Anda di halaman 1dari 4

Nama: Aldina Noer Azizah

NIM: 20/454968/GE/09202

Tugas Mata Kuliah Degradasi Lingkungan

ANALISIS DPSIR FRAMEWORK PADA ABRASI SEPANJANG PESISIR PANTAI


SELATAN KABUPATEN KULON PROGO

Kondisi lingkungan hidup dapat diidentifikasi menggunakan metode pendekatan DPSIR


yang merupakan akronim dari Driving force – Pressure – State – Impact – Response. Konsep ini
dikembangkan oleh Badan Lingkungan Eropa (European Environmental Agency/EEA) pada
tahun 1999 yang juga berguna untuk menentukan kebijakan sebagai respons dari degradasi
lingkungan yang ada (Hendriarianti et al., 2022). Kerangka kerja DPSIR didasarkan dari konsep
bahwa faktor kebutuhan (drivers) dapat berasal dari faktor alami maupun manusia dapat
memberikan tekanan (pressures) atau faktor langsung pada lingkungan yang menyebabkan
perubahan kondisi lingkungan hidup (state). Perubahan tersebut mampu memberikan dampak
(impact) pada penduduk sehingga terjadi respons untuk upaya mengurangi kerugian melalui
kebijakan, program, maupun kegiatan tertentu (response). Kerangka DPSIR dalam hal ini akan
digunakan dalam analisis abrasi di sepanjang pesisir pantai selatan Kabupaten Kulon Progo.
Berbatasan langsung dengan Samudera Hindia mengakibatkan kekuatan kikisan lahan dari laut
cenderung besar dan akan semakin masif jika terjadi alih guna lahan yang tidak sesuai. Kerangka
DPSIR yang akan digunakan dalam analisis ialah sebagai berikut.

Gambar 1 Kerangka DPSIR

Sumber: Ad Ragas (2022)


Pesisir Kulon Progo memiliki ciri khas pantai dengan lereng landau dan bermaterial
pasir. Oleh karena itu, kategori pesisir yang termasuk perairan terbuka (open sea) dengan
horizon pantai yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia ini termasuk ke dalam kelas
risiko bencana abrasi dan gelombang ekstrem dengan skor 24 (kelas risiko tinggi) (Purwantara et
al., 2015). Abrasi merupakan proses hilangnya daratan akibat kekuatan alam berupa gelombang,
arus pasang surut, atau deflasi yaitu hilangnya material di pantai yang disebabkan oleh gerakan
angin. Variabel tertinggi yang berfungsi sebagai pelindung pantai salah satunya ialah vegetasi.
Menurut Ramadhan et al. (2022) dalam penelitiannya, kondisi salah satu pantai di Pesisir Selatan
Kulon Progo yaitu Pantai Bugel memiliki kondisi vegetasi pelindung sepanjang pesisir yang
memprihatinkan karena kerusakan akibat sapuan gelombang dan alih guna lahan menjadi
budidaya pertanian.

Gambar 2 Abrasi Pesisir Pantai Kulon Progo

Sumber: National Geographic Indonesia

Berdasarkan hasil analisis Cahyono et al. (2017), diperoleh hasil bahwa wilayah pesisir
Kabupaten Kulon Progo selama tahun 1999 sampai 2016 mengalami perubahan garis pantai
meliputi abrasi. Abrasi terparah terjadi di wilayah Pantai Trisik sebesar 219,5 meter yang
disebabkan oleh gelombang besar dan luapan Muara Sungai Progo. Abrasi tersebut berdampak
pada mengeringnya tumbuhan pantai dan kerusakan bangunan rumah. Upaya mitigasi alami yang
telah dilakukan ialah penanaman tumbuhan pantai seperti Cemara Udang, akan tetapi upaya
tersebut tidak cukup kuat untuk menahan terjadinya abrasi. Sementara itu, upaya mitigasi buatan
dengan pembangunan Breakwater di Pantai Glagah terbukti kuat untuk menahan abrasi.
Gambar 3 Breakwater di Pantai Glagah, Kulon Progo

Sumber: Parangtritis Geomaritime Science Park

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peristiwa alam degradasi lahan abrasi di
sepanjang pesisir pantai selatan Kulon Progo sesuai dengan analisis kerangka DPSIR ialah
sebagai berikut.

Faktor kebutuhan manusia seperti alih guna lahan menjadi kawasan budidaya
Drivers menyebabkan menurunnya kualitas lahan untuk bertahan dari proses abrasi karena
vegetasi yang ada bukan merupakan vegetasi pelindung melainkan vegetasi dengan
akar serabut yang tidak mampu menahan material pasir.
Faktor alam seperti gelombang laut yang tinggi dan berkekuatan besar serta luapan
Pressure aliran muara Sungai Progo semakin memperparah pengikisan bibir pantai.

State Terjadi perubahan kondisi lingkungan bibir pantai yang diindikasikan oleh
perubahan garis pantai selama tahun 1999 sampai 2016 di wilayah Pantai Trisik
sebesar 219,5 meter.

Impact Abrasi tersebut berdampak pada mengeringnya tumbuhan pantai dan kerusakan
bangunan rumah.

Responses Dilakukan upaya penanaman vegetasi pelindung seperti mangrove dan cemara
udang serta pembangunan breakwater untuk menaham abrasi di sepanjang bibir
pantai.
Referensi

Cahyono, H., Retno, T., Musrifah, W., & Maulana, E. (2017). Analisis Perubahan Garis Pantai
dengan Menggunakan Data Citra Landsat di Pesisir Kabupaten Kulonprogo. Parangtritis
Geomaritime Science Park.

Hendriarianti, E., Triwahyuni, A., & Ayudyaningtyas, A. T. (2022). Analisa Driving Force,
Pressure, State dan Response Kualitas Air. Prosiding SEMSINA, 3(2), 278-285.

Purwantara, S., & Sugiharyanto, N. K. (2015). Karakteristik Spasial Pengembangan Wilayah


Pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Konteks UUK DIY. Artikel Hibah Bersaing.

Ramadhan, C., Ruslanjari, D., Puspitasari, D., Indasari, G. D., & Sandro, N. (2022). Coastal
Vulnerability Assessment for Community Resilience on Abrasion: Case of Bugel Coast,
Kulon Progo Regency, Indonesia. ASEAN Journal on Science and Technology for
Development, 39(1), 13-22.

Anda mungkin juga menyukai