Anda di halaman 1dari 5

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


PADA
PUNCAK HARI BHAKTI DOKTER INDONESIA DALAM RANGKA SEABAD
KEBANGKITAN NASIONAL DAN SEABAD KIPRAH DOKTER INDONESIA
DI ISTANA NEGARA, JAKARTA
TANGGAL 28 MEI 2008

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Yang saya hormati Saudari Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dan para menteri Kabinet
Indonesia Bersatu, Yang saya hormati para mantan menteri, hadir bersama kita Bapak
Haryono Suyono dan Bapak Anfasa Muluk, Yang saya hormati pimpinan lembaga-lembaga
Pemerintah non-departemen, Yang saya hormati tamu negara kita, Yang saya hormati Ketua
Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Saudara Fahmi Idris, para dokter senior,
para pimpinan IDI baik pusat maupun daerah.

Hadiri sekalian yang berbahagia,

Pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, marilah sekali lagi kita
panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kepada kita masih
diberi kesempatan, kekuatan dan kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta
tugas dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta. Kita juga bersyukur ke hadirat
Allah Subhanahu wa Ta’aala bahwa pada hari ini kita dapat bersama-sama menghadiri
puncak acara Hari Bhakti Dokter Indonesia. Saya ingin menggunakan kesempatan yang baik
ini pula untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Ikatan Dokter Indonesia dengan seluruh jajarannya atas prakarsa dan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan selama ini terutama dalam rangkaian Hari Dokter Indonesia yang
bertepatan dengan satu abad Kebangkitan Nasional tahun ini. Saya memantau berbagai
kegiatan yang konstruktif sebagai wujud dari dedikasi dan kontribusi komunitas dokter
kepada masyarakat, bangsa dan negaranya. Saya juga mengucapkan selamat dan penghargaan
kepada semua yang berprestasi dalam rangkaian kegiatan ini, termasuk para dokter-dokter
cilik yang tadi telah disampaikan.
Saudara-saudara,

Dulu kita mengenal pada awal kebangkitan, cabang-cabang profesi di dunia, yang disebut
dengan kaum profesional. Pertama-tama adalah, satu, dokter, yang kedua, ahli hukum atau
lawyer, yang ketiga adalah perwira militer. Ketiga golongan itu, komunitas itu, terikat pada
kode etik profesionalnya masing-masing. Tidak mengedepankan untung rugi, apa yang
didapat, tetapi mengedepankan etika, pengabdian, berbuat yang terbaik, do the best untuk
menolong sesama, untuk membantu masyarakat menegakkan berbagai cabang kehidupan.
Tentu sekarang telah berkembang cabang-cabang profesi tetapi saya senang bahwa dalam
rangkaian Hari Bhakti Dokter Indonesia tahun ini, kembali IDI menunjukkan identitasnya
sebagai kaum profesional yang mengedepankan kembali etika dan dedikasi yang penuh
kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Saudara-saudara,

Tentu yang paling harus bernostalgia kalau kita bicara satu abad Kebangkitan Nasional,
seratus tahun Kebangkitan Bangsa adalah komunitas dokter. Tidakkah pada waktu itu tahun
1908, para pemuda, dokter-dokter muda yang memelopori sebuah gerakan kebangsaan yang
pertama yang kemudian mendirikan organisasi yang kita sebut dengan Budi Utomo. Nama
dr.Wahidin Soedirohoesodo dan dokter-dokter yang lain telah terpatri abadi, telah tercetak
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terus kita kenang dan bahkan beberapa hari
yang lalu kita peringati seratus tahun kebangkitannya. Oleh karena itu, IDI dan komunitas
dokter memiliki tanggung jawab moral untuk memiliki semangat yang sama, memiliki
komitmen, memiliki pengabdian, sebagaimana yang dilakukan oleh para pendahulu, oleh
dokter-dokter muda waktu itu yang telah mengubah jalan sejarah di negeri kita.

Kalau kita bicara pergerakan nasional, semacam Budi Utomo, yang lahir seratus tahun yang
lalu itu, yang dapat kita petik adalah, para dokter muda, kaum muda kita, bertekad mesti ada
kesetaraan dengan dokter-dokter Belanda waktu itu yang menjajah dan menguasai Indonesia.
Kesetaraan inilah yang masih tetap relevan, kesetaraan inilah yang dalam arti luas harus kita
wujudkan. Kalau orang lain bisa, kita harus bisa. Kalau bangsa lain bisa, Indonesia bisa. Dan
inilah yang kita tekadkan dalam peringatan satu abad Kebangkitan Nasional ini. Yang kedua
yang kita petik pelajarannya di samping kesetaraan tadi, ternyata, gerakan kebangsaan kita
menjadi efektif kalau seluruh tanah air, nusantara waktu itu, ikut bersama, melakukan
gerakan secara bersama, bersatu. Itulah yang mesti kita lanjutkan sekarang ini, unity,
persatuan, kebersamaan seluruh rakyat Indonesia komponen bangsa untuk membangun hari
esok yang lebih baik. Dan IDI salah satu pilar, yang saya senang, sekarang pun mengingatkan
bahwa semua harus melakukan perjuangan yang sama. Pelajaran yang ketiga, mengapa
sukses gerakan Budi Utomo yang dilanjutkan dengan pergerakan-pergerakan kebangsaan
periode berikutnya lagi, generasi 1928, generasi 1945 dan seterusnya karena konsepnya
adalah Indonesia merdeka. Sejak itu, kaum muda kita punya visi menuju Indonesia merdeka.
Ini juga masih relevan. Kalau dulu Indonesia merdeka, kalau sekarang, abad 21 ini menuju
Indonesia maju dan sejahtera. Tiga hal inilah yang saya ingatkan sekaligus sebagai bagian
dari refleksi kita terhadap seratus tahun Kebangkitan Nasional
Saudara-saudara,

Dalam pidato saya pada tanggal 20 Mei yang lalu, beberapa hari yang lalu, saya katakan,
insya Allah, dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan persatuan, kebersamaan dan
kerja keras kita, Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan sejahtera abad 21 ini apabila
kita memiliki tiga syarat fundamental. Syarat pertama, kemandirian, menjadi bangsa yang
bisa mengembangkan dirinya, self-generating nation. Kita punya sumber daya. Kita punya
potensi. Mari kita bangun. Bahwa kita bisa tidak harus tergantung pada pihak lain tapi
mendayagunakan yang kita miliki, tentu dalam kerjasama internasional yang sehat, yang
positif, yang membawa manfaat bagi bangsa kita. Syarat yang kedua adalah daya saing yang
tinggi. Dengan penguasaan pengetahuan dan teknologi, kita harus memiliki keunggulan,
memiliki daya saing sehingga mampu berkompetisi dengan negara manapun juga dalam era
globalisasi ini. Yang ketiga, yang tidak kalah pentingnya dan yang mendasar adalah kita
mesti terus membangun dan memiliki peradaban bangsa terhormat, civilization. Bangsa yang
memiliki nilai jati diri dan karakter yang baik, bangsa yang rukun satu sama lain, bangsa
yang menyelesaikan masalah secara damai demokratis dan civilized. Dan banyak hal yang
mesti kita bangun sehingga kita menjadi bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi. Itulah
tiga syarat fundamental yang hendak kita bangun sekarang ini. Dan tentunya IDI, sebagai
bagian dari komponen bangsa, ikut memperkuat, membangun, mencapai tiga syarat
fundamental ini.

Hadirin yang saya hormati,

Tahun 2007 yang lalu pada saat kita memperingati Hari Kesehatan Nasional, semboyan kita
waktu itu, rakyat sehat negara kuat. Itu tetap relevan. Tidak mungkin kita menjadi negara
maju dan sejahtera di abad 21 ini kalau rakyat kita tidak sehat dan negara tidak kuat. Tidak
mungkin kita berdaya saing tinggi apabila, sekali lagi, rakyatnya tidak sehat, dan negaranya
tidak kuat. Sementara itu, visi Indonesia Sehat 2010 yang dalam banyak kesempatan Menteri
Kesehatan menjelaskan kepada seluruh rakyat Indonesia, ada tiga hal, Indonesia ingin
menuju ke (mohon maaf, ini Hari Kesehatan tetapi Presidennya kurang sehat sedikit. Sudah
satu bulan lebih kurang tidur, Bu Menkes, memikiri minyak dunia mahalnya begini, pangan
begini, mencari solusi untuk negara kita, banyak yang tidak sabar, dan seterusnya, akhirnya
gak makan malam, kena flu sedikit, tapi insya Allah hatinya tetap sehat, semangat untuk tetap
sehat). Saya lanjutkan. Visi Indonesia Sehat 2010, lingkungan sehat, lingkungan rumah
tangga, lingkungan sekitar, lingkungan masyarakat, lingkungan Indonesia, perilaku sehat.
Semua, orang perorang, keluarga, rumah tangga, masyarakat. Dan layanan kesehatan makin
bermutu dan menjangkau ke masyarakat luas. Kalau tiga-tiganya hadir, dan makin kuat, saya
yakin, visi itu akan dapat kita wujudkan untuk betul Indonesia sehat dengan karakter yang
saya sebutkan tadi.

Hadirin yang saya muliakan,


Pembangunan serta kesehatan menempati prioritas yang tinggi, menjadi agenda utama. Tentu
kita mengenal yang disebut human development index, indeks pembangunan manusia. Kita
mengenal quality of life of the people, kita mengenal millenium development goals, yang
sebagian besar komponennya adalah berkaitan dengan kesehatan. Kita sungguh
memprioritaskan pembangunan di bidang kesehatan, di bidang pendidikan dan upaya untuk
meningkatkan pendapatan rakyat kita, income. Karena tiga-tiga itulah yang menjadi pilar dari
kualitas kehidupan masyarakat kita. Pendidikan, kesehatan dan pendapatan orang seorang.
Oleh karena itu anggaran di bidang atau di sektor kesehatan juga terus kita tingkatkan. Tahun
2005, anggaran kita berjumlah 11,76 triliun, tahun 2006 naik 16,39 triliun, tahun 2007 naik
22,13 triliun, tahun 2008 barangkali ada pengurangan sedikit, penghematan, karena memang
gerakan pengencangan ikat pinggang untuk menyelamatkan perekonomian kita. Turun sedikit
tapi tidak perlu risau. Kita tetap bisa melaksanakan pembangunan kesehatan dengan baik.

Sejak tahun 2005, selaku kepala pemerintahan, saya telah memberikan arahan di bidang
kesehatan. Kita ingin kesehatan kita makin ke depan, makin berkualitas. Kita ingin biaya
kesehatan makin ke depan makin terjangkau, dalam arti rasional, atau dalam bahasa yang
mudah, makin murah. Kita ingin yang miskin gratis, dan tentunya aksesnya harus makin luas
menembus ke seluruh pelosok Indonesia, menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk
daerah-daerah terpencil dan daerah tertinggal. Inilah yang kita lakukan tahun demi tahun
dengan semangat dan kerja keras kita. Saya berterima kasih kepada Menteri Kesehatan,
jajaran Depatemen Kesehatan, para dokter, para tenaga medis,yang telah bekerja siang dan
malam, tidak kenal lelah dan akhirnya makin mengubah kondisi kesehatan masyarakat di
negeri kita.

Memang saya agak risau, terus terang saudara-saudara, dengan krisis yang dialami dunia,
terutama pangan dan minyak, yang karena krisis minyak membikin yang lain juga serba
mahal, termasuk pangan juga, yang bisa menggangu pencapaian millenium development
goals, yang bisa menggangu upaya masyarakat dunia mengurangi kemiskinan, meningkatkan
kesejahteraan, termasuk kesehatan. Oleh karena itu, berkali-kali saya menyerukan pada
negara-negara maju, negara-negara kuat, negara-negara kaya, termasuk negara produsen
minyak yang besar yang mendapatkan keuntungan bermiliyar-milyar dolar per minggunya
untuk peduli, untuk juga ikut mencari solusi karena keuntungan yang besar itu dibarengi
dengan penderitaan banyak bangsa di dunia. Kita harus menegakkan keadilan dan ini
kewajiban moral seluruh pemimpin dunia, seluruh negara di dunia untuk menyelamatkan
umat manusia dengan cara mengurangi egoisme, yang katakanlah, menikmati keuntungan
yang luar biasa dari situasi global sekarang ini.

Namun demikian, saya mengajak seluruh rakyat Indonesia, termasuk komunitas kesehatan,
dokter, IDI khususnya, sambil kita berjuang melawan hal-hal yang tidak benar pada tingkat
global, menegakkan keadilan dengan cara-cara yang tepat, marilah kita berusaha sendiri
dengan kemampuan sendiri, dengan tekad sendiri, yang saya katakan tadi, untuk mencari
solusi, mengubah keadaan, meningkatkan kesejahteraan kita. Dan oleh karena itu, menutup
pidato saya ini, saya menyampaikan tiga harapan dan ajakan kepada khususnya Ikatan Dokter
Indonesia dan umumnya keluarga besar jajaran kesehatan di negeri ini. Pertama, teruslah
menjalankan Trias Peran, yang tadi disampaikan oleh saudara Ketua Umum Pengurus Besar
IDI. Dokter sebagai agent of treatment, sebagai agent of social change, sebagai agent of
development. Jalankan, aplikasikan, laksanakan. Ini tepat sekali kalau visi kita Indonesia
Sehat dengan lingkungan yang sehat dan perilaku yang sehat. Peran itu, sebagai contohnya
agent of social change, dan agent of development, perlu betul dengan visi yang sama-sama
kita tetapkan. Itu yang pertama. Yang kedua, teruslah tingkatkan kepedulian, empati, dan
kesetiakawanan sosial terutama ketika negara kita juga mendapatkan dampak dari krisis yang
terjadi di tingkat dunia sekarang ini, terutama empati dan kesetiakawanan sosial saudara
dapat diarahkan kepada saudara-saudara kita yang tidak mampu dan saudara-saudara kita
yang mengalami musibah, misalnya musibah bencana. Turun langsung, bantu mereka
sebagaimana yang saudara laksanakan dewasa ini terutama dalam rangkaian Hari Bhakti
Dokter Indonesia. Kemudian yang ketiga dan yang terakhir teruslah meningkatkan
profesionalitas dan kapabilitas para dokter dan para tenaga kesehatan.

Saya setuju dengan mendiang dr. Wahidin Soedirohoesodo dan para pendahulu. Kita harus
setara dengan dokter dan tenaga kesehatan negara manapun. Kalau mereka bisa, ya kita bisa.
Saya ingin saudara-saudara memiliki profesionalitas, kapabilitas, keahlian yang sama dengan
mereka semua. Saya yakin bisa. Dan masih berkaitan dengan profesionalitas dan kapabilitas,
mengingat masyarakat kita berkembang, teknologi juga berkembang, termasuk information
technology. Tolong terus diaplikasikan, diterapkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, termasuk IT dalam dunia kedokteran dan dunia kesehatan masyarakat secara
umum. Itulah tiga hal yang saya harapkan dapat diwujudkan, dilakukan dan dicapai saudara-
saudara semua. Dan terakhir, dengan resmi saya mendukung 20 Mei menjadi Hari Bhakti
Dokter Indonesia.

Demikian saudara-saudara,

Selamat berjuang,

Tuhan beserta kita.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Anda mungkin juga menyukai