Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM PERPETAAN

ACARA 1
PENGENALAN ALAT

Disusun oleh:

Nama : Alvi Rahmawati


NIM : 1909046026
Kelompok : 2 (Dua)
Program studi : S1 Teknik Lingkungan
Asisten : Desron I. Simbolon

LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEY


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu ukur tanah merupakan bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara
pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk berbagai keperluan
seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif pada daerah yang relatif sempit
sehingga unsur kelengkungan permukaan buminya dapat diabaikan. Proses
pemetaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara terestrial dan ektra
terestrial. Pemetaan terestris merupakan pemetaan yang dilakukan dengan
menggunakan alat yang berpangkal di tanah. Pemetaan ekstra terestris adalah
pemetaan yang dilakukan dengan menggunakan alat yang tidak berpangkal di tanah
tapi dilakukan dengan wahana seperti pesawat terbang, pesawat ulang alik atau
satelit.

Melakukan pengukuran yaitu menentukan unsur-unsur (Jarak dan sudut) titik yang
ada di suatu daerah dalam jumlah yang cukup, sehingga daerah tersebut dapat
digambar dengan skala tertentu. Ilmu ukur tanah memiliki tiga unsur yang harus
diukur di lapangan, yaitu: jarak antara dua titik, beda tinggi dan sudut arah.
Pengukuran dapat dilakukan dengan cara langsung, maksudnya hasil pengukuran
dapat diketahui secara langsung. Alat yang digunakan dalam pengukuran secara
langsung adalah adalah pita ukur, baak ukur, yalon dan abney level. Selain alat ukur
sederhana terdapat alat lain yang digunakan untuk pengukuran dilapangan yang
dikenal dengan tacheometer. Tacheometer merupakan alat pengukuran cepat yang
dilengkapi oleh peralatan optis, misalnya lensa sehingga dapat melakukan
pengukuran secara optis.

Oleh karena itu, praktikum Perpetaan tentang Pengenalan Alat dilakukan agar
praktikan mampu mengetahui fungsi dan pebedaan dari nivo kotak dan nivo tabung
pada alat theodolit, mengetahui perbedaan sumbu horizontal HA dan HL, dan
praktikan mampu mengetahui cara pembacaan rambu ukur pada penggunaan alat
theodolit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum mata acara satu tentang Pengenalan Alat adalah:
1. Untuk mengetahui fungsi dari nivo kotak dan nivo tabung pada bagian alat
theodolit.
2. Untuk mengetahui perbedaan sumbu horizontal HA dan HL.
3. Untuk mengetahui cara mendapatkan nilai dari Benang Tengah BT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran Topografi adalah suatu pengukuran yang dititik beratkan untuk memberi
gambaran tentang keadaan permukaan tanah, naik turunnya medan (relief) disini seluruh
detail (obyek lapangan) diukur untuk didapatnya peta yang lengkap. Hasil dari
pengukuran tersebut berupa peta topografi yang mana akan digunakan untuk
perencanaan sesuai dengan tujuan dari pengukuran itu sendiri. Peta topografi adalah
penyajian dari sebagian permukaan bumi memperlihatkan relief, hidrografi, dan
tumbuh-tumbuhan. Pengukuran topografi dalam irigasi sangatlah diperlukan guna
merencanakan desain irigasi yang mengairi sawah yang bermanfaat dalam menentukan
dan menata arah aliran air. Pengukuran didefinisikan sebagai seni penentuan posisi
relative pada di atas atau di bawah permukaan bumi, berkenaan dengan pengukuran
jarak-jarak, sudut-sudut, arah-arah baik vertikal maupun horizontal. Seorang yang
melakukan pekerjaan pengukuran ini dinamakan surveyor. Pada keseharian kerjanya,
seorang surveyor bekerja pada luasan permukaan bumi terbatas. Bumi ini dianggap
datar atau melengkung dengan mempertimbangkan sifat, volume pekerjaan dan
ketelitian yang dikehendaki (Soetomo, 1964).

Tujuan pengukuran antara lain adalah menghasilkan ukuran-ukuran dan kontur


permukaan tanah, misalnya untuk persiapan gambar rencana (plan) atau peta, menarik
garis batas tanah, mengukur luasan volume tanah, dan memilih tempat yang cocok
untuk suatu proyek rekayasa. Baik gambar rencana maupun peta merupakan
representasi grafis dari bidang horizontal. Pertama berskala besar sedangkan yang
terakhir berskala kecil. Skala didefinisikan sebagai perbandingan tetap antara jarak
lokasi di peta dengan di permukaan bumi. Skala 1:500, artinya satu unit jarak di
lapangan sama dengan dengan 500unit jarak di peta. Sering, pemilihan skala pada
proyek tertentu bergantung pada kerangka yang telah ada atau kepraktisan dalam
membawanya (Soetomo, 1964).

Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi
tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang hanya
memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai
pada satuan sekon (detik). Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara
peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop
yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-
putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk
dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputarputar
mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca.
Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi
(Sosrodarsono, 1983).

Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi
tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang hanya
memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai
pada satuan sekon (detik). Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara
peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop
yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-
putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk
dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputarputar
mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca.
Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi
(Sosrodarsono, 1983).

Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas
dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau
perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan
kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien. Instrumen
pertama lebih seperti alat survey theodolit benar adalah kemungkinan yang dibangun
oleh Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl) di Jerman pada 1576, lengkap dengan
kompas dan tripod. Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan
penuh lingkaran di sayap vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering
setengah lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek
untuk pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang pada
vertikal setengah lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada vertikal setengah
lingkaran dan setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan
untuk menunjukkan sudut horisontal secara langsung (Basuki, 2020).

Pada akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop. Ini
pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite yang
menjadi modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse
Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin
pemisah sangat akurat dari desain sendiri. Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang
berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran
polygon, pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari (Frick, 1979).

Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat Datar bila
sudut verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya teropong pada theodolit, maka theodolit
dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung, theodolit sering
digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan / pekerjaan pondasi,
theodolit juga dapat digunakan untuk menguker ketinggian suatu bangunan bertingkat.
Cara kerja alat ini adalah dengan mengatur nuvo dan unting-unting di bawah theodolite.
Kemudian menetapkan salah satu titik sebagai acuan. Setelah itu, menembak titik-titik
yang lain dengan patokan titik awal yang ditetapkan tadi. Theodolite dapat mengecek
kondisi dalam arah vertikal, juga untuk menentukan ketinggian suatu titik. Obyek
theodolite dalam hal ini antara lain as-as bangunan, titik penggalian, dan elevasi-elevasi
atau peil-peil bangunan. Untuk keperluan pekerjaan struktur diperlukan keakuratan
dibawah 1 mm pada jarak tidak melebihi 30 meter. Dalam penggunaannya, theodolite
didirikan pada tripod (kaki tiga) (Frick, 1979).

Adapun beberapa komponen pada bagian-bagian theodolit itu sendiri yaitu :


1. Plat dinding pelindung lingkaran vertikal di dalamnya
2. Ring pengatur lensa tengah
3. Pengatur fokus benang silang
4. Alat baca lingkaran vertikal/horisontal
5. Lensa obyektif
6. Klem vertikal teropong
7. Penggerak halus teropong
8. Klem alhidade horizontal
9. Penggerak halus horisontal
10. Nivo kotak alhidade horisontal
11. Plat dasar instrumen
12. Nivo tabung alhidade horizontal
(Frick, 1979).

Macam Theodolit berdasarkan konstruksinya, dikenal dua macam yaitu:


1. Theodolit Reiterasi ( Theodolit sumbu tunggal )
Dalam theodolit ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan kiap, sehingga
bacaan skala mendatarnya tidak bisa di atur. Theodolit yang di maksud adalah
theodolit type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kem).
2. Theodolite Repitisi
Konsruksinya kebalikan dari theodolit reiterasi, yaitu bahwa lingkaran mendatarnya
dapat diatur dan dapat mengelilingi sumbu tegak
(Sosrodarsono, 1983).

Teknik pemetaan konvensional merupakan cara yang paling sederhana dan sering kali
menjadi cara yang paling dapat diandalkan, baik untuk mengatur pergeseran lereng
maupun penurunan permukaan tanah di atas terowongan. Metode ini dapat mencakup
area yang luas walaupun tingkat akurasinya biasanya terbatas hanya hingga 1-2 mm.
tingkat akurasi pada metode pemetaan konvensional ini sangat dipengaruhi oleh variasi
temperatur dan tekanan pada area tersebut, trutama jika titik tempat alat berada dan
daerah yang diamati terpaut cukup jauh. Metode ini sering digunakan untuk mengukur
pergeseran dengan cara memantau puncak lereng atau sekitar pertengahan dari muka
lereng. Pengukuran pergeseran dalam arah horizontal umumnya kurang presisi dan
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengukuran pergeseran
vertikal yang dilakukan dengan cara levelling. Pengukuran pergeseran horizontal dapat
dilakukan menggunakan teodolit. Alat ini menggunakan konsep triangulasi, dimana
dibutuhkan beberapa titik referensi pengukuran yang dilakukan berulang (Ridho,2013).
Selama ini dalam pekerjaan mendirikan sebuah bangunan digunakan unting-unting
sebagai indikator ketegakan suatu tiang. Unting-unting yang digunakan dalam proses
pekerjaan bangunan gedung umumnya cara manual yaitu dengan mengukur jarak
benang atas ke tiang dan membandingkan jarak benang (atas unting-unting) ke tembok.
Jika ukuran jarak atas dan bawah sudah sama maka tiang sudah benar benar tegak.
Karena alat ini kecil, tentu mudah hilang atau tertimbun benda atau peralatannya
lainnya. Para pengguna alat ini perlu menyimpan dengan rapi, agar tidak
bersinggunggan dengan peralatan besi lainnya, karena permukaannya mudah rusak dan
di simpan dalam kotak perkakas. Kualitas bekesting, kolom, dan sejenisnya memiliki
pengaruh yang besar terhadap kualitas dan kekuatan bagunan. Salah satu kualitas
tersebut adalah berkaitan ketegakan bidang pada elemen tersebut. Untuk mengukur
ketegakan satu bangunan biasanya digunakan bandul pendulum yang biasa disebut
unting-unting (plummet). Unting-unting yang dikenal juga dengan bandul/ pendulum
merupakan salah satu perkakas pertukangan yang biasanya dipergunakan untuk
mengukur ketegakan suatu benda atau bidang, ketegakan bekisting, ketegakan kayu saat
setting kusen pintu dan jendela. Bentuknya seperti prisma dengan ujung lainnya
dibuatkan untuk penempatan kait dan benang. Alat ini terbuat dari bahan besi dengan
permukaan berwarna besi putih, kuningan atau besi biasa. Ada juga bentuk lain yang
salah satu ujungnya tetap dibuat runcing (Ridho, 2013).

Pemetaan (mapping) adalah kegiatan pengukuran dalam pemetaan bumi. Surveyor


adalah orang yang terlibat dalam survei geodetik. Pemetaan bumi merupakan kegiatan
pengukuran, perhitungan, pendataan, dan penggambaran bumi, khususnya permukaan
bumi. Pemetaan adalah ilmu yang mempelajari kenampakan muka bumi yang
menggunakan suatu alat dan menghasilkan informasi yang akurat. Pemetaan dan ilmu
geografi itu sama karena sama-sama membahas sesuatu yang berada di dalam atau di
atas bumi selama hal tersebut mempengaruhi permukaan bumi. Peta merupakan
gambaran sebagian permukaan bumi dalam skala yang lebih kecil dan berisi sesuatu
jenis informasi tentang muka bumi yang bersangkutan. Ilmu yang mempelajari
pembuatan peta disebut kartografi. Sementara kumpulan dari beberapa peta disebut
atlas. Tujuan pembuatan peta adalah untuk keperluan navigasi, perencanaan, analisis
data, keperluan desain, hingga memberi informasi (Basuki, 2020).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
1. Theodolit
2. Statif
3. Rambu ukur
4. Payung
5. Pita Ukur (Meteran)
6. Alat Tulis

3.1.2 Bahan
1. Patok
2. Paku

3.2 Prosedur Percobaan

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan dibutuhkan.


2. Ditentukan satu titik di tanah dan ditandai dengan patok yang diberi paku payung..
3. Didirikan statif tempat di atas titik dengan menggunakan cara optis (senteris optis).
4. Diseimbangkan nivo kotak pada teodolit dengan mengatur kaki statif.
5. Diatur tanda sentering optis agar tepat mengarah ke titik di tanah.
6. Diatur nivo tabung yang ada pada teodolit dengan menggunakan sekrup ABC.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa:
1. Fungsi dari nivo kotak adalah untuk tempat gelembung udara untuk
menyeimbangkan alat, sedangkan fungsi dari nivo tabung adalah tempat
gelembung udara yang berbentuk tabung yang berguna untuk menyeimbangkan
alat juga.
2. Perbedaan sumbu horizontal HA dan HL, terdapat dalam pembacaan sudutnya.
Pada pembacaan sudut horizontal HA untuk mendapatkan sudut luar, hal ini
sangat berbeda dengan pembacaan sudut horizontal HL yaitu untuk
mendapatkan sudut dalam. Perbedaan lainnya dari sumbu horizontal HA dan HL
adalah pembacaan sumbu horizontal HA besar nilai sudutnya dihitung searah
jarum jam, sedangkan pada pembacaan HL besar nilai sudut horizontal dihitung
atau dibaca berlawanan dengan arah jarum jam.
3. Pada data diketahui bahwa Benang Atas (BA) adalah sebesar 2,355 m, dan
untuk Benang Bawah (BB) adala sebesar 2,047 m. Untuk mengetahui nilai dari
benang tengah itu sendiri, kita bisa mendapatkan dengan menjumlahkan Benang
Atas dan Benang Bawah lalu dibagi dengan angka 2, maka didapatkan hasil
untuk Benang Tengah BT adalah sebesar 2,201 m atau 220,1 cm atau 2201 mm.

5.2 Saran
1. Sebaiknya pada praktikum perpetaan selanjutnya pada sentering optis untuk
menyeimbangkan gelembung tepat ditengah pada nivo kotak dapat
menggunakan sekrup ABC.
2. Sebaiknya video praktikum perpetaan selanjutnya mengenai prosedur dan lain-
lain dapat di masukkan ke dalam media social seperti Youtube agar praktikan
dapat memahami dan dapat memutar ulang video.
3. .sebaiknya pengaturan sentering alat ukur theodolit dilakukan dengan
menggunakan unting-unting untuk membantu sentering dilakukan dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Yoyok Rahayu. 2020. Dasar Suvei dan Pemetaan. Malang : Azhar Publisher.

Frick, heinz. 1979. Ilmu Ukur Tanah. Jakarta: Kanisius.

Ridho, Ali. 2013. Rancang Bangun Alat Ukur Unting-unting Digital dan Waterpass
Digital dengan Accelero Sensor Berbasis Mikrokontroler ATmega8. Program
Diploma Teknik Elektro, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. Diakses pada tanggal 08 November 2020. Pukul 23.34 WITA.

Sosrodarsono. Suyono. 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. Jakarta:


PT Pradnya Paramita.

Wongsotjitro, Soetomo. 1964. Ilmu ukur tanah. Jakarta: Kanisius.

Samarinda, 09 November 2020


Asisten Praktikan

Desron I. Simbolon Alvi Rahmawati


1709055031 1909046026

Anda mungkin juga menyukai