Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan makhluk hidup di berbagai belahan dunia tidak bisa terlepas dari
kebutuhannya terhadap keberadaan air. Air sudah menjadi kebutuhan utama bagi kehidupan
semua makhluk hidup, yang dimana, salah satunya adalah manusia. Dalam memenuhi
kebutuhannya terhadap air, manusia selalu menciptakan terobosan-terobosan baru yang
bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan air. Salah satu contohnya adalah membuat
sistem perpipaan untuk mengalirkan air ke berbagai daerah dengan jarak yang cukup jauh
dengan sumber air. Dalam penggunaannya, manusia biasanya memanfaatkan air untuk
kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, memasak, mencuci, dan tentunya untuk diminum.
Seiring perkembangan jaman, manusia senantiasa meningkatkan kualitas hidupnya.
Tentunya, tujuan dari peningkatan kualitas ini adalah untuk menjaga kesehatan manusia itu
sendiri. Salah satu peningkatan tersebut dapat kita lihat pada bidang kebersihan dan
kesehatan. Hal ini menyebabkan manusia memperhatikan kualitas air yang dipergunakan
sehari-hari agar tidak menyebabkan masalah dan dapat menjaga kesehatannya. Salah satu
upaya yang dilakukan manusia untuk mendapatkan air bersih atau air berkualitas adalah
dengan melakukan pengolahan air. Pengolahan air ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran
dan zat pencemar pada air, sehingga dapat dimanfaatkan secara langsung. Pengolahan air
terdiri dari beberapa tahapan yang cukup panjang. Dalam proses pengolahan, air yang berasal
dari sumber air seperti sungai, danau, dan mata air, akan melalui beberapa proses fisik, kimia,
dan biologis. Salah satu tahapan penting dalam pengolahan air ini adalah proses koagulasi
dan flokulasi. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode Jar Test. Mengingat
pentingnya proses koagulasi dan flokulasi dalam pengolahan air, maka pada kesempatan kali
ini kita akan menganalisa koagulasi dan flokulasi dengan menggunakan metode Jar Test.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu memahami prinsip terjadinya koagulasi dan flokulasi.
b. Mahasiswa mampu mengetahui cara menentukan konsentrasi optimum penggunaan
koagulan menggunakan teknik jar test.
c. Mahasiswa mampu mengetahui penurunan kekeruhan dan atau warna, bakteri, algae dan
plankton, rasa dan bau serta fosfat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Koagulasi dan Flokulasi


Koagulasi dan flokulasi dapat dikatakan memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pengolahan air kotor menjadi air bersih. Koagulasi itu sendiri dapat dinyatakan sebagai suatu
proses yang dilakukan untuk mendestabilisasi muatan partikel koloid atau suspended solid
halus yang tersebar dalam air tersebut. Proses koagulasi dilakukan dengan menambahkan
koagulan, yang dimana, sebagian besar dari zat koagulan ini merupakan senyawa kimia.
Penambahan koagulan ini disertai dengan pengadukan secara cepat. Hal ini bertujuan agar
senyawa koagulan yang ditambahkan tersebar secara merata. Ketika koagulan tersebar
merata, koagulan akan menstabilkan kembali muatan dari partikel koloid sehingga dapat diikat
oleh koagulan untuk membentuk gumpalan yang lebih besar (Moelyo, 2012).
Proses atau tahapan koagulasi biasanya diikuti dengan proses flokulasi. Proses flokulasi
ini dapat dikatakan sebagai proses pembentukan flok-flok atau gumpalan yang lebih besar dari
gumpalan pada proses koagulasi. Proses flokulasi ini dilakukan dengan mengaduk air yang
berisi koagulan dengan kecepatan yang lambat, sehingga gumpalan zat pencemar tersebut
dapat mengendap. Dengan bahasa yang lebih sederhana, dapat kita ketahui bahwa proses
koagulasi akan membentuk flok-flok kecil (mikro flok). Kemudian, proses dilanjutkan dengan
proses flokulasi yang menyatukan mikro flok tersebut menjadi flok atau gumpalan yang lebih
besar. Hal ini menyebabkan zat pencemar tersebut lebih mudah untuk mengendap pada
bagian dasar bak pengolahan (Abdullah, 2018).

2.2 Macam Koagulan atau Flokulan


Koagulan merupakan suatu senyawa yang dipergunakan dalam proses koagulasi.
Dengan kata lain, koagulan merupakan senyawa yang dipergunakan untuk mendestabilisasi
partikel tersuspensi dalam suatu air keruh. Pemilihan koagulan disesuaikan dengan tujuan dari
pengolahan air tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa koagulan ini terdiri atas
berbagai macam jenis. Pertama, koagulan yang paling sering dipergunakan dan dikenal
masyarakat adalah Alumunium sulfat (Al2(SO4)3 atau yang lebih dikenal dengan tawas. Tawas
biasanya berbentuk kristal atau bubuk putih, larut dalam air, murah, dan sangat efisien dalam
menurunkan kadar senyawa karbonat, sehingga banyak dipergunakan oleh manusia.
Kemudian, koagulan lain yang sering dipergunakan juga adalah Ferro sulfat (FeSO4).
Koagulan ini memiliki nama lain yaitu Copper. Copper memiliki kinerja yang sangat ampuh
untuk pengolahan air dengan pH tinggi ketika dikombinasikan dengan kapur. Jenis koagulan
selanjutnya adalah Ferri sulfat (Fe2(SO4)3). Koagulan ini dipergunakan pada pengolahan air
ber pH rendah untuk memisahkan unsur Fe dan Mn pada pengolahan tersebut. Koagulan
lainnya adalah Natrium aluminat (NaAlO2). Koagulan ini cukup jarang dipergunakan oleh
manusia pada umumnya karena harganya yang cukup mahal (Nuranto, 2018).
Proses koagulasi, dalam pengolahan air, dilanjutkan dengan proses flokulasi. Sama
halnya dengan koagulasi, proses flokulasi ini juga membutuhkan suatu senyawa untuk
mempercepat terbentuknya flok-flok besar. Senyawa yang dipergunakan lebih dikenal dengan
sebutan flokulan. Beberapa jenis flokulan yang dikenal masyarakat luas adalah tawas dan besi
klorida. Namun, penggunaan flokulan tersebut dapat meningkatkan kandungan logam pada
air hasil pengolahan. Selain itu, masih terdapat flokulan lain yang sering dipergunakan dalam
bidang industri. Flokulan tersebut adalah senyawa Kitosin. Kitosin merupakan senyawa alami
yang memiliki kemampuan flokulasi tinggi, tidak bersifat korosif, dan tidak beracun. Hal ini
menyebabkan kitosin aman bagi lingkungan dan banyak dipergunakan (Hutasoit, 2020).
2.3 Jenis-Jenis Proses Koagulasi dan Flokulasi
Proses koagulasi pada pengolahan air dapat dibedakan menjadi dua tahapan
berdasarkan proses pengadukannya. Proses pengadukan yang pertama adalah pengadukan
cepat. Pengadukan cepat ini dimaksudkan untuk mempercepat terjadinya ikatan antara
partikel koagulan dan partikel zat pengotor. Selain itu, proses pangadukan cepat ini bertujuan
agar senyawa koagulan tersebar merata dan kondisi campuran menjadi homogen. Kemudian,
jenis selanjutnya adalah pengadukan lambat. Proses pengadukan lambat ini dilakukan dengan
tujuan untuk membentuk flok-flok yang lebih besar dari flok-flok kecil yang sudah terbentuk
sebelumnya (Wijaya, 2016).
Pada pengolahan air, proses koagulasi dilanjutkan dengan melakukan proses flokulasi.
Proses flokulasi itu sendiri, pada dasarnya, dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan cara
geraknya. Jenis flokulasi yang pertama adalah flokulasi perikinetik. Flokulasi perikinetik
merupakan pembentukan flok kotoran yang disebabkan oleh suatu gerak thermal dalam
sistem. Gerak thermal atau panas ini menyebabkan terjadinya tumbukan antara partikel
koagulan dengan partikel pengotor sehingga terjadi ikatan. Gerak thermal ini dikenal juga
dengan gerak Brown yang bisa diperoleh dengan pemanasan air. Kemudian, jenis flokulasi
selanjutnya adalah flokulasi orthokinetik. Flokulasi orthokinetik merupakan pembentukan flok-
flok kotoran yang disebabkan oleh adanya pergerakan media, dalam hal ini media yang
dimaksud adalah air. Pergerakan air ini disebabkan oleh sistem yang sengaja membuat
pergerakan dengan cara diaduk (Rahimah, 2016).

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi dan Flokulasi


Proses koagulasi dan flokulasi tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja dari koagulan ataupun flokulan yang dipergunakan. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi proses koagulasi. Faktor pertama adalah dosis koagulan.
Penambahan koagulan pada air yang diolah haruslah tepat. Penambahan koagulan dengan
dosis yang terlalu rendah akan menyebabkan proses koagulasi tidak berjalan maksimal
karena jumlah koagulan tidak memenuhi. Begitu pula dengan dosis yang terlalu tinggi, jika
dosis koagulan terlalu tinggi, maka akan menyebabkan koagulasi tidak maksimal. Hal ini
disebabkan oleh jumlah partikel koagulan yang menempel pada flok terlalu banyak sehingga
gaya tolak-menolak terbentuk kembali. Kemudian, faktor lainnya adalah jenis koagulan yang
dipergunakan. Koagulan yang dipergunakan haruslah memiliki muatan yang berbeda dengan
partikel pengotor pada air, sehingga akan terbentuk gaya tarik-menarik. Selain itu, setiap
koagulan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga pemilihan koagulan harus
disesuaikan dengan tujuan pengolahan air. Faktor selanjutnya adalah ukuran partikel. Ukuran
partikel akan berkaitan erat dengan luas bidang kontak antar partikel koagulan dengan partikel
pengotor. Semakin kecil ukuran partikel pengotor, makan luas bidang kontak akan semakin
besar dan koagulan berjalan semakin maksimal (Wildanian, 2017).
Proses flokulasi memiliki prosedur yang mirip dengan proses koagulasi. Hal ini
menyebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi cenderung sama dengan
proses flokulasi. Dengan kata lain, faktor yang mempengaruhi proses koagulasi juga akan
mempengaruhi proses flokulasi. Faktor lainnya yang mempengaruhi proses koagulasi dan
flokulasi adalah pengadukan. Dalam pengadukan ini, hal yang diperhatikan adalah kecepatan
dan waktu pengadukan. Waktu pengadukan disesuaikan dengan tujuan dari proses koagulasi
dan flokulasi. Kemudian, untuk kecepatan pengadukan perlu disesuaikan juga dengan tujuan
flokulasi. Kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan flok-flok yang sudah
terbentuk terpecah kembali. Kemudian, faktor selanjutnya adalah pH dari air yang di koagulasi.
Faktor pH ini dapat dikatakan sangat berpengaruh terhadap proses koagulasi dan flokulasi,
mengingat terdapat beberapa jenis koagulan dan flokulan yang hanya bekerja pada rentang
pH tertentu. Kemudian, faktor selanjutnya adalah alkalinitas. Air yang dikoagulasi dan
diflokulasi haruslah memiliki alkalinitas. Sifat alkalinitas air ini nantinya akan memecah
senyawa asam dari koagulan, sehingga terbentuk ion dan ion tersebut dapat mengikat flok-
flok pengotor. Faktor terakhir yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi adalah temperatur
sistem. Proses koagulasi dan flokulasi akan bekerja maksimal pada suhu ruangan.
Temperatur yang terlalu tinggi dapat melarutkan kembali flok yang sudah terbentuk,
sedangkan temperatur yang terlalu rendah dapat menghambat proses (Nasriyanti, 2020).

2.5 Fungsi dan Pentingnya Jar Test


Proses koagulasi dan flokulasi, pada pengolahan air, didahului oleh pelaksanaan Jar Test.
Jar Test merupakan suatu percobaan laboratorium yang dilakukan, dengan tujuan, agar kita
bisa mengetahui dosis optimal dari koagulan yang akan dipergunakan pada proses koagulasi.
Tentunya dari definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa fungsi dari jar test ini sangat penting,
yaitu untuk menentukan dosis dari koagulan yang akan dipergunakan. Selain itu, jar test ini
juga dipergunakan untuk mengetahui waktu pengadukan, kecepatan pengadukan, serta
kecepatan pengadukan (Rahardja, 2020).
Jar test dapat dikatakan sebagai salah satu tahapan yang sangat penting sebelum
dilakukannya pengolahan air kotor menjadi air bersih. Pentingnya jar test ini dapat kita lihat
dari beberapa hal yang didapatkan dari jar test tersebut, seperti menentukan dosis senyawa
kimia yang dipergunakan, menentukan dan menilai koagulan flokulan, serta menentukan pH
optimal untuk pengolahan. Selain itu, masih terdapat hal lain yang didapatkan dari jar test ini,
yaitu lama pengendapan dan volume endapan yang terbentuk. Mengingat proses koagulasi
dan flokulasi ini merupakan proses yang menggunakan senyawa kimia, maka penggunaan
bahan kimia tersebut harus tepat pada dosis optimum. Jika seandainya dosis tersebut tidak
sesuai atau berlebihan, maka dapat menciptakan bahaya yang baru bagi lingkungan
sekitarnya. Selain itu, jar test ini juga berperan penting dalam penentuan jumlah senyawa yang
dipergunakan, sehingga mengoptimalkan pembelian senyawa dan menghindarkan pembelian
yang berlebih (Meliala, 2019).

2.6 Metode Pengujian Koagulasi dan Flokulasi dengan Jar Test


Bahan kimia yang dipergunakan dalam proses koagulasi terkadang merupakan senyawa
berbahaya, sehingga penggunaannya harus ditakar sesuai dengan dosis tertentu. Untuk
menentukan dan mendapatkan dosis tersebut perlu dilakukan suatu percobaan atau pengujian
terlebih dahulu. Pengujian ini kemudian dikenal dengan Jar Test. Dalam jar test ini terdapat
beberapa tahapan atau langkah yang merupakan bagian dari metode jar test itu sendiri. Hal
pertama yang perlu dilakukan adalah tentunya menyiapkan peralatan dan bahan yang akan
dipergunakan, termasuk sampel dari air yang akan diolah. Kemudian, langkah selanjutnya
adalah dilakukannya pelarutan reagen dengan pengadukan cepat dalam waktu 1 menit.
Kecepatan pengadukan yang dipergunakan adalah 100rpm. Kemudian, langkah selanjutnya
adalah pengadukan lambat selama 15 menit dengan kecepatan pengadukan sebesar 40-60
rpm. Hal ini bertujuan untuk membentuk flok-flok zat pengotor dalam air. Kemudian langkah
terakhir adalah proses sedimentasi dengan mendiamkan air selama 15 menit (Anggarani,
2015).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan beserta Fungsi (dalam bentuk tabel)


3.1.1 Proses Koagulasi
Tabel 3.1. Alat dan Bahan beserta Fungsi Proses Koagulasi
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Gelas Ukur Mengukur volume larutan sampel
2. Tawas Sebagai Koagulan
3. Stopwatch Mengukur waktu
4. Cawan Porselain Sebagai wadah senyawa ketika ditimbang pada
timbangan analitik
5. Erlenmeyer Sebagai wadah dalam pembuatan larutan
6. Jar Test Untuk mengaduk larutan sampel pada
kecepatan dan waktu tertentu
7. Aquades Sebagai Pelarut Tawas
8. Gelas Beker Untuk menampung sampel limbah air sungai
9. Limbah Domestik Sungai Sebagai objek penelitian atau bahan perlakuan

3.1.2 Proses Koagulasi-Flokulasi


Tabel 3.2. Alat dan Bahan beserta Fungsi Proses Koagulasi-Flokulasi
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Gelas Ukur Mengukur volume larutan sampel
2. Tawas Sebagai Koagulan
3. Stopwatch Mengukur waktu
4. Cawan Porselain Sebagai wadah senyawa ketika ditimbang pada
timbangan analitik
5. Erlenmeyer Sebagai wadah dalam pembuatan larutan
6. Jar Test Untuk mengaduk larutan sampel pada
kecepatan dan waktu tertentu
7. Aquades Sebagai Pelarut Tawas
8. Gelas Beker Untuk menampung sampel limbah air sungai
9. Limbah Domestik Sungai Sebagai objek penelitian atau bahan perlakuan

3.1.3 Uji Kekeruhan


Tabel 3.3. Alat dan Bahan beserta Fungsi Proses Uji Kekeruhan
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Turbidimeter Untuk mengukur kekeruhan
2. Kuvet Sebagai wadah larutan sampel ketika
dimasukkan kedalam turbidimeter
3. Pipet Ukur Sebagai alat untuk mengambil larutan sampel
4. Bulb Sebagai alat bantu dalam penggunaan pipet ukur
agar larutan bisa terhisap masuk kedalam pipet
5. Larutan sampel yang telah Sebagai bahan perlakuan untuk diketahui
dikoagulasi dan koagulasi- kekeruhannya
flokulasi

3.1.4 Uji pH
Tabel 3.4. Alat dan Bahan beserta Fungsi Proses Uji pH
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. pH meter Untuk mengukur derajat keasaman dari larutan sampel
2. Larutan sampel Sebagai bahan perlakuan untuk diketahui derajat
yang telah keasamannya
dikoagulasi dan
koagulasi-flokulasi
3.2 Gambar Alat
3.2.1 Proses Koagulasi
Tabel 3.5. Gambar Alat dan Bahan Proses Koagulasi
No. Alat dan Bahan Gambar
1. Gelas Ukur

Gambar 3.1 Gelas Ukur


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
2. Tawas

Gambar 3.2 Tawas


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
3. Stopwatch

Gambar 3.3 Stopwatch


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
4. Cawan Porselain

Gambar 3.4 Cawan Porselen


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
5. Erlenmeyer

Gambar 3.5 Erlenmeyer


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
6. Jar Test

Gambar 3.6 Jar Test


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
7. Aquades

Gambar 3.7 Aquades


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
8. Gelas Beker

Gambar 3.8 Gelas Beker


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
9. Limbah Domestik Sungai

Gambar 3.9 Limbah Domestik Air Sungai


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022

3.2.2 Proses Koagulasi-Flokulasi


Tabel 3.6. Gambar Alat dan Bahan Proses Koagulasi-Flokulasi
No. Alat dan Bahan Gambar
1. Gelas Ukur

Gambar 3.10 Gelas Ukur


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
2. Tawas

Gambar 3.11 Tawas


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
3. Stopwatch

Gambar 3.12 Stopwatch


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
4. Cawan Porselain

Gambar 3.13 Cawan Porselen


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
5. Erlenmeyer

Gambar 3.14 Erlenmeyer


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
6. Jar Test

Gambar 3.15 Jar Test


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
7. Aquades

Gambar 3.16 Aquades


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
8. Gelas Beker

Gambar 3.17 Gelas Beker


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
9. Limbah Domestik Sungai

Gambar 3.18 Limbah Domestik Air Sungai


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022

3.2.3 Uji Kekeruhan


Tabel 3.7. Gambar Alat dan Bahan Proses Uji Kekeruhan
No. Alat dan Bahan Gambar
1. Turbidimeter

Gambar 3.19 Turbidimeter


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
2. Kuvet

Gambar 3.20 Kuvet


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
3. Pipet Ukur

Gambar 3.21 Pipet Ukur


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
4. Bulb

Gambar 3.22 Bulb


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
5. Larutan sampel yang telah
dikoagulasi dan koagulasi-
flokulasi

Gambar 3.23 Larutan sampel yang telah dikoagulasi


dan flokulasi
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022

3.2.4 Uji pH
Tabel 3.8. Gambar Alat dan Bahan Proses Uji pH
No. Alat dan Bahan Gambar
1. pH meter

Gambar 3.24 pH meter


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
2. Larutan sampel
yang telah
dikoagulasi dan
koagulasi-flokulasi

Gambar 3.25 Larutan sampel yang telah dikoagulasi dan


flokulasi
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
3.3 Cara Kerja (diagram Alir)
3.3.1 Proses Koagulasi

Alat dan bahan


Disiapkan

Tawas

Diambil sebanyak 1g lalu


dilarutkan dalam 100 mL
Aquades
Sampel domestik air sungai

• Diambil sebanyak 500mL


lalu dituangkan pada gelas
beker
• Diberi larutan tawas
sebanyak 0.5 ml
Jar test

• Sampel yang diberi larutan


tawas diletakkan pada jar
test
• Jar test diatur untuk proses
koagulasi (pengadukan
cepat) selama 1 menit
dengan kecepatan 100 rpm

Sampel uji

• Sampel didiamkan
selama 10 menit agar
tersedimentasi untuk
nantinya proses
pengecekkan
kekeruhan dan pH

Hasil
3.3.2 Proses Koagulasi-Flokulasi

Alat dan bahan


Disiapkan

Tawas

Diambil sebanyak 1g lalu


dilarutkan dalam 100 mL
Aquades
Sampel domestik air sungai

• Diambil sebanyak 500mL


lalu dituangkan pada gelas
beker
• Diberi larutan tawas
sebanyak 0.5 ml
Jar test

• Sampel yang diberi larutan


tawas diletakkan pada jar
test
• Jar test diatur untuk proses
koagulasi selama 1 menit
dengan kecepatan 100 rpm
• Jar test diatur untuk proses
koagulasi selama 10 menit
dengan kecepatan 50 rpm

Sampel uji

• Sampel didiamkan
selama 10 menit agar
tersedimentasi untuk
nantinya proses
pengecekkan
kekeruhan dan pH

Hasil
3.3.3 Uji kekeruhan

Turbidimeter
Dinyalakan:
• Ditekan tombol on/off
dan “mode” bersamaan
• Tombol on/off dilepas
lebih dahulu dari tombol
“mode”

Turbidimeter

Dikalibrasi:
• Setting “Call”
• Dimasukkan
larutan standar
dengan
kekeruhan
0,1,20,200, dan
Air sampel 800

• Dimasukkan ke dalam
kuvet dan dimasukkan ke
turbidimeter
Hasil
• Ditunggu 1 menit
• Diulangi 3 kali pada tiap
sampel
3.3.4 Uji pH

pH meter

Dinyalakan

Air sampel

• Diambil sebanyak 50 ml
• pH meter dicelupkan
sampai probe terendam
Hasil • Ditunggu hingga stabil
• Diulangi 3 kali pada tiap
sampel
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data Hasil Praktikum dan Dokumentasi


Tabel 4.1 Tabel pengamatan warna, pH, dan kekeruhan dengan koagulasi

Jenis Sampel Kekeruhan


No Warna pH
(Volume Tawas) (NTU)
1. Tanpa Tawas Keruh 7,66 118
2. 1 mL Bening sedikit keruh 7,33 23,8
3. 3 mL Bening 7,19 23,76
4. 6 mL Bening sedikit keruh 7,06 21,46
5. 9 mL Bening sedikit keruh 6,96 15,5
6. 13 mL Bening 6,92 7,97
7. 15 mL Bening 6,81 6,74
8. 18 mL Bening 6,76 8,15
9. 21 mL Bening 6,73 7,55
10. 23 mL Bening keputihan 6,29 12,06
11. 26 mL Bening keputihan 6,28 11,83

Tabel 4.2 Tabel pengamatan warna, pH, dan kekeruhan dengan koagulasi-flokulasi

Jenis Sampel Kekeruhan


No Warna pH
(Volume Tawas) (NTU)
1. Tanpa Tawas Keruh 7,66 118
2. 1 mL Bening sedikit keruh 7,24 16,3
3. 3 mL Bening 7,18 8,86
4. 6 mL Bening 7,14 11,5
5. 9 mL Bening 7,4 6,01
6. 13 mL Bening 6,9 3,86
7. 15 mL Bening 6,8 3,81
8. 18 mL Bening 6,7 4,4
9. 21 mL Bening 6,86 2,79
10. 23 mL Bening 6,33 3,283
11. 26 mL Bening 6,13 4,076
Tabel 4.3 Data Hasil Praktikum dan Dokumentasi (Koagulan 0 ml, 1 ml, dan 3 ml)

Perlakuan Pengamatan (kondisi sampel) Dokumentasi


(sesudah
perlakuan)
0 mL (tanpa tawas) Air sampel keruh dan tidak
ada pengendapan

Dosis 1ml dengan Air sampel keruh dan tidak


tawas (perlakuan 1- ada pengendapan
koagulasi)

Dosis 3 ml dengan Air sampel keruh dan tidak


tawas (perlakuan 1- ada pengendapan
koagulasi)

Dosis 1ml dengan Air sampel keruh dan tidak


tawas (perlakuan 2 - ada pengendapan
koagulasi flokulasi)
Dosis 3ml dengan Air sampel keruh dan tidak
tawas (perlakuan 2 - ada pengendapan
koagulasi flokulasi)

Tabel 4.4 Data Hasil Praktikum dan Dokumentasi (Koagulan 0 ml, 6 ml, dan 9 ml)
Perlakuan Pengamatan Dokumentasi
(Kondisi Sampel)
Sebelum Sesudah

0 ml (tanpa tawas) Air sampel keruh

Dosis 6 ml dengan Air agak keruh dan


tawas ada sedikit
(Perlakuan 1 – pengendapan
koagulasi)

Dosis 9 ml dengan Air agak keruh dan


tawas ada sedikit
(Perlakuan 1 – pengendapan
koagulasi)
Dosis 6 ml dengan Air agak keruh dan
tawas ada sedikit
(Perlakuan 2 – pengendapan
koagulasi flokulasi)

Dosis 9 ml dengan Air agak keruh dan


tawas ada sedikit
(Perlakuan 2 – pengendapan
koagulasi flokulasi)

Tabel 4.5 Data Hasil Praktikum dan Dokumentasi (Koagulan 0 ml, 13 ml, dan 15 ml)
Perlakuan Pengamatan Dokumentasi
(Kondisi Sampel) Sebelum Sesudah
0 ml (tanpa Air sampel keruh
tawas) dan tidak ada
pengendapan

Dosis 13 ml Air agak keruh dan


dengan tawas ada sedikit
(perlakuan 1 pengendapan
koagulasi)

Dosis 15 ml Air agak keruh dan


dengan tawas ada sedikit
(perlakuan 1 pengendapan
koagulasi)
Dosis 13 ml Air agak keruh dan
dengan tawas ada sedikit
(perlakuan 2 pengendapan
flokulasi)

Dosis 15 ml Air agak bening


dengan tawas dan ada sedikit
(perlakuan 2 pengendapan
flokulasi)

Tabel 4.6 Data Hasil Praktikum dan Dokumentasi (Koagulan 0 ml, 18 ml, dan 21 ml)
Perlakuan Pengamatan Dokumentasi
(Kondisi Sebelum Sesudah
Sampel)
0 ml (tanpa Air keruh dan
tawas) tidak ada
pengendapan

Dosis 18 ml Air agak being


dengan dan ada
tawas sedikit
(perlakuan 1 pengendapan
koagulasi)

Dosis 21 ml Air agak being


dengan dan ada
tawas sedikit
(perlakuan 1 pengendapan
koagulasi)
Dosis 18 ml Air agak being
dengan dan ada
tawas sedikit
(perlakuan 2 pengendapan
flokulasi)

Dosis 21 ml Air agak being


dengan dan ada
tawas sedikit
(perlakuan 2 pengendapan
flokulasi)

Tabel 4.7 Data Hasil Praktikum dan Dokumentasi (Koagulan 0 ml, 23 ml, dan 26 ml)
Perlakuan Pengamatan Dokumentasi Sebelum Dokumentasi sesudah
(kondisi
sampel)
0 ml Air keruh dan
(tanpa tawas) tidak ada
pengendapan

Dosis 23 Air bening dan


dengan terdapat
tawas banyak
(perlakuan 1 endapan
- koagulasi)

Dosis 26 Air bening dan


dengan terdapat
tawas banyak
(perlakuan 1 endapan
- koagulasi)

Dosis 23 Air bening dan


dengan terdapat
tawas banyak
(perlakuan 2 endapan
– koagulasi
flokulasi)
Dosis 25 Air bening dan
dengan terdapat
tawas banyak
(perlakuan 2 endapan
– koagulasi
lokulasi)

Praktikum kali ini dilakukan dengan dua buah perlakuan, yaitu perlakuan koagulasi dan
perlakuan koagulasi-flokulasi. Data hasil praktikum yang diperoleh terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama memuat tentang kekeruhan, pH, dan warna yang didasarkan pada perbedaan
volume koagulan yang dipergunakan. Kemudian, bagian kedua memuat tentang hasil
pengamatan kondisi sampel yang didasarkan pula pada perbedaan dosis koagulan. Pada
tabel 4.1, yaitu pada perlakuan koagulasi, dapat kita amati bahwa air sampel yang tidak diberi
koagulan sama sekali memiliki warna yang keruh, pH sebesar 7,66, dan nilai kekeruhan
sebesar 118 NTU. Kemudian, pada sampel yang diberi koagulan sebanyak 1mL terlihat bahwa
sampel memiliki warna bening sedikit keruh dengan pH sebesar 7,33, dan kekeruhan sebesar
23,8 NTU. Selanjutnya, pada sampel dengan koagulan sebanyak 3 mL, dapat kita amati
bahwa sampel terlihat bening, dengan pH sebesar 7,19 dan kekeruhan sebesar 23,76 NTU.
Pada sampel dengan dosis koagulan sebesar 6mL terlihat bahwa sampel nampak bening
dengan sedikit kekeruhan, pH sampel bernilai sebesar 7,06 dan nilai kekeruhan sebesar 21,46
NTU. Kemudian, pada sampel dengan koagulan sebesar 9 mL, dapat kita amati bahwa sampel
tersebut terlihat bening dengan sedikit kekeruhan, dimana pH sampel tersebut adalah sebesar
6,96 dan kekeruhan sebesar 15,5 NTU. Selanjutnya, pada sampel dengan koagulan sebesar
13 mL, terlihat bahwa sampel nampak bening dengan pH sebesar 6,92 dan kekeruhan
sebesar 7,97 NTU. Pada sampel dengan koagulan sebesar 15 mL, terlihat bahwa sampel
bening dengan pH sebesar 6,81 dan kekeruhan sebesar 6,74 NTU. Kemudian, pada sampel
dengan koagulan sebesar 18 mL, sampel terlihat bening dengan nilai pH sebesar 6,76 dan
kekeruhan sebesar 8,15 NTU. Selanjutnya, pada sampel denga koagulan sebesar 21 mL,
sampel terlihat bening dengan pH sebesar 6,73 dan nilai kekeruhan sebesar 7,55 NTU. Pada
sampel dengan koagulan sebesar 23 mL, dapat kita amati bahwa sampel terlihat bening sedikit
putih dengan pH sebesar 6,29 dan kekeruhan sebesar 12,06 NTU. Kemudian, pada sampel
dengan koagulan sebesar 26 mL, sampel terlihat berwarna bening keputihan dengan nilai pH
sebesar 6,28 dan kekeruhan sebesar 11,83 NTU.
Selain data perlakuan koagulasi, pada praktikum ini juga diperoleh data hasil perlakuan
koagulasi flokulasi. Data tersebut dapat kita amati pada tabel 4.2. Pada sampel pertama, yakni
sampel tanpa koagulan, sampel terlihat memiliki warna keruh, pH sebesar 7,66, dan
kekeruhan sebesar 118 NTU. Kemudian, sampel dengan koagulan 1 mL terlihat bening agak
keruh dengan nilai pH sebesar 7,24 dan kekeruhan sebesar 16,3 NTU. Selanjutnya, pada
sampel dengan koagulan sebanyak 3mL, sampel terlihat bening dengan pH sebesar 7,18 dan
kekeruhan sebesar 8,86 NTU. Lalu, pada sampel dengan koagulan sebesar 6 mL, sampel
terlihat bening dengan pH sebesar 7,14 dan kekeruhan sebesar 11,5 NTU. Pada sampel
kelima, yakni dengan koagulan sebesar 9 mL, sampel terlihat bening dengan pH sebesar 7,4
dan kekeruhan sebesar 6,01 NTU. Kemudian, pada sampel dengan koagulan sebesar 13 mL,
sampel nampak bening dengan pH sebesar 6,9 dan kekeruhan sebesar 3,86 NTU.
Selanjutnya, pada sampel dengan koagulan sebesar 15 mL, sampel terlihat bening dengan
nilai pH sebesar 6,8 dan kekeruhan sebesar 3,81 NTU. Lalu, pada sampel dengan koagulan
sebesar 18 mL, sampel terlihat bening dengan pH sebesar 6,7 dan kekeruhan sebesar 4,4
NTU. Pada sampel kesembilan, dengan koagulan sebesar 21 mL, sampel terlihat bening
dengan pH sebesar 6,86 dan kekeruhan sebesar 2,79 NTU. Kemudian, pada sampel dengan
koagulan sebesar 23 mL, sampel terlihat bening dengan pH sebesar 6,33 dan kekeruhan
sebesar 3,283 NTU. Selanjutnya, pada sampel dengan koagulan sebesar 26 mL, terlihat
bahwa sampel nampak bening dengan pH sebesar 6,13 dan kekeruhan sebesar 4,076 NTU.
Data hasil praktikum selanjutnya, yakni bagian kedua, memuat tentang pengamatan
kondisi sampel pada dosis koagulan yang berbeda. Pada tabel 4.3, dapat kita amati bahwa
sampel tanpa koagulan terlihat keruh tanpa adanya endapan dibawahnya. Kemudian, pada
sampel dengan koagulan sebesar 1 mL dan 3 mL, serta perlakuan koagulasi, air sampel masih
terlihat keruh tanpa adanya endapan. Begitu pula pada perlakuan koagulasi-flokulasi, untuk
sampel dengan koagulan sebesar 1 mL dan 3mL, sampel masih terlihat keruh tanpa adanya
endapan. Kemudian kita beralih pada tabel selanjutnya, yaitu pada tabel 4.4 yang memuat
hasil pengamatan sampel dengan koagulan sebesar 6 dan 9 mL. Pada perlakuan koagulasi,
untuk sampel dengan koagulan 6 dan 9 mL, sampel masih terlihat agak keruh, tetapi sudah
terlihat adanya endapan. Kemudian, pada perlakuan koagulasi-flokulasi, untuk sampel dengan
koagulan sebesar 6 dan 9 mL, sampel mulai terlihat agak keruh dengan terlihat adanya sedikit
endapan di bagian bawahnya. Selanjutnya, pada tabel 4.5, kita dapat mengamati data untuk
dosis koagulan sebesar 13 dan 15 mL. Pada perlakuan koagulasi, untuk sampel dengan
koagulan 13 dan 15 mL, sampel masih terlihat agak keruh, tetapi sudah terlihat adanya
endapan. Kemudian, pada perlakuan koagulasi-flokulasi, untuk sampel dengan koagulan
sebesar 6, sampel mulai terlihat agak keruh dengan terlihat adanya sedikit endapan di bagian
bawahnya. Sedangkan, untuk sampel 9mL koagulan, sampel mulai terlihat bening dengan
adanya sedikit endapan di bagian bawahnya.
Kemudian, pada tabel selanjutnya, yaitu tabel 4.6, kita dapat mengamati kondisi sampel
untuk dosis koagulan sebesar 18 dan 21 mL, dengan perlakuan koagulasi dan koagulasi-
flokulasi. Pada perlakuan koagulasi, untuk sampel dengan koagulan 18 dan 21 mL, sampel
mulai terlihat agak bening, dengan adanya endapan pada bagian bawah. Begitu pula pada
perlakuan koagulasi-flokulasi, untuk sampel dengan koagulan sebesar 18 mL dan 21 mL,
sampel mulai terlihat agak bening dengan adanya sedikit endapan di bagian bawahnya.
Kemudian kita beralih pada tabel selanjutnya, yaitu pada tabel 4.7 yang memuat hasil
pengamatan sampel dengan koagulan sebesar 23 dan 26 mL. Pada perlakuan koagulasi,
untuk sampel dengan koagulan 23 dan 26 mL, sampel terlihat bening dan terlihat adanya
banyak endapan pada bagian bawah. Kemudian, pada perlakuan koagulasi-flokulasi, untuk
sampel dengan koagulan sebesar 23 dan 26 mL, sampel mulai terlihat bening dengan adanya
banyak endapan pada bagian dasar wadah sampel tersebut.

4.2 Analisa Grafik

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Dosis Koagulan dengan Kekeruhan pada Perlakuan Koagulasi
Sumber: Data Diolah, 2022
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Dosis Koagulan dengan Kekeruhan pada Perlakuan Koagulasi-
Flokulasi
Sumber: Data Diolah, 2022

4.3 Titik Optimum Koagulan pada Praktikum (dibandingkan dengan literatur 2sitasi)
4.4 Pengaruh Koagulasi (Pengadukan Cepat) dalam Menurunkan Kekeruhan pada
Praktikum (dibandingkan dengan literatur 2 sitasi)
4.5 Pengaruh Flokulasi (Pengadukan Lambat) dalam Menurunkan Kekeruhan pada
Praktikum (dibandingkan dengan literatur 2 sitasi)
4.6 Pengaruh pH terhadap Prosess Koagulasi-Flokulasi (3 sitasi)
4.7 Faktor Penting dalam Metode Jar Test (2 sitasi)
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan (menjawab tujuan praktikum)


5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah T. 2018. Studi Penurunan Kekeruhan Air Permukaan Dengan Proses Flokulasi
Hydrocyclone Terbuka. Tesis. Program Magister, Departemen Teknik Lingkungan,
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan dan Kebumian, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Anggarani B. 2015. Peningkatan Efektivitas Proses Koagulasi-Flokulasi dengan
Menggunakan Alumunium Sulfat dan Polydadmac. Tugas Akhir. Jurusan Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.
Hutasoit S., Panggabean I., Turnip NJR., dan Aditian A. 2020. Kajian Literatur Mengenai
Pemanfaatan Bahan Alam Sebagai Flokulan untuk Pemanenan Chlorella vulgaris.
Jurnal Ilmiah Maksitek 5(4): 99-104.
Meliala Y. 2019. Studi Penggunaan Kitosan dari Limbah Kulit Udang (Panaeus monodon)
Sebagai Biokoagulan untuk Penjernih Air Sungai. Tugas Akhir. Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Moelyo M. 2012. Pengkajian Efektivitas Proses Koagulasi dalam Memperbaiki Kualitas Limbah
Industri Penyamakan Kulit- Sukaregang, Garut. Jurnal Teknik Kidraulik 3(2): 169-182.
Nasriyanti D. 2020. Aktivitas Koagulasi Ekstrak NaCl Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala)
dan Biji Turi (Sesbanian grandiflora) dalam Pengolahan Air Sungai Selokan Mataram.
Skripsi. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Nuranto S. dan Ali S. 2018. Tinjauan Teknis dan Ekonomi Beberapa Bahan Koagulan untuk
Pengolahan Air Minum dengan Air Kali Progo Sebagai Air Baku pada SPAM Regional
Yogyakarta, Sleman dan Bantul. Jurnal Nasional Teknologi Terapan 2 (3): 244-254.
Rahardja IB., Siregar AL., dan Sitohang AWLB. 2020. Pengaruh Penggunaan Soda ASH
Terhadap Parameter pH dan Turbidity pada External Water Treatment (Studi Kasus di
Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) XYZ, Kalimantan Utara). Jurnal Teknologi 12(1):
9-20.
Rahimah Z., Heldawati H., dan Syauqiah I. 2016. Pengolahan Limbah Deterjen dengan
Metode Koagulasi-Flokulasi Menggunakan Koagulan Kapur dan PAC. Jurnal Konversi
5(2): 13-19.
Wijaya M. 2016. Uji Model Fisik Water Treatment Sederhana Sistem Koagulasi Menggunakan
Tawas Flokulasi dengan Batuan Sedimentasi Bendung dan Filtrasi Kerikil. Tugas Akhir.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta.
Wildanian S. 2017. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) Sebagai Koagulan
Alternatif pada larutan Pb(NO3)2. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Jember.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
LAMPIRAN DHP
REVIEW VIDEO

Praktikum Satuan Operasi, materi pertama, dilengkapi dengan video praktikum yang
diberikan oleh para asisten praktikum. Dalam video tersebut termuat beberapa hal yang dapat
dikategorikan sebagai inti dari praktikum materi pertama ini. Adapun judul dari praktikum
satuan operasi materi pertama ini adalah Analisis Koagulasi dan Flokulasi dengan Metode Jar
Test. Dari judul tersebut dapat kita amati bahwa pada praktikum kali ini kita akan menganalisis
salah satu bagian dari sistem pengolahan air, yaitu koagulasi dan flokulasi melalui metode Jar
Test.
Video praktikum tersebut diawali dengan sambutan Mas Taufiq dari TL 07 selaku
asisten praktikum. Kemudian, dijelaskan kembali bahwa pada praktikum kali ini kita akan
membahas dua hal, yaitu mengenai alat dan bahan yang dipergunakan serta metode atau
langkah kerja yang akan kita lakukan. Kemudian, video dilanjutkan oleh mas Renold yang
akan menjelaskan alat bahan pada praktikum kali ini. Alat yang dijelaskan pertama adalah pH
meter. Sesuai dengan namanya, tentu saja alat ini dipergunakan untuk menentukan atau
mengukur derajat keasaman dari suatu objek. Kemudian, alat selanjutnya adalah gelas ukur.
Gelas ukur ini dipergunakan untuk mengukur dan menakar volume sampel dari larutan yang
akan terbentuk. Setelah itu, disebutkan pula bahwa terdapat bahan yang akan dipergunakan
dalam praktikum. Bahan tersebut adalah tawas yang akan dipergunakan sebagai koagulan.
Selain itu, terdapat pula gelas Erlenmeyer yang dipergunakan untuk mencampur larutan.
Dalam gelas Erlenmeyer tersebut terdapat larutan tawas yang terbuat dari 1 gram tawas yang
dilarutkan pada 100 mL aquades. Selanjutnya, alat yang diperkenalkan adalah stop watch
yang dipergunakan untuk mengukur waktu. Lalu, terdapat cawan porcelain yang dipergunakan
sebagai wadah senyawa ketika ditimbang pada timbangan analitik. Kemudian, terdapat
aquades sebagai pelarut. Selanjutnya disebutkan bahwa terdapat turbidimeter yang
dipergunakan untuk mengukur kekeruhan. Kemudian, terdapat pipet ukur 25 mL beserta bulb
yang dipergunakan untuk menyedot larutan. Selain itu, terdapat pula beaker glass yang
dipergunakan sebagai wadah sampel larutan. Kemudian, terdapat sampel air limbah domestic
yang berasal dari air sungai. Alat terakhir yang dijelaskan adalah Jar Test yang dipergunakan
untuk proses koagulasi dan flokulasi.
Kemudian, video berlajut pada penjelasan langkah kerja praktikum. Langkah kerja
yang pertama adalah mengambil sampel air sungai yang sudah disediakan sebanyak 500mL
dan diletakkan pada gelas beker. Meniskus yang dipergunakan adalah meniskus bawah.
Kemudian, langkah dilanjutkan dengan memasukkan larutan tawas sebanyak 0,5 mL kedalam
sampel air sungai pada gelas beker. Ketika sudah diberi tawas, air limbah dalam beker
tersebut ditelakkan pada Jar test. Selain perlakuan dengan pemberian 0,5 mL tawas,
perlakuan lainnya juga dipergukan pada sampel air yang sama, yaitu pemberian 1, 2, 4, 8, 12,
16, 20, 22. Dosis tersebut dimasukkan pada beberapa gelas beker berisi 500mL air limbah.
Hal ini bertujuan untuk menentukan dosis mana yang paling optimal.
Proses pertama yang dilakukan adalah proses koagulasi dengan menggunakan
pengadukan cepat pada kecepatan 100 rpm selama 1 menit. Setelah proses pengadukan,
larutan dibiarkan dan didiamkan selama 10 menit untuk proses sedimentasi atau
pengendapan. Pemberian koagulan tadi akan menyebabkan terbentuknya flok-flok kecil.
Ketika didiamkan, flok tersebut akan tertarik oleh gaya gravitasi, sehingga flok-flok yang
terbentuk akan berkumpul dan mengendap pada bagian dasar wadah. Ketika air sudah
terpisah dengan padatan, maka akan dilakukan pengujian pada air tersebut, sehingga padatan
atau flok kotoran tersebut tidak ikut dalam pengujian. Setelah 10 menit dan terjadi endapan,
air bersih diatas endapan tersebut diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan kedalam kuvet
sampai menyentuh tanda batas. Setelah dimasukkan kedalam kuvet, kuvet tersebut kemudian
dimasukkan kedalam alat turbidimeter untuk mengukur kekeruhannya. Kemudian, pada
sampel tadi, dilakukan pengukuran derajat keasaman dengan menggunakan alat pH meter.
Setelah dilakukan proses koagulasi, proses selanjutnya adalah proses koagulasi-
flokulasi. Pada proses koagulasi saja, kita hanya mengaduk larutan selama 1 menit dengan
kecepatan 100 rpm, kemudian diendapkan. Namun, pada proses koagulasi-flokulasi ini,
setelah dilakukan pengadukan 100 rpm selama 1 menit, langkah kerja dilanjutkan dengan
mengaduk larutan selama 10 menit dengan kecepatan 50 rpm. Setelah itu, langkah kerjanya
sama dengan proses koagulasi, yaitu diendapkan dan diukur kekeruhan serta derajat
keasamannya.

Anda mungkin juga menyukai