Anda di halaman 1dari 4

Hybrid Engineering: Pemecah Ombak Laut Berbasis Ramah Lingkungan

untuk Mendukung Keberlanjutan Wilayah Pesisir

Perubahan iklim berdampak pada perubahan pola angin yang dapat memicu derasnya
gelombang laut. Permasalahan tersebut menjadi ancaman bagi keberhasilan restorasi
mangrove dan pertambakan di wilayah pesisir. Strategi perlindungan secara struktural berupa
hybrid engineering menjadi salah satu hal yang perlu diterapkan.
Perubahan iklim merupakan salah satu faktor pemicu meningkatnya kenaikan muka air
laut. Hal demikian juga menyebabkan terjadinya perubahan pola angin dimana dapat
mempengaruhi kondisi gelombang laut. Wilayah yang paling berdampak akibat kenaikan
gelombang air laut adalah pesisir. Menurut Undang-Undang No 27. Tahun 2007, wilayah pesisir
didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan laut yang ditentukan oleh
12 mil batas wilayah ke arah perairan dan batas kabupaten/kota ke arah pedalaman.

Gambar 1. Kenampakan Citra Landsat pesisir Kota Semarang dan Kabupaten Demak
Sumber: Sriyana et al, 2020

Terjangan ombak laut yang besar dapat menyebabkan abrasi pantai yang dapat
mengurangi luas daratan di kawasan pesisir. Selain itu, kehidupan masyarakat sekitar juga
terancam terutama bagi masyarakat yang memiliki tambak dan pertumbuhan bibit mangrove
untuk mempertahankan ekosistem di kawasan pesisir pantai. Dalam hal ini, perlu dilakukan
upaya dan strategi perencanaan yang matang termasuk dalam mengendalikan abrasi dan
menghalau ombak laut agar tidak masuk ke tambak masyarakat dan area penanaman mangrove.
Salah satu bentuk perlindungan wilayah pesisir dapat dilakukan secara struktural yakni
dengan membangun bangunan pelindung yang biasa disebut Alat Pemecah Ombak (APO).
Tujuan penggunaan APO tersebut diantaranya untuk mengurangi energi gelombang, menahan
sedimentasi [3,8], serta dapat mendukung pelaksanaan restorasi mangrove [1]. Pemilihan tipe
bangunan pelindung pantai sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan kondisi pantai, tanah dasar
pantai yang dilindungi, kesediaan material, dan peralatan untuk membuat bangunan [3].
Alat pemecah ombak (APO) memiliki beberapa tipe diantaranya APO yang terbuat dari
box dan beton, APO yang terbuat dari paralon yang berisi pasir dan di kelilingi ban, serta APO
kayu yang berasal dari kayu bekas yang diikat [7]. Salah satu tipe APO yang dianggap yang
paling ramah lingkungan adalah tipe Hybrid Engineering (HE) [1, 8]. Keunggulan HE ini adalah
lebih mampu melindungi tanaman mangrove yang ada di belakangnya, mencegah abrasi
sekaligus dapat menambah sedimentasi tanah [7]. HE terbuat dari bahan bambu, kayu dan
ranting-ranting kayu bekas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Penggunaan bahan yang
relatif murah dan mudah ditemukan sangat mungkin dapat diaplikasikan. HE memungkinkan
dapat dilalui air dan lumpur serta mampu memecahkan namun tidak memantulkan gelombang,
sehingga sedimen dapat terperangkap di dalamnya [2].

Gambar 2. Pemasangan Hybrid Engineering


Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2018

APO dengan tipe HE telah diterapkan di beberapa daerah seperti di Kota Semarang dan
Kabupaten Demak yang dikenal sebagai daerah rawan terjadi degradasi yang berdampak pada
berkurangnya luas daratan. Penggerusan tanah tersebut menyebabkan produktivitas penggunaan
lahan khususnya pertambakan semakin menurun. Sama halnya dengan ekosistem mangrove yang
tidak dapat tumbuh secara optimal. Untuk menanggulangi masalah tersebut, masyarakat kini
telah membangun HE yang dibantu oleh Pemerintah Kota Semarang, Pemerintah Kabupaten
Demak dan lembaga terkait. Hasil monitoring dari pemanfaatan HE di wilayah pesisir Kota
Semarang dan Kabupaten Demak memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar sebagai
perlindungan wilayah pesisir pantai untuk mencapai keberlanjutan ekosistem mangrove,
pertambakan sekaligus dapat mempertahankan garis pantai. Selain itu, masyarakat dapat merasa
aman dan tenang dalam mengelola tambak dan senantiasa ekosistem mangrove dapat tumbuh
dengan baik dan terlindungi.
Selain Kota Semarang dan Kabupaten Demak, HE berpotensi dapat diterapkan di
Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah sebagai percontohan model restorasi mangrove
berbasis masyarakat yang akan dilakukan oleh Inobu bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Seruyan. Permasalahan di pesisir Kabupaten Seruyan adalah erosi serta ombak dari
Laut Jawa yang cukup deras dan berpeluang dapat menghambat berkembangnya bibit mangrove.
Mengingat bahwa bibit mangrove pasca restorasi atau bibit mangrove yang masih muda belum
mampu beradaptasi dan rentan terjadi kerusakan, upaya pemasangan HE dengan material ramah
lingkungan ini menjadi salah satu solusi untuk melindungi bibit mangrove di belakangnya dari
terjangan ombak dan mempertahankan sedimentasi di area restorasi mangrove, sehingga bibit
mangrove dapat tumbuh dengan baik.

Referensi
[1] A. Gijon Mancheno, W. Jansen, W.S.J. Uijttewaal, A.J.H.M. Reniers, A.A. van Rooijen, T.
Suzuki, V. Etminan, J.C. Winterwerp. 2021. Wave transmission and drag coefficients
through dense cylinder arrays: Implications for designing structures for mangrove
restoration. Ecological engineering 165. https://doi.org/10.1016/j.ecoleng.2021.106231
[2] Gemilang, W.A., Wisha, U.J., Ondara, K., and Dhiauddin, R. 2018. Hybrid engineering
effectivity evaluation according to the changes in mangrove area and sedimentary rate in the
eroded area of Sayung Regency, Demak, Central Java. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science 216 (2018) 012040. doi :10.1088/1755-1315/216/1/012040.
[3] Hartati, R., Pribadi, R., Astuti, R.W., Yesiana, R., dan Yuni H, I. 2016. Kajian Pengamanan
Dan Perlindungan Pantai Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tugu Dan Genuk, Kota Semarang.
Jurnal Kelautan Tropis. Vol. 19(2):95–100.
[4] Muhari, A., Siry, H.Y., Nurhabni, F., Afriyanto, B., David, Latief, Y., Sarifah, Ayunda, D.,
Purba, B.C., Murtihari, I.S., Wibisono, E., Setianto, A., Wibowo, A.S., Chandra, Dinata, O.,
dan Budiman. 2018. Struktur Hybrid Engineering: Solusi Rekayasa Berbasis Ekosistem
untuk Restorasi Kawasan Pesisir. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
[5] Sriyana, I., Niyomukiza, J.B., Sangkawati, S., and Parahyangsari, S.K. 2020. Determination
of the original coastline on Semarang city and Demak district using remote sensing approach.
E3S Web of Conferences 202. https://doi.org/10.1051/e3sconf/202020204001.
[6] Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.
[7] Yesiana, R., Hidayati, I.Y., Wicaksosno, G. 2016. Penguatan Ekosistem Pesisir: Monitoring
dan Pembelajaran Pembangunan Alat Pemecah Ombak (APO) di Kota Semarang. Jurnal
Wilayah dan Lingkungan. Vol 4. No 3. Hal 199-212.
[8] Yulistiyanto, B. 2009. Mangrove dengan Alat Pemecah Ombak (APO) sebagai perlindungan
garis pantai. Paper presented at Seminar Nasional Manajemen Sumberdaya Air Partisipatif
Guna Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim Global. Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai