(MIPA )
PERMASALAHAN PENGEMBANGAN LAHAN RAWA LEBAK
Dosen:
Dr. Rahmat Yunus, M.Si.
Dr. Uripto Trisno Santoso, M.Si.
Oleh:
Muhammad Awaluddin Fitri
1920132310004
Nurjahid Hakim Ash Shdiqi
1920132310009
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER KEGURUAN IPA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2020
DAFTAR ISI
i
PEMBAHASAN
Lahan rawa lebak merupakan lahan yang terdapat di kiri-kanan sungai besar dan
anak-anaknya, dengan topografi datar, tergenang air pada musim penghujan dan kering atau
tetap tergenang pada musim kemarau. Berdasarkan variasi permukaan lahan, ketinggian
serta lamanya genangan, rawa lebak digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
a. Lebak pematang: lahan yang mempunyai topografi relatif cukup tinggi dengan
genangan di musim hujan dangkal (maksimum 50 cm), dan periode waktu yang
b. Lebak tengahan: lahan yang mempunyai topografi relatif agak rendah dengan
genangan agak dalam (50 – 100 cm), untuk jangka waktu yang relatif agak lama (3-
6 bulan);
c. Lebak dalam: lahan yang mempunyai topografi paling rendah dengan genangan
cukup dalam (>100 cm), dan dalam waktu yang relatif lama (> 6 bulan) atau
(Suwignyo, 2007)
1. Kondisi Lahan
Kondisi lahan lebak yang mempunya ciri periode lama genangannya 10 -15
beberapa waktu kemudian genangan air naik kembali akibat eurah hujan diwilayah
sekitarnya, tetapi seeara komulatif periode lama genangan tersebut dapat meneapai
1
4 bulan, wilayah lebak dengan kondisi genangan demikian disebut sebagai "dangkal
fluktuatif ". Lahan lebak dengan ciri tersebut banyak terdapat di wilayah lebak
2008)
Banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau terutama
pada lahan rawa lebak dangkal, prasarana pendukung belum memadai seperti jalan
Diperlukan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan yang lebih giat lagi untuk
Kinerja infrastruktur sumber daya air saat ini mengalami penurunan, karena
Operasi dan Pemeliharaan sumber daya air yang menyebabkan menurunnya kinerja
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) secara umum keadaannya masih kurang
2
partisipasi dari masyarakat untuk ikut secara dalam partisipatif di organisasi P3A.
(Ariadiningrat, 2015)
5. Perubahan Iklim
pemanfaatan lahan rawa dalam kaitannya dengan perubahan iklim antara lain pada
lahan rawa lebak fluktuasi air yang sulit diprediksi yang menyebabkan kekeringan
dan kebanjiran. Pada lahan rawa sulfat masam dengan adanya El Niño terjadi
keracunan sulfat dan besi, sedangkan pada kondisi kering terjadi keracunan Al,
meningkatnya salinitas, serta serangan hama dan penyakit. Pada lahan gambut,
6. Kelembagaan
rendah, kondisi seperti ini berakibat pendapatan petani rendah. Sedangkan dari
disebabkan kurangnya informasi tentang potensi desa dan bunga kredit untuk
mesin-mesin pertanian agar dikemudian hari tidak menjadi besi tua, maka langkah
3
yang harus dilakukan adalah dengan suatu perencanaan yang baik, yaitu dengan
Indonesia mempunyai lahan rawa seluas 33,40 juta hektar yang terdiri atas
rawa pasang surut dan rawa lebak dan umumnya tersebar di Pulau Sumatera,
Kalimantan, dan Papua. Di Kalimantan Barat, terdapat rawa lebak seluas 35 436
hektar dan baru dimanfaatkan sekitar 27,6%. Secara umum, pemanfaatan rawa
lebak masih terbatas dan hanya bersifat untuk menopang kehidupan sehari-hari dan
masih tertinggal jika dibandingkan dengan agroekosistem lain, seperti lahan kering
atau lahan irigasi. Hal itu disebabkan oleh berbagai kendala, baik kendala fisik
lahan maupun non fisik. Beberapa faktor non fisik sebagai penyebab sehingga
pengusahaan rawa lebak masih jauh dari harapan dan belum memberikan hasil yang
1. Adanya persepsi dari petani yang keliru bahwa usahatani yang dijalani sekarang
2. Kurangnya modal,
4
C. Solusi dalam memanfaatkan lahan rawa lebak
air dan tanah pada lahan rawa lebak, antara lain: (1) lama dan kedalaman
genangan air banjir atau air pasang dan kualitas airnya: (2) ketebalan,
kandungan hara, dan kematangan gambut; (3) kedalam lapisan pirit serta
kemasaman total potensial dan actual setiap lapisan tanahnya, (4) pengaruh
luapan atau intrusi air asin/payau; dan (5) tinggi muka air tanah dan keadaan
substratum lahan, apakah endapan sungai, laut atau pasir kuarsa. Dalam
mengatasi fluktuasi air yang terjadi pada musim hujan dan kekeringan pada
musim kemarau, penerapan teknologi pengelolaan air adalah solusi yang dapat
dipakai. Teknologi pengelolaan air pada intinya adalah membuang air apabila
kelebihan dan mengairi air apabila kekurangan, sehingga kebutuhan air akan
selalu terpenuhi dari saat penanaman hingga menjelang panen atau bahkan
setelah panen dapat ditanam kembali hingga masa tanam dapat diperpanjang
seoptimal mungkin dengan cara mengatur air apabila pada musim penghujan
lahan tidak dipengaruhi dari luapan air sungai dan pada waktu kering air dapat
kondisi tersebut di atas maka bentuk persawahan dibuat sistem surjan. Pada
5
persawahan surjan akan terbentuk tanggul (guludan) keliling yang fungsinya
untuk menahan air dari luar pada waktu musim penghujan dan sawah dapat
diairi pada musim kemarau. Sistem surjan memiliki keuntungan komparatif jika
dibandingkan dengan sistem lahan kering, antara lain yaitu: (1) pengairan sawah
lebih terjamin; (2) stabilitas produksi padi sawah lebih mantap dibandingkan
dengan padi gogo; (3) pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman lebih
murah; (4) intensitas tanam bisa lebih banyak, dan kemungkinan diversifikasi
lebih besar.
Selain pembuatan tanggul, dapat dibuat saluran antara petak sawah satu
dengan petak sawah yang lain, pintu air terbuat dari paralon yang dapat
diturunkan apabila air di dalam sawah kurang sedangkan pada saat air di luar
sawah lebih tinggi , maka air akan mengalir ke sawah dan sebaliknya apabila
kelebihan air di dalam sawah maka air dapat dibuang, paralon ditegakkan yang
tingginya melebihi tanggul untuk menahan genanggan air dari luar. Pembuatan
dan bahkan tanaman tahunan yang bernilai ekonomis. Pengelolaan air secara
lokasi penelitian dan petugas pertanian lapangan (PPL), dari informasi yang
6
tanggul dimaksudkan untuk menghindari adanya pemadatan/penyusutan tanah
et al., 2020)
daerah, tentunya harus di dukung oleh ketersediaan dan pemanfaatan lahan yang
ada terutama lahan rawa lebak. Namun jika melihat kondisi sekarang, lahan
rawa lebak yang ada di wilayah Indonesia tidak termanfaatkan dengan baik dan
Solusi yang yang paling tepat untuk mengatasi masalah tersebut adalah
menjadikan lahan rawa lebak sebagai Lahan pangan Abadi (LPA). LPA sangat
mungkin untuk diterapkan karena adanya UU No. 41 tahun 2009 yang mengatur
lahan industri dan perumahan rakyat. Jika LPA berhasil diterapkan maka tidak
akan ada lagi penyalahgunaan fungsi lahan pertanian bidang pangan, rakyat
7
akan sejahtera dan tentunya LPA dapat membantu program lumbung pangan
baik secara nasional maupun daerah, yang dapat diterapkan di seluruh daerah
sebagai lahan pangan, karena secara nasional luas areal lahan rawa lebak yang
tanaman, tanah, air, dan unsur hara melalui pemberdayaan kelompok dan
kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan, sehingga dapat
tanah dan air. Penerapan metode SRI berdasarkan atas lima komponen penting
yaitu, penanaman bibit muda (6–12 hari setelah semai), bibit ditanam satu
batang per lubang, jarak tanaman yang lebar (30 cm x 30 cm), kondisi tanah
Penanaman satu batang per lubang akan menurunkan kebutuhan benih serta
kondisi tanah yang tidak tergenang dapat meningkatkan aerasi dan efisiensi
penggunaan air.
Indonesia. SRI mempunyai keunggulan antara lain: (1) semua varietas benih
dapat digunakan, (2) dapat meningkatkan produksi padi, (3) pengurangan dalam
8
pemakaian benih 80-90% dan kebutuhan air 25-50%, (4) biaya produksi turun
10-25%, (5) pendapatan petani meningkat. Uji coba budidaya SRI oleh petani di
berturut-turut mulai dari 9,4 ton ha-1, 11,2 ton ha-1 dan bahkan terakhir ada
yang mencapai 12,5 ton ha-1, tentunya pada luasan yang masih sangat terbatas.
Kelebihan pada budidaya SRI adalah hemat benih, biaya tanam lebih rendah,
intensitas panen dan padi yang dihasilkan lebih banyak. Kelebihan lain dari
penggunaan budidaya padi SRI adalah hemat air. Penanaman padi dengan
budidaya SRI tidak perlu menggenangi sawah dengan air. Pemberian airnya
dilakukan secara berkala dengan tinggi air maksimal 0,5 cm dan pada periode
9
Kesimpulan
1. Beberapa permsalahan dalam pengembagan lahan rawa lebak yaitu 1.) Kondisi Lahan 2.)
Fluktuasi air yang cukup tinggi 3.) Rendahnya sumber daya manusia 4.) Pelaksanaan Operasi
2. Penyebab pengusahaan rawa lebak masih jauh dari harapan karena adanya persepsi dari petani
yang keliru bahwa usahatani yang dijalani sekarang telah memberikan hasil yang maksimal,
kurangnya modal, akses teknologi yang rendah, sifat subsisten petani dan berusahatani karena
kebiasaan.
3. Solusi untuk memanfaatkan lahan rawa lebak salah satu contohnya yaitu 1). Teknik
Pengelolaan Air, 2). Lahan Pangan Abadi (LPA) dan 3). System Rice Intensification (SRI).
10
DAFTAR PUSTAKA
Ar-Riza and Alkasuma (2008) ‘Pertanian lahan rawa pasang surut dan strategi
pengembangannya dalam era otonomi daerah’, Jurnal Sumberdaya Lahan, 2(2),
pp. 95–104.
Ariadiningrat, Y. (2015) ‘Kajian Rencana Operasi & Pemeliharaan Jaringan Irigasi Daerah
Rawa (Studi Kasus Daerah Rawa Rasau Jaya)’, Jurnal Teknik Sipil, 15(2).
Available at: https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jtsuntan/article/view/25540.
Djamhari, S. (2013) ‘Kajian Penerapan Mekanisasi Pertanian Di Lahan Rawa Lebak Desa
Putak - Muara Enim’, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 11(3), pp. 157–161.
doi: 10.29122/jsti.v11i3.840.
Maftu’ah, E., Wahidah, A. and Muhammad, N. (2016) ‘Teknologi Pengelolaan Lahan
Rawa Untuk Tanaman Pangan Dan Hortikultura Dalam Konteks Adaptasi
Terhadap Perubahan Iklim’, Jurnal Sumberdaya Lahan, 10(2), pp. 103–114. doi:
10.2018/jsdl.v10i2.7028.
Rois (2011) ‘Model Pengelolaan Lahan Rawa Lebak Berbasis Usahatani Berkelanjutan
(Studi Kasus Di Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu
Raya - Kalimantan Barat )’, p. 213.
Suparwoto, Karman, J. and Waluyo (2019) ‘Penampilan Padi Varietas Inpari Di Rawa
Lebak Desa Pemulutan Ulu Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan’,
Jurnal Ilmu Pertanian Agronitas, 1(2).
Suwignyo, R. A. (2007) ‘Ketahanan Tanaman Padi Terhadap Kondisi Terendam:
Pemahaman Terhadap Karakter Fisiologis Untuk Mendapatkan Kultivar Padi Yang
Toleran di Lahan Rawa Lebak’.
Syahbuddin, H. et al. (2020) Fondasi Lumbung Pangan Masa Depan.
Syahputra, F. (2019) ‘Prospek lahan sawah lebak untuk pertanian berkelanjutan di
kabupaten Banyuasin provinsi Sumatera Selatan (’, Indonesian Journal of Socio
Economics, 1(2), pp. 109–114.
11