Disusun Oleh :
Kelompok 6
Asti Riska Ayuningsih : 195040201111214
Syifa Nafillah : 205040200111126
Kezia Marito Nababan : 205040200111154
Yunita Dwi Kurnia : 205040200111245
Aisya Fanika Putri : 205040207111062
Rayhan Andhika Fasya : 205040207111108
Kelas : D
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Didik Suprayogo M.Sc., Ph.D.
1
DAFTAR ISI
BAB I 1
BAB II 5
BAB III 8
KESIMPULAN DAN SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
2
BAB I
1
dilakukan upaya pengelolaan kawasan Ranu Pane. Stakeholder yang terlibat di
dalamnya yaitu masyarakat Ranu Pane khususnya petani kentang serta pemilik
lahan. Selain itu, pemerintah daerah setempat perlu melakukan pembenahan
terhadap kegiatan pertanian tersebut. Pola usaha pertanian yang dilakukan petani
di Ranu Pane harus diikuti dengan kajian konservasi lahan.
Degradasi lahan akibat erosi juga disebabkan oleh tingkat erosivitas.
Erosivitas curah hujan menunjukkan kemampuan atau kapasitas hujan untuk
menyebabkan erosi tanah. Tingkat erosivitas curah hujan memiliki pengaruh yang
beragam di antara wilayah iklim. Jumlah curah hujan yang sama mempunyai
pengaruh sangat berbeda pada erosi tergantung pada intensitas dan kondisi
permukaan tanah. Faktor hujan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir
di Ranu Pane. Faktor curah hujan sebagai salah satu penduga penyebab
terjadinya banjir, hujan akan menimbulkan banjir jika intensitasnya cukup tinggi
dan jatuhnya dalam waktu yang relatif lama. Banjir/genangan merupakan peristiwa
dimana air melimpah atau menggenangi daratan/ lahan yang semestinya kering
yang menyebabkan kerugian ekonomi bagi penduduk. Banjir/ genangan terjadi
dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu 1) faktor perilaku manusia seperti
perubahan tata guna lahan, 2) faktor kondisi alami bentang permukaan bumi
seperti kemiringan lereng, dan 3) faktor perubahan iklim seperti kenaikan muka air
laut. Terjadinya banjir banyak menimbulkan kerugian fisik dan berdampak pada
bidang sosial dan ekonomi. Perubahan tata guna lahan membawa dampak
terhadap infiltrasi tanah. Sehingga apabila terjadi hujan, maka dibeberapa daerah
yang permukaannya sudah ditutupi oleh bangunan dan aspal dengan tingkat
infiltrasinya kecil menyebabkan banjir dan genangan. Pengaruh kepadatan
bangunan yang cenderung mengalami peningkatan akibat penetapan kawasan
sebagai kawasan permukiman terpadu, berdampak kepada masyarakat dan
lingkungan.
Pertumbuhan pembangunan yang sangat tinggi mendesak keberadaan
sungai dan saluran drainase, dan daerah resapan air menjadi semakin kecil.
Sehingga berdampak pada daya serap air yang rendah, akibat tutupan lahan akan
perkerasan semakin luas. Sehingga potensi timbulnya genangan air yang
terakumulasi menjadi banjir (Reza and Pamungkas 2014). Dalam hal ini
stakeholder yang berperan adalah seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah
untuk bekerja sama membangun dan menciptakan pengelolaan lahan yang sesuai
dengan kaidah konservasi tanah air. Selain itu, topografi kelandaian lahan juga
sangat mempengaruhi timbulnya banjir terutama pada lokasi dengan topografi
dasar dan kemiringan rendah, seperti pada kota- kota pantai. Kemiringan lahan
semakin tinggi, maka air yang diteruskan semakin tinggi. Air yang berada pada
lahan tersebut akan diteruskan ke tempat yang lebih rendah semakin cepat jika
dibandingkan dengan lahan yang kemiringannya rendah (landai). Dengan
demikian, maka semakin besar derajat kemiringan lahan maka skor untuk
kerawanan banjir semakin kecil.
Kerusakan yang ditimbulkan karena erosi terjadi di dua tempat yaitu; 1)
pada tanah tempat erosi terjadi; 2) pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut
tersebut endapan atau sedimen. Meningkatnya jumlah erosi dan sedimentasi akan
memberikan dampak yang besar yaitu pendangkalan pada danau. Sedimen
merupakan endapan lumpur yang berasal dari hancurnya batu-batuan, atau
bahanbahan biologis yang terangkut melalui suatu cairan, dan bahan padatan
(endapan) yang melayang-layang di dalam, atau yang terendap dalam air. Partikel-
partikel tanah yang terbawa melalui proses erosi, selain memindahkan tanah dari
satu tempat ke perairan Danau Tondano dan akhirnya menjadi sedimen, juga
mengakibatkan peningkatan unsur hara pada badan air. Unsur hara ini telah
mempercepat proses eutrofikasi di perairan Danau Tondano. Peledakan
2
tumbuhan akuatik merupakan salah satu indikator bahwa telah terjadi pengkayaan
unsur hara atau eutrofikasi di Danau Tondano. Penebangan hutan, kegiatan
pertanian serta pemukiman penduduk hingga ke tepi danau menyebabkan lahan
menjadi terbuka. Partikel tanah dan sisasisa pupuk dengan mudah dibawa oleh air
hujan masuk ke dalam danau. Selain itu kebiasaan penduduk yang menjadikan
badan air sebagai tempat membuang sampah, juga makin mempercepat
pengkayaan unsur hara. Akhir-akhir ini usaha pemeliharaan ikan di danau yang
berbentuk jaring apung, sisa-sisa pakan ikan menambah bahan organik dalam
badan air dan semua itu mendorong meledaknya tumbuhan akuatik di Danau
Ranu Pane. Partikel-partikel tanah yang terbawa melalui proses erosi, selain
memindahkan tanah dari satu tempat ke perairan Danau Ranu Pane dan akhirnya
menjadi sedimen, juga mengakibatkan peningkatan unsur hara pada badan air.
Unsur hara ini telah mempercepat proses eutrofikasi di perairan Danau Ranu
Pane. Penebangan hutan, kegiatan pertanian serta pemukiman penduduk hingga
ke tepi danau menyebabkan lahan menjadi terbuka. Partikel tanah dan sisa-sisa
pupuk dengan mudah dibawa oleh air hujan masuk ke dalam danau. Selain itu
kebiasaan penduduk yang menjadikan badan air sebagai tempat membuang
sampah, juga makin mempercepat pengkayaan unsur hara. Dalam hal ini
stakeholder yang berperan adalah seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah
untuk bekerja sama membangun dan menciptakan pengelolaan lahan yang sesuai
dengan kaidah konservasi tanah air.
3
sumber bencana, mulai dari kekeringan, banjir, tanah longsor, sampai kebakaran
yang bisa berdampak terhadap terjadinya percepatan pemanasan global. Akibat
negatif adanya lahan terdegradasi tidak hanya dirasakan di lokasi di mana lahan
terdegradasi berada, tetapi menyebar sangat jauh dan luas. Dengan semakin
meluasnya lahan terdegradasi, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan
hutan, di lahan kering maupun di lahan basah atau lahan rawa akan berakibat
terhadap semakin parahnya kerusakan lingkungan, yang mendorong terjadinya
bencana alam yang intensitasnya semakin tinggi (Wahyunto dan Ai, 2014).
Degradasi lahan tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan atau
mengakibatkan menurunnya produktivitas lahan pada daerah yang mengalami
degradasi, akan tetapi dampak dari degradasi lahan menyebar luas hingga ke
kerugian ekonomi dan sosial masyarakat. Kerugian ekonomi akibat degradasi
lahan adalah terjadinya banjir pada darah hilir atau daerah yang lebih rendah
membuat rumah warga menjadi terendam air banjir akibat kiriman dari daerah hulu
membuat aktivitas masyarakat menjadi terhenti dan masalah lain juga dapat timbul
seperti timbulnya penyakit. Selain itu, terjadinya banjir dapat membuat kualitas air
warga memburuk bahkan menjadi tidak layak konsumsi ditambah aliran air sungai
mengalami peerubahan warna karena adanya sedimentasi. Dampak sosial yang
muncul adalah semua warga yang berada di daerah yang terkena dampak
merasakan masalah yang sama akibat dari pelaku pertanian yang tidak
menerapkan pertanian secara berkelanjutan pada daerah bagian hulu yang rawan
terhadap erosi atau degradasi lahan berimbas pada masyarakat yang berada pada
bagian hilir.
4
BAB II
REKOMENDASI KEPADA PETANI
5
melakukan pembangunan sengkedan, teras gulud, teras bangku, pengendali
jurang, sumur resapan maupun sarana lainnya. Pada Peraturan Dirjen
Pengendalian DAS dan Hutan Lindung No P6/PDASHL/SET/Kum.1/8/2017
Tentang Petunjuk Teknis Bangunan Konservasi Tanah dan Air, perlu dilakukan
kegiatan pemeliharaan secara berkala bagi bangunan atau konstruksi di lahan,
antara lain dengan membersihkan seresah, pemeliharaan bronjong dan
pengerukan lumpur.
6
● Pemupukan, pemanenan, dan lain sebagainya
Sedangkan metode teknik sipil terdiri dari pembuatan parit, terasering,
teras, canyon control, sumur resapan dan fasilitas lainnya. Dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Tangkapan Air dan Hutan Lindung Nomor
P 6/PDASHL/SET/Kum.1/8/2017 tentang Pedoman Teknis Perlindungan Tanah
dan Air Pada Bangunan Gedung, diperlukan kegiatan pemeliharaan secara
berkala. bangunan atau struktur di darat, termasuk pembersihan sampah,
pemeliharaan bronjong dan pengerukan lumpur. Pengelolaan sumber daya air
merupakan salah satu kepentingan utama yang harus segera dilaksanakan agar
masyarakat sekitar Ranu Pane mendapatkan air bersih yang cukup tanpa
sedimen. 17 Tahun 2019 Terkait dengan sumber daya air, upaya pengelolaan
sumber daya air harus memperhatikan berbagai aspek, antara lain wilayah
tangkapan air alami, karakteristik fungsi sumber air, daya dukung sumber daya air,
karakteristik wilayah dan aspirasi dengan masyarakat sekitar, kapasitas
pembiayaan, perubahan iklim, konservasi alam. sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, perkembangan teknologi, serta jumlah dan distribusi penduduk.
Konservasi sumber daya air dapat dilakukan melalui perlindungan dan konservasi
sumber daya air, konservasi air, pengelolaan kualitas air, dan pengendalian
pencemaran air. Pengelolaan sumber daya air juga harus dilakukan di daerah
aliran sungai. Ranu Pane, mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain optimalisasi
penggunaan lahan sesuai dengan fungsi dan daya dukung kawasan, penerapan
tanah dan air. teknik perlindungan, pengelolaan Vegetasi, penyadaran dan
partisipasi instansi yang bertanggung jawab serta pembentukan kelembagaan
pengelolaan daerah tangkapan air. dengan pengelolaan vegetasi, peningkatan
kesadaran dan partisipasi otoritas terkait dan pengembangan kelembagaan untuk
pengelolaan daerah tangkapan air.
7
BAB III
REKOMENDASI KE KEPALA DESA (APARAT DESA)
8
dan upacara komunal (bambu & daun pisang) dan lahan untuk fasilitas umum
(kuburan, dan tempat pembuangan sampah). Adanya pemikiran yang berbeda
dalam melihat sumber daya alam menimbulkan cara pengelolaan yang berbeda
pula, bahkan seringkali perbedaan pemaknaan itu berujung pada ketegangan
antara pemerintah dan masyarakat lokal.
● Reklamasi hutan dilakukan pada lahan dan vegetasi pada kawasan hutan yang
telah mengalami perubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan
tanah (Muanah, 2016). Reklamasi hutan meliputi kegiatan (a) inventarisasi
lokasi, yaitu kegiatan pengumpulan data dan informasi terhadap kawasan
hutan; (b) penetapan lokasi, adalah kegiatan pemilihan dan penunjukan lokasi;
(c) perencanaan, dilakukan untuk menghasilkan rencana reklamasi hutan yang
disusun untuk jangka waktu 5 tahun; (d) pelaksanaan reklamasi, penilaian
didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria reklamasi hutan.
9
kondisi lahan yang memiliki produktivitas tinggi sehingga kondisi
perekonomian masyarakat di sekitar DAS dapat meningkat. Pengelolaan DAS
diselenggarakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku agar tidak
menyalahi aturan dan tercapai meningkatnya daya guna DAS. Secara umum,
pengelolaan DAS meliputi beberapa tahapan berupa perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pembinaan dan pengawasan.
BAB IV
REKOMENDASI KE PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
10
4.1 Penyuluhan dan Pendekatan terhadap Masyarakat Kabupaten Lumajang
Pencegahan yang dilakukan untuk kegiatan konservasi tanah dan air di lereng
DAS Ranu Pane adalah dengan memberikan bimbingan dan pendekatan kepada
masyarakat setempat sebagai pengelola lahan primer. Adanya konseling,
pendekatan, dan pedoman dapat membantu masyarakat untuk memahami
seputar apa saja yang terjadi, sebab-akibat, dan bagaimana cara mengatasi.
Penyuluhan dan pendekatan dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan dapat
diterima oleh masyarakat. Maka dari itu, pemerintah memiliki peran untuk
menyediakan jasa penyuluhan mengenai cara untuk menanggulangi degradasi
lahan dan bagaimana cara mencegah agar tidak terjadi degradasi lahan.
4.2 Pemulihan Fungsi Lahan
Ranu Pane yang memiliki kelerengan yang cukup miring dan digunakan untuk
menanam kentang, penanaman merusak tanah tersebut yang dulunya adalah
hutan. Hal tersebut dikarenakan adanya pergantian dari sistem perakaran yang
semula kokoh terganti dengan perakaran yang tidak kuat untuk menahan laju
erosi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemulihan fungsi bumi agar bumi yang rusak
tidak kembali ke warna semula dan menjadi hancur kembali. Jika lahan di sekitar
DAS dipulihkan, hal itu juga akan mempengaruhi DAS itu sendiri. Pemulihan fungsi
lahan pada lahan rusak telah tercantum pada UU No.37 Tahun 2014 Tentang
Konservasi Tanah dan Air. Tindakan yang dapat dilakukan untuk memulihkan
tanah dan air untuk mengembalikan fungsi dengan melestarikan tanah dan air
adalah membuat terasering untuk menerima air dan meningkatkan infiltrasi tanah.
Terasering berguna untuk dapat memperkecil tekanan air yang turun ke bawah
yang dapat menyebabkan erosi. Beberapa manfaat lain dari terasering yaitu dapat
memperlambat limpasan air pada saluran peresapan dan sebagai pengumpul
tanah yang tererosi, sehingga membuat sedimen tanah lebih mudah untuk dapat
dikembalikan ke dalam bidang tanah. Selain itu, terdapat beberapa tindakan
konservasi tanah dan air yang dapat dilakukan, seperti pembuatan saluran air.
4.3 Revegetasi Lahan
Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang
rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas
penggunaan kawasan hutan. Kegiatan revegetasi lahan akan menumbuhkan
tanaman yang akan menjadi cikal bakal terbentuknya ekosistem hutan. Terdapat
faktor pendukung yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan
revegetasi, yaitu jenis tanaman yang mengacu pada rancang teknis pelaksanaan
reklamasi pada suatu lahan terutama lahan miring. Dengan memperhatikan jenis
tanaman yang akan ditumbuhkan pada lahan miring menjadi faktor terpenting
dalam keberhasilan revegetasi. Revegetasi dapat dilakukan dengan pembuatan
kebun campuran atau biasa disebut dengan agroforestri dimana kegiatan
agroforestri merupakan penanaman tanaman semusim dan juga tanaman
berkayu, dimana hal tersebut dapat dilakukan terutama pada lahan terasering
terutama dalam kemiringan yang terdapat di daerah Ranu Pane. Kegunaan dalam
penggunaan agroforestri tersebut tentunya berkaitan erat dengan fungsi pohon
berkayu yang dapat memperkuat tanah sehingga erosi dapat diminimalisir.
Seringkali sistem agroforestri diremehkan oleh kalangan masyarakat oleh karena
penghasilan yang didapat tidak sebanding dengan tanaman monokultur yang
11
dapat dipanen pada setiap musim. Namun, pemerintah kabupaten Lumajang perlu
memberikan pengarahan terhadap masyarakat mengenai hal tersebut karena
peran pohon yang sangat vital bagi keberlangsungan lingkungan terutama bagi
lahan terdegradasi. Selain itu, sistem agroforestri juga sangat cocok untuk dapat
diterapkan untuk lahan yang mengalami degradasi. Hal tersebut karena
agroforestri dapat mengembalikan fungsi hutan meski tidak sebesar hutan alami.
4.4 Rehabilitasi Mekanik, Biologi, dan Kimia
5.1 Kesimpulan
Lahan yang berada di Ranu Pane termasuk kedalam lahan yang kritis,
sehingga dapat dikatakan lahan tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal
serta tingkat produktivitasnya rendah. Lahan kritis ini dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi lahan, mengganggu fungsi hidrologis, sosial ekonomi pertanian
12
hingga fungsi produksi pertanian, serta menyebabkan erosi, longsor, banjir dan
sedimentasi sungai yang dapat merusak ekosistem di sekitarnya. Oleh karena itu,
telah diambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah. Dalam metodenya,
dapat menggunakan metode vegetatif dan metode mekanik. Penerapannya dalam
mengelola lahan di kemiringan yang curam harus dilakukan secara tepat sasaran
dengan bantuan teknologi sistem pertanian konservasi, sehingga dapat
memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Selain itu, dalam
merekomendasikan langkah konservasi ini, tidak hanya masyarakat, tetapi semua
kalangan dan pihak wajib bersatu dalam menyelesaikan permasalahan ini, baik
dari aparat desa Ranu Pane hingga Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang
harus bekerja sama sehingga kerusakan dapat ditanggulangi dengan baik demi
kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan. Selain itu, baik dari pihak
pemerintah maupun masyarakat diharapkan dapat menjaga kelestarian
lingkungan dimana setelah dilakukannya pemberdayaan, hal tersebut dapat
dilakukan secara berkelanjutan dan diharapkan pemerintah dapat terus
mendukung hal tersebut tanpa melakukan pembukaan lahan di daerah-daerah lain
yang cukup rawan untuk dapat terjadi erosi. Selain itu pemerintah diharapkan juga
dapat memberikan perhatian khusus terutama bagi lingkungan dimana selain
aspek lingkungan tersebut, aspek ekonomi dan sosial dapat tercakup dengan
terjadinya kelestarian lingkungan terutama di Kabupaten Lumajang.
5.2 Saran
Saran yang disampaikan oleh kelompok kami berdasarkan studi kasus dan
pembahasan serta kesimpulan diatas adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat sekitar harus lebih memperhatikan masalah besar dan kecil
terkait perusakan dan konservasi tanah dan air di Area tersebut.
2. Pemerintah kabupaten Lumajang dapat memperhatikan area-area yang
terkena dampak dari terjadinya degradasi lahan agar dapat dilakukan
rehabilitasi terhadap lokasi tersebut.
3. Pemerintah dan masyarakat harus dapat menjaga kelestarian lingkungan
dengan tidak terus menerus melakukan pembukaan lahan dan pergantian
hutan menjadi kebun monokultur dimana hal tersebut akan merusak
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Artaka, T. 2012. Action Plan: JICA Training and Dialogue Program: Sustainable
Natural Resource Management though Japanese System of Natural Park.
Community Capacity Building for Tourism Village at Ranu Pani Village; An
Enclave Village of Bromo Tengger Semeru National Park, East Java –
Indonesia; 2012 – 2015. Lumajang.
13
Hakim, L. 2011. Cultural Landscape of the Tengger Highland, East Java. In: Hong
et. All (eds). Landscape Ecology in Asian Culture. Ecological Research
Monograph. 001.10.1007/978-4-431-87799-8-6. Springer.
Muanah, S., Rahmawati, T., Andayani, S. 2016. Strategi Pengembangan Desa
Wisata di Kawasan Hinterland Gunung Bromo Jawa Timur. Jurnal Hasil
Penelitian LPPM Untag Surabaya. 1(1): 33-52.
Reza, Adhe, and Adjie Pamungkas. (2014). “Faktor-Faktor Kerentanan Yang
Berpengaruh Terhadap Bencana Banjir Di Kecamatan Manggala Kota
Makassar.” Jurnal Teknik Pomits 3 (2): 3–8.
Wahyunto dan Ai. D. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing,
Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju
Satu Peta. Jurnal Sumberdaya Lahan. 8(2): 81-93.
14