Anda di halaman 1dari 7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ilmu Ukur Tanah

Survei atau pengukuran tanah adalah ilmu teknik dan akurat menentukan

atau tiga-dimensi posisi terrestrial poin dan jarak dan sudut antara mereka. Titik-

titik ini biasanya di permukaan bumi , dan mereka sering digunakan untuk

menetapkan lahan peta dan batas-batas untuk kepemilikan atau tujuan pemerintah

(Anonim, 2008).

Pengukuran bidang tanah dilaksanakan untuk menentukan : letak geografis,

bentuk geometris, luas, situasi bidang tanah untuk lampiran sertifikat, pembuatan

peta pendaftaran dan selain itu untuk mendapatkan data ukuran bidang tanah

sebagai unsur rekontruksi batas apabila karena sesuatu hal batas-batas bidang tanah

tersebut hilang, dapat direkontruksi kembali pada posisi semula sesuai batas yang

telah ditetapkan (Anonim, 2010).

Pengukuran bidang tanah dapat dilakukan secara terestrial, fotogrametrik,

atau metoda lainnya. Pengukuran terestris adalah pengukuran dengan menggunakan

alat ukur theodolite berikut perlengkapannya seperti: pita ukur, baak ukur,

electronic distance measurement (EDM), GPS receiver, dan lain sebagainya (Ban

Botak, 2010).

Pengukuran bidang tanah secara sporadik adalah proses pemastian letak

batas satu atau beberapa bidang tanah berdasarkan permohonan pemegang haknya

atau calon pemegang hak baru yang letaknya saling berbatasan atau terpencar-

pencar dalam satu desa/kelurahan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah

secara sporadik. (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah) (Ekky Putra, 2009).

3
Gambar Ukur di dalam surat ukur harus sesuai dengan keadaan fisik di

lapangan. Dan bila tidak sesuai dengan keadaan di lapangan itu berarti Sertifikat

tidak sah. Di dalam pengukuran sebidang tanah atau beberapa bidang tanah, petugas

ukur akan mengajak pemohon yang akan mensertifikatkan tanah dan juga akan

mengundang tetangga (pemilik tanah yang bersebelahan) untuk menyaksikan

pengukuran. (Asas Kontradiktur Delitimasi). Tujuan petugas ukur mengundang

tetangga (pemilik tanah) yang berbatasan adalah untuk menunjukan batas-batas

tanahnya agar tidak terjadi kesalahan dalam penetapan batas dan tidak salah dalam

pengukuran (Alitawana, 2009).

Adapun pemetaan secara fotogrametrik adalah pemetaan melalui foto udara

(periksa foto simulasi di atas). Hasil pemetaan secara fotogrametrik berupa peta

foto tidak dapat langsung dijadikan dasar atau lampiran penerbitan Sertifikat Hak

atas Tanah. Pemetaan secara fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi

pengukuran secara terestris, mulai dari penetapan ground controls (titik dasar

kontrol) hingga kepada pengukuran batas tanah. Batas-batas tanah yang

diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan (Pinardimoelja, 1987).

2.2. Pengertian dan Kegunaan Theodolit

Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk

menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan

waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang

dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik). Theodolite merupakan alat

yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada

dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar

berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu

4
vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut

juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu

horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut

tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).

Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan

dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut

memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat

ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan

efisien (Farrington 1997) Instrumen pertama lebih seperti alat survey theodolit

benar adalah kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel (de: Erasmus

Habermehl) di Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod. Awal

altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran di sayap

vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering setengah lingkaran.

Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk pengukuran

sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang pada vertikal setengah

lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada vertikal setengah lingkaran dan

setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan untuk

menunjukkan sudut horisontal secara langsung. Pada akhirnya, sederhana, buka-

mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop. Ini pertama kali dilakukan oleh

Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite yang menjadi modern, akurat

dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse Ramsden alat survey

theodolite besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin pemisah sangat

akurat dari desain sendiri. Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan

5
dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon,

pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari.

Pengukuran-pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan

bayangan daripada keadaan lapangan, dengan menetukan tempat titik-titik di atas

permukaan bumi terhadap satu sama lainnya. Untuk mendapatkan hubungan antara

titik-titik itu, baik hubungan tegak lurua, mendatar diperlukan sudut-sudut yang

harus diukur dengan menggunakan teodolite (Anonim, 2009).

Pada pengukuran terdapat dua jenis unsur pengukuran, yaitu jarak dan

sudut. Selanjutnya unsur jarak dapat dibagi dua pula, yaitu unsur jarak mendatar (d)

dan beda tinggi (∆h). Sedangkan unsur sudut dibagi menjadi sudut sudut horizontal,

vertical dan sudut jurusan. Sudut ini berperan penting dalam kerangka dasar

pemetaan yang datanya diperoleh dari lapangan dengan alat yang dirancang

sedemikian rupa konstruksinya sesuai dengan ketelitian. Alat ini dikenal sebagai

alat ukur ruang (Theodolit). Sedangkan untuk mengukur beda tinggi antara dua titik

atau lebih dipermukaan bumi digunakan alat ukur penyipat datar (waterpass). Untuk

pengukuran jarak dari suatu titik ke titik lain dapat digunakan pita ukur, waterpass

dengan bantuan rambu ukur, atau dengan metoda Tachymetri (Darfis, Irwan. 1995).

Pengukuran sudut Azimuth dapat diukur dengan bantuan kompas yang ada

pada pesawat theodolit (lihat gambar 8b.), metoda ini dapat dilakukan dengan cara

memposisikan kompas pada arah utara magnetis, kemudian set 0 pada keadaan

tersebut. Yang dibaca pada skala lingkaran mendatar adalah suatu sudut yang

dinamakan azimuth, dan karena menggunakan ujung utara jarum magnit,

dinamakan pula azimuth magnetis. Azimuth adalah suatu sudut yang dimulai dari

arah utara, searah putaran jarum jam, dan diakhiri pada ujung obyektif garis bidik

6
atau garis yang dimaksud, dan yang besarnya sama dengan angka pembacaan

(Wongsotjitro, Soetomo. 1967).

Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat

Datar bila sudut verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya teropong pada theodolit,

maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan

gedung, theodolit sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku

pada perencanaan / pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat digunakan untuk

mengukur ketinggian suatu bangunan bertingkat.

Gambar.1. Theodolit Konvensional (T0)

Keterangan gambar theodolit 0 (T0) :

1. Plat dinding pelindung lingkaran vertikal di dalamnya

2. Ring pengatur lensa tengah

3. Pengatur fokus benang silang

4. Alat baca lingkaran vertikal/horisontal

5. Lensa obyektif

6. Klem vertikal teropong

7. Penggerak halus teropong

7
8. Klem alhidade horisontal

9. Penggerak halus horisontal

10. Nivo kotak alhidade horisontal

11. Plat dasar instrumen

12. Nivo tabung alhidade horizontal

2.3. Cara Menggunakan Theodolit

Pengukuran detil cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur

(Theodolite) titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk

pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke

rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta

sudut miring m. Tempatkan alat ukur theodolite di atas titik kerangka dasar atau

titik kerangka penolong dan atur sehingga alat siap untuk pengukuran, ukur dan

catat tinggi alat di atas titik ini. Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu

dengan bantuan nivo kotak. Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga bayangan

tegak garis diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian kencangkan

kunci gerakan mendatar teropong. Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum

bergerak bebas. Setelah jarum setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth

magnetis dari tempat alat ke titik bidik. Kencangkan kunci gerakan tegak teropong,

kemudian baca bacaan benag tengah, atas dan bawah serta catat dalam buku ukur.

Bila memungkinkan, atur bacaan benang tengah pada rambu di titik bidik setinggi

alat, sehingga beda tinggi yang diperoleh sudah merupakan beda tinggi antara titik

kerangka tempat berdiri alat dan titik detil yang dibidik.

Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan theodolite berkompas

8
Kesalahan alat, misalnya:

1. Jarum kompas tidak benar-benar lurus.

2. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada prosnya.

3. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).

4. Garis skala 0° – 180° atau 180° – 0° tidak sejajar garis bidik.

5. Letak teropong eksentris.

6. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar.

Kesalahan pengukur, misalnya:

a. Pengaturan alat tidak sempurna ( temporary adjustment ).

b. Salah taksir dalam pemacaan

c. Salah catat, dll. nya.

Kesalahan akibat faktor alam, misalnya:

a. Deklinasi magnet.

b. atraksi lokal.

Anda mungkin juga menyukai