Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL TERTULIS

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN


“IDENTIFIKASI PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA
TERHADAP NILAI EROSI DI AREA SUB DAS CIKAPUNDUNG”

HALAMAN COVER

Disusun Oleh :
Kezia Marito Nababan (205040200111154)

Kelas D

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022

I
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................................ 2
1.3 Hipotesis ........................................................................................................................... 3
1.4 Tujuan ............................................................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 4
2.1 pengaruh erosi terhadap ekosistem terestrial (tanah) ........................................................ 5
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 7
3.1 Waktu dan Lokasi ............................................................................................................. 7
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................................................. 7
3.3 Metode .............................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10

II
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. (1) Penggunaan Lahan Tanpa Konservasi di Sub Das Cikapundung ; (2)
Pendangkalan Sungai Cikapundung ........................................................................................... 2
Gambar 2. Contoh efek dari proses erosi air di DAS Oum Er Rbia yang tinggi....................... 4

III
1

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kendala yang sering kali ditemukan pada sektor pertanian yaitu lahan yang
mengalami degradasi. Lahan pertanian yang terdegradasi merupakan lahan yang mengalami
penurunan produktivitas karena lapisan permukaan tanahnya memburuk. Berdasarkan data
luasan lahan terdegradasi di Indonesia pada tahun 2008 sudah mencapai 77,8 ha dan jumlah
tersebut ditemukan selalu bertambah setiap tahunnya (Wahyunto dan Dariah, 2014). Salah
satu titik utama yang menentukan terjadinya degradasi lahan yaitu bagian hulu DAS (Daerah
Aliran Sungai) yang ada pada bagian atas lereng dengan ciri khasnya yaitu curam, memiliki
batas-batas area yang jelas, horizon tanah tipis, dan curah hujan tinggi. Sistem penggunaan
lahan pada area hulu DAS yang sangat penting untuk diperhatikan karena dapat
mempengaruhi kondisi pada kegiatan pertanian yang dilakukan pada wilayah hilir DAS. Hal
tersebut dikarenakan dengan kedalaman tanah yang relatif tipis pada bagian hulu DAS dan
curah hujan yang tinggi sehingga membuat adanya aliran permukaan dan erosi menjadi
suatu proses alami yang terjadi pada hulu DAS yang tidak digunakan sesuai dengan
kemampuannya (Halengkara, 2016), kemudian hal tersebut akan berdampak kerugian di
bagain hilir DAS baik secara material maupun hilangnya nyawa. Kerugian secara material
khususnya akan dirasakan oleh sektor pertanian dikarenakan adanya penurunan
produktivitas tanah akibat penurunan tingkat kesuburan tanah karena tercucinya hara dan
terkikisnya lapisan permukaan tanah yang mengandung bahan organik (hara) tinggi,
selanjutnya sedimen hasil pengikisan tersebut akan berlanjut menjadi sedimentasi pada
bagian waduk dan sungai sehingga menyebabkan pendangkalan.
DAS merupakan seluruh area sungai yang menjadi alur pengairan utama, dimana
dijelaskan oleh Fuady dan Azizah (2013) dalan jurnalnya bahwa batas-batas DAS dapat
diketahui baik dari garis bayangan sepanjang punggung pegunungan, tebing, atau bukit yang
menunjukkan pemisahan antara aliran sungai satu dengan lainnya. Disebutkan juga dalam
jurnal keduanya bahwa DAS terbagi menjadi 2 bagian utama tadah (catchment area) yang
ada pada bagian hulu dan juga ada pada daerah penyaluran air di bagian hilir di bawah daerah
tadah. Kelestarian DAS perlu dijaga, sehingga sangat diperlukannya pengelolaan yang baik
terhadap area DAS untuk mengendalikan potensi bahaya erosi yang jika tidak dikendalikan
dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Namun dalam upaya
pengelolaan DAS masih ditemukan beberapa kendala seperti minim dan terbatasnya
informasi dan data baik dalam bentuk data biofisik maupun sosial ekonomi masyarakat yang
terlibat di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut sehingga dapat diketahui bahwa
diperlukannya pengelolaan DAS yang berlandaskan hubungan antara kebutuhan penduduk
dan sumberdaya yang ada guna memenuhi kebutuhan penduduk tersebut. upaya pengelolaan
diperlukan penerapannya baik pada saat ketersediaan sumberdaya tinggi ataupun sedang
tidak tercukupi, dimana pengelolaan yang diakukan pada saat sumberdaya tidak tersedia
maka pengelolaan ditujukan untuk diperolehnya manfaat yang optima dari yang ada. Selain
itu, tidak terpenuhinya informasi yang diperlukan diketahui diakibatkan oleh luasan DAS
yang cukup luas serta kompleks, dimana terbentang mulai dari area lereng pegunungan
sampai area hilir pesisir pantai.
Permasalahan erosi yang berpotensi terjadi di area hulu DAS dapat diperburuk dengan
berbagai faktor, salah satunya yaitu dengan adanya kegiatan manusia yang melakukan
pembukaan lahan pertanian ataupun penggunaan lahan lainnya yang tidak
mempertimbangkan kemampuan sumberdaya alam yang tersedia (Arsyad, 2010). Selain itu,
faktor yang mempengaruhi besaran bahaya erosi yaitu topografi lahan yang meliputi
kemiringan lereng dan panjang lereng. Semakin curam dan panjang suatu lereng maka akan
mengakibatkan laju dan jumlah aliran permukaan akan semakin besar, kemudian hal
2

tersebut akan berdampak pada erosi yang semakin besar. Kemudian erosi akan semakin
besar juga dikarenakan permukaan tanah (top soil) secara langsung terkena butiran hujan
yang membawa energi kinetik yang menyebabkan adanya erosi percikan. Hal tersebut
dikarenakan minimnya tanaman penutup tanah akibat tingginya kegiatan pembukaan lahan
oleh para pelaku usahatani. Kondisi dimana sudah tingginya tingkat kecuraman suatu lereng,
panjang lereng, dan diperburuk dengan tutupan lahan yang sedikit dapat mempermudah
proses pengangkutan atau pencucian bahan organik oleh aliran permukaan (run off),
sehingga proses degradasi lahan terjadi. Seperti yang diketahui bahwa area akhir yang akan
terkena dampak dari terjadinya erosi di bagian hulu DAS yaitu di bagian hilir DAS,
dijelaskan oleh Sutono et al. (2010) bahwa kerusakan lahan di sekitar DAS mengakibatkan
beberapa kerusakan penting seperti air sungai menjadi keruh, pencucuian hara tanah,
penggerusan tebing sungai, solum tanah menipis, dan penurunan tingkat produktivitas lahan
sektor pertanian. Salah satu area yang perlu diteliti untuk mengetahui apakah lahan tersebut
sudah sesuai penggunaan lahannya atau masih perlu diberikan konservasi tanah dan air yaitu
pada Sub-DAS Cikapundung, Bandung Utara, Jawa Barat.

1 2
Gambar 1. (1) Penggunaan Lahan Tanpa Konservasi di Sub Das Cikapundung ; (2)
Pendangkalan Sungai Cikapundung
Erosi yang diakibatkan oleh adanya peralihan penggunaan lahan hutan menjadi lahan
terbuka seperti pemukiman warga, lahan pertanian, dan lain sebagainya. Salah satu hasil
konversi lahan hutan yang berkontribusi besar dalam mengakibatkan terjadinya kerusakan
alam adalah kegiatan pertanian secara intensif oleh pada petani sekitar. Permasalahan
kerusakan lahan dalam bentuk erosi tersebut diperbesar dengan tidak adanya penerapan
konservasi dalam kegiatan pertanian. Berkurangnya luasan lahan tertutup yang dahulu
berfungsi sebagai area serapan air hujan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah debit
air limpasan, sehingga pada tahap tertentu mengakibatkan adanya proses sedimentasi pada
bagian sungai cikapundung yang mengakibatkan pendangkalan permukaan sungai dan
membuat terjadinya banjir di area pemukiman warga (Agustian, 2016). Namun dikarenakan
faktor pembatas pada area tersebut yaitu lereng yang agak curam sehingga tidak banyak
usaha konservasi yang dapat dilakukan untuk menghadapi permasalahan erosi. Salah satu
usaha konservasi yang dapat dilakukan yaitu yang ditujukan untuk peminimalisiran besar
erosi, yaitu dengan menerapkan teknologi konservasi vegetatif berupa melakukan
penanaman tanaman tutupan tanah. Selain dapat memberi kanopi terhadap tanaman
budidaya, tanaman tutupan tanah secara langsung dapat meminimalisirkan permasalahan
erosi dengan sistem tajuk dan seresah yang dihasilkan dapat melindungi permukaan tanah
dari berkontakan langsung dengan butiran hujan, serta pada sistem perakarannya dapat
menahan laju limpasan permukaan.
1.2 Pertanyaan Penelitian
a) Apa pengaruh dari upaya konservasi terhadap bahaya erosi yang terjadi?
3

b) Apa ada perbedaan dari upaya konservasi penerapan tanaman penutup tanah dengan
konservasi mekanis dalam mengendalikan basar bahaya erosi?
c) Bagaimana cara untuk mengetahui dan mengurangi nilai erosi yang ada pada lahan
miring?
1.3 Hipotesis
a) H0 = Perbedaan penggunaan tutupan lahan berpengaruh terhadap nilai erosi
b) H1 = Perbedaan penggunaan tutupan lahan tidak berpengaruh terhadap nilai erosi
1.4 Tujuan
Kegiatan penelitian yang dilakukan pada Sub-DAS Cikapundung mengenai pengaruh
penanaman tutupan lahan yang berbeda jenis dan upaya konservasi mekanisme pada lahan
miring terhadap potensi nilai erosi. Melalui penelitian ini dapat diketahuinya pengaruh dari
penggunaan tutupan lahan yang berbeda terhadap besar erosi yang akan terjadi pada
penggunaan lahan dengan topografi miring.
4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Penggunaan lahan pada area yang memiliki ciri topografi kemiringan lereng yang curam
perlu dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang men-detail untuk mengurangi
dampak kerusakan lahan yang mungkin dapat terjadi. Hal tersebut dikarenakan pada wilayah
dengan faktor pembatas kemiringan memiliki potensi terjadinya erosi yang cukup tinggi, hal
tersebut karena pada umumnya pada area tersebut memiliki curah hujan yang tinggi sehingga
sangat riskan akan mengalami erosi jika tidak dipergunakan dengan bijak. Mengenai
pentingnya pertimbangan dalam penggunaan lahan miring, bahkan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Sun et al. (2014) menjelaskan bahwa sebagai upaya minimlisir atau bahkan
mencegan terjadinya bahaya erosi tanah sangat perlu dicegahnya perubahan fungsi lahan
miring menjadi lahan pertanian dan penggundulan hutan, melainkan diperluannya perlakuan
restorasi area rawan erosi dengan melakukan konservasi penanaman seperti vegetasi kayu.
Salah satu jenis erosi yang mengakibatkan terjadinya degradasi lahan yaitu erosi yang
disebabkan air, khususnya pada area dengan ciri pegunungan yang didominasikan lereng terjal
dan tanah lempung, daerah kering dan semi kering, cekungan sungai yang tinggi. Ciri-ciri
tersebut merupakan lokasi dimana memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi untuk terjadinya
erosi tanah, serta diperburuk dengan aktifitas manusia dan cuaca yang buruk (Jazouli et a.,
2019). Dalam jurnalnya juga dijelaskan bahwa masalah erosi dapat menjadi pada tingkat
ekstrim di area DAS jika adanya kegiatan penebangan liar dan konversi tutupan lahan yang
dilakukan tanpa didasarkan oleh pertimbangan dampak yang akan diberikan terhadap
lingkungan di masa mendatang atau bahkan pada saat itu. Hal tersebut juga disebutkan oleh
Zare et al. (2017) dalam jurnal penelitiannya bahwa pada titik lereng yang semakin panjang
lerengnya maka akan meningkatkan laju aliran permukaan dan jumlah limpasan yang akan
terjadi, sehingga akan sejalan dengan meningkatnya besar erosi yang terjadi. Berikut
merupakan contoh dampak dari terjadinya erosi pada area DAS jika dilakukannya pembukaan
lahan hutan secara tidak bijak.

Gambar 2. Contoh efek dari proses erosi air di DAS Oum Er Rbia yang tinggi
(Jazouli et a., 2019)
Permasalahan erosi yang terjadi di area DAS umumnya dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu
aliran sungai dan tepi sungai yang curam. Dalam jurnal penelitian Zhang et al. (2014)
dijelaskan lebih detail bahwa erosi pada area DAS dapat meluas disebabkan oleh adanya
kegiatan pertanian intensif dan rendahnya vegetasi penutup tanah. Disebutkan bahwa sebanyak
60-80% erosi tanah yang terjadi di DAS diakibatkan oleh penggunaan lahan miring sebagai
lokasi kegiatan pertanian. Menghadapi permasalahan yang dapat diberikan erosi terhadap
kondisi DAS maka diperlukannya kegiatan identifikasi area kritis yang diperkirakan memiliki
potensi tertinggi untuk mengalami bahaya erosi, hal tersebut karena jika tidak dilakukan
minimalisir kerusakan yang dapat terjadi maka pada karakteristik ekologi dan fisik DAS yang
sudah terkena dampak maka akan mempengaruhi sumber daya air dan lingkungan sekitar, serta
kualitas air sungai itu sendiri.
5

Selanjutnya yaitu mengenai metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui perkiraan
erosi yang akan terjadi di area DAS, yaitu dengan menggunakan perangkat lunak IntErO.
Mengenai metode IntErO dijelaskan dalam jurnal penelitian milik Spalevic et al. (2013) bahwa
dengan menggunakan metode ini dapat diperolehnya data seperti kuantifikasi dampak
lingkungan dari bahaya erosi yang terjadi, besar gelombang banjir di DAS, kerugian aktuan
dari potensi erosi tanah, dan tindakan perencanaan penggunaan lahan. Dalam jurnalnya juga
disebutan bahwa faktor ekologi merupakan suatu faktor dasar dalam tahap perhitungan erosi
tanah dalam model simulasi, dan juga ada aspek sosial seperti sikap petani pada kegiatan
pemanfaatan lahan ramah lingkungan.
Teknik lainnya dalam menghadapi permasalahan terganggunya wilayah DAS juga
dijelaskan oleh Fayas et al. (2019) dalam jurnal penelitian yang dilakukan di wilayah Sri Lanka.
Dalam jurnalnya terdapat penjelasan perlakuan baik pada titik DAS yang memiliki potensi
kehilangan tanah tendah dan tinggi. Pertama yaitu pada titik DAS yang memiliki tingkat
kehilangan tanah rendah direkomendasikan untuk diberikan upaya konservasi tanah agronomis
dan ditetapkan sebagai area pengelolaan dan pengendalian erosi tanah. Kemudian pada area
pertanian dialih fungsikan sebagai area penggunaan lahan agroforestri, yaitu kombinasi antara
pohon dan vegetasi lainnya sampai tercapainya penutupan tanah yang terlindungi. Selanjutnya
pada area pemukiman, disarankan untuk ditingkatkannya jumlah tutupan kanopi di bagian
taman rumah. Namun pada titik DAS yang memilii potensi tinggi terjadinya erosi tanah karena
ciri topografinya yang curan disarankan untuk diberikan perlakuan mekanis yang terjangkau,
contohnya yaitu seperti teras batu, saluran pembuangan, dan lainnya. Selain itu teknik lahan
pertanian miring (Sloping Agricultural Land Technique/SALT) disebutkan bahwa merupakan
teknik yang dapat diterapkan pada area rawan erosi, yaitu seperti pada area cekungan tengah dan
hulu. Metode lainnya yang dapat digunakan dijelaskan oleh Diwediga et al. (2018), yaitu alat
pengelolaan dan perencanaan DAS (The Landscape Management and Planning Tool/LAMPT).
Dijelaskan bahwa alat tersebut dapat memberikan pemodelan pola erosi tanah yang
berhubungan dengan adanya perubahan penggunaan atau tutupan lahan (land use/cover
change/LUCC), rezim perlindungan lahan, dan bentang alam. Selain itu juga dengan melakukan
pengujian terhadap tingkat efisiensi desain ulang lanskap pilihan akan besar erosi yang ada
pada skala cekungan.
Dampak yang dapat terjadi jika tidak segera dilakukannya pengendalian terhadap
masalah erosi yang terjadi di area hulu DAS maka akan memperburuk kondisi area hilir DAS,
disebutkan oleh Biswas dan Padmini (2015) bahwa setelah terjadinya penurunan daya infiltrasi
tanah yang kemudian mengakibatkan adanya limpasan material dari bagian hulu menuju hilir
DAS membuat terjadinya pengendapan sedimen atau sedimentasi di area lembah dan waduk.
Sebagai upaya pengendalian masalah ini disebutkan dalam jurnal keduanya bahwa sudah
ditemukannya beberapa model yang sudah dikembangkan untuk melakukan pendugaan
terhadap erosi tanah di area cekungan, yaitu meliputi EUROSEM, LISEM, SWAT, dan WEPP.
Salah satu teknologi konservasi mekanis yang dapat dilakukan pada lahan pertanian di bagian
hulu DAS yaitu teknologi geotekstil. Mengenai teknologi ini dijelaskan oleh Jakab et al. (2012)
bahwa teknik konservasi menggunakan biogeotekstil merupakan metode dengan digunakannya
anyaman tikar untuk menutup permukaan tanah dan ditanam pada area lereng. Tingkat efisiensi
biogeotekstil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu seperti panjang lereng dan tingkat
kecuraman, sifat tanah, jenis geotekstil yang digunakan, dan curah hujan.
2.1 pengaruh erosi terhadap ekosistem terestrial (tanah)
Permasalahan erosi dapat memberi dampak terhadap produktivitas ekosistem darat,
yaitu dimana erosi tanah menyebabkan adanya peningkatan laju limpasan air yang
mengakibatkan menurunnya daya infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air tanah.
Selain itu kejadian erosi pada lahan miring membuat tercucinya bahan organik dan hara
penting bagi tanaman yang sedang dibudidayakan, serta berkurangnya kedalaman tanah.
6

Kerusakan lahan erosi tidak hanya memberi dampak terhadap penurunan laju pertumbuhan
vegetatif tanaman, namun juga pada penurunan biota tanah dan biodivertsitas hayati secara
keseluruhan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pimentel dan Michael (2013),
diketahui bahwa terdapat 4 faktor yang terkena dampak dari terjadinya erosi (ke-empat
faktor saling berhubungan satu dengan lainnya dalam permasalahan yang terjadi). Berikut
merupakan faktor-faktor yang disebutkan dalam jurnal keduanya.
2.1.1 Ketersediaan Air
Jumlah air tersedia sangat penting terutama bagi kegiatan yang ada dalam sektor
pertanian, faktor ketersediaan air menjadi faktor pembatas utama dalam penentuan tingkat
produktivitas seluruh ekosistem terestrial. Hal tersebut dikarenakan seluruh vegetasi mulai
dari yang dibudidayakan atau pada tanaman yang ditujukan sebagai tanaman tutupan tanah
membutuhkan air dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Kondisi
dimana terjadinya erosi akibat curah hujan yang tinggi dapat membuat adanya peningkatan
laju limpasan permukaan secara signifikan dan berdampak pada tidak terpenuhinya
kebutuhan tanaman akan air karena menurunnya daya infiltrasi tanah.
2.1.2 Kehilangan Nutrisi
Dampak selanjutnya yang diakibatkan dari terjadinya erosi yaitu hilangnya hara yang
tersedia bagi tanaman, dimana pada tanah lapisan atas (top soil) yang terkikis umumnya
memiliki kandungan hara penting yang cukup tinggi kurang lebih tiga kali lebih banyak dari
tanah yang tersisa di lahan. disebutkan bahwa pada tanah lapisan atas dengan berat 1 ton
memiliki kandungan hara penting seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dengan
rata-rata jumlah masinng-masing hara ditemukan pada hara N 1-6 kg, hara P 1-3 kg, dan
hara K 2-30 kg. Sebagai upaya menyeimbangkan kembali kondisi hara terkandung pada
tanah di lahan dengan hara yang tercuci dapat dilakukan dengan mengaplikasikan pupuk
dalam jumlah besar-besaran baik dengan menggunakan pupuk komersial dan/atau pupuk
kandang.
2.1.3 Bahan Organik Tanah
Umumnya pada tanah yang subur kurang lebih sebanyak 4-5% dari total berat tanah
lapisan atasnya memiliki kandungan bahan organik sejumlah 100 ton/Ha, dimana dengan
detail sekitar 95% merupakan hara N dan 25-50% hara P. Keberadaan bahan organik yang
sering kali ditemukan ada di bagian permukaan tanah yaitu daun dan batang yang mengalami
pembusukan. Namun dikarenakan adanya kerusakan lahan berupa erosi berdampak pada
menurunnya ketersediaan bahan organik tersebut secara signifikan, baik diakibatkan oleh
erosi angin maupun erosi air yang kemudian hanya menyisakan partikel tanah yang besar
atau bahkan batuan. Keberadaan bahan organik dinilai penting karena dapat membantu
dalam pembentukan agregat tanah dan peningkatan porositas tanah, dimana dengan adanya
perbaikan struktur tanah maka akan sejalan dengan perbaikan daya infiltrasi tanah dan dapat
meningkatkan produktivitas tanah. Selain itu, bahan organik dapat berperan dalam
memperbaiki nilai KTK (kapasits tukar kation), sistem perakaran tanaman budidaya, dan
dapat membantu merangsang kegiatan mikroba dalam tanah.
2.1.4 Kedalaman Tanah
kedalaman tanah menjadi faktor yang perlu diperhatikan karena dengan terjadinya
erosi dapat mengurangi kedalaman tanah yang tersedia baik bagi area pertumbuhan
perakaran tanaman budidaya maupun tempat hidupnya mikroorganisme tanah. Contoh
mikroorganisme yang umum yaitu cacing tanah, mikroorganisme satu ini membutuhkan
kedalaman tanah yang sesuai untuk dapat melakukan tugasnya dalam membentuk porositas
tanah. Selain itu dampak erosi yang terjadi juga dipengaruhi oleh kondisi aktual kedalaman
tanah sebelum terjadinya pengikisan tanah, dimana dapat menentukan ruang tumbuh
perakaran yang dapat mengakibatkan tanaman menjadi kerdil jika minimum kedalaman
tanah yang dibutuhkan perakaran tidak terpenuhi.
7

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Lokasi
Kegiatan penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2022 melalui dua
tahap, yaitu meliputi kegiatan lapangan dan analisis data. Kegiatan lapangan akan dilakukan
secara langsung di Sub-DAS Cikapundung. Titik penelitian berlokasi di bagian hulu Daerah
Aliran Sungai (DAS) Cikapundung, Bandung Utara, Jawa Barat. Total luasan areal DAS
Cikapundung yaitu 9,401 Ha yang terbagi menjadi lahan basah seluas 253,49 (2,7%) dengan
sistem penggunaan lahannya sebagai lahan sawah, sedangkan luas lahan lainnya yaitu
9,147,51 Ha (97,3%) yang merupakan lahan kering digunakan sebagai area pemukiman,
hutam alam, hutan pinus, tegalan, dan lahan budidaya hortikultura (Sutrisna et al., 2010).
Kemudian setelah data yang diperlukan dari kegiatan lapang sudah terkumpul, kegiatan akan
dilanjutkan dengan tahap analisis data terhadap Kelas Kemampuan Lahan.
3.2 Alat dan Bahan
Sebagai upaya melancarkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan di lapang secara
langsung yaitu DAS Cikapundung, maka diperlukannya alat dan bahan yang digunakan.
Berikut merupakan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian.
3.2.1 Alat
Alat Fungsi
GPS (Geographic Position System) Alat gps dipergunakan sebagai alat bantu
dalam proses penentuan titik pengamatan
Meteran Dipergunakan untum membantu proses
pengukuran bangunan konservasi tanah
Haga Dipergunakan untuk membantu proses
pengukuran kemiringan lereng
Alat tulis Sebagai alat bantu pencatatan data hasil
penelitian di lapang
Telepon pintar Fitur kamera yang ada pada telepon pintar
dipergunakan untuk membantu proses
dokumentasi kegiatan penelitian di lapang
3.2.1 Bahan
Bahan Fungsi
Sampel tanah Dipergunakan untuk membantu dalam
proses penentuan jenis tanah, tingkat
permeabilitas, dan lainnya
Data perubahan alih fungsi lahan Dipergunakan untuk mengetahui sejarah
perubahan lahan

Buku pegangan KKL (Kelas Kemampuan Dipergunakan untuk membantu dalam


lahan) proses penentuan Kelas Kemampuan lahan
pada data yang diperoleh selama tahap
penelitian secara langsung di area hulu DAS
Cikapundung
8

3.3 Metode
Sistem penelitian yang dilakukan yaitu dilakukan pada lahan budidaya tanaman
semusim yang berjalan di area Sub hulu DAS Cikapundung. Metode yang digunakan terbagi
menjadi 2 tahap, yaitu tahap pengumpulan data primer dengan melakukan identifikasi
terhadap kondisi lahan dengan menggunakan KKL atau Kelas Kemampuan Lahan untuk
dapat mengetahui data kemiringan lereng dan lainnya. Pemilihan metode KKL dikarenaan
dapat dilakukannya dengan menggunakan masing-masing faktor penghambat yang ada.
Kemudian setelah didapatkannya data primer dari ientifikasi secara langsung di lapang,
dapat diketahui apakah penggunaan lahan pada area hulu DAS Cikapundung sudah sesuai
atau tidak dengan kemampuan lahannya, serta mengenai penerapan upaya konservasi tanah
untuk minimalisir potensi terjadinya erosi. Data yang akan diteliti dalam pencarian data
primer yaitu meliputi:
a. Kedalaman horizon A (top soil)
b. Sifat fisik tanah (tekstur, struktur, drainase)
c. C-Organik
d. Vegetasi yang ada
e. Jenis pupuk
f. Teknik konservasi
g. Tingkat produktifitas tanah
Tahap kedua yaitu pengumpulan data sekunder dengan bantuan literatur penelitian
sebelumnya yang terkait, buku, dan lainnya. Tahap ini dilakukan setelah data primer sudah
terkumpul, ditujukan untuk memperkuat data primer. Selain diperkuatnya data primer,
dilakukannya juga perhitungan pendugaan terhadap potensi terjadinya erosi pada DAS
Cikapundung dengan mengginakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation), yaitu
dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
A = R × K × LS CP
Keterangan:
A = jumlah erosi (ton/ha/tahun)
R = faktor erosivitas hujan
K = faktoe erodibilitas tanah
L = faktor panjang lereng
S = faktor kemiringan lereng
C = faktor tanaman (vegetasi)
P = faktor tindakan konservasi (pengelolaan)
Berikut merupakan rumus lanjutan untuk mengetahui besar ancaman erosi atau
disebut juga Indeks Bahaya Erosi (IBE), menurut Hammer (1981).
𝑒𝑟𝑜𝑠𝑖 𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 (𝑡 ℎ𝑎−1𝑡ℎ−1)
IBE =
𝑇𝑆𝐿 (𝑡 ℎ𝑎−1𝑡ℎ−1)

Keterangan:
Erosi potensial =R×K×L×S

= 2 faktor lainnya (tanaman dan pengelolaan) dianggap satu atau tidak


adanya penutup tanah dan tindkaa konservasi yang dilakukan
9

TSL 𝐷𝐸−𝐷𝑚𝑖𝑛
= + PT
𝑀𝑃𝑇
(Tolerable Soil
Loss)

Keterangan:
DE = kedalaman ekuivalen (kedalaman efektif tanah × faktor kedalaman)
Dmin = kedalaman tanah minimum
MPT = masa pakai tanah
PT = laju pembentukan tanah
10

DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Y. 2016. Evaluasi Pengaruh Curah Hujan dan Sifat Fisik Tanah Terhadap Erosi
Sebagai Dasar Konservasi Penggunaan Lahan di Sub Das Cikapundung. Skripsi.
Teknik Sipil, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan
Indonesia.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Biswas, S, S., dan Padmini, P. 2015. Estimation of soil erosion using RUSLE and GIS
techniques: a case study of Barakar River basin, Jharkhand, India. Modeling Earth
Systems and Environment, 1(4): 1-13.
Diwediga, B., Quang, B, L., Sampson, K, A., Lulseged, D, T., dan Kperkoum, W. 2018.
Modelling soil erosion response to sustainable landscape management scenarios in the
Mo River Basin (Togo, West Africa). Science of The Total Environment, 625: 1309-
1320.
Fayas, C, M., Nimal, S, A., Korotta, G, S, N., Dinithi, S., dan Ananda, M. 2019. Soil Loss
Estimation Using Rusle Model to Prioritize Erosion Controlin Kelani River Basin in Sri
Lanka. International Soil and Water Conservation Research, 7(2): 130-137.
Fuady, Z., dan Azizah, C. 2013. Tinjauan Daerah Aliran Sungai Sebagai Sistem Ekologi. dan
Manajemen Daerah Aliran Sungai. Jurnal Lentera, 6(1): 1– 10.
Halengkara, L. 2016. Analisis Kerusakan Lahan Untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Melalui Integrasi Teknik Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Jurnal
Majalah Geografi Indonesia, 26(2): 149–173.
Jakab, G., Zoltan, S., Adam, K., Adrienn, T., Balazs, M., dan Szilard, S. 2012. Biological
Geotextiles Against Soil Degradation Under Subhumid Climate – A Case Study.
Carpathian Journal of Earth and Environmental Sciences, 7(2): 125-134.
Jazouli, A, E., Ahmed, B., Rida, K., Jamila, R., Mohamed, E, B. 2019. Remote Sensing dnd
GIS Techniques For Prediction of Land Use Land Cover Change Effects on Soil
Erosion in The High Basin of The Oum Er Rbia River (Morocco). Remote Sensing
Applications: Society and Environment, 13: 361-374.
Pimentel, D., dan Michael, B. 2013. Soil Erosion Threatens Food Production. Agriculture,
3(3): 443-463.
Spalevic, V., Djurovic, S., Mijovic, M., Vukelic, S., dan Curovic, M. 2013. Soil Erosion
Intensity and Runoff on the Djuricka River Basin (North of Montenegro). Malaysian
Journal of Soil Science, 17(1): 49-68.
Sun, W., Quanqin, S., Jiyuan, L., dan Jun, Z. 2014. Assessing the effects of land use and
topography on soil erosion on the Loess Plateau in China. CATENA, 121: 151-163.
Sutono,S., S. H. Tala’ohu., O. Sopandi., dan F. Agus. 2010. Erosi Pada Berbagai Penggunaan
Lahan di DAS Citarum. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan
Pertanian.
Sutrisna, N., santun, R, P, S., dan Subagyono, K. 2010. Tingkat Kerusakan Tanah di Hulu
Sub DAS Cikapundung Kawasan Bandung Utara. Jurnal Tanah dan Iklim, 32: 71-82.
Wahyunto, dan Dariah, A. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing,
Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju Satu Peta.
Jurnal Sumberdaya Lahan, 8(2): 81–93.
Zare, M., Thomas, P., dan Luis, L. 2017. Simulating the impacts of future land use change on
soil erosion in the Kasilian watershed, Iran. Land Use Policy, 67: 558-572.
Zhang, S., Yan, L., dan Taiwei, W. 2014. How land use change contributes to reducing soil
erosion in the Jialing River Basin, China. Agricultural water management, 133: 65-73.

Anda mungkin juga menyukai