Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK KONSERVASI LINGKUNGAN


Identifikasi Sifat Fisik Lahan

DISUSUN OLEH :

NAMA : Mohammad Rafi Akbar

NIM : 195100901111004

KELOMPOK :O-1

ASISTEN : Afifah Nahdah Linda Alviany


Alifado Humam A Metta Octavia P
Aubilla Novista B Michelle Maria M. N
Citra Handayani Nabila Shilmi K
Dhanu Kusuma F Rachma Wilis P. K
Kania Mutiawati Rosi Maylani

LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengelolaan tanah dan vegetasi pada berbagai tipe penggunaan lahan seperti hutan,
sawah, tegalan, kebun campuran, dan permukiman, dapat menunjukkan nilai limpasan air
yang berbeda. Lahan perkotaan sebagai salah satu sumber daya alam yang paling berharga
yang mempunyai nilai strategis tetapi memiliki keterbatasan baik berupa ketersediaan dan
juga kemampuan daya dukungnya. Sifat fisik tanah yang perlu diperhatikan adalah terjadinya
masalah degradasi struktur tanah akibat fungsi pengelolaan. Selain itu, pada lahan budidaya
yang tidak tererosi, bahan organic hilang secara cepat. Lahan untuk permukiman selain
terletak pada kawasan budidaya di luar kawasan lindung juga harus memenuhi kriteria-
kriteria kemiringan lereng, curah hujan, daya dukung tanah, drainase, jenis tanah dan tidak
pada daerah labil. Perubahan penggunaan lahan dapat mengubah tutupan vegetasi pada
lahan terbuka seperti lahan sawah dan tegalan menjadi rumput atau pekarangan, serta
cenderung menambah proporsi luas lahan terbangun.
Sifat fisik tanah merupakan bagian dari morfologi tanah yang dapat dipelajari dan diamati
di lapangan dan di laboratorium. Sifat fisik tanah penting peranannya dalam penyediaan
sarana tumbuh tanaman. Aspek sifat fisik hanya dibatasi pada pengamatan terhadap warna
tanah, tingkat kematangan dan ketebalan gambut, tekstur, struktur, konsistensi, keadaan
drainase, kedalaman air tanah, kedalaman efektif tanah, kedalaman sulfidik, dan
kematangan tanah. Berkembangnya suatu kota akibat urbanisasi dan industrialisasi
menyebabkan kebutuhan lahan semakim besar untuk menampung kegiatan tersebut, kondisi
ini mengakibatkan harga dari lahan yang relatif landai menjadi sangat mahal, yang kemudian
dampaknya dirasakan oleh masyarakat yang kurang mampu dengan hanya memanfaatkan
lahan yang miring sebagai lokasi permukiman karena harga yang relatif rendah.
Pembangunan perumahan yang dilakukan pada daerah berlereng yang pada kenyataannya
berbahaya jika tidak dilakukan dengan cara yang tepat dan dapat memperbesar ancaman
bencana yang mungkin terjadi di kemudian hari seperti tanah longsor.
Fungsi vegetasi secara efektif dapat mencerminkan kemampuan tanah dalam
mengabsorbsi air hujan, mempertahankan atau meningkatkan laju infiltrasi, dan
menunjukkan kemampuan dalam menahan air atau kapasitas retensi air (KRA). Erosi
merupakan proses geomorfologi dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah
kepekaan erosi tanah (erodibilitas tanah). Antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya
memiliki kepekaan yang berbeda dipengaruhi oleh kondisi masing-masing jenis tanah
selama perkembangannya. Erodibilitas tanah dan laju erosi berkaitan erat dengan kondisi
geomorfologi. Nilai KRA bervariasi menurut jenis vegetasinya, pada lahan bervegetasi nilai
KRA relatif lebih besar dibanding lahan tidak bervegetasi.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui cara pengambilan sampel tanah dengan menggunakan
Auger Soil Sampel
b. Mahasiswa mampu menentukan besarnya kemiringan lahan dan mengukur
ketinggian lahan dengan menggunakan alat Abney Level dan Clinometer
c. Mahasiswa mampu membandingkan hasil pengukuran sudut lereng dengan
berbagai alat
d. Mahasiswa mampu menghitung indeks erodibilitas tanah dengan rumus K
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiringan Lereng


Kemiringan lereng merupakan faktor yang perlu diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan
pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan.
Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila
derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan >15% dengan curah hujan
yang tinggi dapat mengakibatkan longsor tanah. Lereng yang semakin curam dan semakin
panjang akan meningkatkan kecepatan aliran permukaan dan volume air permukaan
semakin besar, sehingga benda yang bisa diangkut akan lebih banyak. kemiringan lereng
adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan (relief). Kemiringan
tersebut yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horizontal dan pada umumnya
dihitung dalam persen (%).Ketinggian tempat dan kemiringan lereng secara bersama-sama
tidak berpengaruh nyata karena ketinggian tempat tidak dapat diubah sedangkan kemiringan
lereng dapat dilakukan suatu tindakan konservasi guna untuk dapat mengurangi dampak
dari kemiringan lereng tersebut (Andrian et al., 2014).
Lereng adalah kenampakan permukan alam disebabkan adanya perbedaan ketinggian
antar dua tempat. Sudut yang membentuk 2 ketinggian tersebut biasannya kita sebut sudut
kemiringan. Untuk daerah yang relatif flat (datar) memiliki nilai slope yang kecil. Kemiringan
dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran
permukaan dan erosi. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Kecuraman
lereng 100 persen sama dengan kecuraman 45 derajat. Selain memperbesar jumlah aliran
permukaan, makin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan, dengan
demikian memperbesar energi angkut air. Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka
butir-butir tanah yang terpecik kebawah oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Dengan
demikian jika lereng permukaan tanah lebih curam maka kemungkinan erosi akan lebih
besar persatuan luas. Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak
vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan
dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan derajat (Yumai et al.,
2019).

2.1.2 Kelas Kemiringan Lereng


Untuk mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng diperlukan suatu informasi
geografis. Informasi geografis merupakan informasi mengenai tempat-tempat yang
terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak
di permukaan bumi dan informasi mengenai atribut yang terdapat di permukaan bumi
yang posisinya diketahui. Semuanya dirangkai dalam suatu sistem yang disebut Sistem
Informasi Geografis atau yang lebih dikenal dengan istilah SIG. Dengan SIG akan lebih
mudah untuk mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng dan memberi informasi
mengenai permukiman yang melanggar kaidah yang berlaku. Pembangunan perumahan
dan pemukiman harus memenuhi standar yang telah ditetapkan, salah satunya harus
memperhatikan kemiringan lereng yang ada. Kemiringan lereng dibagi menjadi
beberapa kelas yaitu datar (0-8 %), landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-
45 %), dan sangat curam (≥ 45 %). Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah
diperolehnya suatu SIG lahan permukiman berdasarkan kelas kemiringan lereng
sehingga dapat dilakukan evaluasi terhadap kelayakan bangunan (Syah dan Teguh,
2013).
Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian
(kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupa bumi. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah kemiringan lereng dan jenis penggunaan lahan. Terdapat 2
(dua) kelas kemiringan lereng dan 3 (tiga) jenis penggunaan lahan, sehingga diperoleh 6
kombinasi variabel bebas. Sifat fisik tanah akan berpengaruh terhadap partumbuhan
dan perkembangan tanaman. Akar akan semakin mudah menembus tanah yang
menyebabkan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan akan semakin cepat dan akan
memberikan hasil yang lebih tinggi. Lahan yang diperbolehkan untuk berdirinya
kawasan permukiman adalah lahan yang memiliki topografi datar sampai bergelombang
yakni lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-25 %. kemiringan lereng adalah
perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatar.
Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan menggunakan beberapa satuan,
diantaranya adalah dengan satuan persen dan juga derajat (Sandrawati et al., 2016).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiringan Lereng


Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng,
sedangkan kedudukan lereng menentukan besar-kecilnya erosi. Lereng bagian bawah
lebih mudah tererosi daripada lereng bagian atas, karena momentum air larian lebih
besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian
bawah. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng sehingga mendorong
terjadinya pergerakan lereng yaitu topografi, kondisi geologi (litologi dan struktur geologi),
hidrologi, vegetasi, karakteristik tanah/ batuan penutup lereng, gempa bumi dan iklim.
Pemisahan longsoran biasanya dimulai dari titik-titik lemah seperti retakan pada batuan
tua, retakan pada lereng sendiri, atau pada batas antar lapisan tanah, dan berawal dari
gerakan lambat yang semakin cepat sampai pada akhirnya massa tanah yang longsor
terlepas. Faktor-faktor lain misalnya kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat geser tanah
yang anisotropis, aliran rembesan air dalam tanah dan lain-lain. Kondisi lahan tidak
terlepas dari topografi. Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua faktor yang
menentukan karakteristik topografi suatu daerah. Kedua faktor ini sangat penting dalam
memengaruhi terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya
kecepatan dan volume air larian (Manurung et al., 2016).
Analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang
potensial. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata
sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang
permukaan longsoran. Faktor penentu nilai erosi tanah yang lain adalah panjang dan
kemiringan lereng. Keruntuhan pada lereng alami atau buatan disebabkan karena
adanya perubahan antara lain topografi, seismik, aliran air tanah, kehilangan kekuatan,
perubahan tegangan, dan cuaca. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng
dapat menghasilkan tegangan geser pada seluruh massa tanah, dan suatu gerakan akan
terjadi kecuali tahanan geser pada setiap permukaan runtuh yang mungkin terjadi lebih
besar dari tegangan geser yang bekerja. Penanggulangan longsor yang dilakukan
bersifat pencegahan sebelum longsor terjadi pada daerah potensial dan stabilisasi,
setelah longsor terjadi jika belum runtuh total. Penanggulangan yang tepat pada kedua
kondisi diatas dengan memperhatikan penyebab utama longsor, kondisi pelapisan tanah
dan juga aspek geologinya (Pangemanan et al., 2014).

2.1.4 Abney Level dan Clinometers


Pengukuran klinometer digunakan untuk mengukur sudut vertikal. Karena beda
tinggi antara dua titik dapat dihitung apabila diketahui jarak dan sudut vertikal antara dua
titik tersebut. Klinometer ialah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan sudut
elevasi dalam pengukuran tinggi suatu obyek dengan cara tidak langsung. Pengukuran
jarak menggunakan pita ukur, sehingga pada pengukuran klinometer alat utamanya
adalah abney level dan alat bantu pengukuran adalah pita ukur (Winandra, 2017).
Clinometer adalah peralatan yang digunakan untuk mengukur sudut kemiringan
secara akurat yang dapat diatur dalam menit dan detik. Klinometer dapat dibuat
sendiri dengan menggunakan prinsip pendulum2. Caranya adalah sebagai berikut,
pertama fotocopy sebuah busur derajat yang berbentuk setengah lingkaran. Ganti
nomor-nomor yang tertera pada busur itu dengan nomor-nomor baru sedemikian rupa
sehingga angka 0 terletak di tengah-tengah (bukan di pinggir busur) dan harganya makin
membesar ke arah pinggir. Tempelkan fotocopy itu pada sebuah tripleks. Tempelkan
sebuah pipa plastik transparan pada tripleks tersebut tepat pada sisi busur, kemudian
tempel tali atau benang yang sudah dilengkapi dengan pemberat. Untuk perancangan
prototype clinometer digital diperlukan sensor yang berfungsi untuk mendeteksi
kemiringan sudut yang ditunjukkan oleh PAPI (Suhanto, 2017).

Gambar 2.1 Clinometer


Sumber: Sultoni, 2018

Untuk mengukur pohon dengan menggunakan sistem trigonometri maka kita perlu
mengukur jarak datar dari pangkal pohon yang akan diukur tingginya ke tempat
berdirinya si pengukur. Abney level adalah sebuah alat yang dipakau untuk mengukur
ketinggian yang terdiri dari skala busur derajat. Beberapa kelebihan abney level adalah
mudah untuk digunakan, relative murah dan akurat. Abney level digunakan untuk
mengukur derajat, elevasi topografi dan metode pengukuran klinometer. Pengukuran
klinometer digunakan untuk mengukur sudut vertikal. Karena beda tinggi antara dua titik
dapat dihitung apabila diketahui jarak dan sudut vertikal antara dua titik tersebut.
Pengukuran jarak menggunakan pita ukur, sehingga pada pengukuran klinometer alat
utamanya adalah abney level dan alat bantu pengukuran adalah pita ukur. Cara
penggunaan alat ini adalah letakkan bagian A ke mata kemudian bidik ke puncak
pohon/bebas cabang (B) setelah sesuai alat tersebut dikunci (E), setelah dikunci maka
baca sudut , kemudian kunci dibuka dan lakukan hal yang sama ke pangkal pohon,
kemudian dikunci dan baca sudut . Setelah itu ukur jarak datar dari tempat pengukuran
ke posisi pohon yang diukur (Mardiatmoko et al., 2014).

Gambar 2.2 Abney Level


Sumber: Winandra, 2017
2.2 Metode Perhitungan Kemiringan Lereng
Adanya perbedaan cara mendapatkan faktor LS antara menggunakan data vektor dan
raster, serta perbedaan penentuan λ perlu dikaji untuk memberikan gambaran terhadap hasil
faktor LS yang diperoleh melalui berbagai pendekatan tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan metode perhitungan LS yang memadai ditinjau dari nilai dan pola
sebaran LS di suatu DAS. Penentuan LS menggunakan persamaan Wischmeier dan Smith
memerlukan informasi λ dan s. Dalam hal penentuan λ terdapat dua pendekatan umum,
yaitu pendekatan arah akumulasi (flow directionaccumulation) dan ukuran sel. Pendekatan
arahakumulasi aliran menghasilkan distibusi nilai λ sel yang semakin besar untuk sel yang
lebih hilir, padahal arah ukuran sel konstan sesuai dengan resolusi data DEM yang
digunakan. Metode 2 dan metode lainnya (selain Metode 1) menggunakan sumber data
yang sama, tetapi berbeda dalam menentukan nilai LS. Nilai LS Sub DAS rataan tertimbang
yang dihasilkan Metode 2 hampir sama dengan nilai LS Sub DAS rataan tertimbang Metode
6. Nilai LS (Metode 2) kelas lereng < 8% adalah 0,4 (Tabel 3) yang berarti seluruh sel yang
nilai s nya < 8% akan bernilai 0,4, sedangkan dengan menggunakan Metode 6, dimana LS
dihitung dengan persamaan (2) menghasilkan nilai LS ≤ 0,4 hanya untuk sel bernilai s ≤ 4%
(4% sama dengan nilai tengah kelas lereng < 8%), demikian juga untuk kelas lereng 8−15%,
nilai 1,4 (Tabel 3) mendekati nilai LS menggunakan persamaan (2) dengan s mendekati nilai
tengah kelas lereng (10,4%) (Simanjuntak et al., 2017).
Menurut Pitaloka et al., (2018), Dengan menggabungkan parameter ini, SMORPH
mengidentifikasi kelas kelerengan dan kelas morfologi lereng yang terdiri dari bentuk
cekung (concave), cembung (convex) dan datar (planar). Penentuan LS dengan “Input
Tabel” memadai digunakan selama sumber proses pembuatan kelas lereng menggunakan
sumber yang dapat dipercaya. Metode SMORPH atau slope morphology ini adalah
perhitungan sudut kemiringan lereng yang dibentuk antara bidang permukaan tanah dengan
bidang normal. Metode ini digunakan untuk mengolah data LIDAR. Metode SMORPH
membutuhkan parameter input yang terdiri dari morfologi lereng dan gradien atau sudut
lereng. Persamaan sederhana untuk mencari klasifikasi slope morphology kemiringan
lereng tersebut adalah:

𝑏
𝑎= 𝑥 100%
𝑐
keterangan:
a: Kemiringan Lereng
b: Beda Tinggi
c: Jarak

2.3 Erodibilitas Tanah


Erodibilitas tanah juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh akan tetapi
pengaruhnya tidak signifikan. Berdasarkan hasil penelitian ini perlu dikembangkan lebih
lanjut untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kondisi geomorfologi Pegunungan
Baturagung yang termasuk dalam bentuklahan struktural dalam mempengaruhi tingkat
erodibilitas tanah. Erodibilitas tanah dan laju erosi berkaitan erat dengan kondisi
geomorfologi. Erosi merupakan salah satu proses geomorfologi yang berperan dalam
perkembangan bentuklahan. Peristiwa erosi dikendalikan oleh tenaga eksogen melalui agen-
agen geomorfologi, di Indonesia yang beriklim tropis basah erosi terutama terjadi oleh
tenaga air. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik,
dan permeabilitas. Faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap
pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan
(Ashari, 2013).
Erodibilitas tanah adalah faktor penentu kehilangan tanah. Melalui erodibilitas tanah,
maka dapat diperkirakan laju erosi melalui karakteristik tanah. Nilai tersebut dapat
dikorelasikan dengan curah hujan, laju aliran permukaan (run off), dan infiltrasi tanah.
Erosidibilitas berperan penting dan berkontribusi besar terhadap nilai kerentanan erosi.
Erodibilitas tanah merupakan sifat tanah yang dinamis yang bervariasi terhadap waktu,
kelengasan tanah, suhu, pengolahan tanah gangguan manusia atau binatang, dan faktor
biologi dan kimia. Faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap variasi erodibilitas
tanah adalah suhu tanah, tekstur tanah, dan kelengasan tanah. Nilai erosi cenderung lebih
menitikberatkan beberapa parameter seperti curah hujan, sudut dan kemiringan lereng,
vegetasi penutup lahan, dan praktik konservasi lahan dibandingkan dengan karakteristik
tanah (Ayuningtyas et al., 2018).

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah


Faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap
pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetik air
hujan. Tingkat erodibilitas tersebut tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Untuk melihat
bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap erodibilitas digunakan analisis
statistik regresi linier. Faktor-faktor yang mempengaruhi erodibilitas merupakan variabel
independen atau variabel bebas (X) sedangkan erodibilitas merupakan variabel
dependen atau variabel terikat (Y). Nilai erodibilitas tanah ditentukan oleh berbagai
faktor. Tekstur berkaitan dengan kapasitas infiltrasi serta kemudahan tanah untuk
terangkut pada saat terjadi erosi. Nilai erodibilitas tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik tanah dan permeabilitas
tanah. Penghitungan erodibilitas tanah menggunakan nomograph (Ashari, 2013).
Erodibilitas tanah adalah sifat tanah yang menyatakan mudah atau tidaknya suatu
tanah tererosi atau dengan kata lain erodibilitas menunjukkan nilai kepekaan suatu jenis
tanah terhadap daya penghancur dan penghanyutan air hujan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi erodibilitas tanah adalah tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan
organik, dan permeabilitas tanah. Erodibilitas tanah adalah sifat tanah yang menyatakan
mudah atau tidaknya suatu tanah terhadap erosi, atau dengan kata lain erodibilitas
menunjukkan nilai kepekaan suatu jenis tanah terhadap daya penghancur dan
penghanyutan air hujan. Nilai erodibilitas tanah ditentukan oleh berbagai faktor. Tekstur
berkaitan dengan kapasitas infiltrasi serta kemudahan tanah untuk terangkut pada saat
terjadi erosi. Bahan organik selain menyuburkan tanah juga memperkuat agregat tanah.
Struktur merupakan susunan saling mengikat antar butir tanah sehingga semakin kuat
struktur maka semakin tahan terhadap erosi (Santoso, 2019).

2.3.2 Metode Perhitungan Indeks Erodibilitas Tanah


Indeks erodibilitas tanah menunjukkan tingkat kerentanan tanah terhadap erosi,
yaitu retensi partikel terhadap pengikisan dan perpindahan tanah oleh energi kinetik air
hujan. Tekstur tanah yang sangat halus akan lebih mudah hanyut dibandingkan dengan
tekstur tanah yang kasar. Kandungan bahan organik yang tinggi akan menyebabkan nilai
erodibilitas tinggi. Faktor kemiringan dan faktor panjang lereng. Faktor panjang lereng
adalah jarak horizontal dari permukaan atas yang mengalir ke bawah dimana gradien
lereng menurun hingga ke titik awal atau ketika limpasan permukaan (run off) menjadi
terfokus pada saluran tertentu (Santoso et al., 2014).
Menurut Anasiru (2015), Faktor erodibilitas tanah ditetapkan pada setiap satuan
lahan homogen yang memuat hasil analisis data fisik dan kimia tanah, yaitu
permeabilitas, struktur, tekstur, dan kandungan bahan organik. Nilai faktor erodibilitas
tanah tersebut dapat diperoleh melalui penggunaan nomograf atau melakukan
perhitungan dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Wischmeier dan
Smith (1978): K x 100 = 2,723 M1,34 10-4 (12 - a) + 3,25 (b - 2) + 2,5(c - 3). Keterangan:
K = faktor erodibilitas tanah, M = [(persentase pasir sangat halus dan debu) x (100-
persentase liat)] (Tabel 1) a = kandungan bahan organik (%C x 1,724) b = harkat struktur
tanah (Tabel 2) c = harkat permeabilitas tanah.

2.4 Metode Pengambilan Sampel Tanah


Pengambilan sample tanah dilakukan dengan metode proposive random sampling pada
lahan, pengambilan sampel dilakukan dengan cara menggunakan bor tanah dengan cara
menancapkan bor tanah sedalam 50 cm kemudian diangkat untuk diambil sampel tanahnya.
Sampel tanah yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam termos atau tempat
tertentu/plastik yang steril dan segera dibawa ke laboratorium, sampel tanah dikompositkan
menurut kedalamannya sebagai sampel yang mewakili wilayah tersebut. Sampel yang akan
diteliti diambil pada kedalaman tanah 0 cm, 25 cm dan 50 cm. Pengambilan sampel tanah
dapat dilakukan dengan menggunakan metode survey, yaitu dengan cara mengevaluasi sifat
tanah pada areal pertanian organik yang dimulai dari tahun 2005, sistem pertanian organik
yang dimulai dari tahun 2010, dan sistem pertanian konvensional. Pengambilan sampel
tanah pada lokasi dari penelitian ini berdasarkan waktu diterapkannya sistem pertanian
organik sehingga diperoleh 3 sampel (Nurana, 2014).
Dalam melakukan sampling terdapat teori dasar yang disebut teori sampling. Teori
sampling mencoba mengembangkan metode pemilihan sampel , sehingga dengan biaya
sekecil mungkin dapat menghasilkan pendugaan parameter yang mendekati parameter
populasinya. Teori sampling bertujuan untuk membuat sampling menjadi lebih efisien.
Sampel/conto yang diambil di lokasi area longsor di Jalan Ciputri, dengan tinggi lereng 10
meter (lereng longsor) dan 5 meter (lereng stabil). Setiap lapisan diambil conto untuk
dianalisis suseptibilitas magnetik dan sifat fisiknya dengan interval sampling 50 cm.
dikarenakan pengambilan conto dilakukan untuk dua kali pengujian sifat, sehingga
pengambilan tidak dilakukan terlalu detail dan juga dikarenakan lereng yang diambil
sampelnya tidak memungkinkan harusnya diambil sampel yang terlalu detail karena
lokasinya yang masih rawan terjadi gerakan tanah. Pengambilan contoh tanah sangat
berpengaruh terhadap hasil analisis di laboratorium. Metode atau cara pengambilan contoh
tanah yang tepat sesuai dengan jenis analisis yang akan dilakukan. Pengambilan sampel
tanah utuh dilakukan dengan cara mengambil tanah yang ada di bawah tegakan eboni,
kemudian bersihkan tanah dari seresah dan rumput lalu meletakan ring sampel di atas
tanah. Ring sampel dimasukan ke dalam tanah dengan menggunakan martil, setelah itu
angkat ring sampel dengan menggunakan sekop beserta tanah yang ada di dalamnya,
kemudian ring yang berisi tanah diratakan dengan cutter sehingga kedua permukaan benar-
benar rata dengan bibir ring sampel. Selanjutnya kedua ujung ring ditutup dengan
menggunakan tutup ring yang terbuat dari plastik, kemudian di beri label (Faridlah, 2016).

2.4.1 Auger Soil Sample


Auger soil sample merupakan alat yang digunakan untuk mengambil sampel tanah.
Auger soil sample diaplikasikan sebagai metode yang digunakan dalam menentukan
konduktivitas hidrolik tanah jenuh. Prinsip alat auger ini digunakan untuk pengambilan
sampel tanah yang bersifat kering. Alat ini bekerja dengan membuat suatu lubang pada
kedalaman tertentu. Langkah-langkah dalam pengambilan sampel tanah yaitu tentukan
titik suatu lahan untuk pengambilan sampel tanah, pasang soil sampling ring pada soil
sampling auger, tancapkan soil sampling auger ke dalam tanah hingga kedalaman 5 cm,
lepaskan soil sampling ring yang sudah berisi sampel tanah, lakukan pengukuran titik
koordinat lahan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan GPS (Sulistyaningrum
et al., 2014).

Gambar 2.3 Auger Soil Sample


Sumber: Kurnia et al., 2011
BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan dalam Praktikum


3.1.1 Pengukuran Kemiringan Abney Level
Tabel 3.1 Tabel alat bahan pengukuran kemiirngan lahan menggunakan abney level
No. Alat dan Kegunaan Gambar
Bahan
1. Abney Level Alat untuk mengukur
kemiringan lereng

Gambar 3.1 Abney level


Sumber: Dokumentasi pribadi
2. Meteran Mengukur jarak titik
pengukuran dengan objek
yang diukur

Gambar 3.2 Meteran


Sumber: Dokumentasi pribadi
3. Sekrup Bagian abney level untuk
pemutar nivo mengukur gerak busur dan
gerak dari nivo

Gambar 3.3 Sekrup pemutar


nivo
Sumber: Dokumentasi pribadi
4. Nivo Bagian abney level untuk
mengetahui kedudukan
horizontal alat

Gambar 3.4 Nivo


Sumber: Dokumentasi pribadi
5. Teropong Bagian abney level untuk
melihat kedudukan objek
Gambar 3.5 Teropong
Sumber: Dokumentasi pribadi
6. Busur derajat Bagian abney level untuk
mengetahui besar
kemiringan objek

Gambar 3.6 Busur derajat


Sumber: Dokumentasi pribadi
7. Busur skala Bagian abney level untuk
menunjukkan skala

Gambar 3.7 Busur skala


Sumber: Dokumentasi pribadi
8. Lensa Bagian abney level untuk
melihat kemiringan lensa

Gambar 3.8 Lensa


Sumber: Dokumentasi pribadi
Tabel 3.1 Tabel alat bahan pengukuran kemiringan lahan menggunakan abney level
Sumber: Data diolah, 2021

3.1.2 Pengambilan Sampel Tanah


Tabel 3.2 Alat dan bahan pengambilan sampel tanah
No. Alat dan Kegunaan Gambar
Bahan
1. Ring silinder Sebagai tempat dari
sampel tanah

Gambar 3.9 Ring silinder


Sumber: Dokumentasi pribadi
2. Auger soil Sebagai alat untuk
sampler mempermudah dalam
pengambilan sampel
tanah Gambar 3.10 Auger soil sampler
Sumber: Dokumentasi pribadi
3. Handle Sebagai pegangan alat
ketika menggunakan
auger soil sampler
Gambar 3.11 Handle
Sumber: Dokumentasi pribadi
4. Sendok Sebagai pelengkap untuk
mempermudah
mengeluarkan sampel

Gambar 3.12 Sendok


Sumber: Dokumentasi pribadi
5. Sampel tanah Sebagai sampel tanah
yang akan diambil

Gambar 3.13 Sampel tanah


Sumber: Dokumentasi pribadi
Tabel 3.2 Alat dan bahan pengambilan sampel tanah
Sumber: Data diolah, 2021

3.1.3 Erodibiltias Tanah


Tabel 3.3 Alat dan bahan uji coba erodibilitas tanah
No. Alat dan Kegunaan Gambar
Bahan
1. Gelas beker Sebagai wadah untuk
menghomogenkan air dan
tanah

Gambar 3.14 Gelas beker


Sumber: Dokumentasi pribadi
2. Pengaduk Sebagai alat yang
membantu untuk mengaduk
atau menghomogenkan
sampel

Gambar 3.15 Pengaduk


Sumber: Dokumentasi pribadi
3. Gelas ukur Sebagai alat untuk
mengukur volume air

Gambar 3.16 Gelas ukur


Sumber: Dokumentasi pribadi
4. Sampel tanah Sebagai bahan yang
digunakan sebagai sampel
bahan percobaan

Gambar 3.17 Sampel tanah


Sumber: Dokumentasi pribadi
5. Penyangga Sebagai alat untuk
menyangga kerucut imhoff

Gambar 3.18 Penyangga


Sumber: Dokumentasi pribadi
6. Kerucut Imhoff Sebagai alat untuk
mengukur pengendapan
dari tanah

Gambar 3.19 Kerucut imhoff


Sumber: Dokumentasi pribadi
7. Air 900 ml Sebagai media pelarut bagi
sampel tanah

Gambar 3.20 Air


Sumber: Dokumentasi pribadi
Tabel 3.3 Alat dan bahan uji coba erodibilitas tanah
Sumber: Data diolah, 2021

3.1.4 Pengukuran Kemiringan Clinometer


Tabel 3.4 Alat dan bahan pengukuran kemiringan menggunakan clinometer
No. Alat dan Kegunaan Gambar
Bahan
1. Clinometer Sebagai alat untuk
mengukur ketinggian
suatu objek

Gambar 3.21 Clinometer


Sumber: Dokumentasi pribadi
2. Sedotan Sebagai bagian untuk
membidik objek

Gambar 3.22 Sedotan


Sumber: Dokumentasi pribadi
3. Busur derajat Sebagai bagian untuk
membaca besaran
sudut yang dibentuk

Gambar 3.23 Busur derajat


Sumber: Dokumentasi pribadi
4. Tali Seabgai bagian
penanda berapa
besaran sudut yang
dibentuk Gambar 3.24 Tali
Sumber: Dokumentasi pribadi
5. Penghapus Sebagai beban agar
tali tetap lurus
kebawah

Gambar 3.25 Penghapus


Sumber: Dokumentasi pribadi
6. Meteran Mengukur jarak titik
pembidik berdiri
dengan jarak objek
yang dibidik

Gambar 3.26 Meteran


Sumber: Dokumentasi pribadi
Tabel 3.4 Alat dan bahan pengukuran kemiringan menggunakan clinometer
Sumber: Data diolah, 2021

3.1.5 Alat Pelengkap dalam praktikum


Tabel 3.5 Alat pelengkap dalam praktikum
No. Nama Alat Kegunaan Dokumentasi
1. Alat tulis Sebagai alat untuk
melakukan
pencatatan

Gambar 3.27 Alat tulis


Sumber: Dokumentasi pribadi
2. Kalkulator Sebagai alat untuk
mempermudah
semua perhitungan

Gambar 3.28 Kalkulator


Sumber: Dokumentasi pribadi
3. Stopwatch Alat untuk
mengukur waktu

Gambar 3.29 Stopwatch


Sumber: Dokumentasi pribadi
Tabel 3.5 Alat pelengkap dalam praktikum
Sumber: Data diolah, 2021
3.2 Langkah Kerja Diagram Alir
3.2.1 Tahapan Penelitian
a. Pengambilan Sampel Tanah

Alat dan Bahan

Disiapkan
Alat

Dirangkai

Ring silinder

Dipasang pada handle pada


auger dan dikunci

Sampel tanah
Ditentukan tiitk pengambilannya

Auger soil sampler


Ditancapkan ke dalam tanah
tempat titik pengambilan
Auger soil sampler
Diputar kearah kanan hingga
masuk kedalam sekitar 5 cm

Auger soil sampler

Diangkat dari titik pengambilan

Auger soil sampler


Dibuka kemudian sampel
tanah diambil dari ring silinder
Ring silinder
Dilepaskan dari auger soil
sampler dan sampel tanah
dikeluarkan
Hasil
Gambar 3.30 Cara kerja pengambilan sampel tanah
Sumber: Data diolah, 2021
b. Pengukuran Erodibilitas Tanah

Alat dan Bahan

Disiapkan
Air
Sebanyak 900 ml dituang ke dalam
gelas beker
Sampel tanah
Sebanayak 100 ml dimasukkan
kedalam gelas beker

Pengaduk
Digunakan untuk
menghomogenkan tanah didalam
media pelarut air
Kerucut Imhoff
Disiapkan dengan diletakkan
dengan bantuan penyangga
Campuran tanah dan air

Dituangkan ke dalam kerucut


imhoff
Ditunggu selama 10
menit

Kerucut imhoff
Dicatat volume yang terukur

Hasil
Gambar 3.31 Cara kerja uji coba erodibilitas tanah
Sumber: Data diolah, 2021
3.2.2 Kemiringan Lereng
a. Clinometer

Alat dan Bahan

Disiapkan
Alat

Dirangkai

Titik pengamatan dan


objek yang dimati

Ditentukan

Pengamat Melakukan pengamatan dengan:


1. Memposisikan diri dibawah
lereng
2. Diukur tinggi mata pembidik ke
tanah
3. Dibidik kearah lereng atas
Sudut lereng
Dibaca melalui busur derajat

Hasil
Gambar 3.32 Cara kerja penggunaan clinometer
Sumber: Data diolah, 2021
b. Abney Level

Alat dan Bahan

Disiapkan
Pengamat
Memposisikan diri dibawah objek dan
membidik kearah lereng atas melalui
celah pada alat
Sekrup

Digerakkan hingga gelembung


nivo terlihat bergerak

Gelembung nivo Ditempatlan hingga berada di


tengah tengah tabung kaca tepat
berhimpit degan tanda garis pada
alat
Angka
Diamati berapa angka yang
ditunjukkan pada skala yang
ditunjuk olegh jarum skala dengan
Hasil kemiringan berbeda
Gambar 3.33 Cara kerja penggunaan abney level
Sumber: Data diolah, 2021
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum


a. Pengukuran Kemiringan Lahan
 Abney Level
Titik 1 (parkiran)
Sudut a = 3
Kelerengan = 8%
L=7m
Titik 2 (tangga lab)
Sudut a = 4
Kelerenegan = 5%
L=8m
Titik 3 (Gedung filkom)
Sudut a = 300
Kelerengan = 57%
L = 8,8 m
 Clinometer
Titik 1 (parkiran)
L = 11,9 m
X (sudut) = 3,5
Titik 2 (tangga lab)
L = 8,1 m
X = 4,5

b. Pengukuran tinggi gedung dengan abney level


Tinggi mata pengamat = 1,55 m
Alpha = 350
Tan Alpha = 0,7
Jarak = 9 m

C. Pengukuran erodibilitas tanah


V. Clay = 3,5 ml
V. Silt = 575 ml
V. Sand = 96,5 ml

D PERHITUNGAN
1. Perhitungan LS
a. Abney Level
- Titik 1
𝐿
𝐿𝑆 = ( 22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,065𝑠 2 )
7
𝐿𝑆 = ( 22)0,5 𝑥 (0,065 + 0,045 (8) + 0,065(8)2 )
𝐿𝑆 = 0,474
- Titik 2
𝐿 𝑚
𝐿𝑆 = ( ) 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,065𝑠 2 )
22
8 0,5
𝐿𝑆 = ( 22
) 𝑥 (0,065 + 0,045 (5) + 0,065(5)2 )
𝐿𝑆 = 0,272
- Titik 3
𝐿
𝐿𝑆 = ( 22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,065𝑠 2 )
8,8 0,5
𝐿𝑆 = ( 22
) 𝑥 (0,065 + 0,045 (57) + 0,065(57)2 )
𝐿𝑆 = 15,019
b. Clinometer
- Titik 1
LS = Tan X0 x 100%
LS = Tan 3,5 x 100%
LS = 6,12%
- Titik 2
LS = Tan X0 x 100%
LS = Tan 4,5 x 100%
LS = 7,87%
2. Tinggi Gedung
Tinggi Gedung = Tinggi mata pengamat +(tan alpha x jarak)
Tinggi Gedung = 1,55 + (tan 350 x 9)
= 1,55 + (0,7 x 9)
= 7,85 m
3. Erodibilitas
𝑉 𝑐𝑙𝑎𝑦 3,5 𝑚𝑙
% Clay = 𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 100% = 675 𝑚𝑙 𝑥 100% = 0,51 %
𝑉 𝑠𝑖𝑙𝑡 575 𝑚𝑙
% Silt = 𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 100% = 675 𝑚𝑙 𝑥 100% = 85,18 %
𝑉 𝑠𝑎𝑛𝑑 96,5 𝑚𝑙
% Sand = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 14,29 %
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 675 𝑚𝑙
Maka,
% 𝑆𝑖𝑙𝑡+% 𝑆𝑎𝑛𝑑
𝐸=
% 𝐶𝑙𝑎𝑦
85,18%+14,29%
𝐸= 0,51 %
𝐸 = 195,039

4.2 Analisa Data Hasil Praktikum


4.2.1 Erodibiltas Tanah
Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tekstur tanah, kandungan
bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah. Studi erodibilitas tanah sangat
penting sebab dengan mengetahui erodibilitas tanah kita akan mengetahui sifat fisik dan
kimia tanah tersebut. Untuk menentukan tingkat kecenderungan tanah untuk erosi, perlu
diketahui indeks erodibilitas tanah. Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu lalu sampel
tanahdiambil menggunakan auger soil sampler. Homogenkan sampel tanah dalam gelas
beker dengan bantuan air dan pengaduk dengan perbandingan air dan tanah sebesar 9:1.
Hasil homogenisasi kemudian dituang kedalam kerucut imhof dan ditunggu selama 10
menit. Data hasil praktikum, diketahui besar volume komponen tanah yang terbaca pada
kerucut imhoff. Komponen tanah tersebut adalah clay, silt dan sand. Clay berupa tanah
liat, silt adalah debu dan sand berupa pasir. Terdapat volume clay sebesar 3,5 ml, volume
debu adalah 575 ml dan volume pasir sebesar 96,5 ml. Lalu, dicari besar persen tiap
komponen tersebut dan nilai erodibilitas dihitung menggunakan persamaan E. Rumus
erodibilitas tanah dapat dihitung dengan menjumlahkan persentase debu dan pasir lalu
dibagi dengan persentasi liat. Perhitungan indeks erodibilitas tanah dari percobaan
didapatkan nilai erodibilitas sebesar 195, 039%
Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah untuk tererosi, semakin tinggi nilai
erodibilitas suatu tanah semakin mudah tanah tersebut tererosi. Erodibilitas tanah
dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan permeabilitas.
klasifikasi nilai K tanah akan berada pada harkat atau kelas yang berbeda. Kelas tersebut
diantaranya sangat rendah (0-0,1), rendah (0,11-0,21), sedang (0,22-0,32), agak tinggi
(0,33-0,44), tinggi (0,45-0,55) dan sangat tinggi (0,56-0,64). Berdasarkan klasifikasi
tersebut dapat diketahui bahwa erodibilitas tanah pada percobaan yaitu sebesar 1,917
tidak termasuk pada kelas manapun dari klasifikasi nilai K tanah. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor sehingga jenis tanahnya tidak dapat diketahui. Faktor tersebut
diantaranya ialah adanya kesalahan pada saat pengambilan data di lapangan, dan juga
dapat disebabkan oleh kesalahan pada saat perhintungan. Tekstur tanah mempengaruhi
derajat perkolasi air ke dalam tanah dan stabilitas tanah. Tanah dengan kandungan pasir
semakin banyak, akan memiliki pori-pori tanah yang besar, sehingga memudahkan air
untuk mengalami infiltrasi dan perkolasi lebih cepat. Tanah semacam ini tidak rentan
terhadap aliran permukaan dan erosi (Ashari, 2013).

4.2.2 Kemiringan Lereng


Pada praktikum kemiringan lahan, terdapat tiga titik yang dijadikan titik
pemantauan. Titik yang pertama adalah parkiran belakang parkiran. Dengan
menggunakan abney level, diperoleh sudut α sebesar 3º dan 8% dengan jarak titik
pantau ke objek yang diamati adalah 7 m. Kemudian dihitung kemiringan lahannya (LS)
lalu didapatkan hasil 0,474%. Titik kedua adalah pada tangga lab. Jarak antara tangga
dengan titik pengamatan adalah sebesar 8 m. Sudut yang terbaca pada abney level
adalah 4º dan 5%. Kemudian dihitung kemiringan (LS) menggunakan rumus lalu
didapatkan hasil sebesar 0,276%. Titik ketiga adalah pada gedung filkom. Jarak antara
gedung dengan titik pengamatan adalah sebesar 8,8 m. Sudut yang terbaca pada abney
level adalah 30º dan 57%. Kemudian dihitung kemiringan (LS) menggunakan rumus lalu
didapatkan hasil sebesar 15,019%. Pengukuran kemiringan dengan menggunakan
clinometer menghasilkan hasil pembacaan pada alat yang hamper sama dengan abney
level, namun hasil perhitungan LS berbeda. Pada titik 1 diperoleh kemiringan sudut α
adalah 3,5º dengan jarak 11,9 m. Kemudian perhitungan dengan rumus LS adalah
6,12%. Pada titik 2, kemiringan sudut α 4,5º dengan jarak 8,1 m. Kemudian perhitungan
dengan rumus LS adalah 7,87 %
Menurut Alhakim (2013), pembangunan perumahan dan pemukiman harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan, salah satunya harus memperhatikan
kemiringan lereng yang ada. Kemiringan lereng dibagi menjadi beberapa kelas yaitu
datar (0-8 %), landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-45 %), dan sangat
curam (≥ 45 %). Lahan yang diperbolehkan untuk berdirinya kawasan permukiman
adalah lahan yang memiliki topografi datar sampai bergelombang yakni lahan yang
memiliki kemiringan lereng 0-25 %. kemiringan lereng merupakan perbandingan antara
beda tinggi suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Tingkat kestabilan lereng rendah di
daerah penelitian memiliki jumlah skor 106 pada satuan medan Vsm1.V.B.Ac.
Keseimbangan lereng dapat terganggu akibat satuan medan berada di kemiringan 53%
dengan bentuk lereng variasi dan tekstur tanah geluh pasiran. Besar kemiringan suatu
lereng dapat dinyatakan dengan beberap asatuan yaitu dengan % dan derajat.
Pengukuran menggunakan abney level akan menghasilkan beberapa data seperti sudut
yang dibentuk dari pengamatan, panjang jarak pengamat dengan objek yang diukur dan
nilai s sebagai kelerengan. Variabel lainnya adalah konstanta m yang ditentukan
berdarkan nilai kelerengan yang didapatkan. Kemudian nilai kemiringan dinotasikan
dengan Ls.
4.3 Analisa Data Hasil Perhitungan
4.3.1 Kemiringan Lereng
Dalam perhitungan dapat dilihat bahwa kemiringan lereng dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Berdasarkan rumus dapat diketahui bahwa besar kemiringan lereng
akan berbanding lurus dengan persentase sudut dan juga jarak yang terukur antara
pengamat dan objek yang diamati. Semakin besar sudut dan jarak tersebut maka akan
semakin besar pula kemiringan lerengnya. Nilai kemiringan yang semakin besar akan
menunjukkan sifat kecuraman dari tanah tersebut, dimana semakin tinggi nilai
kemiringannya maka akan semakin curam bentuk muka tanah yang diamati. Persamaan
yang digunakan untuk menghitung kemiringan lereng adalah Ls = tan X˚ x 100%.
Dengan clinometer, terdapat dua titik pengamtan. Pada titik pertama didapatkan persen
kemiringan sebesar 6,12%. Sedangkan pada titik 2, besar persen kemiringan lahannya
adalah 7,87 %. Perhitungan terakhir adalah pengukuran tinggi gedung dengan abney
level. Persamaan yang digunakan adalah Tinggi Gedung = Tinggi Mata Pengamat + (Tan
α x Jarak). Dari persamaan tersebut, tinggi gedung yang terhitung 7,85 meter. Sleain itu,
dapat menggunakan perhitungan kemiringan lahan menggunakan abney level dapat
𝐿
dicari menggunakan persamaan Ls = ( )m x (0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2). Perhitungan
22
dengan menggunakan abney level dilakukan dari 3 titik pengamatan yaitu di parkiran,
tangga lab dan gedung filkom. Pada titik pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut
sebesar 0,474%, 0,272%, dan 15,019%
Kondisi yang terjadi dapat di analisis melalui perhitungan analisis kestabilan lereng
dengan menggunakan metode-metode tertentu untuk mencari faktor keamanan pada
lereng tersebut. Kemiringan lereng merupakan faktor yang perlu diperhatikan, sejak dari
penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta
pengawetan lahan. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu
atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai
kemiringan >15% dengan curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan longsor tanah.
Lereng yang semakin curam dan semakin panjang akan meningkatkan kecepatan aliran
permukaan dan volume air permukaan semakin besar, sehingga benda yang bisa
diangkut akan lebih banyak. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi
pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras (Turangan dan Sartje, 2014).

4.3.2 Erodibilitas Tanah


Pada penelitian yang dilaksanakan sudah sesuai dengan literatur, dimana rumus
yang digunakan yaitu menjumlahkan persentase debu dan pasir lalu dibagi dengan
persentasi liat. Dapat dilihat dari perhitungan bahwa besarnya nilai erodibilitas
dipengaruhi oleh 3 faktor. Semakin besar nilai persentase debu dan pasir, maka nilai
erodibilitas akan semakin besar. Sebaliknya, nilai erodibilitas akan semakin kecil apabila
persentase tanah liat dalam tanah tersebut semakin besar. Besar erodibilitas tanah pada
% 𝑆𝑖𝑙𝑡+% 𝑆𝑎𝑛𝑑
praktikum dapat dicari menggunakan persamaan E yaitu E = % 𝐶𝑙𝑎𝑦
. Besar persen
ini dicari setelah mendapatkan nilai volume dari setiap kandungan silt, sand dan clay.
Total volume secara keseluruhan sebesar 675ml dengan rincian 3,5 clay, 575 untuk silt
dan 96,5 untuk sand. Untuk menentukan tingkat kecenderungan tanah untuk erosi, perlu
diketahui indeks erodibilitas tanah. Untuk % dari clay, silt dan sand secara berturt-turut
sebesar 0,51 %; 85,18 % dan 14,29 %. Rumus erodibilitas tanah dapat dihitung dengan
menjumlahkan persentase liat dan debu lalu dibagi dengan persentasi pasir. Perhitungan
indeks erodibilitas tanah adalah sebagai berikut:
% 𝑆𝑖𝑙𝑡+% 𝑆𝑎𝑛𝑑
𝐸= % 𝐶𝑙𝑎𝑦
85,18%+14,29%
𝐸= 0,51 %
𝐸 = 195,039
Dalam nilai absolut, semakin besar nilai r maka keeratan hubungan antar variabel
makin besar dan sebaliknya. Nilai positif (+) atau nilai negatif (-) dari hasil korelasi
tersebut menandakan arah hubungan antar fraksi tanah dengan sifat tanah (kadar air
tanah, erodibilitas tanah atau kapasitas tukar kation tanah) yang berbanding lurus atau
berlawanan. Nilai signifikansi (nilai p) menyatakan bahwa hubungan fraksi dengan sifat
tanah sangat linier. Apabila nilai p < 0,05 maka tingkat kesalahan dari korelasi fraksi
tanah dengan sifat tanah tersebut kecil, atau peluang kebenarannya besar yang
menunjukkan bahwa benar-benar berkorelasi secara lenier. Kandungan bahan organik
tanah sangat berpengaruh terhadap nilai IE, sedangkan nilai IE tidak dapat ditunjukkan
hanya dengan permeabilitas tanah. IE disini merupakan lambang dari besar nilai
erodibilitas tanah. Di samping itu, juga dilakukan analisis Step Wise untuk mengetahui
fraksi mana yang paling berpengaruh terhadap suatu sifat tanah seperti : kadar air tanah,
erodibilitas tanah dan kapasitas tukar kation tanah. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya erosi seperti: erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan
lereng, vegetasi dan manusia. Dari enem faktor tersebut salah satu faktor penyebab
terjadinya erosi tanah adalah erodibilitas tanah. Erodibilitas tanah adalah daya tahan
tanah terhadap proses penguraian dan pengangkutan oleh tenaga erosi. Erodibilitas
tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tekstur tanah, kandungan bahan organik,
struktur tanah dan permeabilitas tanah. Studi erodibilitas tanah sangat penting sebab
dengan mengetahui erodibilitas tanah kita akan mengetahui sifat fisik dan kimia tanah
tersebut (Soniari, 2016).
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Praktikum Teknik konservasi lingkungan materi 1 membahas terkait identifiaksi sifat fisik
lahan melalui pengukuran erodibilitas tanah dan kemiringan lereng. Tujuan praktikum kali ini
ialah agar mahasiswsa mampu menghitung indeks erodibilitas tanah dengan rumus K, agar
mahasiswa mampu mengetahui cara pengambilan sampel tanah dengan menggunakan
auger soil sampel, agar mahasiswa mampu menentukan besarnya kemiringan lahan dan
mengukur ketinggian lahan dengan menggunakan alat abney level dan clinometer. Serta
mahasiswa mampu membandingkan hasil pengukuran sudut lereng dengan berbagai alat.
Untuk menentukan sifat fisik lahan, dapat dilihat kemiringan dan erodibilitasnya. Kemiringan
lahan dapat diukur dengan menggunakan abney level dan klinometer. Sedangkan
erodibilitas tanah dapat diukur dengan menggunakan auger soil sampler dan ring sampler
kemudian dihitung dengan rumus. Data hasil praktikum, diketahui besar volume komponen
tanah yang terbaca pada kerucut imhoff. Komponen tanah tersebut adalah clay, silt dan
sand. Clay berupa tanah liat, silt adalah debu dan sand berupa pasir. Terdapat volume clay
sebesar 3,5 ml, volume debu adalah 575 ml dan volume pasir sebesar 96,5 ml. Lalu, dicari
besar persen tiap komponen tersebut dan nilai erodibilitas dihitung menggunakan
persamaan E. Rumus erodibilitas tanah dapat dihitung dengan menjumlahkan persentase
debu dan pasir lalu dibagi dengan persentasi liat. Perhitungan indeks erodibilitas tanah dari
percobaan didapatkan nilai erodibilitas sebesar 195, 039%

5.2 Saran
Praktikum dilaksanakan dengan lancar dan baik. Sebaiknya video praktikum bisa dibuat
lebih detail lagi agar praktikan dapat lebih banyak menyerap ilmu ketika menyimak video
praktikum. Dalam pengambilan sampel tanah dengan auger soil sampler dan ring sampler
diperlukan kesabaran karena tanah yang digali tidak boleh ada batu dibawahnya sehingga
harus dilakukan penggalian ulang dilokasi berbeda setiap ada batu. Semoga ilmu yang
diberikan asisten dapat membuat kami praktikan lebih faham lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Anasiru, Rahmat Hanif. 2015. Perhitungan Laju Erosi Metode Usle untuk Pengukuran Nilai
Ekonomi Ekologi di Sub DAS Langge, Gorontalo. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian 18(3): 273-289
Andrian, Supriadi, Purba Marpaung. 2014. Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan
Lereng terhadap Produksi Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong
PTPN III Tapanuli Selatan. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(3): 981 – 989
Ashari, Arif. 2013. Kajian Tingkat Erodibilitas Beberapa Jenis Tanah di Pegunungan
Baturagung Desa Putat dan Nglanggeran Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul.
Informasi 1(2): 23-31
Ayuningtyas, Efrinda Ari, Ainul Fahmi Nur Ilma, dan Rindhang Bima Yudha. 2018. Pemetaan
Erodibilitas Tanah dan Korelasinya Terhadap Karakteristik Tanah di Das Serang,
Kulonprogo. Jurnal Nasional Teknologi Terapan 2(1): 37 – 46
Faridlah, Mela. 2016. Studi Karakteristik Tanah Residual Vulkanik Berdasarkan Sifat
Magnetik dan Sifat Keteknikan Tanah (Studi kasus daerah Longsor desa langen sari
kabupaten Bandung Barat). Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia
Kurnia Undang, Fahmuddin Agus, Abdurrachman Adimihardja, Ai Dariah. 2011. Sifat Fisik
Tanah dan Metode Analisisnya. Irsal Las. Departemen Pertanian
Manurung, Ridho, Niken Silmi, dan Noegroho Djarwati. 2016. Analisis Stabilitas Lereng
Berdasarkan Hujan 3 Hari Berurutan di Das Tirtomoyo (Studi Kasus Desa Damon,
Hargorejo, Wonogiri) Jurnal Matriks 2(3): 97-107
Mardiatmoko, Gun, Pieterzs dan Boreal. 2014. Ilmu Ukur Kayu dan Invetarisasi Hutan.
Ambon: Badan Penerbit Fakultas Pertanianuniversitas Pattimura
Nurana. 2014. Enumerasi Jamur di Tanah Gambut Pada Beberapa Macam Tipe
Penggunaan Lahan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim. Riau
Pangemanan, Violetta Gabriella Margaretha, A.E Turangan, dan O.B.A Sompie. 2014.
Analisis Kestabilan Lereng Dengan Metode Fellenius (Studi Kasus: Kawasan
Citraland). Jurnal Sipil Statik 2(1): 37-46
Pitaloka, Inneke Astrid, Andri Suprayogi dan Arief Laila Nugraha. 2018. Identifikasi Daerah
Rawan Longsor dengan Menggunakan Metode Smorph dan SIG (Studi Kasus :
Kecamatan Semarang Barat). Jurnal Geodesi 7(4): 30-46
Sandrawati, Apong, Ade Setiawan, dan Gilang Kesumah. 2016. Pengaruh Kelas Kemiringan
Lereng dan Penggunaan Lahan Terhadap Sifat Fisik Tanah di Kawasan Penyangga
Waduk Cirata Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat. Soilrens 14(1): 34-
45
Santoso, Anton. 2019. Erodibilitas Tanah di Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi Propinsi
Jawa Timur. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Santoso, Avianta Anggoro, Arief Laila Nugraha ,dan Arwan Putra Wijaya. 2014. Analisis
Ancaman Bencana Erosi pada Kawasan DAS Beringin Kota Semarang Menggunakan
Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi 3(4): 60-73
Simanjuntak, Hengki, Hendrayanto dan Nining Puspaningsih. 2017. Modifikasi Metode
Perhitungan Faktor Topografi Menggunakan Digital Elevation Model (DEM) dalam
Menduga Erosi. Jurnal Media Konservasi 22(3): 242-251
Suhanto, 2019. Prototype Clinometer Digital Sebagai Alat Kalibrasi Sudut Precision
Approach Path Indicator. Jurnal Penelitian 2(3): 8-15
Sulistyaningrum, Dina, Liliya Dewi Susanawati, dan Bambang Suharto. 2014. Pengaruh
Karakteristik Fisika-Kimia Tanah Terhadap Nilai Indeks Erodibilitas Tanah dan Upaya
Konservasi Lahan. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2(3): 38-46
Syah, Mega Wahyu, dan Teguh Hariyanto. 2013. Klasifikasi Kemiringan Lereng dengan
Menggunakan Pengembangan Sistem Informasi Geografis sebagai Evaluasi
Kesesuaian Landasan Pemukiman Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang dan
Metode Fuzzy (Studi Kasus: Donggala, Sulawesi Tengah). Jurnal Teknik Pomits
10(10): 45-60
Winandra, Anggini. 2017. Pengembangan Media Pembelajaran Beda Tinggi Menggunakan
APP Inventor pada Mata Kuliah Geomatika I. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta
Yumai, Yanuarius, Sonny Tilaar, dan Vicky H. Makarau. 2019. Kajian Pemanfaatan Lahan
Permukiman Di Kawasan Perbukitan Kota Manado. Jurnal Spasial 6(3): 24-35
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Alhakim, Euis Etty. 2013. Pengaruh Kestabilan Lereng Terhadap Kerentanan Gerakan
Massa Tanah di Sub DAS Progo Hulu Kabupaten Temanggung. Jurnal Teknik
Pengairan 2(1):26-27
Ashari, Arif. 2013. Kajian Tingkat Erodibilitas Beberapa Jenis Tanah di Pegunungan
Baturagung Desa Putat dan Nglanggeran Kecamatan Patuk Kabupaten
Gunungkidul. Jurnal Informasi, 1(13): 45-62
Soniari, Nengah. 2016. Korelasi Fraksi Partikel Tanah dengan Kadar Air Tanah, Erodibilitas
Tanah dan Kapasitas Tukar Kation Tanah pada Beberapa Contoh Tanah di Bali.
Skripsi. Universitas Udayana. Bali
Turangan, Octovian Cherianto Parluhutan Rajagukguk, dan Sartje Monintja. 2014. Analisis
Kestabilan Lereng dengan Metode Bishop (Studi Kasus: Kawasan Citraland
Sta.1000m). Jurnal Sipil Statik 2(3): 139-147
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
DATA HASIL PRAKTIKUM
ACC (15/9/2021)
Pengukuran Kemiringan Lahan

Abney Level

Titik 1 (parkiran)

Sudut a = 3

Kelerengan = 8%

L=7m

Titik 2 (tangga lab)

Sudut a = 4

Kelerenegan = 5%

L=8m

Titik 3 (Gedung filkom)

Sudut a = 300

Kelerengan = 57%

L = 8,8 m

Clinometer

Titik 1 (parkiran)

L = 11,9 m

X (sudut) = 3,5

Titik 2 (tangga lab)

L = 8,1 m

X = 4,5

Pengukuran tinggi gedung dengan abney level

Tinggi mata pengamat = 1,55 m

Alpha = 350

Tan Alpha = 0,7

Jarak = 9 m

Pengukuran erodibilitas tanah

V. Clay = 3,5 ml

V. Silt = 575 ml
V. Sand = 96,5 ml

PERHITUNGAN

4. Perhitungan LS
c. Abney Level
- Titik 1
𝐿
𝐿𝑆 = ( 22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,065𝑠 2 )
7 0,5
𝐿𝑆 = ( ) 𝑥 (0,065 + 0,045 (8) + 0,065(8)2 )
22
𝐿𝑆 = 0,474
- Titik 2
𝐿
𝐿𝑆 = ( )𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,065𝑠 2 )
22
8 0,5
𝐿𝑆 = ( 22
) 𝑥 (0,065 + 0,045 (5) + 0,065(5)2 )
𝐿𝑆 = 0,272
- Titik 3
𝐿
𝐿𝑆 = ( 22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,065𝑠 2 )
8,8 0,5
𝐿𝑆 = ( 22
) 𝑥 (0,065 + 0,045 (57) + 0,065(57)2 )
𝐿𝑆 = 15,019
d. Clinometer
- Titik 1
LS = Tan X0 x 100%
LS = Tan 3,5 x 100%
LS = 6,12%
- Titik 2
LS = Tan X0 x 100%
LS = Tan 4,5 x 100%
LS = 7,87%
5. Tinggi Gedung
Tinggi Gedung = Tinggi mata pengamat +(tan alpha x jarak)
Tinggi Gedung = 1,55 + (tan 350 x 9)
= 1,55 + (0,7 x 9)
= 7,85 m
6. Erodibilitas
𝑉 𝑐𝑙𝑎𝑦 3,5 𝑚𝑙
% Clay = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 0,51 %
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 675 𝑚𝑙
𝑉 𝑠𝑖𝑙𝑡 575 𝑚𝑙
% Silt = 𝑥 100% = 𝑥 100% = 85,18 %
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 675 𝑚𝑙
𝑉 𝑠𝑎𝑛𝑑 96,5 𝑚𝑙
% Sand = 𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 100% = 675 𝑚𝑙 𝑥 100% = 14,29 %
Maka,
% 𝑆𝑖𝑙𝑡+% 𝑆𝑎𝑛𝑑
𝐸= % 𝐶𝑙𝑎𝑦
85,18%+14,29%
𝐸= 0,51 %
𝐸 = 195,039

Anda mungkin juga menyukai