Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENGELOLAAN KUALITAS TANAH

REHABILITASI LAHAN PERTANIAN TERCEMAR LIMBAH


INDUSTRI (Hg dan Pb)

Disusun Oleh:

ALVI RAHMAWATI
1909046026

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Pertanian merupakan salah satu pilar dalam meningkatkan kesejahteraan


masyarakat, yang tertuang dalam Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014 dimana
salah satu Program yaitu peningkatan kesejahteraan Petani, dan Swasembada Pangan
yang berkelanjutan. Salah satu Pembangunan adalah banyaknya Alih Fungsi Lahan
menjadi kawasan Industri, diantara pembangunan Industri tersebut, banyak berdampak
positif dan juga berdampak Negatif bagi pembangunan pertanian, antara lain yaitu jika
Pembuangan Limbah Industri tidak melalu pengolahan terlebih dahulu (PAL), hasil
pembuangan limbahnya berpotensi untuk mencemari lingkungan, khususnya terhadap
tanah-tanah pertanian, diantara nya adalah logam berat, yang berpotensi terhadap
percemaran lingkungan pertanian, yaitu Timbal (Pb) dan Mercury (Hg). Lahan-lahan
tercemar tersebut semakin meluas, akibat pembuangan limbah industri. Oleh karena itu,
perlu dicari alternatif penanggulangannya melalui penelitian rehabilitasi lahan.

Logam berat yang beracun dan berbahaya adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium
(Cd), dan krom (Cr). Logam berat selain Pb, Cd dan Hg mengancam kesehatan
tanaman, ternak yang berdampak terhadap kesehatan dan kecerdasan. Lahan-lahan
tercemar tersebut semakin meluas, akibat pembuangan limbah industri. Oleh karena itu,
perlu dicari alternatif penanggulangannya melalui penelitian rehabilitasi lahan.
Penelitian ini merupakan kegiatan 2 Unit kegiatan yaitu Penelitian Rehabilitasi lahan
tercemar Industri Tambang Emas menggunakan teknologi Pencucian dan bahan organik
dan Rehabilitasi lahan tercemar Industri Tekstil dengan Tanaman Hiperakumulator.
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah Bogor, dan Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian Jakenan. Penelitian menggunakan Rancangan acak
kelompok yang disusun secara factorial, Yaitu Pencucian dan Bahan Organik,
sedangkan Penelitian Tanaman Hiperakumulator menggunakan Rangcangan Acak
kelompok dengan 10 jenis Tanaman Hiperakumuator
1
Tujuan Penelitian adalah untuk mencari Teknologi Rehabilitasi lahan tercemar Industri
yang ramah Lingkungan dan berkelanjutan. Hasil dari kegiatan ini adalah perlakuan
pencucian dikombinasikan dengan bahan organik bisa menurunkan kandungan Mercury
(Hg) dalam beras sampai dibawah ambang batas dirjen POM, Sedangkan kegiatan
kedua mendapatkan beberapa tanaman Hiperakumulator lokal yang bisa menurunkan
kandungan Pb dalam tanah.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bahan organik apa yang dapat dikombinasikan agar dapat menurunkan kadar Hg
dalam beras sesuai dengan nilai ambang batas?
b. Tanaman Hiperakumulator lokal apa yang bisa menurunkan kandungan Pb dalam
tanah.?
c. Kriteria apa saja agar tanaman dapat disebut sebagai suatu hiperakumulator?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui bahan organik yang dapat dikombinasikan agar dapat


menurunkan kadar Hg dalam beras sesuai dengan nilai ambang batas.
b. Untuk mengetahui tanaman Hiperakumulator lokal yang bisa menurunkan
kandungan Pb dalam tanah..
c. Untuk mengetahui kriteria agar tanaman dapat disebut sebagai suatu
hiperakumulator.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil dari makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana diskusi dan ilmu
pengetahuan agar dapat memperjelas teori serta materi yang telah disampaikan serta
ditulis dalam makalah ini.

2
BAB II
Pembahasan

2.1 Alih Fungsi Lahan

Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam bidang pertanian, yaitu sebagai media
tumbuh tanaman dan juga merupakan bagian dari siklus logam berat. Usaha
pertambangan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai
penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan. Meningkatnya aktivitas manusia baik
industri maupun rumah tangga menyebabkan semakin besarnya volume limbah yang
dihasilkan dari waktu ke waktu. Sebagian besar limbah tersebut dibuang langsung ke
lingkungan tanpa melalui proses pengolahan. Konsenkuensinya adalah terjadinya
pencemaran yang banyak menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan.

Salah satu pencemaran yang dapat terjadi adalah pencemaran tanah, dimana keadaan
bahan kimia masuk dan merubah keadaan lingkungan tanah alami. Tanah adalah salah
satu faktor pendukung penting dalam kehidupan mahluk hidup di bumi ini. Sebagai
dasar keberadaan makhluk hidup termasuk manusia, tanah memiliki peran yang penting
untuk siklus materi ataupun ekologi. Oleh sebab itu, menjaga kelestarian tanah agar
selalu dapat menjalankan fungsinya dengan baik adalah kewajiban penting bagi setiap
mahluk hidup. Akan tetapi, sebagaimana halnya pencemaran air dan udara, pencemaran
tanah yang disebabkan oleh faktor alam maupun aktivitas manusia sangat sulit
dihindari. Salah satu bahan pencemar yang menjadi indikator untuk mendeteksi
terjadinya pencemaran tanah adalah cemaran logam berat di dalamnya. Faktor yang
menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena
adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah
diabsorbsi. Salah satu logam berat yang dapat berpotensi menjadi racun jika berada
dalam tanah dengan konsentrasi berlebih adalah Pb (Timbal). Alih fungsi lahan areal
pertanian menjadi kawasan industri merupakan awal terjadinya pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan pertanian menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas
produk pertanian. Pembuangan limbah industri, yang belum mempunyai pengolahan
3
limbah tempat untuk pembuangan (IPAL), sebagai sumber kerusakan sumberdaya lahan
pertanian. Salah satu jenis limbah yang potensial merusak lingkungan adalah jenis yang
termasuk dalam bahan beracun berbahaya (B3), diantaranya logam berat. Menurut
Arnold (1990) logam berat yang beracun dan berbahaya adalah merkuri (Hg), timbal
(Pb), kadmium (Cd), dan krom (Cr). Logam berat selain Pb, Cd dan Hg mengancam
kesehatan tanaman, ternak yang berdampak terhadap kesehatan dan kecerdasan.

Pb termasuk kelompok logam berat yang tidak esensial bagi tanaman, bahkan
menyebabkan terganggunya siklus hara dalam tanah. Tiga besar logam berat beracun
adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd), dan bahaya logam berat pada
kesehatan adalah rusaknya system syaraf pusat oleh Hg dan Pb, keracunan Hg ditandai
dengan gejala utama gemetar khususnya tangan, dan ketidak stabilan emosi, seperti
merasa malu, insomnia, depresi dan iritasi.

2.2 Merkuri dalam Tanah

Merkuri atau air raksa (Hg) merupakan golongan logam berat dengan nomor atom 80
dan berat atom 200,6. Merkuri merupakan unsur yang sangat jarang dalam kerak bumi,
dan relatif terkonsentrasi pada beberapa daerah vulkanik dan endapan-endapan mineral
biji dari logam-logam berat. Merkuri merupakan logam berat bahan pencemar yang
paling berbahaya. Salah satu sumber pencemaran unsur merkuri dalam tanah dapat
berasal dari penambangan atau pengolahan emas dalam tahap penggilingan.
Penggilingan menyebabkan merkuri terpecah menjadi butiran halus yang sifatnya sukar
dipisahkan, sehingga dapat lepas dari tromol atau gelendung (Juliawan, 2005).

Menurut Eddy (2010) kangkung merupakan salah satu tanaman yang memiliki
kemampuan yang disebut dengan hiperakumulator, yaitu relatif tahan terhadap berbagai
macam bahan pencemar dan mengakumulasikannya dalam jaringan dengan jumlah
yang cukup besar. Salah satu bahan pencemar yaitu merkuri (Hg) merupakan unsur
yang paling beracun terhadap manusia dan hewan. Logam berat merkuri (Hg 2+)
merupakan salah satu ion logam yang paling beracun terhadap biota tanah (Steinnes,
1990).

4
2.3 Timbal dalam Tanah

Lahan pertanian banyak digunakan oleh masyarakat untuk menanami tanaman.


Umumnya untuk menghasilkan tanaman yang subur, cukup unsur hara dan bebas dari
hama pengganggu biasanya menggunakan pupuk dan pestisida. Pupuk dan pestisida
mengandung logam Pb dan As dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Timbal dan
arsen memiliki tingkat toksisitas yang sangat tinggi karena termasuk dalam logam berat
(Istarani dan Pandebesie, 2014). Logam timbal dan arsen merupakan unsur logam yang
massa jenisnya lebih besar dari 5 gram/cm3 . Oleh karena itu kedua logam tersebut
termasuk ke dalam logam berat. Logam berat adalah unsur yang memiliki berat lebih
besar dari 4 atau 5 gram/cm3 dan memiliki pengaruh yang spesifik terhadap biokimiawi
hewan serta tumbuhan. Beberapa logam berat yang berbahaya karena toksisitasnya dan
sering mencemari lingkungan adalah logam merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As),
kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni) (Sarjono, 2009).

Unsur Pb merupakan kelompok logam berat yang tidak esensial bagi tumbuhan, bahkan
dapat mengganggu siklus hara dalam tanah. Unsur Pb sampai saat ini masih dipandang
sebagai bahan pencemar yang dapat menimbulkan pencemaran tanah dan lingkungan.
Unsur Pb merupakan kelompok logam berat yang tidak esensial bagi tumbuhan, bahkan
dapat mengganggu siklus hara dalam tanah. Unsur Pb sampai saat ini masih dipandang
sebagai bahan pencemar yang dapat menimbulkan pencemaran tanah dan lingkungan
Logam timbal (Pb) yang mencemari tanah dapat berasal dari kegiatan industri
pembuatan lempengan baterai, aki, bahan peledak, pateri, pembungkus kabel, pigmen,
cat anti karat, pelapisan logam, serta penggunaan pupuk fosfat dalam bidang pertanian.
Selain itu penggunaan bahan bakar yang mengandung timbal menyebabkan udara
tercemar oleh timbal, sehingga secara tidak langsung dapat mencemari tanah, baik
melalui proses sedimentasi maupun presipitasi. Adanya polutan berupa logam Pb dalam
jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan lingkungan tidak dapat mengadakan
pembersihan sendiri (self purification). Oleh sebab itu diperlukan suatu metode untuk
mengatasi pencemaran Pb ini. Fitoremediasi merupakan salah satu metode yang dapat
menjadi pilihan. Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan

5
polutan dari tanah atau perairan yang terkontaminasi. Akhir-akhir ini teknik reklamasi
dengan fitoremediasi mengalami perkembangan pesat karena terbukti lebih murah
dibandingkan metode lainnya (Juhaeti dkk, 2004).

2.4 Fitoremediasi dan Tumbuhan Hiperakumulator

Tumbuhan hiperakumulator merupakan tumbuhan yang dapat digunakan dalam proses


fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan salah satu cara pembersihan polutan
menggunakan tumbuhan, umumnya terdefinisi seperti pembersihan dari toksin atau
kontaminan dari lingkungan dengan menggunakan tumbuhan hyperaccumulator.
Fitoremediasi berasal dari dua kata yaitu Phyto dalam bahasa Yunani yang berarti
tumbuhan/tanaman dan remediare yang berasal dari bahasa latin yaitu memperbaiki
atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu
sistim dimana tanaman dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi
berkurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang dapat digunakan kembali.
(Irawanto, 2010). Fitoremediasi merupakan salah satu metode remediasi dengan
mengandalkan peran tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan
mengimobilisasi bahan pencemar logam berat atau polutan. Tanaman mempunyai
toleransi terhadap logam berat yang bersifat esensial untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Tanaman yang mempunyai kemampuan menyerap logam berat melalui
akar dan mengakumulasinya dalam berbagai organnya, dikenal sebagai tanaman
hiperakumulator. Jenis tanaman ini sangat terbatas. Beberapa peneliti mengusulkan
selain tanaman hiperakumulator, jenis tanaman hipertoleransi yang mempunyai
biomassa tinggi bisa juga digunakan sebagai tanaman alternatif dalam fitoremediasi.

Hiperakumulator adalah tanaman yang dapat menyerap logam berat sekitar 1% dari
berat keringnya (Fahrudin, 2010). Semua tumbuhan memiliki kemampuan menyerap
logam tetapi dalam jumlah yang bervariasi. Sejumlah tumbuhan dari banyak famili
terbukti memiliki sifat hipertoleran, yakni mampu mengakumulasi logam dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya, sehingga bersifat hiperakumulator.
Sifat hiperakumulator berarti dapat mengakumulasi unsur logam tertentu dengan
konsentrasi tinggi pada tajuknya dan dapat digunakan untuk tujuan fitoekstraksi. Dalam

6
proses fitoekstraksi ini logam berat diserap oleh akar tanaman dan ditranslokasikan ke
tajuk untuk diolah kembali atau dibuang pada saat tanaman dipanen.

2.5 Metodologi Penelitian

Penelitian terdiri dari dua kegiatan yang menggunakan rancangan acak kelompok
diulang 3 kali. Kegiatan Pertama secara faktorial dan kedua RAK satu faktor,
Dilaksanakan di Rumah Kaca, Balai Penelitian Tanah Bogor dan Balai Penelitian
Lingkungan Jakenan, menggunakan tanah yang berasal dari berbagai tanah tercemar
industri atau pertambangan. Tujuannya adalah membandingkan berbagai teknologi
Rehabilitasi maupun Remideasi dengan tanaman hiperakumulator terhadap tanah
pertanian tercemar limbah industri. Kegiatan pertama dengan Perlakuan yang dicobakan
adalah sebagai berikut :
Faktor I : Pencucian (W)
W0 : Tanpa pencucian.
W1 : Pencucian dengan air bebas ion 1 lt pot-1 setiap tiga hari.
W2 : Pencucian dengan air bebas ion 2 lt pot-1 setiap tiga hari.
Faktor II : Bahan organik (B)
B0 : Tanpa bahan organik.
B1 : Pupuk kandang sapi (2,5% C-organik) atau 1.181,47 g pot-1.
B2 : Pupuk kandang ayam (2,5% C-organik) atau 741,62 g pot-1.
B3 : Kompos jerami (2,5% C-organik) atau 1.102,29 g pot-1.

Kegiatan kedua adalah Rangcangan Acak kelompok dengan 10 jenis Tanaman


Hiperakumuator yaitu Mendong (Fimbristylis globulosa), Rumput (Cyperus playtylis),
Enceng Gondok (Eichornia crassipea), Jugul(Borreria Laevis), Bundung gamal
(Scleria poaeformis), Purun Tikus (Eleocharis dulcis); Karapiting (Polygonum
hydropiper); Bundung (Scirpus Sp), Hiring hiring (Rhynchosphora corynbosa), dan
Purun kudung (Leperonia mucrunata).

7
2.6 Prosedur Penelitian

Persiapan Tanah : Sebelum digunakan, tanah dikering anginkan, ditumbuk dan diayak.
Tanah yang lolos ayakan 2 mm dimasukan ke dalam pot/ember plastik masing-masing
seberat 10 kg, tanah diairi dengan air bebas ion, kemudian diaduk merata sampai
menjadi lumpur. Penanaman di rumah kaca dengan menggunakan ember berisi tanah
tercemar Hg sebanyak 7,5 kg. Pengairan diberikan sesuai dengan kondisi tanaman di
lapang.

Pencucian : Digunakan pot yang telah dilubangi bagian sisi kiri dan kanannya dengan
ketinggian 5 dan 15 cm dari dasar ember, dihubungkan dengan selang plastik yang
dilengkapi dengan alat penutup, untuk mengalirkan air perkolasi. Pemberian air
dilakukan setiap 3 hari melalui paralon yang berlubang ditempatkan di tengah pot. Air
perkolasi ditampung dalam dua buah ember penampungan, untuk 5 dan 15 cm,
terkumpul selama satu bulan, kemudian diambil satu liter untuk dianalisis kandungan
logam beratnya.

Keterangan:
a) Tanaman padi;
b) Paralon berlubang;
c) Selang 15 cm;
d) Selang 5 cm;
e) Ember penampung perkolasi
15 cm
f) Ember penampung perkolasi 5
cm
g) Meja alas.

Pemberian Bahan Organik : Dilakukan setelah diketahui kandungan C dalam bahan


organik ditambahkan sebanyak 2,5 % ke dalam perlakuan, diaduk sampai merata dan
diinkubasi selama 7 hari.

8
2.7 Hasil dan Pembahasan

Pada analisa awal sebelum dilakukan penelitian tanah sawah dari Pongkor mempunyai
tekstur debu liat berpasir, pH rendah atau masam = 4,6 mempunyai kandungan C-
organik rendah (1,34 %) dengan kandungan logam berat Merkuri (Hg) sangat tinggi
(38,11 ppm). Nilai tersebut jauh di atas nilai ambang batas kandungan merkuri (Hg)
dalam tanah sawah, menurut baku mutu tanah yang dikeluarkan oleh kantor KLH-
Dalhousie University Canada (1992) untuk penggunaan pertanian yaitu sebesar 0,5 ppm
Suhu dalam rumah kaca selama penelitian berlangsung berkisar antara 24° - 37° C.
Sedangkan pada tanah asal Karang anyar mempunyai ph 6,35, kandungan C bahan
organik 1,26 % dan N rendah (0,18%) dengn kandungan total Pb cukup tinggi (17,4
mg/kg).

Analisa Awal Analisa Awal


Jenis Analisa Kelas
Pongkor Karanganyar
Tekstur: Pasir (%) 19
Debu (%) 46
Liat (%) 35
pH H 2O 4,6 masam 6,35
KCl 4,2
Total Hg (ppm) 38,11 Sangat Tinggi
Total Pb (mg/kg) 17,14
Bahan Organik: C(%) 1.34 Rendah 1.26
N (%) 0.14 Rendah 0.18
C/N 10 Rendah
HCl 25% (mg/100g)
P2O5 87 Sangat tinggi
K2O 22 sedang 18

Perlakuan tanpa pencucian menghasilkan gabah terbanyak lebih disebabkan


terakumulasinya unsur hara tanaman di dalam tanah, tanpa ada yang tercuci. Hasil
penelitian Sutono (2002) menunjukkan bahwa pencemaran merkuri (Hg) pada tanah
kering tidak menyebabkan menurunnya hasil tanaman kedelai. Hal serupa terjadi pada
tanah Pongkor, walaupun tanah sudah tercemar merkuri, pertumbuhan dan hasil
tanaman padi tidak terganggu. Kalau dilihat dari sisi produksi gabah memang tidak
terganggu, tetapi kualitas gabah sudah menunjukkan kandungan merkuri yang di atas

9
ambang yang dibolehkan. Hasil ini menunjukan bahwa tanah dari Pongkor sudah
tercemar dengan limbah penambangan emas.

Gambar 1. Kandungan Hg dalam Beras setelah pemberian bahan organik

Kandungan Merkuri (Hg) dalam beras, secara statistik tidak ada perbedaan signifikan
(ns), dari pengaruh perlakuan pencucian (W) dan pemberian bahan organik (B), tetapi
bisa menurunkan kandungan logam berat Merkuri (Hg) dalam beras sampai di bawah
ambang batas yang dianjurkan oleh Dirjen POM sebesar 0,05 ppm (50 ppb) untuk
makanan (Gambar 1). Perlakuan yang bisa menurunkan kandungan logam berat merkuri
(Hg) dalam beras, sampai dibawah ambang batas (Dirjen POM, 989) adalah pemberian
pemberian bahan orgnik kotoran sapi kombinasi dengan pencucian, disusul kotoran
ayam dan paling rendah adalah kompos jerami, baik tanpa pencucian maupun
kombinasi dengan pencucian.

Penambahan bahan organik nampaknya belum mampu meningkatkan penjerapan


terhadap logam berat Hg, sehingga diduga kelarutannya dalam tanah cukup tinggi dan
menyebabkan serapan yang cukup tinggi oleh tanaman seperti kombinasi pukan ayam
tanpa pencucian. Tingginya mobilitas Hg dalam tanah ini diduga karena pH tanah yang
rendah, terjadinya peningkatan reduksi tanah akibat penggenangan dan penambahan
bahan organik, serta peningkatan konsentrasi asam-asam organik yang dihasilkan oleh

10
bahan organik. Maka dari itu diperlukan metode fitoremediasi dengan tanama
hiperakumulator.

Meskipun demikian, ternyata tidak semua tanaman memiliki kadar Hg yang tinggi di
dalam jaringannya. Hal ini diduga karena terjadinya peningkatan pH tanah akibat proses
dekomposisi bahan organik. Pada pH 6,5 atau lebih logam berat umumnya cenderung
lambat tersedia bagi tanaman, terutama bila berada dalam bentuk bervalensi tinggi
(Soepardi, 1983). Mengacu pada hasil analisis kandungan Hg, diduga sebagian besar
logam berat Hg menghilang dari dalam tanah karena mengalami metilasi menjadi
bentuk molekul-molekul volatil dan mengalami volatilisasi. Metilasi biasanya dilakukan
oleh mikro organisrne anaerob dan dapat juga berasosiasi dengan asam organik.
Metilasi merupakan transformasi merkuri anorganik menjadi merkuri organik berbentuk
metil oleh aktivitas mikro organisme anaerobik (Fardiaz,1992). Volatilisasi
(penguapan) Hg dipengaruhi oleh bahan organik. Menurut Steinnes (1990), bahan
organik cenderung untuk mempertinggi kehilangan. Pada tanah masam dengan kadar
Hg tinggi, kandungan humus yang tinggi menyebabkan kehilangan Hg lebih tinggi
setelah reduksi. Reduksi tanah dipercepat oleh adanya bahan organik (Tan, 1982). Oleh
karena itu perlakuan pencucian air 1 liter dikombinasikan dengan kompos jerami
dampaknya mampu rnenurunkan ketersediaan Hg dalam larutan tanah sehingga serapan
oleh tanaman juga turun.

Hasil rehabilitasi tanah tercemar Pb dengan teknologi Remidiasi menggunakan tanaman


Hiperakumulator, terlihat bahwa konsentrasi logam berat Pb dalam 10 jenis tanaman
hierakumulator bervariasi setelah ditanami dua bulan, dan kriteria tanaman
hiperakumulator adalah: Tanaman hiperakumulator harus mampu mentranslokasikan
unsur-unsur tertentu tersebut dengan konsentrasi sangat tinggi ke pucuk dan tanpa
membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal dalam arti kata tidak kerdil dan tidak
mengalami fitotoksiistas.

Meskipun sepuluh tanaman memenuhi kriteria tanaman hiperakumulator, tetapi tiga dari
tanaman yaitu Karapiting, Bundung Gamal dan Mendong konsentrasi logam berat
masih lebih kecil di pucuk dibanding akar tanaman, sehingga kurang memenuhi untuk

11
persyaratan tersebut, tetapi tanaman hiperakumulator lainya terlihat konsentrasi logam
berat (Pb) lebih tinggi di pucuk dibanding pada bagian akar tanaman (Gambar 2).

Gambar 2. Kandungan logam berat (Pb) dalam Tanaman Hiperakumulator

12
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa :


a. Pemberian Bahan Organik berupa jerami kompos di kombinasikan dengan
pencucian mampu menurunkan kandungan logam berat (Hg) dalam beras sampai
dibawah ambang batas yang dianjurkan oleh Dirjen POM, 1989
b. Sepuluh jenis tanaman Hiperakumulator mampu menurunkan kandungan Pb dalam
tanah setelah dua bulan ditanam, yang paling baik adalah tanaman Enceng Gondok,
Hiring hiring, rumput dan purun tikus.
c. Kriteria tanaman hiperakumulator adalah tanaman hiperakumulator harus mampu
mentranslokasikan unsur-unsur tertentu tersebut dengan konsentrasi sangat tinggi ke
pucuk dan tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal dalam arti kata
tidak kerdil dan tidak mengalami fitotoksisitas. Tanaman juga dikriteriakan sebagai
hiperakumulator jika nilai bioakumulasi unsur tersebut adalah lebih besar dari nilai
1, di mana "nilai bioakumulasi" dihitung dari konsentrasi unsur tersebut di pucuk
(shoot concentration) di bagi konsentrasi unsur di dalam tanah (defined as shoot
concentration/total soil concentration).

13
DAFTAR PUSTAKA

Arnold, F. 1990. Pencemaran Logam Berat dalam Tanah. Disampaikan pada


Seminar Forum Komunikasi Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Eddy, Syaiful, 2010. Pemanfaatan Tehnik Fitoremediasi Pada Lingkungan


Tercemar Gambar 5. Pengaruh Bokashi Kirinyu (Chromolaena odorata L.)Terhadap
KTK Limbah Tailing. 595 Timbal(Pb).

Fahruddin. 2010. Bioteknologi Lingkungan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

Irawanto, Rony. 2010. Fitoremidiasi Lingkungan Dalam Taman Bali 1.UPT Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI. Pasuruan

Istarani, F & Pandebesie, E.S. (2014). Studi Dampak Arsen (As) dan Kadmium
(Cd) terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan. Jurnal Teknik Pomits. 3(1): 53-58.

Juhaeti T, Sharif F, Hidayati N. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk


Fitoremediasi. Jurnal Biodiversitas. Vol. 6 N0. 1 hal 31-33.

Juliawan, N. D, Widiyatna dan J, Jatim. 2005. Pendataan Penyebaran Unsur


Merkuri Pada Wilayah Pertambangan Cibaliung, Kabupaten Padegalan, Provinsi
Banten. Hasil Kegiatan Subdit Konservasi TA.

Sarjono, A. (2009). Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb, dan Hg pada Air
dan Sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan: Institut Pertanian Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Bogor : Fakultas

14
Pertanian. IPB.

Steinnes, E. 1990.Mercury. In B.J. Alloway (Ed.). Heavy Metals in Soil, Blackie


Glasgow and London Halsted Press. John Wiley and Sons Inc., New York.

Sutono. 2002. Teknologi pengendalian erosi lahan berlereng. Hlm. 103-146


dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah
Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan
Litbang Pertanian.

Tan, K.H 1982. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker. Inc. New York

15

Anda mungkin juga menyukai