Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK KONSERVASI LINGKUNGAN


Identifikasi Sifat Fisik Lahan

DISUSUN OLEH :

NAMA : Dhanu Kusuma Farobby

NIM : 185100907111007

KELOMPOK : O4

ASISTEN : Adinda Astika W. Nurul Fatmadhani


Ahmad Raihan D. Rafaela Xaviera
Fariska Vera Imanda Reynold Tantra Tan
Nina Wahyuwardani Samella Eunice
Nur Alfian Xavier Adli

LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengolahan tanah dapat menciptakan media yang baik bagi perkembangan akar,
meningkatkan porositas dan kegemburan tanah dan hal tersebut berpengaruh terhadap
kerapatan isi tanah dan kekerasan tanah. Tetapi pengolahan tanah secara berlebihan yang
dilakukan secara terus menerus selama jangka waktu yang panjang dapat memacu
pelapukan dan pelindihan tanah yang tinggi sehingga mengakibatkan tingkat kesuburan
lahan pertanian kering menjadi rendah, khususnya wilayah tropika basah. Pada lahan yang
diolah secara berlebihan akan menyebabkan tanah mengalami pemadatan dan menjadi
rawan terhadap erosi dan dapat menyebabkan hilangnya bahan organik.
Bahan organik merupakan pembentuk granulasi tanah dan sangat penting dalam
pembentukan agregat tanah yang stabil. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang
sebelumnya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara
vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga
aliran permukaan dan erosi diperkecil. Begitu pula dengan ruang pori tanah menjadi
bertambah.
Pengolahan tanah dapat merusak agregasi tanah dan meningkatkan degradasi bahan
organik. Oleh karena itu sangat diperlukan tindakan perbaikan atau rehabilitasi tanah untuk
memperbaiki serta mempertahankan kesuburan tanah. Upaya tersebut antara lain dapat
dilakukan dengan cara: (1) penggunaan mulsa sisa tanaman, (2) penggunaan bahan
organik, dan (3) olah tanah konservasi.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui cara pengambilan sampel tanah dengan menggunakan
Auger Soil Sampel
b. Mahasiswa mampu menentukan besarnya kemiringan lahan dan mengukur
ketinggian lahan dengan menggunakan alat Abney Level dan Clinometer
c. Mahasiswa mampu membandingkan hasil pengukuran sudut lereng dengan berbagai
alat
d. Mahasiswa mampu menghitung indeks erodibilitas tanah dengan rumus K
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiringan Lereng


Kemiringan lereng merupakan faktor yang perlu diperhatikan, sejak dari penyiapan
lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan
lahan. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-
lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan >15% dengan
curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan longsor tanah. kemiringan lereng merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan mulai sejak dari penyiapan lahan pertanian.
Dimana lereng yang semakin curam dan semakin panjang akan meningkatkan besarnya
erosi, jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga
daya angkutnya juga meningkat. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi
pada kemiringan lahan adalah dengan cara pembuatan teras (Adrian et al, 2014).
Kemiringan lereng merupakan unsur topografi yang berpengaruh terhadap aliran
permukaan dan erosi. Semakin curam lereng, erosi dan aliran permukaan yang terjadi
semakin besar. Begitu juga dengan kandungan bahan organik. Semakin curam lereng,
kandungan bahan organiknya juga semakin rendah. Erosi dan aliran permukaan maupun
bawah tanah yang menuruni lereng menyebabkan terjadinya perusakan agregat. Perusakan
agregat tanah akibat erosi menyebabkan sebagian besar pori tanah tertutup oleh butir-butir
tanah yang halus dan dengan demikian porositasnya menurun dan daya infiltrasi menurun
(Marpaung dan Refliaty, 2010).

2.1.2 Kelas Kemiringan Lereng


Kelas lereng terdiri dari 3 posisi lereng, yaitu lereng atas, lereng tengah, dan
lereng bawah. Kemudian ketiga posisi lereng tersebut diambil ulangan sebanyak 3 kali.
Klasifikasi suatu lereng berdasarkan posisinya terdapat lima satuan lereng, yaitu: puncak
lereng (ridge crest), lereng atas (upper slope), lereng tengah (mid slope), lereng bawah
(lower slope), dan kaki lereng (foot slope). Dalam mengklasifikasikan lereng seperti di atas
diperlukan adanya kriteria pembagian yang jelas. Pada tahun 1972 Young telah
mengusulkan tiga kriteria yang harus dipakai yaitu patahan lereng (break of slope),
perubahan lereng (change of slope), dan pembalikan lereng (inflection) (Yuliana et al, 2015).
Kelas kemiringan lereng merupakan faktor lain yang mempengaruhi keadaan
tanah selain jenis penggunaan lahan. Lereng merupakan salah satu faktor penting dalam
pertimbangan pengelolaan lahan karena dapat berpengaruh 2 terhadap erosi, pembentukan
tanah dan sifat-sifat tanah, baik fisik, biologi dan kimia. Erosi akan meningkat apabila lereng
semakin curam. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnya
lereng juga memperbesar energi angkut air. Hal ini disebabkan gaya berat yang semakin
besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal, sehingga
lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin banyak. Sifat-sifat tanah yang dipengaruhi
oleh lereng adalah ketebalan dan kandungan bahan organik, kedalaman solum, warna
kandungan air, tingkat kemasaman pH, kejenuhan basa (Firmansyah, 2014).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiringan Lereng


Bobot volume pada penggunaan lahan hutan, kebun karet, kebun sawit dan kebun
campuran pada lereng 0-8%, 8-15%, 15-20% dapat dilihat semakin meningkat. Hal ini
disebabkan semakin curam lereng maka semakin besar erosi yang terjadi dan semakin
banyak hilangnya bahan organik pada lapisan atas menyebabkan tanah semakin padat
sehingga Bobot volume semakin tinggi. Nilai Bobot volume dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur,
struktur dan kandungan air tanah. (Marpaung dan Refliaty, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya erosi pada tanah dapat dilihat dari
curah hujan, tipe sedimen, tipe batuan, kemiringan dan panjang lereng, tutupan vegetasi
lahan dan tata guna lahan oleh manusia. Umumnya wilayah dengan curah hujan dan
frekuensi yang tinggi sangat rentan dengan erosi seperti Indonesia yang memiliki iklim
dengan curah hujan yang tinggi. Kemiringan dan panjang lereng merupakan faktor yang
memiliki pengaruh besar terhadap erosi. Pada umumnya erosi tanah banyak terjadi di lahan
miring daripada di lahan datar. Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan limpasan air.
Semakin curam suatu lereng maka kecepatan aliran semakin besar, sehingga semakin
singkat kesempatan air untuk menyerap kedalam tanah. Panjang lereng mempengaruhi
besarnya limpasan permukaan. Semakin panjang suatu lereng maka semakin besar
limpasan sehingga akan mengakibatkan erosi yang besar (Manjorang, 2012).

2.1.4 Abney Level dan Clinometers


Klinometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur ketinggian suatu
objek dengan memanfaatkan sudut elevasi. Klinometer bisa digunakan untuk menentukan
tinggi matahari awal waktu Dzuhur dan Ashar. Namun di era modern ini, alat-alat yang
digunakan untuk menghitung tinggi matahari sudah semakin berkembang. Untuk
menghasilkan tinggi matahari yang akurat, perlu ditunjang dengan alat yang mempunyai
ketelitian tinggi pula, seperti Theodolite. Sayangnya, alat ini terlalu mahal dan kurang praktis
jika digunakan oleh masyarakat. Klinometer adalah sebuah alat yang sederhana, dimana
penggunaannya pun sangat praktis yaitu arahkan ujung klinometer pada objek, lihat pada
skala berapa benang terjatuh, dan hasilnya akan langsung terbaca pada busur derajat dalam
klinometer (Ariyanti, 2017).
Lereng suatu DAS mempengaruhi kecepatan dan tenaga aliran permukaan dan
tenaga mengerosi. Pengukuran lereng dilapangan dapat menggunakan abney level atau
clinometer. Abney level dan clinometer digunakan untuk mendapatkan data kemiringan
lereng. Dalam membuat peta kelerengan dapat digunakan beberapa metode dan
pendekatan salah satunya adalah Interpretasi Foto Udara. Penentuan kelas lereng melalui
interpretasi foto udara dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip fotogrametri
ditambah dengan pengecekan lapangan (ground check), antara lain mengadakan
pengukuran sudut kemiringan lereng yang dominan diberbagai lokasi dilapangan,
selanjutnya menandai pada pasangan stereo foto udara, dan menggambar batas batas kelas
lerengnya (Primanggara dan Suprapto, 2014).
Pengukuran klinometer digunakan untuk mengukur sudut vertikal. Karena beda
tinggi antara dua titik dapat dihitung apabila diketahui jarak 57 dan sudut vertikal antara dua
titik tersebut. Pengukuran jarak menggunakan pita ukur, sehingga pada pengukuran
klinometer alat utamanya adalah abney level dan alat bantu pengukuran adalah pita ukur.
(Winandra, 2017).

Gambar 2.1.4 Abney Level (Winandra, 2017).


2.2 Metode Perhitungan Kemiringan Lereng
Laju sedimentasi erat kaitannya dengan laju erosi, sebelum memperoleh laju sedimentasi
akan diperhitungkan nilai erosinya, pada penelitian yang dikerjakan metode yang digunakan
untuk menentukan laju sedimentasi berdasarkan fungsi erosi. Perhitungan erosi yang
digunakan yaitu menggunakan metode universal soil loss equation (USLE). Metode USLE
merupakan perhitungan prediksi erosi yang berdasarkan beberapa faktor yaitu indeks
erosivitas hujan (R), indeks erodibilitas tanah, indeks tata guna lahan (CP), dan kemiringan
dan panjang lereng (LS). Analisis potensi bahaya erosi menggunakan pengembangan dari
rumus USLE oleh Wischmeier dan Smith (1978).Formulasi USLE adalah sebagai berikut: A
= R x K x L x S x C x P. (1) Ket: A = Laju erosi tanah (ton/ha/tahun) R = Indeks erosivitas
hujan K = Indeks erodibilitas tanah L = Indeks panjang lereng S = Indeks kemiringan lereng
C = Indeks penutupan vegetasi P = Indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi tanah
(Yusuf et al, 2018).

2.3 Erodibilitas Tanah


Erodibilitas tanah merupakan faktor yang menentukan kehilangan tanah. Melalui
erodibilitas tanah, laju erosi dapat diperkirakan dengan karakteristik tanah. Erodibilitas tanah
sangat tergantung pada sifat fisik tanah, tekstur, dan konsistensi tanah. Selain itu,
kandungan bahan organik juga mempengaruhi tingkat kepekaan tanah. Panjang lereng dan
kemiringan lereng juga mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan intensitas
erosi. Semakin panjang lereng, volume air yang berakumulasi di atasnya juga akan besar
dan kemudian akan turun dengan kecepatan dan volume yang meningkat (Rahmayati,
2018). Tanah-tanah bagian bawah lereng akan mengalami erosi yang cukup besar dari
tanah-tanah di bagian atas lereng, karena semakin ke bawah, air yang berkumpul semakin
banyak dan kecepatan aliran juga akan semakin meningkat, sehingga daya erosi semakin
besar (Siswandana et al, 2020).
Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah terhadap daya yang menghancurkan dan
penghayutan oleh air hujan. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tekstur
tanah, kandungan bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah. Bahan organik
terbentuk dari sisasisa jasad hidup dan sisa-sisa tanaman. Bahan organik mampu mengikat
butir-butir tanah menjadi satu kesatuan agregat tanah yang kuat. Oleh sebab itu tanah yang
banyak mengandung bahan organik akan tahan terhadap kikisan air permukaan, maupun
pukulan langsung air hujan (Kalaati et al, 2019).

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah


Sifat tanah yang menentukan erodibilitas (mudah atau tidaknya tanah tererosi)
ialah permeabilitas tanah, tekstur tanah, bahan organik, dan struktur tanah. Karakteristik
tanah merupakan faktor yang sangat perlu dilihat secara mendetail lagi, mengingat bahwa 4
karakteristik lahan tersebut menentukan erodibilitas tanah di daerah penelitian. Tingkat
erodibilitas ditentukan oleh 4 karakteristik tanah yaitu: a) Tekstur tanah (lempung berdebu),
b) Bahan organik (2,96-7,6), c) Struktur tanah daerah penelitian adalah (remah) d)
Permeabilitas (0,07-2,38 Cm/jam) (Siswandana et al, 2020).
Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tekstur tanah, kandungan bahan
organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah. Bahan organik terbentuk dari sisasisa jasad
hidup dan sisa-sisa tanaman. Bahan organik mampu mengikat butir-butir tanah menjadi satu
kesatuan agregat tanah yang kuat. Oleh sebab itu tanah yang banyak mengandung bahan
organik akan tahan terhadap kikisan air permukaan, maupun pukulan langsung air hujan
(Kalaati et al, 2019).
2.3.2 Metode Perhitungan Indeks Erodibilitas Tanah
Menurut Kalaati et al (2019), erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah
terhadap daya yang menghancurkan dan penghayutan oleh air hujan. Erodibilitas tanah
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tekstur tanah, kandungan bahan organik, struktur tanah
dan permeabilitas tanah. Penentuan erodibilitas tanah adalah berdasarkan analisis tekstur
tanah, permeabilitas, kandungan bahan organik dan struktur tanah, untuk analisis tekstur
meliputi persentase debu, pasir dan liat dengan menggunakan persamaan Wischmeier dan
Smith (1978), sebagai berikut :
100K=2,1M1.14(10-4 )(12-a) + 3,25 (b-a) + 2,5(c-3)
Keterangan :
K = Erodibilitas tanah
M =Ukuran partikel (% debu +% pasir halus) (100-% liat)
a = Persen bahan organik
b = Kelas struktur tanah (1, 2, 3, 4)
c = Kelas permeabilitas tanah (6, 5, 4, 3, 2, 1)
Menurut Pahlevi et al (2018), perhitungan dilakukan dengan menggunakan
persamaan Wescheimer dari hasil observasi dan pengambilan data dilapangan. Untuk
mendapatkan nilai Indeks Erodibilitas (K), terlebih dahulu mencari nilai OM, S, P dan M
dengan melakukan pengujian pada sampel tanah yang diambil. Prosedur pengambilan data
dan penentuan lokasi penelitian berkoordinasi dengan engineer dan supervisor Mine Plan
agar percobaan yang dilakukan sesuai dengan rencana.

𝑲 = { {𝟐. 𝟕𝟏 𝒙 𝟏𝟎−𝟒 (𝟏𝟐 − 𝑶𝑴) 𝑴𝟏,𝟏𝟒 + 𝟑. 𝟐𝟓 (𝑺 − 𝟐) + 𝟐, 𝟓 (𝑷 − 𝟑)} 𝟏𝟎𝟎 }

Keterangan :
K = erodibilitas tanah
OM = persen unsur organik
S = kode klasifikasi struktur tanah (granular, platy, massive, dll.)
P = permeabilitas tanah
M = persentase ukuran partikel

2.4 Metode Pengambilan Sampel Tanah


Ada beberapa metode untuk melaksanakan pengeboran di lapangan. Salah satu yang
paling sederhana adalah dengan menggunakan auger. Ada juga pengeboran dengan system
putar (rotaring drilling). Kemudian ada juga pengeboran system cuci (washing boring) dan
pengeboran sistem tumbuk (percussion drilling). Untuk pengambilan sampel tanah dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan menggunakan alat split spoon standard,
dengan tabung berdinding tipis dan pengambilan sampel tanah dengan alat piston (Sitohang,
2010).
Menurut Josep (2011), ada beberapa metode untuk melaksanakan pengeboran di
lapangan. Salah satu yang paling sederhana adalah dengan menggunakan auger soil
sample. Ada juga pengeboran dengan sistem putar (rotary drilling). Kemudian ada juga
pengeboran sistem cuci (washing boring) dan pengeboran sistem tumbuk (percussion
drilling). Untuk pengambilan sampel tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
dengan menggunakan alat split spoon standard, dengan tabung berdinding tipis dan
pengambilan sampel tanah dengan alat piston.

2.4.1 Auger Soil Sample


Bor auger dilakukan untuk mendapatkan keterangan mengenai tanah, jenisnya,
sifat-sifat dan keadaan tanah itu sendiri. Pemboran dangkal (kurang dari 10 meter). Bor
tangan ini dilakukan dengan berbagai macam jenis ujung bor bagian bawah dan stang bor.
Bagian atasnya terdiri dari stang berbentuk T guna gari atas berbentuk T adalah untuk
memudahkan penggunaan auger dengan cara memutar stang bor saat pengambilan sampel
tanahSifat fisik dan kimia tanah untuk mengetahui karakteristik material tanah, menganalisis
penyebaran logam berat serta merencanakan penanggulangan pencemar logam berat pada
kawasan tersebut. Sampel tanah diperoleh berdasarkan hasil pengeboran menggunakan
auger soil sample (bor auger) pada kedalaman 0 – 40 cm, dengan berat sampel tanah tailing
±1 kg. Parameter kesuburan tanah seperti KTK, pH, C-Organik, Ca, Mg, K, dan Na,
digunakan untuk menganalisis sifat kimia tanah. Untuk analisis sifat fisik tanah
menggunakan parameter berupa ukuran butir tanah untuk mengetahui tekstur tanah dan
permeabilitas tanah untuk mengetahui daya serap air pada tanah. Pengujian laboratorium
untuk konsentrasi logam berat pada sampel tanah menggunakan metode ICP-OES. Untuk
analisis penyebaran logam-logam berat yang ada pada tanah tailing berupa As, Cu, Cd, Cr
Pb menggunakan geostastistik dengan metoda ordinary kriging (Yanti, 2019).

Gambar 2.4.1 Auger Soil Sample (Sailon et al, 2017).


BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Kemiringan Lereng
a. Abney Level : digunakan untuk mengetahui ketinggian (derajat dan persen)
- Sekrup pemutar nivo : untuk mengatur gerak busur dan nivo
- Lensa : untuk melihat kemiringan lensa
- Teropong : untuk melihat kedudukan objek
- Nivo : untuk mengetahui kedudukan horizontal
- Busur derajat : untuk menunjukkan kemiringan
- Busur skala : untuk menunjukkan skala
b. Klinometer : digunakan untuk mengetahui ketinggian (derajat)
c. Meteran : digunakan untuk mengukur jarak dan tinggi mata pengamat
d. Rambu : digunakan untuk mengetahui ketinggian
e. Alat tulis : digunakan untuk menulis data pengukuran
f. Kalkulator : digunakan untuk menghitung data

3.1.2 Pengambilan Sampel Tanah


a. Auger Soil Sampler : untuk mengambil sampel tanah
b. Ring sampler : untuk tempat sampel tanah
c. Auger : untuk mempermudah menancapkan alat ke tanah
d. Handle : untuk peganngan alat
e. Tanah : untuk bahan perlakuan
f. Sendok : untuk mempermudah mengeluarkan sampel tanah

3.1.3 Erodibilitas Tanah


a. Gelas beaker : untuk tempat mencampur pasir dengan air
b. Sendok : untuk mengaduk pasir dengan air
c. Kerucut Imhoff : untuk mengetahu volume pasir, liat dan debu.
d. Alat tulis : untuk menulis data pengukuran
e. Kalkulator : untuk menghitung data
f. Gelas ukur : untuk wadah dan mengukur volume sampel
g. Kalkulator : untuk mengukur waktu
h. Air dan tanah : untuk bahan perlakuan
3.2 Metode Penelitihan
3.2.1 Tahapan Penelitihan
a. Pengambilan Sampel Tanah

Alat dan bahan disiapkan

Tanah diperiksa dengan auger

Tanah diambil dengan hand bor dan ring


sampler

Tanah disimpan bersama ring sampler

b. Erodibilitas Tanah

Alat dan bahan disiapkan

Tanah dilepas dari ring sampler dan


dicampur dengan 900 ml air

Tanah dipindahkan ke kerucut imhoff dan


ditunggu selama 10 menit

Diketahui volume liat, debu dan pasir

Dihitung dengan rumus

Hasil
c. Clinometer

Alat dan bahan disiapkan

Ditentukan titik yang mau diukur lalu


diukur jarak dan tinggi mata pengamat

Dibidik dan dicatat besar derajat yang


dibentuk

Dihitung dengan rumus

Hasil

d. Abney Level

Alat dan bahan disiapkan

Ditentukan titik yang mau diukur lalu


diukur jarak dan tinggi mata pengamat

Dibidik dan dicatat besar derajat dan


persen yang dibentuk

Dihitung dengan rumus

Hasil
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum


Pengukuran Kemiringan Lahan
1. Titik 1 (Parkiran)
Abney Level
 Sudut α = 4 o
 Sudut α = 5 %
 L = 7,8 m
LS= ¿ x (0.065 + 0.045 s + 0,0065 s2)
= ¿ x (0.065 + 0.045 (5%) + 0,0065(5%)2)
= 0,269%

2. Titik 2 (Tangga Lab)


Abney Level
 Sudut α = 5 o
 Sudut α = 8 %
 L = 11,9 m
LS= ¿ x (0.065 + 0.045 s + 0,0065 s2)
= ¿ x (0.065 + 0.045 (8%) + 0,0065(8%)2)
= 0,619%

3. Titik 3 (G.FILKOM)
Abney Level
 Sudut α = 29 o
 Sudut α = 55 %
 L =9m
LS= ¿ x (0.065 + 0.045 s + 0,0065 s2)
= ¿ x (0.065 + 0.045 (55%) + 0,0065(55%)2)
= 14,201 %

Clinometer titik 1
 Titik 1 (Parkiran)
L = 7,8 m
o
X = 4o
x
LS = x 100%
45o
4
LS = x 100%
45o
= 8,889 %

Clinometer titik 2
 Titik 2 (Tangga Lab)
L = 11,9 m
o
X = 5o
x
LS = x 100%
45o
5
LS = x 100%
45o
= 11,111 %

Pengukuran Tinggi Gedung dengan Abney Level


Tinggi gedung = Tinggi mata pengamat + (tan α x jarak)
= 1,66 m + (tan 29o x 9 m)
= 6,65 m

Pengukuran Erodibilitas Tanah


 Volume clay : 45 mL
 Volume silt : 650 mL
 Volume sand : 55 mL
 Volume total : 750 mL

1. Perhitungan % Tanah
volume clay
 % clay= ×100 %
volume total

45 mL
% clay= ×100 %
750 mL
=6%

volume silt
 % silt= × 100 %
volume total

650 mL
% silt= × 100 %
750 mL
=86,67 %

volume sand
 % sand= × 100 %
volume total
55 mL
% sand= ×100 %
750 mL
= 7,3 %

2. Perhitungan Erodibilitas Tanah


% sand+ % silt
E=
% clay
7,3 % +86,67 %
E=
6%
= 15.661 % = 0,15661 (Kelas Erodibilitas Tanah Rendah)

4.2 Analisa Data Hasil Praktikum


4.2.1 Kemiringan Lereng
Pada pengukuran kemiringan lereng pada praktikum kali ini adalah dengan
menggunakan alat abney level dan klinometer. Cara penggunaan abney level adalah yaitu
dengan membidik dengan garis tengah tempat yang akan diukur lalu putar sekrup sudut
untuk mensejajarkan nivo dengan garis tengah. Setelah sejajar, dicatat hasil sudut derajat
dan persen. Pengukuran dilakukan pada 3 tempat, yaitu pada parkiran, tangga lab, dan
Gedung filkom. Pada pengukuran kemiringan diparkiran, didapatkan hasil sudut derajat
sebesar 4o dan sudut persen sebesar 5% dengan jarak pengamat dan gedung adalah 7,8 m.
Lalu dihitung nilai LS dengan rumus LS = ¿ x (0.065 + 0.045 s + 0,0065 s 2) dan didapatkan
nilai sebesar 0,269%. Pada pengukuran kemiringan tangga lab, didapatkan hasil sudut
derajat sebesar 5o dan sudut persen sebesar 8% dengan jarak pengamat dan gedung
adalah 11,9 m. Lalu dihitung nilai LS dengan rumus LS = ¿ x (0.065 + 0.045 s + 0,0065 s 2)
dan didapatkan nilai sebesar 0,619%. Pada pengukuran kemiringan Gedung filkom,
didapatkan hasil sudut derajat sebesar 29o dan sudut persen sebesar 55% dengan jarak
pengamat dan gedung adalah 8,8 m. Lalu dihitung nilai LS dengan rumus LS = ¿ x (0.065 +
0.045 s + 0,0065 s2) dan didapatkan nilai sebesar 14,201%.
Data yang kedua adalah pengukuran dengan menggunakan alat klinometer. Cara
penggunaan klinometer adalah yaitu dengan membidik tempat yang akan diukur lalu diukur
sudut yang terbentuk dari benang dengan alat bidik. Pada pengukuran titik ke 1, didapatkan
hasil sudut derajat sebesar 4o dengan jarak pengamat dan gedung adalah 7,6m. Lalu
xo
dihitung nilai LS dengan rumus LS = x 100% dan didapatkan nilai sebesar 8,889%.
45o
Pada pengukuran titik ke 2, didapatkan hasil sudut derajat sebesar 5o dengan jarak
xo
pengamat dan gedung adalah 11,9 m. Lalu dihitung nilai LS dengan rumus LS = x 100%
45o
dan didapatkan nilai sebesar 11,111%. Kemudian diukur kembali tinggi gedung dengan
abney level. Rumus yang digunakan adalah Tinggi gedung = Tinggi mata pengamat + (tan α
x jarak), dengan tinggi pengamat adalah 1,66 m ; α adalah 29o dan jarak adalah 9 m dan
didapatkan hasil tinggi gedungnya yaitu 6,65 m.
Menurut Syah dan Teguh (2013), pembangunan perumahan dan pemukiman
harus memenuhi standar yang telah ditetapkan, salah satunya harus memperhatikan
kemiringan lereng yang ada. Kemiringan lereng dibagi menjadi beberapa kelas yaitu datar
(0-8 %), landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-45 %), dan sangat curam (≥ 45
%). Lahan yang diperbolehkan untuk berdirinya kawasan permukiman adalah lahan yang
memiliki topografi datar sampai bergelombang yakni lahan yang memiliki kemiringan lereng
0-25 %. Berdasarkan data literatur dan data praktikum, dapat diketahui pada pengukuran
pada parkiran dengan hasil LS senilai 0,269% adalah kemiringan lereng kelas datar dengan
range 0-8 %. Pada tempat pengukuran kemiringan pada tangga lab didapatkan hasil LS
senilai 0,619% adalah kemiringan lereng kelas datar dengan range 0-8 %. Pada tempat
pengukuran Gedung filkom didapatkan hasil LS senilai 14,201% adalah kemiringan lereng
kelas landai dengan range 8-15 %, dan pada perhitungan LS menggunakan clinometer pada
titik 1 dengan hasil LS senilai 8,889% adalah kemiringan lereng kelas landai dengan range
8-15 % sama dengan titik ke 2 dimana didapatkan nilai LS sebesar 11,111% yang
menunjukkan bahwa tingkat kemiringannya termasuk dalam kelas landau dengan range 8-15
%, jadi hasil perbandingan dari literatur tersebut kita dapat mengetahui tingkat kemiringan
lahan di ketiga titik tersebut.

4.2.2 Erodibilitas Tanah


Untuk pengukuran indeks erodibilitas tanah dilakukan dengan beberapa tahapan,
yaitu : 1. Alat dan bahan disiapkan ; 2. Tanah diperiksa dengan menggunakan auger soil
sampler ; 3. Tanah diambil dengan menggunakan Hand bor dan Ring sampler ; 4. Tanah
yang sudah diambil, dikeluarkan dan dicampur pada gelas ukur dengan air sebanyak 900 mL
; 5. Campuran dipindahkan ke kerucut Imhoff untuk diketahui volume liat, pasir dan debu ; 6.
volume clay
Dicatat volumenya dan dihitung dengan menggunakan rumus % clay= ×100 %.
volume total
Didapatkan hasil volume tanah yaitu volume clay : 45 mL, volume silt : 650 mL, volume sand
55 mL dan Volume total adalah 750 mL. Setelah didapatkan hasil, dilakukan perhitungan %
volume clay
tiap parameter. % clay= ×100 % dan didapatkan hasil 6%.
volume total
volume silt volume sand
% silt= × 100 % dan didapatkan hasil 86,67%. % sand= × 100 %
volume total volume total
dan didapatkan hasil 7,3%. Selanjutnya dilakukan perhitungan erodibilitas dengan rumus
% sand+ % silt
E= dan didapatkan hasil senilai 15,661% = 0,15661 dengan tingkat kelas
% clay
erodibilitas tanah rendah.
Menurut Widya (2010), faktor erodibilitas menunjukkan kemudahan tanah
mengalami erosi, semakin tinggi nilainya semakin mudah tanah tererosi. Tingginya faktor
erodibilitas antara satu tempat dengan yang lainnya disebabkan kondisi tekstur tanahnya
yaitu rendahnya tekstur liat, tingginya persentase pasir sangat halus dan debu jika
dibandingkan tanah lokasi yang satu. Tekstur berperan dalam erodibilitas tanah, partikel
berukuran besar tahan terhadap daya angkut karena ukurannya. Adapun penetapan nilai
erodibilitas (K) tanah- tanah yang ada di Indonesia :

Kelas Nilai K Tingkat Erodibilitas


1 0,00-0,10 Sangat rendah
2 0,11-0,21 Rendah
3 0,22-0,32 Sedang
4 0,33-0,44 Agak tinggi
5 0,45-0,55 Tinggi
6 0,56-0,64 Sangat Tinggi

Dengan hasil nilai yang didapatkan sebesar 15,661% atau 0,15661 maka dapat ditentukan
berdasarkan literatur dan data praktikum bahwa tingkat erodibilitas dari tanah yang diuji
memiliki tingkat erodibilitas rendah sesuai dengan table diatas.

4.3 Analisa Data Hasil Perhitungan


4.3.1 Kemiringan Lereng
Pada pengukuran kemiringan diparkiran, didapatkan hasil sudut derajat sebesar 4o
dan sudut persen sebesar 5% dengan jarak pengamat dan gedung adalah 7,8 m. Lalu
dihitung nilai LS dengan rumus LS = ¿ x (0.065 + 0.045 s + 0,0065 s2) dan didapatkan nilai
sebesar 0,269%. Pada pengukuran kemiringan tangga lab, didapatkan hasil sudut derajat
sebesar 5o dan sudut persen sebesar 8% dengan jarak pengamat dan gedung adalah 11,9
m. Lalu dihitung nilai LS dengan rumus LS = ¿ x (0.065 + 0.045 s + 0,0065 s2) dan
didapatkan nilai sebesar 0,619%. Pada pengukuran kemiringan Gedung filkom, didapatkan
hasil sudut derajat sebesar 29o dan sudut persen sebesar 55% dengan jarak pengamat dan
gedung adalah 8,8 m. Lalu dihitung nilai LS dengan rumus LS = ¿ x (0.065 + 0.045 s +
0,0065 s2) dan didapatkan nilai sebesar 14,201%.
Data yang kedua adalah pengukuran dengan menggunakan alat klinometer. Cara
penggunaan klinometer adalah yaitu dengan membidik tempat yang akan diukur lalu diukur
sudut yang terbentuk dari benang dengan alat bidik. Pada pengukuran titik ke 1, didapatkan
hasil sudut derajat sebesar 4o dengan jarak pengamat dan gedung adalah 7,6m. Lalu
xo
dihitung nilai LS dengan rumus LS = x 100% dan didapatkan nilai sebesar 8,889%.
45o
Pada pengukuran titik ke 2, didapatkan hasil sudut derajat sebesar 5o dengan jarak
xo
pengamat dan gedung adalah 11,9 m. Lalu dihitung nilai LS dengan rumus LS = x 100%
45o
dan didapatkan nilai sebesar 11,111%. Kemudian diukur kembali tinggi gedung dengan
abney level. Rumus yang digunakan adalah Tinggi gedung = Tinggi mata pengamat + (tan α
x jarak), dengan tinggi pengamat adalah 1,66 m ; α adalah 29o dan jarak adalah 9 m dan
didapatkan hasil tinggi gedungnya yaitu 6,65 m.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan model
penduga erosi USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan model empiris yang
dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian
Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Model tersebut kemudian
banyak digunakan dan dikembangkan untuk meghitung berbagai potensi erosi lahan. Seiring
berkembangnya teknologi informasi model tersebut sekarang sudah dikaitkan dengan SIG
(Sistem Informasi Geografis). Banyak perhitungan yang menggunakan metode USLE pada
pada factor L dan factor S diintegrasikan menjadi satu factor yaitu factor LS dan dihitung
dengan
Rumus:
LS = ¿ (0,00138 S2 + 0,00965 S + 0,0138]
Dimana:
L = Panjang lereng (m)
S = Kemiringan lereng (%)
Persamaan diatas diperoleh dengan menggunakan plot erosi pada lereng 3-18%.
Sehingga kurang sesuai untuk kondisi permukaan tanah dengan kemiringan yang curam.
Sehingga untuk permukaan tanah yang curan disarankan untuk menggunakan rumus Foster
dan Wischmeier (1973) sebagai berikut:
LS = ¿ (cos α)150 [0,5 s (sin α)1,25 + (sin α)2,25 ]
Dimana:
m = 0.5 untuk lereng 5% atau lebih 0.4 untuk lereng 3.5 – 4.9% 0.3 untuk lereng 3.5%
C = 34.71
α = sudut lereng
l = panjang lereng (m)
Nilai rerata timbang factor LS dihitung berdasarkan nilai LS dari setiap satuan lahan
homogen. Dalam penelitian ini DTA embung putukrejo diambil 10 potongan lereng untuk
dihitung panjangnya dan kemiringannya menggunakan data kemiringan lereng. dengan
model perhitungan tersebut didapatkan nilai LS untuk embung putukrejo sebesar 7.56. jadi
hubungan antara nilai LS dengan sudut, tinggi dengan jarak dan sudut sudah tercantum
semua didalam rumus pada literatur diatas dan saling berhubungan supaya mengetahui nilai
LS atau nilai dari factor Panjang lereng dan kemiringan lereng (Hanggara dan Irvani, 2018).

4.3.2 Erodibilitas Tanah


Didapatkan hasil volume erodibilitas tanah pada praktikum volume clay : 45 mL,
volume silt : 650 mL, volume sand 55 mL dan Volume total adalah 750 mL. Setelah
volume clay
didapatkan hasil, dilakukan perhitungan % tiap parameter. % clay= ×100 % dan
volume total
volume silt
didapatkan hasil 6%. % silt = × 100 % dan didapatkan hasil 86,67%.
volume total
volume sand
% sand= × 100 % dan didapatkan hasil 7,3%. Selanjutnya dilakukan
volume total
% sand+ % silt
perhitungan erodibilitas dengan rumus E= dan didapatkan hasil senilai
% clay
15,661% = 0,15661 dengan tingkat erosi rendah.
Pengelolaan tanah dan penggunaan tanah itu untuk pertanaman, permukaan
tanah harus dipilih dengan hati-hati, apakah terdapat erodibilitas yang tinggi atau rendah
demikian juga panjangnya larikan-larikan tanah yang miring harus dibatasi apabila erosi dan
pencucian tanah-tanah yang dilarutkan itu hendak dibatasi. Kepekaan tanah terhadap daya
menghancurkan dan penghanyutan oleh air curahan hujan disebut erodibilitas. Jika
erodibilitas tanah tersebut tinggi maka tanah itu peka atau mudah terkena erosi dan jika
erodibilitas tanah itu rendah berarti daya tahan tanah itu kuat atau resisten terhadap erosi.
Untuk menentukan nilai erodibilitas tanah Boycous telah menemukan pada sekitar tahun
1935–an tentang The Clay Ratio as a Criterium Suspectibility of Soil to Erosion kita
mendapatkan persamaan sebagai berikut :
Dimana
% sand+ % silt
E=
% clay
E = erodibilitas
Sand = pasir
Silt = debu
Clay = liat

tekstur berperan dalam erodibilitas tanah, partikel berukuran besar tahan terhadap
daya angkut karena ukurannya sedangkan partikel halus tahan terhadap daya penghancur
karena daya kohesifitasnya. Partikel yang kurang tahan terhadap keduanya adalah debu dan
pasir sangat halus. Menurut literatur diatas anatara hubungan clay, silt, dan sand tekstur
ketiga tersebut saling berperan dalam erodibilitas tanah, dengan partikel berukuran besar
(clay dan sand) tahan terhadap daya angkut karena ukurannya sedangkan partikel halus
(silt) tahan terhadap daya penghancur karena daya kohesifitasnya (Widya, 2010)
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada praktikum ini pengukuran kemiringan lereng dapat dilakukan dengan 2 alat, yaitu
abney level dan klinometer. Kedua alat ini memiliki prinsip yang sama, yaitu dengan
menggunakan perhitungan sudut derajat. Namun alat klinometer memiliki banyak
kekurangan daripada abney level. Berdasarkan data literatur dan data praktikum, dapat
diketahui pada pengukuran pada parkiran dengan hasil LS senilai 0,269% adalah kemiringan
lereng kelas datar dengan range 0-8 %. Pada tempat pengukuran kemiringan pada tangga
lab didapatkan hasil LS senilai 0,619% adalah kemiringan lereng kelas datar dengan range
0-8 %. Pada tempat pengukuran Gedung filkom didapatkan hasil LS senilai 14,201% adalah
kemiringan lereng kelas landai dengan range 8-15 %, dan pada perhitungan LS
menggunakan clinometer pada titik 1 dengan hasil LS senilai 8,889% adalah kemiringan
lereng kelas landai dengan range 8-15 % sama dengan titik ke 2 dimana didapatkan nilai LS
sebesar 11,111% yang menunjukkan bahwa tingkat kemiringannya termasuk dalam kelas
landau dengan range 8-15 %.Terdapat perbedaan hasil nilai LS pada abney level dan
klinometer.
Penentuan tingkat erodibilitas tanah itu dilakukan dengan cara uji sampel tanah yang
diambil dengan alat auger soil sampler dan ring sampler. Didapatkan hasil volume
erodibilitas tanah pada praktikum volume clay : 45 mL, volume silt : 650 mL, volume sand 55
mL dan Volume total adalah 750 mL. Setelah didapatkan hasil, dilakukan perhitungan % tiap
volume clay
parameter. % clay= ×100 % dan didapatkan hasil 6%.
volume total
volume silt volume sand
% silt= × 100 % dan didapatkan hasil 86,67%. % sand= × 100 %
volume total volume total
dan didapatkan hasil 7,3%. Selanjutnya dilakukan perhitungan erodibilitas dengan rumus
% sand+ % silt
E= dan didapatkan hasil senilai 15,661% = 0,15661 dengan tingkat erosi
% clay
rendah.

5.2 Saran
Sudah bagus dalam pelaksanaannya. Ada baiknya untuk materi dipisah agar
memudahkan dalam pemahaman materi. Untuk penjelasaannya juga sudah bagus dan
mudah untuk dipahami.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, N. 2017. Penggunaan Klinometer dalam menentukan tinggi matahari awal


waktu Dzuhur dan Ashar. Semarang : UIN Walisongo.
Andrian, A., Supriadi, S., & Marpaung, P. 2014. Pengaruh ketinggian tempat dan
kemiringan lereng terhadap produksi Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di
Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Jurnal Agroekoteknologi Universitas
Sumatera Utara, 2(3), pp: 981 – 989
Firmansyah, T.2014. Pengaruh Kelas Kemiringan Lereng Dan Jenis Penggunaan Lahan
Terhadap C-Organik, Ktk Dan Tekstur Tanah Di Kecamatan Cipeundeuy Daerah
Waduk Cirata. Jatiangor : Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi
Universitas Padjadjaran.
Josep, A, G. 2011. Analisis Daya Dukung Sistem Pondasi Mini Pile Serta Perhitungan
Penurunan Mini Pile Tunggal (Studi Kasus Pada Proyek Pembangunan Hotel.
Medan: Universitas Sumatera Utara
Kalaati, I., Ramlan, R., & Rahman, A. 2019. Tingkat Erodibilitas Tanah Pada Beberapa
Tingkat Kemiringan Lahan Di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan
Kabupaten Donggala. Agrotekbis: E-Jurnal Ilmu Pertanian, 7(2), 172-178.
Manjorang, E. S. 2012. Indeks Erosi Berdasarkan Kemiringan Dan Panjang Lereng Di
Desa Pangambatan Kecamatan Merek. Medan : Universitas Negeri Medan
Marpaung, E. J dan Refliaty. 2010. Kemantapan Agregat Ultisol pada Beberapa
Penggunaan Lahan dan Kemiringan Lereng. Jurnal Hidrolitan. 1(2), pp: 35-42
Pahlevi, R. S., Hasan, H., & Devy, S. D. 2018. Studi Tingkat Erodibilitas Tanah Pada Pit
3000 Blok 3, Pt. Bharinto Ekatama Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan
Timur. Jurnal Teknologi Mineral Ft Unmul, 6(1).17-20
Primanggara, D., & Suprapto, S. 2014. Study Morfologi dan Marfometri Das Way
Mesuji. Jurnal Ilmiah Teknik Pertanian-TekTan, 6(1), 57-70.
Sailon, S., Zamheri, A., Wilza, R., & Zainuddin, Z. 2017. Rancang Bangung Mesin Bor
Tanah Untuk Membuat Lubang Resapan Air (Biopori). Austenit, 9(2).
Siswandana, S., Pratama, M. I. L., Febrianto, H., & Simponi, M. 2020. Tingkat Erodibilitas
Tanah Di Daerah Aliran Sungai Bayang Sani. Jambura Geoscience Review, 2(1),
50-57
Sitohang, Boni C. 2010. Analisis Daya Dukung Pondasi Kelompok Mini Pile Pada
Proyek Pembangunan Pusat Bisnis Ringroad. Medan: Universitas Sumatera Utara
Winandra, A. 2017. Pengembangan Media Pembelajaran Beda Tinggi Menggunakan
App Inventor Pada Mata Kuliah Geomatika I. Yogyakarta : Universitas Negeri
Yogyakarta.
Yanti, S. R. 2019. Analisis Penyebaran Logam Berat Pada Lahan Bekas Tailing Emas
Berdasarkan Sifat Fisik Kimia Tanah Menggunakan Metode Kriging.
Yogyakarta : Upn Veteran Yogyakarta.
Yulina, H., Saribun, D. S., Adin, Z., & Maulana, M. H. R. 2015. Hubungan antara
kemiringan dan posisis lereng dengan tekstur tanah, permeabilitas dan
erodibilitas tanah pada lahan tegalan di Desa Gunungsari, Kecamatan
Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Agrikultura. 26 (1), pp: 15-22
Yusuf, M. F., Siahaan, Y., Sukiyah, E., Mulyo, A., Patonah, A., & Zakaria, Z. 2018. Pengaruh
Kemiringan Lereng Terhadap Laju Sedimentasi Pada Rencana Bendungan
Parigi. Bulletin of Scientific Contribution: Geology, 16(2), 89-100.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Hanggara, I., dan Irvani, H. 2018. Analisa Erosi Embung Putukrejo Menggunakan
Metode Usle. In Prosiding SENTIKUIN (Seminar Nasional Teknologi Industri,
Lingkungan dan Infrastruktur) (Vol. 1, pp. C9-1)
Syah, Mega W & Teguh Hariyanto. 2013. Klasifikasi Kemiringan Lereng Dengan
Menggunakan Pengembangan Sistem Informasi Geografis Sebagai Evaluasi
Kesesuaian Landasan Pemukiman Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang
Dan Metode Fuzzy (Studi Kasus: Donggala, Sulawesi Tengah). Jurnal Teknik
Pomits Vol. X, No. X, Hal:1-6
Widya, P Lenny . 2010. Penetapan Tingkat Erodibilitas Tanah Berdasarkan Kemiringan
Lereng Di Kecamatan Pancur Batu Dengan Berbagai Metoda. Medan :
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN

Anda mungkin juga menyukai