada kebanyakan jenis yang telah diselidiki menunjukkan

bahwa hewan-hewan yang tidak memiliki pasangan tidak dapat bereproduksi

sampai mereka dapat menemukan pasangan baru.

d. kepadatan populasi yang rendah menunjukan bahwa pasangan yang hilang tidak

dapat tergantikan dengan cepat.

e. Pengamatan pada individu yang telah diketahui menunjukkan bahwa tingkat

kematian hewan dewasa secara alami kemungkinannya rendah, yang membuat

kegiatan perikanan sebagai sebuah bentuk tekanan; dan

f. Adanya mobilitas hewan dewasa yang rendah yang mencakupi pada kebanyakan jenis
mungkin membatasi kolonisasi kembali pada area yang sudah punah, walaupun hanya juvenil
yang pertama-tama menghilang.

Pemahaman yang luas untuk konservasi ini perlu untuk ditantang dengan memperoleh
pengetahuan dasar tentang parameter kunci riwayat hidup kuda laut seperti laju pertumbuhan,
usia lanjut dan dispersal juvenil kuda laut. Namun bagaimanapun, yang lebih penting adalah
kesempatan untuk melanjutkan konservasi laut secara umum. Olehnya itu, penyelamatan
masa depan kuda laut, kerabat dan habitat mereka akan membutuhkan kerjasama ilmuwan,
pengambil kebijakan dan organisasi non pemerintah di seluruh dunia yang dapat dilakukan
melalui :

1. Membantu kehidpan masyarakat perikanan, melalui pelatihan dan konsultasi,

pengembangan skill dan wewenang untuk mengelola sumberdaya yang

mereka manfaatkan.

2. Mengembangkan protokol pengelolaan baru dan bentuk-bentuk perikanan

tropis, dan memahami dampak ekonomi dan ekologis dari kegiatan perikanan

yang tidak diperuntukkan untuk pangan.

3. Mengurangi penangkapan yang tidak penting dalam penggunaan peralatan

penangkapan ikan yang tidak selektif, terutama sekali untuk jenis yang sukar

untuk dihilangkan dari kegiatan perikanan.

4. Membangun kembali habitat estuaria, mangrov, terumbu karang dan lamun

yang terdegradasi di antara ekosistem laut yang yang penting dan sudah berada

dalam kondisi membahayakan di seluruh dunia

5. Menerapkan area perlindungan laut (marine protected areas (MPAs)) untuk

meningkatkan jumlah, ukuran dan keragaman ikan di dalam MPA dan untuk

meningkatkan kegiatan perikanan di luar MPA tersebut.

6. Mengembangkan mata pencarian alternatif yang secara ekologi lebih aman

dan secara ekonomis berkelanjutan, dalam rangka mengurangi tekanan atas

penangkapan ikan atas pemnfaatan populasi kehidupan alam liar.

7. Mengembangkan pola sertifikasi ekologis untuk hasil laut, dalam bentuk

kerjasama dengan konsumen.

2.6 PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN/PENANGKARAN

2.6.1 Pembenihan

Kegiatan pembenihan kuda laut seperti umumnya kegiatan di pembenihan terdiri atas
serangkaian kegiatan yang saling berhubungan. Mata rantai pertama adalah pemeliharaan
calon induk guna mendapatkan induk matang gonad. Selanjutnya merupakan kegiatan
pemijahan, pemeliharaan juwana dan penggelondongan atau pendederan serta pengadaan
pakan alami. Mata rantai seluruh kegiatan harus diketahui dalam membuat perencaan, karena
erat hubunganya dengan sarana yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan.
Kelengkapan dan pemilihan sarana yang tepat tidak hanya membantu kelancaran kegiatan
tetapi ikut menentukan keberhasilan dalam usaha pembenihan. Kuda laut termasuk hewan
karnivora, memakan segala jenis hewan kecil mulai dari udang-udangan sampai larva ikan.
Berdasarkan perilaku makannya kuda laut12 adalah pemangsa pasif, yaitu menunggu
makanan yang lewat dan mneyerang mangsanya dengan cara menghisap sampai masuk ke
moncongnya yang panjang. Untuk pemeliharaan juwana kuda laut segala bentuk bak dapat
dipergunakan, meskipun demikian ada syarat yang seharusnya dipenuhi yaitu bak tidak boleh
mempunyai sudut mati karena akan menyebabkan sisa metabolisme dan kotoran mudah
terkumpul pada suduk bak. Wadah yang digunakan dalam pemneliharaan juwan kuda laut
bervariasi mulai dari bak akuarium, fiberglass dan bak beton. Ukurannyapun bervariasi
bergatung kepada jumlah dan mur juwana kuda laut yang dipelihara. Padat penebaran yang
digunakan untuk juwana kuda laut mulai hari 1 sampai hari ke 30 adalah 1000 – 1500/ton.
Setelah berumur lebih dari 30 hari kepadatannya dikurangi sampai 200 – 300 ekor/ton.
Juwana kuda laut dapat diberi pakan alami berupa copepoda dan naupli artemia. Pemeliharan
juwana dapat dilakukan selama 1.5 – 2 bulan sampai mencapai ukuran 3 – 5 cm/ekor.

Gambar 2. Juwana kuda laut yang siap ditebar

2.6.1 Pembesaran/penangkaran kuda laut

a. Penggelondongan

Penggelondongan dalam hal ini dimaksudkan untuk mengintensifkan pemeliharaan terhadap


benih-benih kuda laut sampai ke tahap pembesaran dengan tingkat kelangsungan hidup yang
tinggi dan kualitas yang baik. Penggelondongan kuda laut dapat dilaksanakan dengan
menggunakan metode pemeliharaan di bak, di keramba jaring apung atau dikurungan tancap.
Benih yang digunakan untuk penggelondongan dapat berasal dari hasil tangkapan di alam
ataupun berasal dari hasil pembenihan dengan ukuran 3 – 3,5 cm/ekor.

Gambar 3. Kurungan terapung untuk penggelondongan atau

pembesaran kuda laut

Hal yang perlu diperhatikan saat penebaran adalah apabila terdapat perbedaan

yang menyolok antara media pemeliharaan dengan dan media asal benih (khususnya salinitas
dan suhu). Keadaan ini biasanya terjadi bila lokasi penggelondongan terpisah dengan sumber
benih, sehingga perlu diadaptasikan terlebih dahulu sebelum ditebar. Padat tebar untuk
penggelondongan selama 2 bulan pemeliharaan adalah berkisar antara 300 – 400 ekor/ton.
Selama pemeliharaan, pemberian pakan dapat dilakukan 3 – 4 kali sehari. Makanan yang
diberikan sebaiknya makanan hidup seperti jentik-jentik nyamuk, artemia, udang jembret,
dapnia dan sebainya. Kebisaan kuda laut yang tergolong kurang aktif dalam mencari dan
hanya memanfaakan makanan disekitar/didekatnya, menyebabkan pakan yang diberikan
harus berlimpah dan sebaiknya hidup. Hal ini

agar peluang makan benih lebih besar dan apabila terdapat jasad pakan yang belum
termanfaatkan akan tetap hidup sehingga pengaruhnya relatif kecil terhadap
penurunan kualitas air. Ukuran benih 3 – 3,5 cm setelah pemeliharaan 2 bulan akan mencapai
panjang 6 – 7 cm/ekor. Pada ukuran ini, kuda laut dapat dipanen dan dipasarkan sebagai ikan
hias atau untuk kegiatan pembesaran.

b. Pembesaran

Kegiatan selama pembesaran kuda laut tidak jauh berbeda dengan pengglodongan.
Pembesaran ini bertujuan untuk menghasilkan kuda laut yang yang berukuran lebih besar
(diatas 10 cm) atau untuk memproduksi induk kuda laut. Kuda laut yang akan dibesarkan
dapat diperoleh dari alam maupun dari hasil penggelondongan. Kuda laut sebaiknya dipilih
yang sehat dan lengkap organ tubuhnya, jika kuda laut yang akan dibesarkan warnanya
berbeda maka kuda laut yang sama warnanya seperti hitam disatukan dengan yang hitam,
sebab jika ada kuda laut yang berwarna kuning dan disatukan dengan yang hitam akan
berubah menjadi hitam. Padat penebaran untuk kegiatan pemebesaran adalah 50 – 100
ekor/ton. Selama kegiatan pemeliharaan pembesaran kuda laut, tidak lagi diberikan berupa
artemia dewasa karena tidak diperlukan lagi, cukup diberikan rebon segar atau jembret.
Pemberian pakan berupa rebon segar diberikan sebanyak 5 – 10% dari bobot tubuh perhari
dengan frekuensi pemberian 2 – 3 kali. Jika pakan rebon segar kurang tersedia maka pakan
alternatif lain yang bisa diberikan adalah jentik-jentik nyamuk. Setelah tiga bulan
pemeliharaan kuda laut dapat mencapai ukuran panjang di atas 10 cm selanjutnya kuda laut
dapat dipanen dan dipasarkan.

KESIMPULAN

Kuda laut merupakan salah satu jenis ikan hias air laut yang sangat unik karena mempunyai
morfologi yang berbeda dibanding ikan-ikan lain. Di samping morfologinya yang khas yaitu
bentuk kepalanya menyerupai kepala kuda, ikan jantan mempunyai kantung pengeraman
telur yang tidak dijumpai pada jenis ikan yang lain.

Daya tarik yang lain adalah posisi badannya yang tegak saat berenang sertakemampuan untuk
menyesuaikan warna tubuhnya dengan lingkungan, membuatpenampilannya semakin
menarik sebagai ikan pajangan di akuarium. Selain sebagai ikan hias akuarium, kuda laut
digunakan untuk souvenir juga dapat dijadikan sebagai bahan baku obat-obatan tradisional.
Kenyataan tersebut menyebabkan kuda laut mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi di
pasaran, sehingga mendorong terjadinya penangkapan yang cukup intensif di alam, sehingga
makin lama cenderung kelestariannya terancam dan berkurang jumlahnya.

Agar kelestarian dan populasi kuda laut dapat berlanjut maka langkah yang dapat diambil
adalah melakukan kegiatan penangkaran dan restocking kembali di alam. Untuk melakukan
kegiatan tersebut maka benih harus diperoleh melalui kegiatan pembenihan di dalam sistem
budidaya.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qadri, A. H., Sudjiharno, A. Hermawan., 1998. Pemeliharaan Induk dan

Pematangan Gonad. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Laut.


Lampung.

Al Qadri, A. H., 1999. Paket Usaha Budidaya Kuda Laut (Hippocampus spp),

Disampaikan Pada Pertemuan Sosialisasai Rekayasa Teknologi UPT. Ditjen

Perikanan di Casarva Bogor. 4-6 Agustus 1999.

Anonim., 2002. SeaWorld/Busch Gardens Animal Information Database.

Busch Entertainment Corporation. http://www/. seaworld. org/index. asp/

http://www/. buschgardens. org/ (diakses 22 Maret 2004).

Bengen, D.G., 2000. Teknik Pengambilan Contoh Dan Analisa Data Biofisik

Sumberdaya Pesisir. PKSPL-IPB. Bogor.

Dames, N., 2000. Biogeography Seahorse Pacifik (Hippocampus ingens). Student

In Biogeography 316, Fall. San Fransisco State University Departmen of

geography. http:// www. geocities. com/ Rainforest/ canopy/ 7897/ page 2

html (diakses 22 Maret 2004).

Fritzche, R. A., 1997. Revision Of The Eastern Pacific Syngnathidae (Pisces :

Syngnathiformes), Including Both Recent And Fossil Forms. Proceeding Of

The California Academy Of Sciences. http : // www. oceanoasis.

org/fieldguide/hipp-ing.html (diakses 18 Maret 2004).

Hansen, C and H. Cummins., 2002. Tropical Marine Ecology. http : // www. pbs.

org/ wgbh/ nova/ seahorse. htm (diakses 18 Maret 2004).

Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia.

Jakarta.

Odum, E. P., 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta

Rudy C. 2004. Makalah perorangan semester ganjil. Falsafah sains (pps – 702). Program S3

Okamura, O and K. Amaoka., 1997. Sea Fishes Of Japan. Shiba Daimon,


Minato-ku Tokyo. Japan.

Parkins, H. C., 1974. Air Pollution. Mc. Graw Hill. Tokyo.

PetPlace., 2003. Choosing A Seahorse. http:// www. PetPlace_com – Article

Choosing A Seahorse. htm (diakses 18 Maret 2004).

Puja Y., S. Juliaty dan S. Indah., 1998. Penyediaan Pakan Alami Untuk

Pemeliharaan Juwana Kuda Laut. Direktorat Jenderal Perikanan.

Balai Budidaya Laut. Lampung.

Simon and Schuster., 1997. Simon And Schuster’s Complete Guide To Freshwater

And Marine Aquarium Fishes. Simon and Schuster, Inc. New York.

Vincent, A. C. J., 1996. International Trade In Seahorses. Cambridge, UK.

TRAFFIC International. http: //www. reddist. org/ (diakses 18 Maret 2004).

Wardoyo, S. T. H., 1975. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian

Perikanan. PUSDI – PSL IPB Bogor.

Widodo, J., B. Priyono dan G. Tampubulon., 1998. Potensi Penyebaran

Sumberdaya Ikan Laut Di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanologi LIPI. Jakarta.

Wetzel and Likens., 1979. Limnology 2nd. Ed. Sounders Collage Pubblishing,

Oxford. Philadelphia.

Whitten. A J., M. Mustafa., dan G. S. Henderson., 1987. Ekologi Sulawesi. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Whitley, G and J. Allan. 1998. The Sea – Horse And Its Relatives. Adelaide.

The Griffin Press. http : // www. gallery seahorse/ htm (diakses 22 Maret 2004
Klasifikasi dan Morfologi Kuda Laut ( Hippocampus spp ) – Kuda laut merupakan salah satu hewan
yang termasuk kedalam genus Hippocampus yang berasal dari kata Yunani yaitu berbentuk kepala
kuda, dengan istila lain Hippos ; kepala kuda, campus = bintang laut. Kuda laut ini mempunyai sirip
punggung yang lebih besar, sirip dada yang pendek dan lebar, sedangkan sirip anak kecil dan tidak
memiliki sirip ekor. ( Nontji 1993, Hansen and cummins, 2002 ).

Sedangkan menurut Nova, 1997 menyatakan bahwa kuda laut memiliki kepal seperti seekor kuda,
tegak lurus dengan badannya atas, terdapat mahkota disebut coronet. Selain itu, juga kuda laut
memiliki mata yang dapat bergerak dengan bebas, sehingga membantu survival dan juga
pemangsaan hewan lainya. Secara sistematisnya kuda laut ini dapat diklasifikasi, morfologi dan
anatomi berdasarkan tingkatan sebagai berikut.
Klasifikasi Kuda Laut

Kindom : Chordata

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostomi

Ordo : Gasterosteiformes

Famili : Syngnathidae

Genus : Hippocampus

Species : Hippocampus spp


Morfologi kuda laut

Kuda laut ini memiliki bentuk yang sangat unik bahkan juga sangat menyimpang dari bentuk ikan
lainnya, namun menurut dari Thayip, 1997 mengatakan bahwa kuda laut ini memang menyimpang
namun memiliki organ – organ dalam yang sama dengan organ ikan.

Bagian tubuh dari kuda laut ini memiliki segmen dan juga mempunyai satu sirip punggung, insang
yang terbuka berbentuk relatif kecil. Selain itu, dilengkapi dengan sepasang sirip dada, satu sirip
dubur, dan juga tidak memiliki sirip ekor ( Nelson, 1976 ).

Kuda ini juga termasuk kedalam jenis ikan yang memiliki penampilan unik dan juga berbeda dengan
yang lainnya, kelapa kuda laut berbentuk segitiga yang hampir menyerupai kuda, mulut memanjang
dan juga runcing membentuk sebuah sudut 90 derajat, ekor panjang meruncing di bagian ujung.
Bagian ekor ini berguna untuk mempercepat berenag kuda laut dan juga mengaitkan beberapa
subrat dari lapisan satu kelapisan lainnya.

Berdasarkan dari sebuah penelitian dari Lourie et, al. 2001. Ada sembilan jenis kuda laut yang
ditemukan secara luas di berbagai wilaya terutamanya di Indonesia.

Hippocampus pontohi
Hippocampus barburi
Hippocampus bargibanti
Hippocampus comes
Hippocampus histrix
Hippocampus kelloggi
Hippocampus kuda
Hippocampus spinosissimus
Hippocampus trimaculatus

Perananan kuda laut

Mengatasi resiko serangan ginjal dan hati


Melancarkan peredaran darah
Mengatasi dan mengobati asma
Membuat kualitas sperma menjadi baik
Menambah hormon vitalitas seksual menjadi tinggi
Mengatasi resiko insomnia
Mengatasi rasa nyeri
Dan meningkatkan kekebalan tubuh.
BIOLOGI IKAN KUDA LAUT (Hippocampus kuda).

Oleh:
Oktovianus Sahulata, S.Pd, M.Si
Guru Sains Sekolah Kristen Kalam Kudus Ambon

Ikan Kuda laut (Hippocampus spp) merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang
dimanfaatkan sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku obat-obatan. Sebagai ikan hias
karena memiliki daya tarik yaitu posisi badannya yang tegak saat berenang, dan
kemampuannya untuk menyesuaikan warna tubuhnya dengan lingkungan (mimikri) sehingga
membuat penampilannya semakin menarik sebagai pajangan dalam akuarium. Disisi lain,
jenis ikan ini dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagai obat tradisional karena
mempunyai khasiat tertentu (Antoro dan Sudjiharjono, 2005). Masyarakat China sejak ribuan
tahun silam telah memanfaatkan ikan kuda laut sebagai obat tradisional (Traditional Chinese
Medicine - TCM) untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan antara lain; melemahnya
organ ginjal dan hati, memperlancar peredaran darah, disfungsi vitalitas seksual, menguatkan
rahim dan mencegah kanker payudara. Keunikan lain yang dimiliki oleh ikan kuda laut dari
aspek reproduksi adalah kehamilan yang terjadi pada ikan kuda laut jantan, karena memiliki
kantung pengeraman (brood pouch). Dalam kantung pengeraman inilah ikan jantan
memelihara anaknya sebelum dilahirkan.
Kenyataan-kenyataan tersebut diatas, menyebabkan ikan kuda laut menjadi salah satu
komoditi primadona perikanan yang laku di pasaran baik untuk lokal maupun ekspor. Salah
satu jenis ikan kuda laut yang penting adalah Hippocampus kuda atau yang biasa dikenal
dengan nama tangkur kuda. Di daerah Maluku ikan ini dikenal dengan nama ikan sikat gigi,
karena bentuknya yang mirip sikat gigi. Setiap tahun, sekitar 20 sampai 24 juta ikan kuda laut
diperdagangkan oleh sekitar 77 negara untuk digunakan sebagai obat tradisional. Untuk
bahan baku obat-obatan diperdagangkan dalam bentuk yang sudah dikeringkan dengan harga
mencapai Rp. 2.000.000/kg di pasar ekspor Hongkong dan China (Prein, 1995). Di Indonesia,
ikan kuda laut dijual sebagai ikan hias dengan harga antara Rp. 15.000 – Rp. 20.000 per ekor
(Al Qodri, dkk., 1998). Akibat dari permintaan yang terus meningkat dan eksploitasi yang
berlebihan menyebabkan populasi ikan kuda laut di alam menjadi semakin terancam dan
telah masuk dalam kategori “vurnarable” yaitu terancam populasinya di alam, sehingga
menjadi bagian dalam keputusan Apendiks II CITES sejak tahun 2004, dimana semua
kegiatan ekspor maupun impor ikan kuda laut harus memiliki izin (certificate of origin).
Upaya yang terus dilakukan adalah pengembangan budidaya ikan kuda laut melalui kegiatan
pembenihan (hatcherry). Salah satu permasalahan budidaya ikan kuda laut adalah masih
tingginya tingkat mortalitas pada usia larva karena berbagai faktor antara lain jenis pakan
yang sesuai untuk pertumbuhannya.
Beberapa aspek biologi dari ikan kuda laut menjadi hal yang mutlak diketahui sebagai
pengatahuan dasar untuk mengenal lebih jauh tentang ikan kuda laut dalam rangka
melakukan upaya budidaya maupun konservasi terhadap spesies ini.
1. Klasifikasi dan Identifikasi Ikan Kuda Laut ( Hippocampus kuda ).
Ikan kuda laut merupakan jenis ikan bertulang sejati (teleostei), yang dilengkapi dengan
insang, sirip dan gelembung renang. Ikan kuda laut terdiri dari satu genus (Hippocampus spp)
yang termasuk dalam famili Syngnathidae, dan terkelompok dalam pipefishes, pipehorse dan
seadragons yang semuanya termasuk dalam ordo Gasterosteiformes (Vincent, 1996).
Kedudukan ikan kuda laut ( Hippocampus kuda) dalam susunan takson menurut Burton and
Maurice (1983) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Gasterosteiformes
Famili : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Spesies : Hippocampus kuda
Ciri umum ikan kuda laut (Hippocampus kuda) adalah bentuk tubuhnya yang menyimpang
dari ikan pada umumnya, bentuk kepala yang menyerupai kepala kuda dengan moncong yang
panjang menyerupai paruh seekor burung penghisap madu, terdiri dari rahang atas dan rahang
bawah serta tidak mempunyai gigi seperti kebanyakan ikan pada umumnya(Anonimus, 1989;
Thayib, 1977).
Selanjutnya Thayib (1977) menjelaskan bahwa sepanjang permukaan tubuh ikan kuda laut
seakan-akan dilapisi oleh tulang pipih menonjol yang menyerupai perisai dan berbentuk
seperti cincin yang berfungsi sebagai kerangka luar (eksoskeleton). Ikan kuda laut tidak
memiliki tulang iga dan walaupun bentuk tubuhnya tidak seperti ikan pada umumnya, tetapi
ikan kuda laut memiliki sirip punggung yang berfungsi untuk bergerak, insang digunakan
untuk menyerap zat asam dari sekeliling tubuhnya dan memiliki tulang punggung untuk
menunjang kerangka tubuhnya, yang mana hal tersebut identik dengan organ-organ ikan pada
umumnya.
2. Morfologi Ikan Kuda Laut (Hippocampus kuda ).
Secara morfologi tubuh ikan kuda laut (Hippocampus kuda) tergolong unik dan berbeda dari
jenis ikan pada umumnya. Kepala ikan kuda laut berbentuk segitiga dan menyerupai kepala
kuda, moncongnya panjang dan membentuk sudut 90 derajat dari badannya. Bagian tubuh
ikan kuda laut tidak ditutupi oleh sisik tetapi oleh segmen tulang yang menyerupai perisai.
Memiliki sirip antara lain satu sirip punggung (dorsal fin), sepasang sirip dada (pectoral fin)
dan satu sirip anus (anal fin). Ikan kuda laut sangat lambat dalam hal berenang, karena ia
berenang dengan posisi vertikal sehingga tekanan air terhadap permukaan tubuhnya akan
besar dan dapat menghambat serta memperlambat gerakan ikan kuda laut dalam air. Ciri ikan
kuda laut secara morfologi dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1. Morfologi Ikan Kuda Laut . 1. Sirip Dada, 2. Sirip punggung, 3. Sirip anal, 4.
Kantong pengeraman / brood pouch.( sumber, Schultz, 1977).

Ikan kuda laut jantan memiliki kantung telur (brood pouch) sebagai tempat mengerami
anaknya sebelum dilahirkan sebagai anak kuda laut (juwana). Asmanelli dan Andreas, (1993)
menjelaskan bahwa dengan adanya kantung telur ini, maka ikan kuda laut jantan bersifat
”parental care” yaitu memelihara telur dan embrio sebelum dilahirkan. Kantung telur ini
mulai terlihat ketika ikan kuda laut jantan berumur 3,5 bulan.
3. Reproduksi Ikan Kuda Laut ( Hippocampus kuda ).
Ikan kuda laut (Hippocampus kuda) termasuk hewan ovovivipar yaitu hewan yang bertelur,
mengerami dan melahirkan dengan suplai makanan melalui pembuluh darah yang ada dalam
kantung pengeraman ikan kuda laut jantan. (Widianingrum, 2000).
Proses reproduksi ikan kuda laut cukup unik , karena pengeraman dilakukan oleh ikan kuda
laut jantan dalam kantung pengeraman yang dimilikinya. Fertilisasi dilakukan secara internal
saat ikan kuda laut betina meletakan telur-telurnya dalam kantung pengeraman ikan kuda laut
jantan. Al Qodri, dkk (2005) menjelaskan bahwa ikan kuda laut dapat memijah pada umur 7 –
8 bulan, dengan kisaran berat lebih dari 7 gram dan panjang antara 11 – 15 cm.
Fekunditas ikan kuda laut lebih rendah bila dibandingkan dengan kebanyakan ikan. Sebagian
besar ikan kuda laut jantan dapat menghasilkan 100 – 600 ikan kuda laut muda per masa
kehamilan, meski ada spesies kecil yaitu Hippocampus zosterae yang hanya menghasilkan 5
ekor per masa kehamilan (Vincent, 1996).
3.1. Pemijahan
Burton and Maurice (1993) menyatakan bahwa pemijahan diawali dengan jantan individu
jantan yang bertingkah laku seperti pengantin, dimana proses ini akan merangsang jantan
untuk siap menerima telur. Seekor ikan kuda laut jantan akan berpasangan dengan seekor
betina, dimana jantan berenang didepan betina, dan keduanya saling berpegangan serta saling
melilitkan ekornya. Dalam interval waktu tertentu, mereka melepaskan lilitan ekornya dan
berenang bersama dalam posisi pararel. Selanjutnya pada puncak pemijahan ekor jantan dan
betina pada posisi lurus, moncong saling menekan dan mereka berenang bersama menuju
permukaan dengan lubang kelamin betina (urogenital) diarahkan ke kantung pengeraman
jantan. Dalam waktu 5 – 6 detik telur betina akan dikeluarkan dalam bentuk gumpalan
kemerah-merahan melalui ovipositornya dan masuk dalam katung pengeraman ikan kuda laut
jantan. Setelah telur dikeluarkan seluruhnya, ikan kuda laut betina akan melepaskan diri dari
yang jantan dan ikan kuda laut jantan berusaha menyerap seluruh telur kedalam kantong
pengeraman sambil menggoyang-goyangkan badan untuk mengatur posisi telur didalam
kantung pengeraman. Lamanya waktu proses pemindahan telur tergantung dari masing-
masing jenis ikan kuda laut. Untuk jenis Hippocampus kuda waktu yang diperlukan untuk
pemindahan telur adalah 10 – 30 detik dan bergantung juga pada jumlah telur yang
dihasilkan.
Anonimus (2007) menjelaskan hasil penelitian dan analisa dari Profesor Bill Holt dan para
koleganya dari Zoological Society Of London (ZSL) yang menyatakan bahwa ikan kuda laut
(Hippocampus kuda) jantan ternyata memiliki sperma-sperma super (super sperms) yang
mampu membuahi banyak sel telur dalam waktu singkat. Kesimpulan tersebut dikemukakan
setelah mengamati rekaman video yang menayangkan proses perkawinan ikan kuda laut
kuning (Hippocampus kuda) secara terperinci. Lebih jauh dijelaskan bahwa saat ritual kawin
dimulai, ikan kuda laut betina akan menyalurkan sel-sel terlurnya ke kantung khusus yang
ada di tubuh ikan kuda laut jantan selama 5 – 10 detik. Di saat yang sama, ternyata ikan kuda
laut jantan juga menyemprotkan spermanya ke air yang kemudian berenang secepatnya untuk
mencari sel telur di dalam kantung pengeramannya. Temuan ini sangat mengejutkan karena
sebelumnya diduga bahwa sperma langsung disalurkan dari tubuh ikan kuda laut jantan ke
kantung khusus di tubuhnya.
Menurut Prein (1995), kebanyakan spesies ikan kuda laut menghasilkan telur sekitar 100 –
200 butir, akan tetapi ada yang mencapai 600 butir. Al Qodri, dkk (2005) menjelaskan bahwa
induk betina ikan kuda laut (Hippocampus kuda) dengan panjang tubuh 10 – 14 cm dapat
memproduksi telur sebanyak 300 – 600 dan dapat berkembang menjadi juwana (anak ikan
kuda laut).
Musim kawin Syngnathidae di alam berlangsung beberapa bulan, umumnya terjadi pada
bulan Oktober – Pebruari (Lunn, K & Hall, H., 1998). Sedangkan menurut Schultz and Stern
(1977) famili Syngnathidae memiliki musim kawin sepanjang tahun. Sepasang Hippocampus
kuda yang telah memijah menurut Al Qodri, dkk.(2005) akan dapat memijah kembali setelah
10 – 15 hari, dengan demikian proses pematangan gonad jenis ikan ini termasuk sangat cepat
yaitu hanya membutuhkan waktu 10 – 12 hari saja. Waktu pemijahan biasanya berlangsung
pada pagi, siang atau sore hari, karena Hippocampus kuda termasuk hewan diurnal (hewan
yang aktif pada siang hari).
3.2. Pengeraman
Pengeraman dilakukan oleh ikan kuda laut jantan didalam brood pouch selama 10 – 14 hari
bahkan sampai 6 minggu tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan seperti suhu dan
pakan. Hasil penelitian Taryani (2001) memperlihatkan bahwa pada kisaran suhu 28 - 29 0C
memberikan hasil yang terbaik selama fase pengeraman atau kehamilan. Hal tersebut tampak
dari beberapa fenomena antara lain tingginya nilai kelimpahan juwana yang dilahirkan,
tingkat keberhasilan hidup yang tinggi, serta kualitas juwana yang baik. Apabila suhu air
rendah maka waktu pengeraman akan lebih panjang begitupun sebaliknya. Pakan yang
diberikan tidak teratur dan bernilai gizi rendah maka waktu pengeraman juga akan lebih
lama. Selama masa pengeraman embrio akan mendapat pasokan nutrisi dan oksigen dari
pembuluh darah yang terdapat pada dinding kantung pengeraman, layaknya plasenta yang
terdapat pada mamalia.
3.3. Kelahiran
Proses kelahiran merupakan suatu masa yang meletihkan bagi ikan kuda laut jantan. Ikan
kuda laut akan berpegangan kuat dengan cara melilitkan ekornya pada suatu objek
penyangga, kemudian akan menggosok-gosokan kantung pengeramannya pada objek tertentu
(karang, batu atau ranting alga) sampai anaknya serta potongan-potongan jaringan yang
menyertainya dikeluarkan. Pada umumnya juwana dikeluarkan dari kantung pengeraman
jantan pada malam hari, namun sering kali terjadi juga pada pagi, siang maupun petang hari.
Menurut Al Qodri, dkk., (1998) adakalanya juwana lahir prematur yang dikeluarkan sebelum
10 hari dari kantung pengeraman yaitu pada hari ke sembilan, juwana yang demikian
kondisinya lemah dan akan mengalami kematian. Kondisi ini terjadi karena stres yang
dialami oleh ikan kuda laut jantan. Stres dapat dikarenakan gangguan fisik, misalnya
ditangkap dengan kasar atau saat dilakukan sampling larva dari dalam kantung pengeraman.
Pada akhir masa kehamilan biasanya ikan kuda laut jantan mulai bekerja memompa dan
mendorong selama kurang lebih satu jam untuk mengeluarkan anak-anaknya. Anak ikan kuda
laut yang baru lahir merupakan miniatur dari ikan kuda laut dewasa dan hal yang pertama
dilakukan setelah keluar dari kantung pengeraman adalah berenang ke permukaan air untuk
mengambil udara guna mengisi gelembung renangnya, selanjutnya mereka sudah dapat hidup
sendiri tanpa asuhan induknya.

4. Tingkah Laku Ikan Kuda Laut ( Hippocampus kuda ).


Tingkah laku ikan kuda laut merupakan suatu aspek biologi yang menarik untuk dipelajari,
baik menyangkut pergerakan, makanan dan cara makan, perubahan warna tubuhnya
(mimikri) dan penglihatannya. Hal ini dapat didiskripsikan sebagai berikut:
4.1. Pergerakan
Ikan kuda laut merupakan merupakan ikan yang pasif bergerak, hal ini karena pergerakan
tubuhnya hanya dilakukan oleh satu sirip punggung, sedangkan dua sirip dada di dekat
telinga digunakan untuk menjaga keseimbangan dan sebagai alat kemudi. Selain sirip
punggung dan sirip dada, ikan kuda laut juga mempunyai satu sirip anal yang kecil namun
tidak memiliki sirip perut dan sirip ekor, seperti yang dimiliki ikan pada umumnya.
Dijelaskan oleh Asmanelli dan Andreas (1993) bahwa ikan kuda laut berenang dengan posisi
vertikal dengan gerakan yang sangat lambat, namun apabila dia berenang sangat lambat
dengan kecepatan penuh sirip-siripnya bergetar selaju 35 getaran per detik. Seekor anak ikan
kuda laut dapat membengkokan ekornya ke arah punggung dalam formasi bulan sabit, dan
ekor mencekam ke arah depan. Dalam keadaan tertentu ikan kuda laut dapat menggunakan
kepala untuk mengatur arah pergerakannya. Perubahan posisi kepala akan merubah pusat
berat tubuh dan hubungan sirip punggung dengan sirip dada. Pergerakan sirip punggung dan
sirip dada biasanya serentak dengan lalunya getaran.
4.2. Cara Makan
Ikan kuda laut merupakan jenis ikan pemangsa yang pasif dalam mencari makanan. Ikan ini
akan menunggu makanan yang lewat dan akan menyerang mangsanya dengan cara
menghisap sampai masuk melalui moncongnya yang panjang. Menurut Burton and Maurice
(1983) dijelaskan bahwa ikan kuda laut memakan segala jenis hewan kecil yang berenang
sesuai dengan bukaan mulutnya. Mangsa ditempatkan pada posisi yang tepat didepan
moncongnya dan ditangkap atau dihisap dari jarak kira-kira 1,5 inci. Umumnya yang
dimangsa adalah krustasea berukuran kecil seperti Artemia dan Copepoda.
Dalam mencari makanannya, ikan kuda laut akan menghampiri mangsanya dari atas, samping
dan bawah dengan sekehendak hatinya, selain itu ikan kuda laut mampu untuk membuat
tubuhnya bercahaya bahkan membuat suatu kejutan yang dapat menimbulkan arus listrik dan
hal ini dilakukan untuk menaklukan mangsanya (Schultz and Stern, 1977).
Dijelaskan pula oleh Asmanelli dan Andreas (1993) bahwa seekor artemia atau organisme
plankton lainnya yang berenang dari jarak 4 cm dari moncong ikan kuda laut, dengan cepat
akan dihisap ke dalam mulutnya. Kemampuan daya cernanya sangat cepat, meskipun ikan
kuda laut mempunyai saluran pencernaan yang bergulung-gulung. Anak ikan kuda laut dapat
memakan lebih dari 3600 naupili artemia selama waktu tertentu. Ikan kuda laut yang berumur
satu tahun dapat memakan 23 individu copepoda dan mencernanya selama 5 – 6 jam.
4.3. Perubahan Warna Tubuh
Ikan kuda laut mempunyai warna bermacam-macam tergantung pada lokasi dimana mereka
tinggal, karena kemampuannya untuk melakukan kamulflase yaitu mengubah warna
tubuhnya sesuai dengan warna lingkungan guna menghindari diri dari serangan pemangsa
atau predator. Predator ikan kuda laut di alam adalah ikan tuna dan ikan karnivor lainnya.
Al Qodri (1997) menjelaskan bahwa ikan kuda laut termasuk hewan mimikri, yaitu sangat
mudah dan sering berganti warna, sehingga ikan kuda laut tidak dapat diklasifikasikan
berdasarkan warna tubuhnya.
Selanjutnya dijelaskan oleh Vincent (1994) bahwa kemampuan kamulflase ikan kuda laut
turut menunjang aktifitas makannya sebagai predator. Ikan kuda laut akan diam dan tidak
melakukan gerakan apapun hingga hewan kecil, seperti larva udang lewat pada
jangkauannya. Ikan kuda laut kemudian akan menggerakan kepalanya dengan cepat dan
menghisap mangsa melalui moncongnya yang panjang.
Dalam kedudukannya sebagai ikan hias, warna yang beragam dan bentuknya yang unik akan
menjadi suatu daya tarik tersendiri dan turut menentukan harga jual jenis ikan kuda laut di
pasaran.
4.4. Penglihatan
Ikan kuda laut (Hippocampus kuda) mempunyai sepasang mata yang dapat bergerak bebas,
dimana pada saat yang bersamaan mata yang satu dapat digunakan untuk mengamati
lingkungan sekitarnya dan menghindari serangan predator, sedangkan yang satunya dapat
digunakan untuk mencari mangsa (Burton and Maurice, 1983 ; Thayib, 1977). Dijelaskan
juga oleh Lagler et al. ( 1962) bahwa ikan kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular
vision) yang berhubungan dengan retina mata, dimana untuk melihat satu mata dapat melihat
pada satu arah dan mata lain bergerak ke semua arah.
Mata ikan kuda laut mempunyai warna iris mata mata yang serupa dengan warna tubuhnya.
Jika tubuh ikan kuda laut berwarna kuning, maka matannya juga akan berwarna kuning,
adapula warna tubuhnya coklat sehingga matanya juga berwarna coklat.
Fungsi mata yang satu tidak tergantung pada mata yang lain. Oleh Thayib (1977) dijelaskan
bahwa jika sebelah mata ikan kuda laut dapat melihat ke dasar laut untuk mencari makanan
maka pada saat yang sama mata yang satu lagi sedang mengintai musuhnya di permukaan.
5. Habitat dan Distribusi Ikan Kuda Laut (Hippocampus kuda)
Kuiter (1992) menjelaskan bahwa ikan kuda laut terdapat atau hidup di perairan pantai.
Beberapa spesies hidup di perairan hangat dan daerah tropis, di daerah rumput laut atau
padang lamun ditemukan H. whitei Sementara yang hidup di hutan mangrove adalah H. kuda.
Di dasar laut yang lunak dengan bunga karang yang melimpah ditemukan H. zebra, dan
dijumpai pula diantara karang di daerah tropis yaitu H. comes. Beberapa ikan kuda laut
memerlukan tempat hidup yang spesifik, misalnya H. bargibanti hanya dijumpai di sekitar
daerah perairan yang ditumbuhi kipas laut (karang gargonid).
Ikan kuda laut hidup pada zona litoral yaitu perairan lepas pantai, dimana penetrasi cahaya
matahari dapat mencapai dasar perairan, sedangkan penyebarannya meliputi Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik sampai kepulauan Hawai dan Jepang (Weber & Beaufort,
1992).
Menurut laporan hasil penelitian Lourie et al., (2004) tentang jumlah Hippocampus spp yang
terdapat di perairan Indonesia, ternyata ditemukan sebanyak 9 (sembilan) jenis. Jenis-jenis
tersebut antara lain Hippocampus barbaouri, H. bargibanti, H. comes, H. histrix, H. kelloggi,
H. kuda, H. spinosissimus, H. trimaculatus dan H. sp. nov. Jenis yang pertama kali
diketemukan di perairan Indonesia adalah Hippocampus barbaouri, , H. comes. H. kelloggi,
dan H. sp. nov. Di paparan Sunda lebih banyak ditemukan Hippocampus spinosissimus dan
H. trimaculatus, sementara H. kuda dan H. barbouri lebih banyak berada di luar paparan
Sunda.
6. Parameter yang Mempengaruhi Kehidupan Ikan Kuda Laut (Hippocampus kuda ).
6.1. Suhu
Ikan kuda laut beradaptasi pada wilayah perairan yang cukup luas, menyebabkannya bersifat
euryhaline. Ikan kuda laut dapat mentoleransi perubahan kisaran suhu yang luas, asalkan
perubahannya tidak terlalu cepat. Menurut Giwojna (1990) suhu yang sesuai untuk kehidupan
ikan kuda laut adalah 25 – 27 0C . Suhu yang berada dibawah 20 0C akan menyebabkan
kematian pada ikan kuda laut (Wong, 1982).
Suhu air sangat berpengaruh terhadap metabolisme ikan. Kecepatan metabolisme dan
respirasi ikan kuda laut akan meningkat seiring dengan naiknya suhu yang selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Suhu yang terlalu dingin akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan gonad serta menurunkan daya tahan tubuh sehingga akan
mudah terserang penyakit, sedangkan suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan
tumbuhnya lumut dan dapat mengurangi oksigen terlarut. Suhu yang sesuai untuk kehidupan
ikan kuda laut adalah berkisar 28 – 30 0C, sedangkan untuk perkembangan larva berkisar
antara 25 – 29 0C (Weiping, 1990).
6.2. Cahaya
Ikan kuda laut merupakan jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif, yaitu bereaksi
positif bila melihat cahaya. Bila terdapat cahaya maka ikan kuda laut akan aktif bergerak
(mobile) dan mencari makanan, sebaliknya jika intesitas cahaya rendah maka ikan kuda laut
tidak akan aktif bergerak (Wong, 1982). Selanjutnya dijelaskan oleh Weiping (1990) bahwa
cahaya yang optimum untuk kehidupan ikan kuda laut berkisar 3000 – 6000 lux, jika terlalu
gelap maka akan menyebabkan kebutaan pada ikan kuda laut.
6.3. Salinitas
Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air
laut, biasanya dinyatakan dalam satuan 0/00 (permil atau gram perliter). Salinitas merupakan
faktor lingkungan yang penting bagi kehidupan biota laut. Setiap biota memiliki toleransi
yang berbeda terhadap salinitas untuk kelangsungan hidupnya (Nontji, 1993).
Salinitas yang sesuai untuk kehidupan ikan kuda laut berkisar antara 30 – 32 ppt, sedangkan
untuk juwana (larva) berkisar 32 – 35 ppt. Salinitas merupakan faktor penting dalam proses
osmoregulasi dan metabolisme dari ikan kuda laut.
6.4. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Hefni Effendi (2000) sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH
dan menyukai nilai pH pada kisaran 7 – 8,5. Dijelaskan pula oleh Thariq, dkk. (2005) bahwa
dari hasil pengamatan di BBL Lampung ternyata pH air laut berkisar 7,2 – 8,3 berpengaruh
terhadap toksisitas suatu senyawa kimia, dimana pada pH rendah banyak ditemukan senyawa
amoniak berion dan sebaliknya pada pH tinggi (alkalis) banyak ditemukan amoniak tidak
berion yang bersifat toksik.
6.5. Oksigen Terlarut (DO)
Meskipun ikan kuda laut tidak bergerak secara aktif, tetapi mereka tetap memerlukan
kandungan oksigen yang memadai, terutama bagi induk-induk yang sedang hamil, karena
selain untuk dirinya sendiri juga untuk suplai oksigen yang cukup kedalam kantung
pengeramannya agar telur-telur dapat menetas dan berkembang dengan sempurna.
Menurut Weiping (1990) dijelaskan bahwa kadar oksigen yang sesuai untuk kehidupan ikan
kuda laut adalah 3 ppm. Kematian akan terjadi jika oksigen terlarut berada dibawah 2,5 ppm.
Sedangkan menurut Al Qodri, dkk. (1998) bahwa kandungan oksigen pada air sebagai media
pemeliharaan untuk kepentingan budidaya ikan kuda laut berkisar 5 – 6 ppm. Konsentrasi
oksigen terlarut di dalam air dapat mempengaruhi metabolisme ikan kuda laut. Laju
metabolisme ikan kuda laut akan menurun sejalan dengan menurunnya kandungan oksigen
terlarut sampai titik minimal yang mendukung kehidupannya.
6.6. Amoniak dan Nitrit
Amoniak (NH3) yang terkandung dalam suatu perairan merupakan salah satu hasil dari
proses penguraian bahan organik. Amoniak biasanya berada dalam dua atau biasa disebut
Ionized Ammonia (amoniakbentuk yaitu NH4 terionisasi) yang tidak beracun dan NH3 atau
Unionized Ammonia (Amoniak tidak terionisasi) yang bersifat racun (Kordi dan Tancung,
2007). Toksitas amoniak tidak berion pada biota dipengaruhi oleh kandungan oksigen
terlarut, pH, dan suhu. Boyd (1982) menyatakan bahwa tingkat keracunan amoniak berbeda-
beda untuk setiap spesies, tetapi kadar 0,6 mg/l dapat membahayakan organisme.

Kandungan nitrit (NH2) dalam air berasal dari proses biologis perombakan bahan organik
dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Tingginya nilai nitrit mengikuti tingginya nilai
amoniak dalam suatu perairan. Menurut Hefni Effendi (2000) bahwa kadar nitrit yang
melebihi 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif.
6.7. Kedalaman Air
Ikan kuda laut umumnya sering ditemukan pada kedalaman 1 – 15 m, bahkan ada jenis yang
ditemukan pada kedalaman 45 – 60 m, misalnya Hippocampus bargibati. Ikan kuda laut juga
dapat berpindah secara perlahan untuk menemukan daerah yang lebih baik (Vincent, 1996).
6.8. Ketersediaan Makanan
Menurut Al Qodri, dkk. (2005) di alam ikan kuda laut memakan berbagai organisme
planktonik terutama zooplankton atau larva dari jenis crustecea. Ikan kuda laut termasuk jenis
hewan karnivora, memakan segala jenis hewan kecil yang sesuai dengan bukaan mulutnya.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Schultz (1948) bahwa semua jenis ikan hias dari suku
Syngnathids, selama hidupnya memerlukan makanan hidup dari crustacea kecil.
Dalam usaha budidaya ikan kuda laut, faktor jenis pakan dan pola pemberian pakan yang
tepat akan menentukan kualitas pertumbuhan dan kelulushidupan (survival rate) ikan kuda
laut mulai dari fase juwana sampai dengan dewasa. Dijelaskan oleh Vincent (1994) bahwa
induk ikan kuda laut betina yang terlambat makan atau mutu pakan yang diberikan kurang
baik, akan mudah terserang penyakit, telur yang dihasilkan tidak maksimal (sedikit), pada
induk ikan kuda laut jantan akan melahirkan juwana yang lebih kecil dan lemah.
Menurut Puja, dkk. (1998) pakan mulai diberikan pada hari pertama ketika juwana lahir
adalah Copepoda dengan kepadatan 3 – 5 individu/ml. Setelah juwana berumur lebih dari 10
hari sampai juwana berumur 30 hari diberi pakan naupli Artemia dengan kepadatan 1 – 2
individu/ml. Pada umur 30 – 90 hari ikan kuda laut diberi pakan Artemia dewasa dengan
kepadatan 1 – 2 individu/ml. Setelah ikan kuda laut berumur lebih dari 90 hari diberi pakan
udang rebon (Mesopodopsis) segar dan udang jambret (Mysidopsis, sp) dengan frekuensi
pemberian pakan 3 kali sehari secara ad libitum. Dijelaskan pula oleh Suryati (2007) bahwa
pakan alami yang cocok dan efektif untuk diberikan sejak hari pertama dan selama
pemeliharaan adalah dengan kepadatan 4 individu/ml. Al Qodri, dkk (1998) menambahkan
bahwa masalah yang sering terjadi pada pemeliharaan juwana ikan kuda laut adalah
ketidaksesuaian pakan alami dengan bukaan mulut dari juwana ikan kuda laut dan
persyaratan nilai nutrisi yang tinggi. Ukuran bukaan mulut juwana yang baru lahir (D1) rata-
rata 500 mikron atau 0,5 mm.
Untuk menjaga kualitas air terhadap pertumbuhan pakan alami maka perlu ditambahkan
fitoplankton yaitu Nannochloropsis sp atau Tetraselmis yaitu jenis alga hijau dan juga
Chaetoceros sp dari jenis alga coklat, serta larutan fermentasi dedak. Nannochloropsis sp
adalah pakan untuk pertumbuhan Brachionis plicatilis atau Rotifera, Artemia dan
Diaphanosoma,sp, sedangkan Chaetoceros sp adalah pakan untuk Copepoda. Larutan
fermentasi dedak diberikan untuk turut memacu pertumbuhan Artemia dan Copepoda.
6.9. Penyakit
Hambatan yang sering muncul dalam kegiatan pembenihan adalah munculnya penyakit pada
ikan kuda laut, sehingga upaya pengendalian dan pencegahan merupakan faktor yang penting
untuk memperkecil kemungkinan munculnya penyakit pada ikan kuda laut. Penyakit yang
sering muncul pada ikan kuda laut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya lumut,
parasit dan kelebihan udara / gas dalam kantung pengeraman induk ikan kuda laut jantan.
Lumut dapat tumbuh di badan ikan kuda laut maupun pada dinding bak pemeliharaan.
Kondisi ini tentu akan menggangu aktifitas dan bahkan sampai dapat menyebabkan kematian
pada induk ikan kuda laut, karena lumut yang ada akan meliliti tubuh ikan kuda laut sehingga
akan susah berenang dan bernafas. Di sisi lain lumut yang tumbuh pada dinding bak
pemeliharaan akan menjadi substrat bakteri ataupun parasit yang dapat merugikan ikan kuda
laut. Untuk mencegah tumbuhnya lumut dapat dilakukan dengan pencucian bak secara rutin
dengan menggunakan kaporit dan intesistas cahaya dikurangi. Apabila lumut tumbuh pada
tubuh ikan kuda laut, maka dilakukan perendaman terhadap ikan kuda laut dengan
menggunakan Acriflavin atau Methelyn blue dengan dosis 3-5 ppm, kemudian tubuh induk
ikan kuda laut disikat dengan menggunakan sikat kecil (sikat gigi) secara perlahan, dan
direndam kembali dalam air tawar selama kurang lebih 10 – 15 menit.
Jenis parasit yang sering ditemukan dalam budidaya ikan kuda laut adalah jamur mikroskopik
Ascarophis sp, Leptolaimus, dan Euplotes sp. Target organ yang diserang oleh parasit
Ascarophis sp, Leptolaimus, dan Euplotes sp adalah kulit. Namun ciri-ciri ikan kuda laut
yang diserang berbeda-beda, ikan kuda laut yang terkena penyakit oleh parasit Ascarophis sp
dan Leptolaimus tubuhnya akan terbungkus dengan lendir, sedangkan ikan kuda laut yang
terkena parasit Euplotes sp terlihat adanya pengelupasan pada kulit ekor. Cara penanganan
ikan kuda laut yang terkena parasit Ascarophis sp, Leptolaimus, dan Euplotes sp adalah sama
yaitu direndam dengan menggunakan Acriflavin dengan dosis 5 – 10 ppm selama 15 – 20
menit atau dapat juga menggunakan formalin dengan dosis 1 – 2 ppm selama 5 – 10 menit,
kemudian direndam dengan menggunakan air tawar selama kurang lebih 0,5 menit.
Penyakit lain yang sering ditemukan pada ikan kuda laut adalah Gas Double Deseases.
Penyakit ini ditandai dengan mengapungnya ikan kuda laut di permukaan air dengan kondisi
perut yang mengembung. Hal ini sebabkan karena terperangkapnya udara di dalam tubuh
ikan kuda laut serta gagalnya proses kelahiran juwana sehingga mengalami kematian dalam
kantung pengeraman ikan kuda laut jantan sehingga menyebabkan terbentuknya gas. Ikan
kuda laut jantan akan seperti balon dan dengan cepat mengapung di permukaan. Ciri-ciri ikan
kuda laut yang terkena penyakit Gas Double Deseases adalah mengapung di permukaan air
dengan perut mengembung dan mengalami stres, kulit pecah-pecah, kulit ekor robek dan
luka-luka dalam. Cara pengobatan penyakit tersebut yaitu pada bagian kelamin induk disuntik
dengan menggunakan spuit, kemudian gas yang ada dalam tubuh dihisap dan bagian kelamin
dioles dengan Acrivlafin.
2.7. Pakan Alami Ikan Kuda Laut (Hippocampus Kuda)
Pakan alami adalah makanan hidup bagi larva berbagai jenis ikan laut, yang meliputi
fitoplankton, zooplankton dan bentos. Ketiga jenis makanan ini berfungsi sebagai sumber
karbohidrat, protein, lemak dan mineral untuk pertumbuhan dan perkembangan larva (benih).
Sifat pakan alami yang bergerak pasif akan mempermudah larva (benih) untuk memangsanya
(Mayunar dan Samad, 2000).
Menurut Budileksono (1995) bahwa keterbatasan tersedianya jasad pakan merupakan faktor
pembatas bagi kehipan larva ikan. Di unit pembenihan, jasad pakan alami harus dipasok
secara berkelanjutan dan cukup ketersediaannya. Kesulitan dalam penyediaan pakan alami
tersebut menjadi dorongan bagi manusia untuk menciptakan pakan buatan untuk
pemeliharaan larva ikan.
Selanjutnya dijelaskan oleh Mayunar dan Samad (2000) bahwa ketersediaan pakan alami
yang tepat ukuran, jenis, jumlah dan mutu akan menghasilkan pertumbuhan yang baik dan
sintasa (kelangsungan hidup) yang tinggi. Agar pakan alami tersedia dalam jumlah yang
cukup pada saat larva mulai makan, maka penyediaan dan budidaya pakan alami harus
disesuaikan dengan jenis, sifat dan jadwal pemijahan.
Syarat pakan alami yang baik menurut Khairuman dan Amri (2002) adalah tidak
membahayakan bagi kehidupan larva yang dipelihara, tidak mencemari lingkungan, tidak
mengandung bahan racun maupun logam berat, tidak menghasilkan racun pada seluruh siklus
hidupnya, tidak berperan sebagai inang suatu organisme patogen maupun parasit dan harus
dapat dimakan oleh larva yang sedang dipelihara sesuai dengan bukaan mulutnya.
Pada fase juwana (usia D1-D30) ikan kuda laut hanya memakan pakan alami berupa
Brachionis plicatilis atau Rotifera, Copepoda, naupli Artemia dan Diaphanosoma sp.
Sedangkan untuk ikan kuda laut dewasa, jenis pakan yang diberikan adalah pakan dalam
kondisi mati namun masih segar (fresh food) yaitu berupa udang jambret (Mysids shrimp),
udang rebon (Mesopodopsis) dan teri nasi.
Pengaruh Faktor Lingkungan Laut pada Tingkah Laku dan
Kelimpahan ikan
September 17, 2011Joy Kumaat Leave a comment

3 Votes

1. Suhu air laut

Reddy (1993) menyatakan bahwa ikan adalah hewan berdarah dingin, yang suhu tubuhnya
selalu menyesuaikan dengan suhu sekitarnya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa ikan
mempunyai kemampuan untuk mengenali dan memilih range suhu tertentu yang memberikan
kesempatan untuk melakukan aktivitas secara maksimum dan pada akhirnya mempengaruhi
kelimpahan dan distribusinya. Menurut Laevastu dan Hela (1970), pengaruh suhu terhadap
ikan adalah dalam proses metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan,
aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air
pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat
mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan
arus selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang menentukan
“kekuatan keturunan” dan daya tahan larva pada spesies-spesies ikan yang paling penting
secara komersil. Suhu ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim
pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah tersebut.
Perubahan suhu jangka panjang dapat mempengaruhi perpindahan tempat pemijahan
(spawning ground) dan fishing ground secara periodik (Reddy, 1993).

Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi
matahari pada siang hari. Karena pengaruh angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman
kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar
28°C) yang homogen. Oleh sebab itu lapisan teratas ini sering pula disebut lapisan homogen.
Karena adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi. Di
perairan dangkal lapisan homogen ini sampai ke dasar.

2. Pengaruh arus

Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh arus
dengan mengarahkan dirinya secara langsung pada arus. Arus tampak jelas dalam organ
mechanoreceptor yang terletak garis mendatar pada tubuh ikan. Mechanoreceptor adalah
reseptor yang ada pada organisme yang mampu memberikan informasi perubahan mekanis
dalam lingkungan seperti gerakan, tegangan atau tekanan. Biasanya gerakan ikan selalu
mengarah menuju arus. (Reddy, 1993).

Fishing ground yang paling baik biasanya terletak pada daerah batas antara dua arus atau di
daerah upwelling dan divergensi. Batas arus (konvergensi dan divergensi) dan kondisi
oseanografi dinamis yang lain (seperti eddies), berfungsi tidak hanya sebagai perbatasan
distribusi lingkungan bagi ikan, tetapi juga menyebabkan pengumpulan ikan pada kondisi ini.
Pengumpulan ikan-ikan yang penting secara komersil biasanya berada pada tengah-tengah
arus eddies. Akumulasi plankton, telur ikan juga berada di tengah-tengah antisiklon eddies.
Pengumpulan ini bisa berkaitan dengan pengumpulan ikan dewasa dalam arus eddi (melalui
rantai makanan). (Reddy, 1993).

3. Pengaruh cahaya

Ikan bersifat fototaktik (responsif terhadap cahaya) baik secara positif maupun negatif.
Banyak ikan yang tertarik pada cahaya buatan pada malam hari, satu fakta yang digunakan
dalam penangkapan ikan. Pengaruh cahaya buatan pada ikan juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan lain dan pada beberapa spesies bervariasi terhadap waktu dalam sehari. Secara
umum, sebagian besar ikan pelagis naik ke permukaan sebelum matahari terbenam. Setelah
matahari terbenam, ikan-ikan ini menyebar pada kolom air, dan tenggelam ke lapisan lebih
dalam setelah matahari terbit. Ikan demersal biasanya menghabiskan waktu siang hari di
dasar selanjutnya naik dan menyebar pada kolom air pada malam hari.

Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu memijah dan pada larva. Jumlah cahaya yang
tersedia dapat mempengaruhi waktu kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi
daya hidup larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah produksi
organik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. Cahaya juga mempengaruhi
tingkah laku larva. Penangkapan beberapa larva ikan pelagis ditemukan lebih banyak pada
malam hari dibandingkan pada siang hari. (Reddy, 1993).

4. Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat garam yang terlarut dalam 1 liter air, biasanya
dinyatakan dalam satuan 0/00 (per mil, gram perliter). Di perairan samudera, salinitas
berkisar antara 340/00 – 350/00. Tidak semua organisme laut dapat hidup di air dengan
konsentrasi garam yang berbeda. Secara mendasar, ada 2 kelompok organisme laut, yaitu
organisme euryhaline, yang toleran terhadap perubahan salinitas, dan organisme stenohaline,
yang memerlukan konsentrasi garam yang konstan dan tidak berubah. Kelompok pertama
misalnya adalah ikan yang bermigrasi seperti salmon, eel, lain-lain yang beradaptasi
sekaligus terhadap air laut dan air tawar. Sedangkan kelompok kedua, seperti udang laut yang
tidak dapat bertahan hidup pada perubahan salinitas yang ekstrim. (Reddy, 1993).

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin
dapat pula melakukan pengadukan lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen sampai
kedalaman 50-70 meter atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Di lapisan dengan
salinitas homogen suhu juga biasanya homogen, baru di bawahnya terdapat lapisan pegat
dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas
dengan lapisan bawah (Nontji, 1993).

Volume air dan konsentrasi dalam fluida internal tubuh ikan dipengaruhi oleh konsentrasi
garam pada lingkungan lautnya. Untuk beradaptasi pada keadaan ini ikan melakukan proses
osmoregulasi, organ yang berperan dalam proses ini adalah insang dan ginjal. Osmoregulasi
memerlukan energi yang jumlahnya tergantung pada perbedaan konsentrasi garam yang ada
antara lingkungan eksternal dan fluida dalam tubuh ikan. Toleransi dan preferensi salinitas
dari organisme laut bervariasi tergantung tahap kehidupannya, yaitu telur, larva, juvenil, dan
dewasa. Salinitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi
pada beberapa ikan dan distribusi berbagai stadia hidup. (Reddy, 1993)

5. Oksigen Terlarut / DO (Dissolved Oxigen)

Oksigen sangat penting dalam proses respirasi, komponen ini tersedia dalam atmosfer dalam
jumlah besar dan dalam jumlah kecil dihasilkan oleh tumbuhan melalui fotosintesis. Respirasi
di perairan memerlukan oksigen dari dalam air dan menghilangkan limbah karbon dioksida.
Insang adalah tempat di mana pertukaran gas terjadi pada sebagian besar jenis ikan, meskipun
ada juga beberapa jenis ikan yang bernafas melalui kulit. Biasanya laju konsumsi oksigen
dapat digunakan untuk mengukur intensitas metabolismenya. Laju ini dipengaruhi oleh
ukuran ikan dan karakteristik air seperti suhu dan kandungan CO2. (Reddy, 1993).

Kandungan oksigen dalam air laut bervariasi terhadap suhu dan kedalaman. Pada sebagian
besar lapisan permukaan laut, kandungan oksigen dalam air bervariasi dalam batas yang
relatif sempit. Tetapi, di bawah lapisan termoklin, dekat dasar dan di beberapa daerah tropis
kandungan oksigen bisa sangat rendah dan sangat mempengaruhi ikan maupun komunitas
bentik yang lain. Migrasi ikan ke arah pantai pada beberapa jenis ikan dikontrol oleh
kandungan oksigen dalam air. Perairan pantai kaya akan oksigen tetapi miskin makanan.
Perairan yang lebih dalam di lepas pantai mengandung banyak makanan tetapi hanya sedikit
oksigen sehingga ikan tidak dapat tetap berada dalam lapisan ini dalam waktu yang lama.

6. Nutrien

Di antara beberapa nutrien yang ada di air laut, yang paling penting untuk kebutuhan biologis
ikan adalah fosfat, nitrat, dan silikat karena komponen ini merupakan nutrien penting yang
diperlukan untuk pertumbuhan plankton di laut. Nutrien diperlukan oleh tumbuhan untuk
pembentukan molekul protein. Pada umumnya hewan mendapatkan protein secara langsung
atau tidak langsung dari tumbuhan. Permukaan laut mendapat pasokan nutrien-nutrien
tersebut terutama dari air pedalaman yang dibawa oleh air sungai, dan dari dasar perairan
yang dalam. Air dari perairan yang sangat dalam menuju ke permukaan laut selama terjadi
arus naik (upwelling) yang disebabkan oleh arus sepanjang pantai, atau sebagai hasil dari
perubahan suhu yang menghasilkan konveksi arus (sirkulasi vertikal air), atau yang lainnya
sebagai konsekuensi dari pertemuan arus horizontal, suhu hangat dan dingin. Hal ini
menyediakan zona photik di lautan yang kaya nutrien, dengan demikian menimbulkan
pertumbuhan phytoplankton yang melimpah, diikuti zooplankton dan ikan yang melimpah
pula di daerah tersebut. (Reddy, 1993).

Pada beberapa daerah tropis, pengaruh perbedaan musim terhadap konsentrasi phospat pada
peraian pantai lebih sedikit daripada pada daerah beriklim sedang. Selama periode monsoon,
phospat akan melimpah sepanjang pantai. Jumlah silikat di perairan pantai secara umum
tinggi jika dibandingkan sebelumnya sebagai akibat run off dari daratan.

7. Upwelling

Upwelling adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan.
Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat
hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1993). Menurut Barnes (1988), proses upwelling ini
dapat terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, pada waktu arus dalam (deep current) bertemu
dengan rintangan seperti mid-ocean ridge (suatu sistem ridge bagian tengah lautan) di mana
arus tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras ke permukaan. Kedua,
ketika dua massa air bergerak berdampingan, misalnya saat massa air yang di utara di bawah
pengaruh gaya coriolis dan massa air di selatan ekuator bergerak ke selatan di bawah
pengaruh gaya coriolis juga, keadaan tersebut akan menimbulkan “ruang kosong” pada
lapisan di bawahnya. Kedalaman di mana massa air itu naik tergantung pada jumlah massa air
permukaan yang bergerak ke sisi ruang kosong tersebut dengan kecepatan arusnya. Hal ini
terjadi karena adanya divergensi pada perairan laut tersebut. Ketiga, upwelling dapat pula
disebabkan oleh arus yang menjauhi pantai akibat tiupan angin darat yang terus-menerus
selama beberapa waktu. Arus ini membawa massa air permukaan pantai ke laut lepas yang
mengakibatkan ruang kosong di daerah pantai yang kemudian diisi dengan massa air di
bawahnya.

Meningkatnya produksi perikanan di suatu perairan dapat disebabkan karena terjadinya


proses air naik (upwelling). Karena gerakan air naik ini membawa serta air yang suhunya
lebih dingin, salinitas yang tinggi dan tak kalah pentingnya zat-zat hara yang kaya seperti
fosfat dan nitrat naik ke permukaan (Nontji, 1993). Selain itu proses air naik tersebut disertai
dengan produksi plankton yang tinggi. Di perairan Selat Makasar bagian selatan diketahui
terjadi upwelling. Proses terjadinya upwelling tersebut disebabkan karena pertemuan arus
dari Selat Makasar dan Laut Flores bergabung kuat menjadi satu dan mengalir kuat ke barat
menuju Laut Jawa. Dengan kondisi demikian dimungkinkan massa air di permukaan di dekat
pantai Ujung Pandang secara cepat terseret oleh aliran tersebut dan untuk menggantikannya
massa air dari lapisan bawah naik ke atas. Menurut (Nontji, 1993), proses air naik di Selat
Makasar bagian selatan ini terjadi sekitar Juni sampai September dan berkaitan erat dengan
sistem arus.

Air laut di lapisan permukaan umumnya mempunyai suhu tinggi, salinitas, dan kandungan zat
hara yang rendah. Sebaliknya pada lapisan yang lebih dalam air laut mempunyai suhu yang
rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi. Pada waktu terjadinya upwelling,
akan terangkat massa air dari lapisan bawah dengan suhu

rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang tinggi (Sverdurp, 1942 vide Setiawan, 1991;
Reddy 1993). Keadaan ini mengakibatkan air laut di lapisan permukaan memiliki suhu
rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan massa
air laut sebelum terjadinya proses upwelling ataupun massa air sekitarnya. Sebaran suhu,
salinitas, dan zat hara secara vertikal maupun horisontal sangat membantu dalam menduga
kemungkinan terjadinya upwelling di suatu perairan. Pola-pola sebaran oseanografi tersebut
digunakan untuk mengetahui jarak vertikal yang ditempuh oleh massa air yang terangkat.

Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat dipergunakan
untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan (Birowo dan Arief, 1983).
Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan
zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara tersebut merangsang
perkembangan fitoplankton di permukaan. Karena perkembangan fitoplankton sangat erat
kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik selalu dihubungkan
dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan
meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut (Pariwono et al, 1988).

Upwelling di perairan Indonesia dijumpai di Laut Banda, Laut Arafura, selatan Jawa hingga
selatan Sumbawa, Selat Makasar, Selat Bali, dan diduga terjadi di Laut Maluku, Laut
Halmahera, Barat Sumatra, serta di Laut Flores dan Teluk Bone (Nontji, 1993). Upwelling
berskala besar terjadi di selatan Jawa, sedangkan berskala kecil terjadi di Selat Bali dan Selat
Makasar (Birowo dan Arief, 1983). Menurut (Nontji 1993), upwelling di perairan Indonesia
bersifat musiman terjadi pada Musim Timur (Mei-September), hal ini menunjukan adanya
hubungan yang erat antara upwelling dan musim.

8 . Plankton dan Bentos

Plankton adalah organisme kecil yang keberadaannya mengambang bebas di kolom perairan,
beberapa diantaranya tidak mempunyai alat pergerakan, pergerakannya mengikuti arus
gelombang. Plankton dibedakan menjadi phytoplankton (tumbuhan) dan zooplankton
(hewan). Phytoplankton terdiri dari tumbuhan mikroskopik, diatom, flagellata dan alga biru-
hijau sedangkan zooplankton terdiri dari bermacam-macam spesies yang dikelompokkan
dalam beberapa genera. Phytoplankton sangat penting untuk kehidupan di laut karena
kemampuannya mensistesis makanannya sendiri dari bahan inorganik. Pola makan-dimakan
di lautan menunjukkan sebuah jaring-jaring makanan. Zooplankton, karnivora kecil,
merupakan jaring pertama dalam rantai makanan; biasanya mereka memakan

phytoplankton, zooplankton dimakan ikan, dan selanjutnya ikan dimakan oleh predatornya.
Plankton mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan ikan karena mereka berperan
pada kelangsungan hidup larva ikan dan rekruitmen. Biasanya daerah yang kaya
phytoplankton juga kaya zooplankton dan keberadaan ikan yang melimpah (Reddy, 1993).
Organisme laut yang menetap di dasar laut (benthos) ada yang bergerak dan ada yang
menetap. Organisme bentik merupakan komponen yang penting dalam jaring makanan di
laut. Ikan demersal secara langsung memakan fauna benthik. Tahapan larva ikan pelagis
banyak ditemukan di daerah demersal. Jadi keberadaan benthos juga berpengaruh dalam
memasok ikan pelagis. Intensitas biomas benthik berhubungan dengan kepadatan ikan dan
udang di suatu wilayah. Rata-rata jumlah dan berat organisme benthik mempunyai korelasi
dengan produksi ikan demersal dan faktor oseanografi. (Reddy, 1993). 2.3.9 Front Front
adalah daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda, misal
pertemuan antara massa air dari Laut Jawa yang agak panas dengan massa air Samudera
Hindia yang lebih dingin (Bidang Matra Laut-LAPAN, 1997). Daerah front ditandai dengan
gradien suhu permukaan laut yang sangat jelas antara kedua sisi front (Setiawan, 1991).
Robinson (1991) menyatakan bahwa front penting dalam hal produktivitas perairan laut
karena cenderung membawa bersama-sama air yang dingin dan kaya akan nutrien
dibandingkan dengan perairan yang lebih hangat tetapi miskin zat hara. Kombinasi dari suhu
dan peningkatan kandungan hara yang timbul dari percampuran ini akan meningkatkan
produktivitas plankton. Hal ini akan ditunjukkan dengan meningkatnya stok ikan di daerah
tersebut. Selain itu front atau pertemuan dua massa air merupakan penghalang bagi migrasi
ikan, karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar.
FAKTOR LINGKUNGAN
Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting untuk perkembangan dan kelangsungan
hidup serta kelestarian kuda laut. Beberapa paratemer lingkungan yang mendukung adalah :
1. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan karena
suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan organisme laut (Hutabarat
dan Evans, 1986). Menurut Odum (1971), suhu air mempunyai peranan penting dalam
kecepatan laju metabolisme pada ekosistem
perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu antara lain musim, cuaca, waktu,
kedalaman perairan dan kegiatan manusia di sekitar perairan (Nybakken, 1992).
Selanjutnya Parkins (1974), juga mengemukakan bahwa suhu air dipengaruhi oleh komposisi
substrat, kecerahan, suhu udara, hujan, suhu air tanah, kekeruhan dan percampuran air laut
dengan air sungai.
Suhu secara tidak langsung bepengaruh terhadap proses metabolisme kuda laut. Pada suhu air
yang rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembanganserta menurunkan daya tahan
tubuh sehingga kuda laut akan mengalami stres begitu pula dengan suhu yang tinggi (Al
Qodri dkk, 1998).7 Simon and Schuster (1997) menjelaskan bahwa kuda laut biasanya hidup
diantara rumput laut yang jernih dengan suhu 250 C. Sedangkan menurut Lourie et al
(1999) di daerah Indo – Pasifik suhu optimum untuk kelangsungan hidup kuda laut yaitu
antara 170 C – 200 C. Al Qodri dkk (1998) menyatakan bahwa kisaran suhu optimum untuk
kehidupan kuda laut adalah 200 C – 300 C.
2. Salinitas
Salinitas adalah garam – garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam
satuan perseribu. Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotic air, semakin tinggi kadar
garam maka semakin besar pula tekanan osmotiknya. Salinitas mempunyai peranan penting
dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi biota laut akuatik dan merupakan
parameter yang berperan penting dalam lingkungan ekologi laut (Nybakken, 1992). Di
perairan samudera, salinitas biasanya berkisar antara 34 0/00 – 35 0/00. Di perairan pantai
karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas biasanya turun
rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas biasa meningkat
kuat (Nontji, 1993). Selanjutnya Nybakken (1992) menyatakan bahwa konsentrasi salinitas
perairan sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar dan air laut, curah hujan, musim, pasang
surut dan laju transportasi. Beberapa jenis organisme ada yang tahan terhadap perubahan
salinitas yang besar, adapula yang tahan tterhadap salinitas yang kecil. Menurut Al Qodri dkk
(1998) bahwa kuda laut bersifat euryhaline sehingga dapat beradaptasi pada wilayah perairan
yang cukup luas yaitu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan
dengan kisaran salinitas optimum 30 0/00 – 32 0/00.
3. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan suatu
tolak ukur keasaman. Biota – biota laut memiliki kisaran untuk hidup pada nilai pH tertentu
(Nybakken, 1992). Menurut Nontji (1993), air laut memiliki nilai pH yang relatif stabil dan
biasanya berkisar antara 7.5 – 8.4. Selanjutnya Parkins (1974) menyatakan bahwa nilai pH
dapat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesa, suhu, serta buangan industri dan rumah tangga.
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup kuda laut sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
derajat keasaman (Puja dkk, 1998). 8 Derajat keasaman yang ideal untuk kelangsungan hidup
kuda laut adalah 7 – 8. Perairan yang bersifat asam dan yang sangat alkali dapat
menyebabkan kematian dan menghentikan reproduksi pada kuda laut (Al Qodri dkk, 1998).
Selanjutnya Sitanggang (2002) menyatakan bahwa besar kecilnya nilai pH sangat
dipengaruhi oleh kandungan karbondioksida (CO2) di dalam air dimana karbondioksida
merupakan hasil dari respirasi atau pernapasan ikan yang menghasilkan CO2 berbeda di siang
hari dan malam hari. Ketika malam hari, kadar CO2 meningkat sehingga pH air juga naik.
Ketika pagi dan siang hari, kadar CO2 akan turun sehingga pH air pun ikut turun.
4. Bahan Organik Terlarut (BOT)
Bahan Organik Terlarut (BOT) atau Total Organik Matter (TOM) menggambarkan
kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut,
tersuspensi (particulate) dan koloid. Bengen (1994) menyatakan bahwa bahan organik di
perairan terdapat sebagai plankton, partikel – partikel tersuspensi dari bahan organik yang
mengalami perombakan (detritus) dan bahan – bahan organik total yang berasal dari daratan
dan terbawa oleh aliran sungai. Selanjutnya menurut Koesbiono (1985) terdapat empat
macam sumber penghasil bahan organik terlarut dalam air laut, yaitu (1) berasal dari daratan ;
(2) proses pembusukan organisme yang telah mati ; (3) perubahan metabolik – metabolic
ekstraseluler oleh algae, terutama fitoplankton dan (4) ekskresi zooplankton dan hewan –
hewan laut lainnya. Menurut Koesbiono (1985) bahwa perairan dengan kandungan bahan
organik diatas 26 mg/l tergolong subur.
5. Oksigen Terlarut ataudissolved oksigen(DO)
Oksigen Terlarut atau dissolved oksigen (DO) adalah sebagai parameter hidrobiologis
dianggap sangat penting karena keberadaannya menentukan hidup matinya organisme. Kadar
oksigen yang terlarut dalam suatu perairan berbeda – beda sesuai dengan kedalamannya,
penetrasi cahaya, tingkat kecerahan, jenis dan jumlah tumbuhan hijau (Wardoyo, 1975).
Menurut Hutabarat dan Evans (1986) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut sangat
essensial dan merupakan salah satu komponen utama metabolism organisme perairan.
Oksigen terlarut digunakan organisme perairan untuk pertumbuhan dan kesuburan.
Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi 9 efisiensi pengambilan oksigen oleh
biota laut sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan
hidupnya. Kadar oksigen terlarut tertinggi di lingkungan pesisir terdapat di pinggir yang
terbuka dimana ombak terus – menerus mengaduk air. Dijumpai bahwa kadar oksigen terlarut
turun naik mengikuti air pasang dengan kadar oksigen tertinggi adalah pada pasang naik.
Karena berlimpahnya kehidupan di padang lamun dan pengisian persediaan zat hara yang
tetap, maka kebutuhan oksigen biologi sangat tinggi, dengan demikian cenderung
menurunkan kadar oksigen dalam air (Whitten dkk, 1987).
Sitanggang (2002) menyatakan bahwa oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan
melalui respirasi, untuk pertumbuhan, reproduksi dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen
terlarut dapat mengurangi efesiensi pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat
menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya. Untuk sekedar
hidup diperlukan 1 mg/l oksigen terlarut, sedangkan untuk dapat tumbuh dan berkembang
minimal 3 mg/l. Apabila oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l dan berlangsung dalam waktu
lama, akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berkurangnya nafsu makan ikan.
Selanjutnya kuda laut dapat beradaptasi pada wilayah perairan yang cukup luas dengan nilai
oksigen terlarut > 3 mg/l (Al Qodri dkk, 1998). Walaupun kuda laut tidak bergerak aktif,
mereka tetap membutuhkan kandungan oksigen yang memadai, terutama induk – induk
jantan yang sedang mengerami anak – anaknya. Sebab selain untuk dirinya sendiri, induk
jantan yang sedang mengerami anaknya harus menyuplai oksigen yang cukup ke dalam
kantungnya agar telur – telur yang terdapat dalam kantung dapat menetas dan berkembang
sempurna (Al Qodri dkk, 1998).
6. Kedalaman
Kedalaman laut secara garis besar perairan dibagi dua yakni perairan dangkal berupa paparan
dan perairan laut dalam. Paparan (shelf) adalah zone di laut terhitung mulai dari garis sudut
terendah hingga pada kedalaman sekitar 120 – 200 m, yang kemudian biasanya disusul
dengan lereng yang lebih curam ke arah laut dalam (Nontji, 1993). Kedalaman air
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap biota laut. Hal ini berhubungan dengan
tekanan yang diterima biota dalam air, sebab tekanan dalam air bertambah seiring dengan
bertambahnya kedalaman (Nybakken, 1992).10 Selanjutnya Hutabarat dan Evans (2000)
menambahkan bahwa kedalaman mempunyai hubungan yang erat terhadap stratifikasi suhu
vertikal, penetrasi cahaya, densitas dan kandungan oksigen serta zat – zat hara. Kuda laut
umumnya hidup diperairan dangkal hingga pada kedalaman 30 m tergantung dari jenisnya
(PetPlace, 2003).
7. Kekeruhan
Kekeruhan air adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya
partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan yang terkandung dalam air. Kekeruhan air
juga merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan dalam air
yang disebabkan oleh bahan yang melayang di dalam air. Kekeruhan di perairan sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan atau aktivitas yang terjadi di perairan tersebut
(Wardoyo, 1975).
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kekeruhan suatu perairan seperti : lumpur,
partikel, karbon, bahan partikel organik halus, plankton dan organisme kecil lainnya (Wetzel
and Likens, 1979). Tingkat kekeruhan bergantung terhadap kedalaman suatu perairan dan
sejumlah aktivitas yang terjadi di perairan tersebut, selain itu arus dapat juga dikatakan
sebagai faktor penyebab terjadinya kekeruhan, karena arus yang kuat akan mengangkat
partikel – partikel yang berada di dasar perairan (Parkins, 1974).
8. Plankton
Plankton adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam air.
Kemampuan geraknya kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut selalu
terbawa oleh arus. Plankton dibagi menjadi dua golongan utama yakni fitoplankton dan
zooplankton. Fitoplankton biasa juga disebut plankton nabati merupakan tumbuhan yang
amat banyak ditemukan di semua perairan tetapi karena ukurannya mikroskopis sukar dilihat
kehadirannya. Sedangkan zooplankton sering juga disebut plankton hewani, terdiri dari
sangat banyak jenis hewan. Ukurannya lebih besar dari fitoplankton bahkan ada pula yang
biasa mencapai lebih satu meter seperti pada ubur – ubur. Plankton, baik fitoplankton maupun
zooplankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya (Nontji 1993).
Menurut Puja dkk (1998), jenis – jenis fitoplankton yang digunakan sebagai pakan kuda laut
adalah Tetraselmis sp, Chlorella sp dan Dunaliella sp dimana jenis fitoplankton digunakan
untuk pakan copepoda. Zooplankton mempunyai peranan 11penting dalam ekosistem laut,
karena zooplankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya. Kuda
laut termasuk hewan karnivora, memakan segala jenis hewan kecil mulai dari anggota
kelompok crustacea sampai larva ikan. Sedangkan makanan awal anak kuda laut adalah
crustacea tingkat rendah seperti copepoda, larva udang dan naupli artemia yang akan
mempercepat pertumbuhannya (Al Qodri, 1999).
Kuda laut mempunyai mata yang bebas bergerak, membuatnya lebih mudah untuk menyoroti
mangsa mereka yaitu crustacea kecil (brine shrimp) dan plankton, yang dihirup ke dalam
mulut yang seperti tube dengan diawali sebuah pagutan kepala yang sangat cepat. Dengan
tidak adanya gigi, makhluk ini mempunyai selera voracious yaitu memakan segala sesuatu
yang masih hidup untuk mencukupi system pencernaan mereka yang tidak efisien (PetPlace,
2003). Dengan sebuah hentakan kepala, maka ikan yang tidak menaruh curiga, larva,
plankton atau makhluk hidup lain yang cukup cocok, dapat dihisap ke dalam moncongnya
yang kuat.
Namun dalam percobaan di dalam laboratorium, Hippocampus ingens telah terbukti menjadi
pemakan yang suka memilih makanan (Mann, 1998). Berdasarkan fakta tersebut maka telah
diamati bahwa intensitas cahaya yang berkurang secara negatif berdampak pada kemampuan
sedikitnya satu jenis Caribbean (kuda laut Karibia) untuk mencari makan kemana-mana
(Yakobus, 1994). Hal ini mungkin menjelaskan mengapa sebahagian besar kuda laut adalah
pencari makan di siang hari.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qadri, A. H., Sudjiharno, A. Hermawan., 1998. Pemeliharaan Induk dan
Pematangan Gonad. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Laut. Lampung.
Al Qadri, A. H., 1999. Paket Usaha Budidaya Kuda Laut (Hippocampus spp),
Disampaikan Pada Pertemuan Sosialisasai Rekayasa Teknologi UPT. Ditjen
Perikanan di Casarva Bogor. 4-6 Agustus 1999
Makalah Tentang Kuda Laut (Hippocampus spp)
Yowanda Erlangga 3/25/2014 Makalah
Makalah Tentang Kuda Laut (Hippocampus spp)
I. PENDAHULUAN
Vertebrata (hewan bertulang belakang) adalah salah satu di antara 3 filum Chordata. Dalam filum
chordata terdapat manusia (bersama dengan ikan, katak, ular, burung dan mamalia lainnya). Secara
Filogeni munculnya vertebrata dirunut dari Chordata. Karakteristik utama Chordata adalah adanya
notochord (chorda dorsalis) berupa struktur batang fleksibel memanjang dari bagian anterior sampai
posterior tubuh yang menggambarkan skeleton aksiale primitive, nervecord, celah insang faringeal
pada masa perkembangan embrionik. Chordata tingkat tinggi adalah memiliki jantung di bagian
ventral tubuh, sistema portae hepatic, korpuskula darah merah, ada ekor di bagian anal. Vertebrata
masih mempertahankan karakteristik Chordata primitive tetapi memiliki spesialisasi tambahan.
Osteichthyes atau disebut juga ikan bertulang sejati adalah kelas dari anggota hewan bertulang
belakang merupakan subfilum dari Pisces. Osteichthyes berasal dari bahasa Yunani, yaitu osteon
berati tulang, ichthyes berarti ikan.
Di antara semua kelas vertebrata, ikan bertulang keras (Kelas Osteichthyes) adalah yang paling
banyak jumlahnya, baik dalam hal jumlah individu maupun dalam jumlah spesies (sekitar 30.000).
Berukuran antara 1 cm hingga lebih dari 6 m, ikan bertulang keras sangat melimpah di laut dan di
hampir setiap habitat air tawar.
Semua jenis ikan termasuk dalam kelas Osteichthyes memiliki sebagian tulang keras, mulut dan
lubang hidungnya ventral, celah-celah pharyngeal tertutup (tidak terlihat dari luar), jantungnya
hanya memiliki satu ventrikel. Jantung beruang dua, darah berwarna pucat, mengandung eritrosit
berinti dan leukosit. Ikan kelas Osteichthyes juga mempunyai sistem limfa serta sistem porta renalis.
Mempunyai hati berkantong empedu. Lambung dipisahkan dari usus oleh sebuah katup, mempunyai
kloaka, tetapi tidak jelas adanya pankreas. Terdapat gelembung renang. Mempunyai gurat sisi, indra
mata, telinga dalam dengan tiga saluran semisirkuler. Memiliki otolit untuk keseimbangan. Bernapas
dengan insang yang memiliki tutup insang (operkulum).
Pada makalah ini akan dibahas Kuda Laut (Hippocampus spp) yang termasuk dalam kelas
Osteichthyessubfilum Pisces.

II. RUMUSAN MASALAH


A. Bagaimana klasifikasi ilmiah Kuda Laut itu?
B. Bagaimana bentuk morfologi dan anatomi Kuda Laut itu?
C. Apa peranan Kuda Laut itu?
III. PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Ilmiah Kuda Laut
Klasifikasi ilmiah kuda laut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Gasterosteiformes
Famili : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Spesies : Hippocampus spp

B. Bentuk Morfologi dan Anatomi Kuda Laut

Gambar 2. Bagian-bagian tubuh kuda laut

Morfologi dari kuda laut sangat unik, bahkan dapat dikatakan menyimpang dari bentuk ikan-
ikan pada umumnya. Namun menurut Thayib (1977), meski bentuk tubuhnya menyimpang dari
bentuk ikan pada umumnya tapi ia dilengkapi oleh organ-organ yang identik dengan organ-organ
ikan.
Tubuh kuda laut bersegmen dan mempunyai satu sirip punggung, insang membuka sangat
kecil. Dilengkapi sepasang sirip dada (pectoralfin), satu sirip dubur (analfin) sangat kecil, sirip perut
dan sirip ekor tidak ada (Nelson 1976, Weber & Beaufort 1922, Burton & Maurice 1983, Vincent
1998). Kuda laut memiliki baju disebut baju zirah atau "baju besi" berfungsi sebagai pelindung
bahaya. Baju zirah tersebut sangat keras seperti batu, bahkan tidak dapat dihancurkan hanya dengan
tangan manusia. Meskipun termasuk dalam jenis ikan, cara berenang kuda laut berbeda dengan cara
berenang ikan pada umumnya. Kuda laut sendiri berenang dalam posisi tubuh tegak. Mereka dapat
menganggukkan kepala keatas dan kebawah. Mata kuda laut sangat unik. Ia bisa meilihat dua buah
benda berbeda pada waktu bersamaan. Matanya juga dapat bergerak dengan bebas, berputar-putar
mengamati setiap sisi sehingga mereka dapat melihat sekelilingnya dengan mudah, tanpa harus
menggerakkan kepalnya ke kiri ke kanan.
Kuda laut termasuk ke dalam jenis ikan yang memiliki penampilan khusus (berbeda dengan
jenis ikan lannya). Kepala kuda laut berbentuk segitiga menyerupai kuda, mulutnya panjang dan
runcing membentuk sudut 90˚ dari badannya, ekornya panjang merincing di bagian ujung. Ekornya
berfungsi untuk mengaitkan tubuhnya pada suatu substrat seperti rumpul laut, terumbu karang, atau
benda-benda lain yang ada di lingkungan. Ukuran kuda laut berkisar antara 1,5 inci hingga 14 inci.
Bagian tubuh kuda laut tertutup oleh keping tulang berlapis-lapis menyerupai perisai. Jenis kelamin
kuda laut dapat dibedakan dari dua hal, yaitu ukuran tubuh dan kantung telur. Ukuran kuda laut
jantan lebih besar daripada betina. Selain itu, kuda laut jantan memiliki kantung telur di bagian
bawah perut. Fungsi kantung telur itu adalah untuk mengasuh anak-anaknya. Hingga saat ini
terdapat 25 spesies kuda laut tersebar merata di seluruh dunia.
1. Kemampuan Berkamuflase
Kuda laut terkenal dengan kemampuan kamuflasenya sangat hebat, yaitu dengan cara mengubah
corak tubuhnya sesuai dengan lingkungan sekitarnya atau menumbuhkan filamen-filamen di sekujur
tubuhnya sehingga tampak menyerupai tumbuhan laut. Kamuflase dilakukan dalam rangka
menghindari predator, mengelabui mangsa selama aktivitas perkawinan.
Sebagain besar kuda laut mempunyai warna kecoklat-coklatan alami, warna campuran abu-abu dan
coklat atau bahkan warna hitam agar sesuai dengan lingkungannya. Ada juga beberapa jenis dapat
membuat diri mereka menjadi oranye berpendar hingga ungu pekat (Hidayat dan Silfester, 1998).
Walaupun memiliki banyak warna, namun beberapa spesiesnya berwarna sebagian transparan,
sehingga tidak mudah dilihat. Perbedaan jensi-jenis kuda laut paling menonjol adalah terdapatnya
duri-duri atau tulang yang muncul pada setiap cincin (ring) di tubuh serta mahkotanya, perbedaan
lainnya adalah bentuk badannya ada yang langsing dan lebih panjang, ada juga yang lebih gemuk.
2. Reproduksi Kuda Laut
Makhluk hidup dapat menjaga kelanjutan generasinya melalui sistem reproduksi berfungsi secara
sempurna. Selain memiliki system reproduksi, hewan juga memiliki naluri khusus membuat proses
produksi menjadi suatu hal penting dan menarik untuk dilakukan. Salah satu hewan yang memiliki
proses reproduksi cukup menarik adalah kuda laut, karena pemeliharaan telur dan anak-anaknya
diserahkan kepada individu jantan (paternal).
Sebagian besar kuda laut memiliki musim kawin sepanjang tahun. Biasanya mereka kawin pada pagi
atau sore hari. Ada beberapa spesies memiliki musim kawin antara bulan Agustus hingga Oktober.
Ada pula spesies musim kawinnya pada saat bulan purnama.
Kuda laut merupakan hewan bereproduksi secara eksternal. Pada musim reproduksi, kuda laut jantan
dengan kantung telur kosong siap melakukan pemijahan. Biasanya kuda laut akan mencari tempat di
dekat rerumputan untuk melakukan perkawinan.

Gambar 4. Kuda laut betina memasukkan sirip dubur ke kantung telur jantan
Kuda laut jantan betina menggunakan ekornya untuk menggapai pasangan dalam pemijahan. Proses
pemijahan diawali dengan masuknya sirip dubur kuda laut betina ke dalam kantong kuda laut jantan.
Selanjutnya telur kuda laut betina disemprotkan ke dalam kantung telur (brood pouch) untuk
selanjutnya dibuahi oleh kuda laut jantan. Masa pemijahan kuda laut dapat berlangsung sepanjang
tahun, tergantung pada kondisi air, terutama temperatur. Dalam kondisi optimal, pemijahan dapat
terjadi hingga empat kali dalam setahun.
Kuda laut jantan mengalami kehamilan selama 2-3 minggu. Dalam sekali fertilisasi bisa terdapat
sekitar 50-1500 anak kuda laut berkembang di dalam kantung telur jantan. Di dalam kantung telur
jantan terdapat pembuluh kapiler berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen kepada anak-anak kuda
laut. Pada saat jantan siap melahirkan, kantung telurnya memanjang, berbentuk seperti elips.
Kemudian terjadi tegangan otot dan kantung telur mulai bergerak ke depan ke belakang, baru
kemudian anak kuda laut lahir.
Bayi-bayi tersebut tidak keluar secara langsung, namun dibutuhkan waktu beberapa jam, bahkan
beberapa hari hingga semua bayi dalam kantung telur dikeluarkan. Setelah melahirkan ada beberapa
kuda laut jantan mengalami kematian akibat adanya pembusukan sisa bayi yang tidak berhasil
dikeluarkan (mati) di dalam kantung. Bayi-bayinya sudah lebih dulu mati karena terlalu lama
menunggu antrian untuk keluar. Bangkainya tentu saja mengundang infeksi bakteri yang dapat
membuat kuda laut jantan meninggal. Untuk kuda laut jantan yang berhasil hidup, kantung telurnya
akan kembali ke ukuran semula setelah melahirkan dan kemudian siap untuk kawin kembali.
Ukuran bayi-nayi kuda laut baru lahir sekitar beberapa milimeter. Bantuknya sudah menyerupai kula
laut dewasa. Mereka akan segera menjelajah lingkungan hidupnya begitu keluar dari kantung telur.
Setelah 4 bulan, ukurannya akan bertambah menjadi 2.5 inchi. Pertumbuhannya sangat dipengaruhi
oleh kemampuannya mencari makan.
Kuda laut termasuk hewan monogami, yaitu hanya memiliki satu pasangan saja seumur hidupnya.
Apabila pasangannya mati, tertangkap, atau hilang, maka pasangan yang tertinggal akan lebih
memilih hidup sendiri, atau apabila memutuskan untuk memiliki pasangan baru akan menunggu
setelah jangka waktu sangat lama.

3. Pencernaan Kuda Laut


Kuda laut termasuk hewan planktivor dan piscivor, memakan segala jenis hewan mulai dari kelompok
crustasea hingga larva ikan. Kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular vision).
Menggunakan matanya untuk mencari mangsa. Kuda laut adalah pemangsa pasif yaitu menunggu
makanan lewat dan menyerang mangsanya dengan cara menghisap ke moncongnya. Kuda laut tidak
mempunyai gigi sehingga mangsa ditelan langsung (Elfahry, 2009). Kemampuan daya cerna kuda laut
sangat cepat, meskipun kuda laut mempunyai saluran pencernaan bergulung-gulung (Asmanelli dan
Ikhsan, 2000).
4. Habitat dan Penyebaran
Kuda laut dapat dijumpai hampir di seluruh perairan dunia, mulai dari kawasan beriklim tropis hingga
beriklim sedang. Habitat kuda laut terutama di sepanjang pesisir pantai, tepian laut, teluk-teluk
dangkal, mendiami tempat-tempat yang banyak terdapat di terumbu karang, hutan mangrove dan
padang lamun. Dari sejumlah spesies anggota kuda laut, Hippocampus kuda memiliki distribusi
paling luas, terutama di sepanjang perairan tropis Indo-Pasifik. Wilayah persebaran kuda lau ke barat
hingga Selat Inggris, ke timur hingga Kepulauan Hawaii, ke utara hingga Laut Jepang, hingga ke
selatan hingga pantai Australia (Adip, 2009).
Berdasarkan survey dari Lourie et al. (2001), sembilan jenis kuda laut dapat ditemukan secara luas di
Indonesia:
• Hippocampus pontohi
• Hippocampus barbouri
• Hippocampus bargibanti
• Hippocampus comes
• Hippocampus histrix
• Hippocampus kelloggi
• Hippocampus kuda
• Hippocampus spinosissimus
• Hippocampus trimaculatus

Populasi kuda laut terbesar terdapat di perairan Indo-Pasifik. Kuda laut ditemukan di Australia
sebanyak 10 spesies. Asia Tenggara ditemukan 7 spesies, Jepang ditemukan 7 spesies, sebelah barat
laut Amerika (Pasifik Selatan) 1 spesies, sedangkan disebelah barat Atlantik, Karibia ditemukan 3
spesies hidup disebelah selatan laut Amerika. Atlantik Selatan juga mempunyai beberapa spesies
dimana tiga spesies terdapat di Afrika barat. Kuda laut umumnya hidup di perairan dangkal hingga
kedalaman 20 meter, beberapa spesies ditemukan pada kedalaman lebih dari 50 meter (Lourie, et al
1993). H.whitei, H. borbouniensis, H. erectus, H. guttulatus, dan H. zosterae hidup di perairan hangat
dan daerah tropis diantara hamparan padang lamun atau rumput laut. Kuda laut juga hidup di dasar
laut yang ditumbuhi bunga karang lunak (H. subelong) dijumpai pula diantara karang di daerah tropis
(H. comes).

C. Peranan Kuda Laut


Kuda laut amat cantik serta unik bentuk tubuhnya, maka tidak jarang jika kuda laut memiliki peranan
sebagai salah satu ikan hias dalam aquarium. Peranan kuda laut juga sangat banyak dibalik keunikan
dan kecantikan tubuhnya, misalnya masyarakat China telah ribuan tahun menjadikan kuda laut
sebagai obat alternatif, antara lain:
• untuk mengatasi melemahnya organ ginjal dan hati,
• untuk memperlancar peredaran darah,
• mengobati asma,
• menambah vitalitas seksual atau juga disfungsi ereksi,
• bisa juga menambah jumlah sperma yang sedikit.
Banyak ahli kesehatan juga merekomendasikan kuda laut untuk:
• mengatasi gangguan insomnia,
• menguatkan rahim,
• mengatasi rasa nyeri di daerah lutut,
• serta mengatasi ancaman gangren.

IV. Kesimpulan
Klasifikasi ilmiah kuda laut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Gasterosteiformes
Famili : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Spesies : Hippocampus spp
Tubuh kuda laut bersegmen dan mempunyai satu sirip punggung, insang membuka sangat kecil dan
dilengkapi sepasang sirip dada (pectoralfin), satu sirip dubur (analfin) sangat kecil, sirip perut, sirip
ekor tidak ada. Meskipun termasuk dalam jenis ikan, cara berenang kuda laut berbeda dengan cara
berenang ikan pada umumnya. Kuda laut berenang dalam posisi tubuh tegak dan mereka dapat
menganggukkan kepala ke atas dan kebawah. Mata kuda laut sangat unik. Ia bisa melihat dua buah
benda berbeda pada waktu bersamaan.
Kepala kuda laut berbentuk segitiga menyerupai kuda, mulutnya panjang dan runcing membentuk
sudut 90˚ dari badannya, ekornya panjang meruncing di bagian ujung. Ekornya berfungsi untuk
mengaitkan tubuhnya pada suatu substrat seperti rumput laut, terumbu karang, atau benda-benda
lain yang ada di lingkungan. Ukuran kuda laut berkisar antara 1,5 inci hingga 14 inci. Bagian tubuh
kuda laut tertutup oleh keping tulang berlapis-lapis menyerupai perisai. Ukuran kuda laut jantan
lebih besar daripada betina. Selain itu, kuda laut jantan memiliki kantung telur di bagian bawah
perut. Fungsi kantung telur itu adalah untuk mengasuh anak-anaknya.
Kuda laut terkenal dengan kemampuan kamuflasenya sangat hebat, yaitu dengan cara mengubah
corak tubuhnya sesuai dengan lingkungan sekitarnya atau menumbuhkan filamen-filamen di sekujur
tubuhnya sehingga tampak menyerupai tumbuhan laut. Kamuflase dilakukan dalam rangka
menghindari predator, mengelabui mangsa selama aktivitas perkawinan.
Kuda laut merupakan hewan bereproduksi secara eksternal. Pada musim reproduksi, kuda laut jantan
dengan kantung telur kosong siap melakukan pemijahan. Biasanya kuda laut akan mencari tempat di
dekat rerumputan untuk melakukan perkawinan.
Kuda laut adalah pemangsa pasif yaitu menunggu makanan lewat dan menyerang mangsanya
dengan cara menghisap ke moncongnya. Habitat dari hewan kuda laut kebanyakan di temukan di
laut.
Peranan Kuda laut bagi kehidupan manusia:
1. Sebagai hewan hias
2. untuk mengatasi melemahnya organ ginjal dan hati,
3. untuk memperlancar peredaran darah,
4. mengobati asma,
5. menambah vitalitas seksual atau juga disfungsi ereksi,
6. bisa juga menambah jumlah sperma yang sedikit.
7. mengatasi gangguan insomnia,
8. menguatkan rahim,
9. mengatasi rasa nyeri di daerah lutut,
10. serta mengatasi ancaman gangren.

V. Penutup
Demikianlah makalah ini Penulis susun, apabila terdapat kesalahan baik penulisan maupun
penyampaian, maka kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat Penulis harapkan untuk
pertimbangan dalam penyusunan makalah selanjutnya dikemudian hari, karena Penulis sadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan bagi Penulis khususnya. Amiiin.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, dkk. 2003. Biologi Edisi Kelima-Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Effendi, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusantara
Kimball John W. Dkk. 2006. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Saanin, H. 1988. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. IKAPI: Penerbit Binacipta.
Sukiya, 2001. Biologi Vertebrata. Yogyakarta: JICA dan Biologi FMIPA UNY.
http://fpik.bunghatta.ac.id/berita-print-news-8.html
http://www.dkp.go.id/content.php?c:1301
http://www.kmb-sulsel.net/index.php?view=article&id=403%3Akuda-
laut&tmpl=component&print=1&page=&option=com_content
http://www.laksmindraf.staff.ugm.ac.id/wordpress/?tag=kuda-laut

[1] Kimball John W. Dkk. Biologi Edisi Kelima Jilid 3, (Jakarta:Erlangga, 2006) hlm.919.
[2] Sukiya. Biologi Vertebrata, (Yogyakarta: JICA dan Biologi FMIPA UNY, 2001) hlm.1.
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Kuda_Laut
[4] Campbell, dkk. Biologi Edisi Kelima-Jilid 2 (Jakarta:Erlangga,2003) hlm.256
[5] Opcit.,
[6]http://4.bp.blogspot.com/_oXxfEaGjnIU/TI5xtATz0RI/AAAAAAAAAVc/ucUg80Q4vk4/s320/SEAHOS
RE.bmp
[7]http://www.kmb-sulsel.net/index.php?view=article&id=403%3Akuda-laut&tmpl=c omponent&
print=1&page=&option=com_content
[8] http://www.dkp.go.id/content.php?c:1301
[9] http://laksmindraff..staff.ugm.ac.id/wordpress/?tag=kuda-laut
[10] Op.Cit.,
[11] Effendi, M.I. Biologi Perikanan. (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusantara, 2002) hlm.122.
[12]Op.Cit.,http://www.kmb-sulsel.net/index.php?view=article&id=403%3Akuda-
laut&tmpl=component&print=1&page=&option=com_content
[13]Ibid.

Anda mungkin juga menyukai