Anda di halaman 1dari 4

PENANGGULANGAN DEGRADASI DAERAH ALIRAN

SUNGAI (DAS)

Disusun untuk memenuhi syarat Mata Kuliah Eksperimentasi dan


Rekayasa Lingkungan

Disusun Oleh :
NAMA : FETRIA WIDIYANTI
NIM. A132202011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2022
BAB I PENDAHULUAN
Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini umumnya sedang menghadapi tekanan
terhadap pembangunan, sehingga kelangsungan ekosistem dan tutupan lahan di
wilayah tersebut terancam hilang (Daigneault, et al., 2021). Menurut Baja et al. (2014)
pertumbuhan penduduk yang terjadi di DAS menyebabkan banyak perubahan fungsi
lahan, antara lain lahan hutan menjadi pemukiman dan persawahan serta alih fungsi
lahan pertanian menjadi perumahan. Perubahan tutupan lahan menjadi salah satu faktor
pemicu terjadinya degradasi DAS.
Menurunnya lahan hutan sebagai daerah tangkapan air dapat menimbulkan
berbagai kondisi yang mempengaruhi besarnya erosi permukaan (Ahmad dan Verma,
2013), sehingga pada saat hujan terjadi peningkatan dan percepatan aliran permukaan.
Oleh karena itu, beban sedimen menjadi tinggi sehingga penggenangan di sungai begitu
cepat (Lufira et al., 2022). Dampak lainnya adalah berkurangnya kemampuan resapan
tanah sehingga air juga berkurang pada musim kemarau (Tisakti, B., 2014).
Dampak yang ditimbulkan oleh kerusakan lahan akibat alih fungsi lahan sekitar
DAS dapat merusak dan merugikan masyarakat sekitar. Sehingga perlu alternatif solusi
untuk menjaga kondisi lahan di sekitar DAS supaya tetap lestari.

BAB II PEMBAHASAN
Degradasi DAS umumnya terlihat dari meluasnya lahan kritis, erosi pada
lereng-lereng curam baik yang digunakan untuk pertanian atau peruntukan lain seperti
permukiman sehingga menimbulkan dampak yang luas terhadap lingkungan seperti
bencana banjir yang frekuensinya semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas sebagai
akibat kurang efektifnya pengelolaan lahan di sekitar DAS, terutama karena tidak
adanya keterpaduan tindakan dan upaya yang dilakukan oleh berbagai sektor, instansi,
atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan DAS.
Pendekatan menyeluruh dan terpadu sangat diperlukan untuk menanggulangi
masalah degradasi DAS. Pendekatan yang dimaksudkan menurut Isrun (2009) yaitu
pendekatan yang menuntut suatu manajemen terbuka yang menjamin berlangsungnya
proses koordinasi antara lembaga/instansi terkait kebijakan daerah dan pentingnya
partispasi masyarakat sehingga kawasan DAS tersebut terpelihara kelestarian
lingkungannya.
Kelestarian lingkungan khususnya di sekitar DAS berhubungan erat terhadap
kualitas air pada sungai, menurut studi di berbagai skala dan kondisi geografis secara
luas menunjukkan bahwa 60% hingga 90% DAS memerlukan tutupan hutan atau
vegetasi untuk menjaga kualitas air sungai di sekitarnya tetap baik (Daigneault, et al.,
2021). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021) menambahkan bahwa
pada kanan kiri tebing sungai sebaiknya dilakukan konservasi tanah secara vegetatif
untuk mencegah longsor, erosi yang masuk ke badan sungai, menekan terjadinya
banjir, meningkatkan kualitas air sungai dan menekan pendangkalan sungai akibat
sedimentasi. Konservasi tanah secara vegetatif tersebut dilakukan melalui pemberian
amelioran seperti kapur, dolomit atau bitumen.
Penerapan konservasi tanah secara vegetatif dapat dilakukan dengan
penanaman (1) strip rumput seperti rumput gajah, benggala, mexico dan lainnya, (2)
budi daya tanaman lorong (alleycroping) seperti lamtoro, kaliandra atau flemingia, dan
(3) tanaman penutup lainnya seperti bambu apus, tumbuhan merambat/menjalar,
kemelandingan, dan pohon dadap.

BAB III KESIMPULAN


Degradasi DAS saat ini dapat dilihat dari bertambahnya lahan kritis, erosi pada
lereng-lereng curam baik yang digunakan untuk pertanian atau peruntukan lain seperti
permukiman. Kelestarian lingkungan di sekitar DAS sangat mempengaruhi kualitas air
sungai di sekitarnya. Oleh karena itu pemerintah harus berupaya untuk melakukan
pelestarian DAS dengan dukungan partisipasi masyarakat. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi degradasi DAS adalah dengan metode konservasi secara
vegetatif yaitu dilakukan penanaman tanaman kompleks seperti pinus, jati dan mahoni
di sub DAS dengan tingkat bahaya erosi sedang dan berat yang diperkirakan dapat
mengurangi erosi sebesar 21,634%. Sedangkan cara lainnya melalui konservasi lahan
secara mekanis dengan membuat check dam atau struktur kontrol yang dapat mereduksi
sedimen sebesar 16,67% pada sub-DAS dengan tingkat bahaya erosi sedang dan berat.
Daftar Pustaka
Ahmad, I., Verma, M. K. (2013). Application of USLE Model & GIS in
Estimation of Soil Erosion for Tandula Reservoir. International Journal of Emerging
Technology and Advanced Engineering, 3(4), pp. 570-576.
Baja, S., Nurmiaty, U., & Arif, S. (2014). GIS-Based Soil Erosion Modeling for
Assessing Land Suitability in the Urban Watershed of Tallo River, South Sulawesi,
Indonesia. Modern Applied Science, 8(4). doi: https://doi.org/10.5539/mas.v8n4p50.
Daigneault, A., Strong, A. L., & Meyer, S. R. (2021). Benefits, costs, and
feasibility of scaling up land conservation for maintaining ecosystem services in the
Sebago Lake watershed, Maine, USA. Ecosystem Services, 48, 101238. doi:
https://doi.org/10.1016/j.ecoser.2020.101238.
Isrun. (2009). Analisis Tingkat Kerusakan Lahan pada Beberapa Sub DAS di
Kawasan Danau Poso. Media Litbang Sulteng, 2(1), pp. 67-74.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 23 Tahun 2021. Jakarta.
Lufira, R.D., Andawayanti, U., Cahy, E.N., Dianasari, Q. (2022). Land
conservation based on erosion and sedimentation rate (case study of Genting
Watershed Ponorogo Regency). Physics and Chemistry of the Earth, 126, 103143. doi:
https://doi.org/10.1016/j.pce.2022.103143.
Trisakti, B. (2014). Pendugaan Laju Erosi Tanah Menggunakan Data Satelit
Landsat dan Spot (Soil Erosion Rate Estimation Using Landsat and Spot). Jurnal
Penginderaan Jauh, 11(2), pp. 88-101.

Anda mungkin juga menyukai