Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ilmu Ukur Wilayah
Ilmu ukur wilayah (surveying) adalah sebuah metode pengukuran titik-titik
dengan memanfaatkan jarak dan sudut di antara setiap titik tersebut pada suatu
wilayah dengan cermat. Berbagai titik tersebut biasanya adalah permukaan bumi dan
digunakan untuk membuat sebuah peta, batas wilayah suatu lahan, lokasi konstruksi,
dan tujuan lainnya. Ilmu ukur wilayah juga merupakan sebuah pekerjaan. Surveyor
menggunakan

berbagai

elemen matematika seperti geometri dan

trigonometri,

juga fisika dan keteknikan. (Wikipedia 2014)


Ilmu Ukur Wilayah merupakan bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang
dinamakan ilmu Geodesi. Ilmu Ukur Wilayah atau ilmu ukur tanah juga dapat
didefinisikan sebagai cabang dari ilmu Geodesi yang khusus mempelajari sebagian
kecil dari permukaan bumi dengan cara melakukan pengukuran-pengkuran guna
mendapatkan peta. Pengukuran yang dilakukan terhadap titik-titik detail alam
maupun buatan manusia meluputi posisi horizontal (X,Y) maupun posisi vertikalnya
(Z) yang diferensikan terhadap permukaan air laut rata-rata. Ilmu Geodesi
mempunyai dua maksud :
1. Maksud ilmiah: Menentukan bentuk permukaan bumi
2. Maksud praktis: Membuat bayangan yang dinamakan peta dari sebagian
besar atau sabagian kecil permukaan bumi.
Pada maksud kedua inilah yang sering disebut dengan istilah pemetaan. Pengukuran
dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu :
1. Geodetic Surveying : Untuk menggambarkan permukaan bumi pada bidang
lengkung.
2. Plan Surveying : Untuk menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam
maupun unsur buatan pada bidang yang dianggap datar.
Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai
dengan melakukan pengukuran-pengukuran di atas permukaan bumi yang
mempunyai bentuk tidak beraturan. Pengukuran- pengukuran dibagi dalam
pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur diatas

permukaan bumi (Pengukuran dasar horizontal) dan pengukuran-pengukuran tegak


guna mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (Pengukuran kerangka
dasar vertikal ) serta pengukuran titik-titik detail. Titik-titik kerangka dasar pemetaan
yang akan ditentukan lebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar
merata dengan kerapatan tertentu, permanen, mudah dikenali, dan didokumentasikan
secara baik sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya. ( Slamet Basuki, 2006 )

2.1 Alat-Alat
2.2.1. Theodolite
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan
waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang
dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).
Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang
digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang
ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputarputar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk
dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputarputar
mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca.
Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan Tingkat ketelitian sangat tinggi.
Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan
dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut
memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini,
keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien.
Instrumen pertama lebih seperti alat survey theodolit benar adalah
kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl) di
Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod. Awal altazimuth instrumen
yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran di sayap vertikal dan sudut
pengukuran perangkat yang paling sering setengah lingkaran. Alidade pada sebuah
dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk pengukuran sudut horisontal, dan
yang kedua alidade telah terpasang pada vertikal setengah lingkaran. Nanti satu

instrumen telah alidade pada vertikal setengah lingkaran dan setengah lingkaran
keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan sudut
horisontal secara langsung. Pada akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti
dengan pengamatan teleskop. Ini pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada
1725.
Alat survey theodolite yang menjadi modern, akurat dalam instrumen 1787
dengan diperkenalkannya Jesse Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal,
yang dia buat menggunakan mesin pemisah sangat akurat dari desain sendiri. Di
dalam pekerjaan pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering
digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun
pengamatan matahari.
Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat
Datar bila sudut verticalnya dibuat 90. Dengan adanya teropong pada theodolit,
maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan
gedung, theodolit sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada
perencanaan / pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat digunakan untuk menguker
ketinggian suatu bangunan bertingkat. (Darfis, Irwan. 1995)
A. Keterangan Dan Fungsi-Fungsi Bagian Theodolit
Theodolit merupakan alat ukur tanah yang universal. Selain digunakan untuk
mengukur sudut harisontal dan sudut vertikal, theodolit juga dapat digunakan untuk
mengukur jarak secara optis, membuat garis lurus dan sipat datar orde rendah
(Brinker, 1986).
Gambar: theodolite

Secara umum, konstruksi theodolit terbagi atas tiga bagian :


a. bagian atas, terdiri dari :
1) Teropong/Teleskope berfungsi untuk membidik rambu (menggunakan garis
bidik) dan memperbesar bayangan rambu.
2) Nivo tabung berfungsi untuk membuat garis bidik mendatar.
3) Lensa Okuler dan Objektif (lensa okuler berfunsi untuk memperjelas benang,
lensa objektif berfungsi untuk memperjelas benda atau objek).
4) Sekrup gerak Vertikal berfungsi untuk membidik sasaran vertical.
5) Sekrup gerak horizontal berfungsi untuk membidik sasaran horizontal.
6) Teropong bacaan sudut vertical dan horizontal.
b. bagian Tengah (Nivo kotak) :
1) Sekrup pengunci teropong berfungsi untuk mengunci gerakan teropong.
2) Sekrup pengunci sudut vertical berfungsi untuk mengunci pembacaan sudut.
3) Sekrup pengatur menit dan detik berfungsi untuk mengatur pembacaan waktu.
4) Sekrup pengatur sudut horizontal dan vertikal berfungsi untuk mengatur
pembacaan sudut.
c. bagian Bawah terdiri dari :
1) Statif / Trifoot berfungsi untuk menjaga keseimbangan theodolit dan tempat
dudukan alat.
2) Tiga sekrup penyetel nivo kotak .
3) Untingunting untuk memproyeksikan suatu titik pada pita ukur di permukaan
tanah atau sebaliknya.
4) Sekrup repetisi.
5) Sekrup pengunci pesawat dengan statif berfungsi untuk mengunci bagian
pesawat dan statif.
(Brinker, R. C. & P.R. Wolf. 1986)

B. Pengelompokan Theodolit Berdasarkan Konstruksinya:


1. Theodolit repetisi
Lingkaran skala mendatar dapat diatur mengelilingi sumbu tegak. Bila
skrup pengunci lingkaran skala mendatar dibuka, maka tidak dapat dilakukan
pengukuran sudut. Besarnya sudut yang dibentuk oleh garis bidik yang

diarahkan ke dua buah target hanya dapat diukur kalau skrup pengunci
lingkaran skala mendatarnya terkunci. Sebeb bila sekrup pengunci skala
lingkaran mendatar tidak dikunci, maka pada saat diputar, piringan skala
mendatar ikut berputar bersama-sama dengan indek pembaca lingkaran
mendatar.
Keuntungannya adalah dimungkinkannya mengubah bacaan pada suatu
arah garis bidik tertentu. Misal pada suatu arah garis bidik di A bacaan skala
mendatarnya dibuat 0o, kemudian garis bidik diarahkan ke B, maka bacaan
skala mendatar di B juga merupakan sudut APB (Frick, H. 1979)
2. Theodolit reiterasi
Lingkaran skala mendatar theodolit menyatu dengan tribrach, sehingga
lingkaran mendatar tidak dapat diputar. Akibatnya bacaan lingkaran
mendatarnya untuk suatu target merupakan suatu bacaan arah. Jadi sudut
yang dibentuk oleh garis bidik yang diarahkan kedua target adalah bacaan
arah kedua dikurangi bacaan arah pertama. (Frick, H. 1979)
3. Theodolite Modern
Theodolites di hari ini, membaca dari kalangan vertikal dan horisontal
biasanya dilakukan secara elektronik. Readout yang dilakukan oleh rotary
encoder, yang dapat absolut, misalnya Gray menggunakan kode, atau
meningkat, dengan terang dan gelap sama jauh radial band. Pada dasarnya
alat theodolit konvensional sama dengan theodolit digital, hanya pada alat ini
pembacaan sudut azimuth dan sudut zenith dilakukan secara manual.
Theodolit 0 (T0) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian atas, bagian tengah,
dan bagian bawah. Bagian bawah terdiri atas sumbu yang dimasukkan ke
dalam tabung, di atasnya terdapat alat pembaca nonius. Di tepi lingkaran
terdapat alat pembaca nonius. Bagian atas terdiri dari bagian mendatar. Di
atasnya terdapat teropong dilengkapi dengan sekrup-sekrup pengatur fokus
dan garis-garis bidik diagfragma. (Frick, H. 1979)
2.2.2 Jalon
Jalon adalah tiang atau tongkat yang akan ditegakkan pada kedua ujung jarak
yang diukur. Jalon terbuat dari kayu, pipa besi yang merupakan tongkat

berpenampang bulat. Agar kelihatan terang dan dapat dilihat dari jauh maka diberi
warna merah putih menyolok. Selang seling merah putih sekitar 25 cm 50 cm.
Syarat-syarat pemasangan jalon pada pekerjaan survei adalah :
a) Pemancangan jalon harus tegak lurus, artinya harus merupakan proyeksi dari
titik. Titik disini bukan tegak lurus menuju permukaan bumi tetapi tegak
lurus terhadap titik pusat bumi atau searah dengan tarikan bumi.
b) Menancapkan jalon harus tepat di atas titik yang akan diambil
pengukurannya. Pemancangan jalon pada tanah yang miring untuk
menentukan tegak. lurusnya harus menyesuaikan keadaan sekelilingnya,
misalnya dengan patokan tegak lurus pada pohon di dekatnya. (Wongsotjitro,
1980).

Gambar 2 jalon

2.2.3 Patok
Patok dalam pekerjaan survei berfungsi untuk memberi tanda batas jalon,
dimana titik setelah diukur dan akan diperlukan lagi pada waktu lain, misalnyatanda
bangunan, jalan raya, pengairan dan sebagainya. Patok biasanya ditanam di dalam
tanah dan yang menonjol antara 5 10 cm dengan maksud agar tidak mudah lepas
dan mudah dilihat. Ujung patok umumnya dibuat runcing untuk mudah pemasangan.

Gambar : Patok

2.2.4.Pita Ukur / Meteran


Pita ukur digunakan untuk mengukur jarak di lapangan. Pita ukur ada yang
dari kain linen berlapis plastik atau tidak. Pita ukur tersedia dalam ukuran panjang 10
meter, 15 meter, 30 meter sampai 50 meter.
Pita ukur yang dibuat dari kain tidak banyak digunakan orang lain, karena
kurang kuat dan cepat rusak. Untuk memperkuat kainnya, maka kain itu diberi
benang dari tembaga. Supaya tahan air, kain dimasukkan dalam minyak yang panas
dan direndam beberapa waktu lamanya, lalu dikeringkan. Lebar pita ukur ini 2 cm
dan panjangnya ada 10 m, 20 m, atau 30 m. Kekurangan pada pita ukur dari kain ini
adalah mendapat regangan bila basah dan cepat rusak, maka dari itu pita ukur dari
kain ini sekarang jarang sekali dipakai. Pita ukur dari baja lebih baik daripada pita
ukur dari kain. Pita ukur baja ini dibuat dari pita baja, lebar 20 mm, tebal 0.4 mm,
dan panjang 20 m, 30 m, dan 50 m. Pita ukur yang dibuat dari kain meskipun
diperkuat dengan benang tembaga tidak lagi digunakan pada ilmu ukur tanah
(Wongsotjitro, 1980).

Gambar. Pita ukur.

Pita ukur ini biasanya dibagi pada interval 5 mm atau 10 mm. Contoh bacaan
pada pita ukur seperti pada gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Contoh bacaan pita ukur

2.2.5 Kompas
Kompas adalah sebuah alat dengan komponen utamanya jarum dan lingkaran
berskala. Salah satu ujung jarumnya dibuat dari besi berani atau magnet yang
ditengahnya terpasang pada suatu sumbu, sehinngga dalam keadaan mendatar jarum
magnit dapat bergerak bebas ke arah horizontal atau mendatar menuju arah utara atau
selatan. Kompas yang lebih baik dilengkapi dengan nivo, cairan untuk menstabilkan
gerakan jarum dan alat pembidik atau visir.
Kegunaan utama atau yang umum dari kompas adalah untuk menentukan arah
mata angin terutama arah utara atau selatan sesuai dengan magnit yang digunakan.
Kegunaan lain yang juga didasarkan pada penunjukkan arah utara atau selatan adalah
(1) penentuan arah dari satu titik/tempat lain, yang ditunjukkan oleh besarnya sudut
azimut, yaitu besarnya sudut yang dimulai dari arah utara atau selatan, bergerak
searah jarum jam sampai di arah yang dimaksud, (2) mengukur sudut horizontal dan
(3) membuat sudut siku-siku.Kompas adalah alat penunjuk arah di lapangan.
Orientasinya mengikuti Utara magnit bumi atau Selatan magnit bumi
Kompas digunakan untuk mencari atau menetapkan arah-arah jalur rintisan.
Oleh karena itu, penjelajahan survei dilakukan melalui jalur-jalur rintisan yang
kemudian titik-titik pengamatan akan ditunjukkan atau diletakkan pada peta dasar.
Oleh karena itu, arah jalur/rintisan haruslah diketahui, demikian pula jaraknya dari
satu titik awal ke titik-titik lainnya. Sebagai tambahan dari fungsi alat ini adalah
untuk mengevaluasi peta topografi. Untuk kompas sendiri cara pemakaiannya dapat
dilakukan dengan membidik salah satu mata ke kompas sehingga tanda indeks ada di
tengah-tengah lensa dan superpose dengan sasaran, yaitu dengan membidikkan mata
yang satu lagi terhadap sasaran (Abdullah, 1993).
Gambar 4. Kompas

Gambar : kompas

2.2.6 Waterpas (Penyipat Datar)


Waterpas adalah alat ukur menyipat datar dengan teropong dengan dilengkapi
nivo dan sumbu mekanis tegak sehingga teropong dapat berputar ka arah horizontal.
Alat ini tergolong alat penyipat datar kaki tiga atau Tripod level, karena alat ini bila
digunakan harus dipasang diatas kaki tiga atau statif.
Prinsip kerja alat yaitu garis bidik kesemua arah harus mendatar, sehingga
membentuk bidang datar atau horizontal dimana titik titik pada bidang tersebut
akan menunjukkan ketinggian yang sama.
Kegunaan alat. Fungsi utama :
1) Memperoleh pandangan mendatar atau mendapat garis bidikan yang sama
tinggi, sehingga titik titik yang tepat garis bidikan/ bidik memiliki
ketinggian yang sama.
2) Dengan pandangan mendatar ini dan diketahui jarak dari garis bidik yang
dapat dinyatakan sebagai ketinggian garis bidik terhadap titik titik tertentu,
maka akan diketahui atau ditentukan beda tinggi atau ketinggian dari titik
titik tersebut.
Alat ini dapat ditambah fungsi atau kegunaannya dengan menambah bagian alat
lainnya. Umumnya alat ukur waterpas ditambah bagian alat lain, seperti :
1) Benang stadia, yaitu dua buah benag yang berada di atas dan dibawah serta
sejajar dan dengan jarak yang sama dari benang diafragma mendatar. Dengan
adanya benang stadia dan bantuan alat ukur waterpas berupa rambu atau bak
ukur alat ini dapat digunakan sebagai alat ukur jarak horizontal atau
mendatar. Pengukuran jarak dengan cara seperti ini dikenal dengan jarak
optik.
2) Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan
skala ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang
dinyatakan dengan bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh benang
diafragma tegak dapat diketahui, sehingga bila dibidikkan ke dua buah titik,

sudut antara ke dua titik tersebut dengan alat dapat ditentukan atau dengan
kata lain dapat difungsikan sebagai alat pengukur sudut horizontal.
Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpas
Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu :
1) Memasang alat di atas kaki tiga. Alat ukur waterpas tergolong kedalam
Tripod Levels, yaitu dalam penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga.
Oleh karena itu kegiatan pertama yang harus dikuasai adalah memasang alt
ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini jangan dianggap sepele, jangan
hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di kaki tiga ke
lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus diperhatikan
juga antara lain :
a) Kedudukan dasar alat waterpas dengan dasar kepala kaki tiga harus
pas, sehingga waterpas terpasang di tengah kepala kaki tiga.
b) Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh
karena itu sebaikny tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di
bentuk segi tiga tersebut
c) Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat
agar tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung
kaki tiga dan alat terlepas
2) Mendirikan Alat ( Set up ) Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang
sudah terpasang pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk
dibidikan, yaitu sudah memenuhi persyaratan berikut:
a) Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh
kedudukan gelembung nivo kotak ada di tengah
b) Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan
gelembung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf
U.
3) Membidikan Alat. Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan
mengarahkan teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan
diafragma agar terlihat dengan jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang
dibidik terlihat jelas dan terakhir menepatkan benang diafragma tegak dan
diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan

4) Membaca Hasil Pembidikan. Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca,


yaitu:
a. Pembacaan Benang atau pembacaan rambu. Pembacaan benang atau
pembacaan rambu adalah bacaan angka pada rambu ukur yang dibidik yang
tepat dengan benang diafragma mendatar dan benang stadia atas dan bawah.
Bacaan yang tepat dengan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan
Bacaan Tengah (BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas
disebut Bacaan Atas (BA) dan yang tepat dengan benang stadia bawah
disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara benang diafragma mendatar
ke benang stadia atas dan bawah sama, maka : BA BT = BT BB atau BT
= ( BA BB) Persamaan ini biasa digunakan untuk mengecek benar atau
salahnya pembacaan. Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat
berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara ramburambu ukur yang dibidik. Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam
penentuan jarak antara tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang
dibidik. Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan
tegak dan ada yang terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan
dalam satuan m atau cm.
b. Pembacaan Sudut. Waterpas seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran
mendatar berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut
mendatar atau sudut horizontal. Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa
digunakan, yaitu: a. Satuan derajat
Pada satuan ini satu lingkatan dibagi kedalam 360 bagian, setiap bagian
dinyatakan dengan 1 derajat (1), setiap derajat dibagi lagi menjadi 60 bagian,
setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit (1) dan setiap menit dibagi lagi
kedalam 60 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 detik (1)
b. Satuan grid.
Pada satuan ini satu lingkatan dibagi kedalam 400 bagian, setiap bagian
dinyatakan dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi menjadi 100 bagian,
setiap bagian dinyatakan dengan 1 centigrid (1cg) dan setiap centigrid dibagi
lagi kedalam 100 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 centi-

centigrid (1ccg). Salah satu contoh pembacaan sudut horizontal dari alat ukur
waterpas NK2 dari Wild (Wongsotjitro, Soetomo. 1967)
Gambar : waterpas (penyipat datar)

2.2.7 Rambu Ukur


Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang
berukuran 34 cm, lebar 10 cm, panjang 300 cm, bahkan ada yang panjangnya
mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari bak
ukur dilengkapi dengan ukuran milimeter dan diberi tanda pada bagian-bagiannya
dengan cat yang mencolok. Bak ukur diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih,
maksudnya bila dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Bak ukur ini berfungsi untuk
pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama secara detail.

Gambar : Rambu Ukur


2.2.8 Payung
Payung digunakan untuk melindungi pesawat dari sinar matahari langsung
maupun hujan karena lensa teropong pada pesawat sangat peka terhadap sinar
matahari.
2.2.9 Golok/Parang
Golok/parang ini digunakan untuk memotong atau memangkas rumputrumputan yang mengganggu pada saat akan dilakukan pengukuran dan digunakan
juga untuk memotong kayu yang digunakan untuk patok.

gambar : payung

gambar : parang

2.2.10 Alat penunjang lain


Alat penunjang lainnya seperti blangko data, kalkulator, alat tulis lainnya,
yang dipakai untuk memperlancar jalannya praktikum.

2.3 Garis Kontur


Garis kontur adalah garis pada peta yang menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketinggian yang sama terhadap bidang refrensi yang digunakan.
Kecuraman dari suatu lereng (stepness) dapat ditentukan dengan adanya interval
kontur dan jarak antara dua kontur, sedangkan jarak horizontal antara dua garis
kontur dapat ditentukan dengan cara interpolasi. Garis kontur tidak boleh saling
berpotongan satu sama lain. Selain itu garis kontur harus merupakan garis yang
tertutup baik di dalam maupun di luar peta. (subroto,1998)
Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik
dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu diatas peta
yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama. Nama lain
garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis
kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian sama + 25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan di atas peta
untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah.

Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi
slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang atau melintang
permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan galian serta
timbunan (cut and fill) permukaan tanah asli terhadap ketinggian vertikal garis atau
bangunan. Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis
perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta.
Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk garis kontur ini juga
akan mengalami pengecilan sesuai skala peta.
Pada gambar berikut ditunjukan jenis-jenis garis kontur:
Gambar Jenis-jenis garis kontur :
a) Kontur sebuah bukit,
b) Kontur sebuah sungai
c) Kontur pada daerah datar
Sifat-sifat garis kontur adalah sebagai berikut:
a) Garis kontur selalu merupakan garis tertutup (loop), kecuali pada batas peta.
b) Dua buah garis kontur dengan ketinggian yang berbeda tidak mungkin saling
berpotongan.
c) Garis kontur tidak mungkin bercabang (dalam hubungannya dengan keaslian
alam, kecuali buatan manusia).
d) Garis kontur dengan ketinggian berbeda tidak mungkin menjadi satu, kecuali
pada bagian tanah yang vertikal akan digambarkan sebagai garis yang
berimpit.
e) Semakin miring keadaan tanah, kontur akan digambarkan semakin rapat.
f) Semakin landai kondisi tanah, kontur yang digambarkan semakin jarang.
g) Garis kontur yang melalui tanjung/lidah bukit akan cembung kearah turunnya
tanah.
h) Garis kontur yang melalui lembah atau teluk akan cembung kearah titik atau
hulu lembah.
i) Garis kontur yang memotong sungai akan cembung kearah hulu sungai
j) Garis kontur yang memotong jalan akan cembung kearah turunnya jalan.

Garis kontur merupakan ciri khas yang membedakan peta topografi dengan
peta lainnya dan digunakan untuk penggambaran relief atau tinggi rendahnya
permukaan bumi yang dipetakan. Dari pengertian di atas dapat dipahami betapa
pentingnya garis kontur antara lain untuk pembuatan trace jalan/rel dan menghitung
volume galian dan timbunan. (Mc Coomac, Jack. 2004)

Gambar : kontur pegunungan

2.4 Pengukuran Sudut


Arah orientasi merupakan salah satu unsur utama dalam proses pengukuran
untuk membuat peta, khususnya peta umum. Pada umumnya setiap peta memiliki
arah utama yang ditunjukkan ke arah atas (utara). Terdapat 3 (tiga) arah utara yang
sering digunakan dalam suatu peta.
a) Utara magnetis, yaitu utara yang menunjukkan kutub magnetis
b) Utara sebenarnya (utara geografis), atau utara arah meridian
c) Utara grid, yaitu utara yang berupa garis tegak lurus pada garis horizontal di
peta.
Ketiga macam arah utara itu dapat berbeda pada setiap tempat. Perbedaan
ketiga arah utara ini perlu diketahui sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
pembacaan arah pada peta. Arah utara magnetis merupakan arah utara yang paling
mudah ditetapkan, yaitu dengan pertolongan kompas magnetik. Perbedaan sudut
antara utara magnetis dengan arah dari suatu obyek ke tempat obyek lain searah
jarum jam disebut sudut arah atau sering disebut azimuth magnetis. Pada peta yang

dibuat dengan menggunakan kompas, maka perlu diberikan penjelasan bahwa utara
yang digunakan adalah utara magnetis. (Gabungan Asisten Survey. 2006)
Posisi titik-titik dan orientasi garis tergantung pada pengukuran sudut dan
arah. Dalam pekerjaan pengukuran tanah, arah ditentukan oleh sudut arah dan
azimut. Sudut yang diukur dalam pengukuran tanah digolongkan menjadi sudut
horizontal dan sudut vertikal. Sudut horizontal adalah pengukuran dasar yang
diperlukan untuk penentuan sudut arah dan azimut, sementara sudut vertikal untuk
penentuan sudut zenith.
Sudut-sudut dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung sudut diukur di lapangan dengan kompas, theodolit kompas, theodolit biasa
ataupun sextan. Sedangkan secara tidak langsung dapat diukur dengan metode pita,
yang harganya dihitung dari hubungan kuantitas yang diketahui dalam sebuah
segitiga atau bentuk geometrik sederhana lainnya.
Sudut vertikal adalah selisih arah antara dua garis berpotongan di bidang
vertikal. Seperti yang biasa dipakai dalam pengukuran tanah, sudut itu adalah sudut
yang berada diatas atau dibawah bidang horizontal yang melalui titik pengamatan.
Sudut diatas bidang horizontal disebut sudut plus atau sudut elavasi, sudut dibawah
sudut horizontal disebut sudut minus atau sudut junam (depresi). Sudut vertikal
diukur dalam sipat datar trigonometri dan dalam EDM serta pekerjaan takimetri
sebagai sebuah bagian penting dari prosedur lapangan.
Untuk mengukur sudut vertikal dengan transit, instrumen dipasang pada
titiknya dan di datarkan dengan cermat. Gelembung dalam tabung nivo teropong
harus tetap seimbang. Bila teropong dikunci pada kedudukan horisontal dan untuk
mengukur sudut vertikal dengan transit instrumen dipasang pada titiknya dan
didatarkan dengan cermat. Gelembung dalam tabung nivo teropong harus diputar
360o mengelilingi sumbu pertama. Jika nonius pada sudut vertikal tidak terbaca dan
nivo seimbang, maka ada galat indeks yang harus ditambahkan atau dikurangkan
pada semua pembacaan. Kekacauan tanda dihilangkan dengan menempatkan dalam
catatan lapangan. Sebuah pernyataan, misalnya "Galat indeks adalah minus 2 menit,
dikurangkan dari sudut-sudut junam dan ditambahkan pada sudut elavasi".

Sudut-sudut poligon harus diratakan sesuai dengan penjumlahan geometrik


yang benar sebelum sudut arah dihitung. Dalam poligon tertutup, jumlah sudut dalam
sama dengan (n-2)180, dimana n adalah banyaknya sisi (arah). Jika sudut-sudut
poligon tidak menutup karena misalnya ada perbedaan 2 detik dan tidak diratakan
sebelum menghitung sudut arah maka sudut arah asli dan pengecekan yang dihitung
untuk sudut arah AB juga akan berselisih 2 detik, dengan anggapan tidak ada
kesalahan hitung yang lainnya. (Sosrodarsono, S. dan Takasaki, M. (Editor). 1983)
Dalam pengukuran poligon, sudut yang digunakan ialah sudut yang
mempunyai putaran searah jarum jam, jika anda membuat sudut 90 berlawanan
arah jarum jam maka sudut yang dihasilkan adalah 270 (sesuai dengan arah jarum
jam). Cara pengukuran sudut dilakukan seperti gambar di bawah ini : Pertama bidik
target 1, Set 0 pada bacaan horisontalnya Setelah itu bidik target 2 Catat bacaan
Horisontalnya Sudut yang dibentuk dari gambar di atas adalah hasil pengurangan
dari bacaan target 2 dikurangi bacaan target 1, jika pada bacaan target 2 sebesar 270
0030 maka sudut yang di hasilkan adalah 270 0030 - 00 0000 = 270 0030
(dikarenakan bacaan target 1 diset nol derajat) Ulangi sampai 2 atau 3 kali dengan set
bacaan horizontal yang berbeda di target 1, (contoh : 30 , 90 ). Pengulangan ini
bertujuan untuk memperkecil kesalahan dan mengindari human error atau salah
pencatatan. Selain itu gunakan bacaan luar biasa dan biasa, ( satu sesi atau satu seri),
langkahnya. Sudut biasa:

Bidik target 1,

Set Nol pada bacaan horisontalnya, jangan lupa dicatat,

Bidik target 2 dan catat bacaannya,

Sudut Luar Biasa :

Putar 180 derajat baik vertikal ataupun secara harisontal,

Kembali bidik target 2, tanpa mengubah hasil bacaan horisontalnya,

Catat hasil bacaan di target 2, Hasil bacaan di target 2 seharusnya memiliki


selisih kurang lebih 180 derajat dengan bacaan target 2 saat pengukuran sudut
biasa. Setelah itu kembali bidik ke target 1, catat hasil bacaannya.

Hal ini dinamakan 1 Sesi, mempunyai 2 besaran sudut (Biasa dan Luar
biasa), hal ini untuk menghindari efek kesalahan pada alat, untuk pengecekannya
dapat di lihat selisih antara bacaan awal dan akhir pada target 1 ataupun 2,
seharusnya selisih tidak terlalu jauh di angka 180 derajat. Ulangi hal ini dalam
pengukuran poligon setidaknya 2 atau 3 sesi.

Gambar: pengukuran sudut


2.5 Poligon
Poligon berasal dari kata polygon yang berarti poly : banyak dan gon(gone) :
titik. Yang kita maksud disini adalah poligon yang digunakan sebagai kerangka dasar
pemetaan yang memiliki titik titik dimana titik tersebut mempunyai sebuah koordinat
X dan Y,
Polygon ialah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang
terletak di permukaaan bumi. Prinsip kerja pengukuran polygon yaitu mencari sudut
jurusan dan jarak dari gabungan beberapa garis yang bersama-sama membentuk
kerangka dasar untuk keperluan pemetaan suatu daerah tertentu.
Poligon memiliki beberapa jenis di pandang dari bentuk dan titik refrensi
(acuan) yang digunakan sebagai sistem koordinat dan kontrol kualitas dari
pengukuran poligon. Titik refrensi adalah titik yang mempunyai sebuah koordinat
yang dalam penghitungannya mengacu pada sebuah datum dan proyeksi peta, di
Indonesia datum yang di gunakan adalah WGS 84 sedangkan proyeksi peta
menggunakan TM-3, sedangkan koordinat lokal adalah koordinat yang tidak
mengacu pada dua hal tersebut (koordinat sementara), kalaupun hal itu di terapkan
dalam pengukuran poligon untuk area yang cukup luas tentu saja kelengkungan bumi
diabaikan begitu saja. Untuk titik refrensi dalam pengukuran poligon ialah TDT
(Titik Dasar Teknik) atau BM (Base Mark) Orde 3,2 ataupun Orde 1 yang telah

memiliki kooordinat TM-3 dan diukur menggunakan GPS Geodetik. (Russel C.B. &
R.W. 1987)
Untuk pemetaan daerah kecil, penyelenggaraan titik-titik kerangka dasar
umumnya digunakan metode polygon. Karena metode polgon lebih bias
menyesuaikan dengan keadaan lapangan dan ketelitiannya dapat memadai untuk
pemetaan topografi. Poligon adalah serangkaian garis yang menghubungkan titiktitik yang terletak di permukaan bumi. Maksud dan tujuan pengukuran poligon
adalah untuk :

Menentukan koordinat titik-titik yang belum diketahui koordinatnya dari titik


yang telah diketahui koordinatnya.

Merapatkan jaringan kerangka pengukuran yang telah ada.

Sebagai kerangka pengukuran dan pemetaan.

Sedangkan untuk menentukan koordinat suatu titik dari titik lain dengan cara poligon
maka harus diketahui atau diukur data sebagai berikut:

Koordinat awal/akhir (diketahui dari data koordinat yang sudah ada hasil dari
pengukuran sebelumnya misal titik triangulasi, titik GPS atau titik poligon
sebelumnya atau ditentukan sendiri (sebarang))

Azimuth awal/akhir (dihitung dari koordinat yang sudah ada, pengamatan


astronomi, pengukuran dengan Giro Theodolit, pengukuran dengan teodolit
kompas)

Jarak dan sudut (diukur di lapangan)

Gambar : polygon tertutup

Anda mungkin juga menyukai