Anda di halaman 1dari 20

DETEKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN

DIGITAL SHORELINE ANALYSIS SYSTEM (DSAS)


DI PESISIR TIMUR KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR

ARTIKEL SKRIPSI

Oleh:
MASAJI FAIZ DANI AGUS SETIANI
NIM. 135080600111058

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
JULI, 2017
DETEKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN
DIGITAL SHORELINE ANALYSIS SYSTEM (DSAS)
DI PESISIR TIMUR KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR

ARTIKEL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar


Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya

Oleh:
MASAJI FAIZ DANI AGUS SETIANI
NIM. 135080600111058

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
JULI, 2017
DETEKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN
DIGITAL SHORELINE ANALYSIS SYSTEM (DSAS) DI PESISIR TIMUR KABUPATEN
PROBOLINGGO, JAWA TIMUR

Masaji Faiz Dani Agus Setiani1), M. Arif Zainul Fuad2), Dhira Khurniawan Saputra2)

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

Abstrak
Pesisir timur Kabupaten Probolinggo khususnya Kecamatan Paiton dan Kraksaan memiliki
tingkat aktivitas manusia yang cukup tinggi pada wilayah pesisirnya. Pemantauan terhadap perubahan
garis pantai sangat diperlukan untuk kajian dinamika pesisir, perlindungan lingkungan pantai, dan
pembangunan lingkungan pesisir. Pemantauan garis pantai dapat dilakukan menggunakan metode
Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Metode perhitungan perubahan garis pantai yang digunakan
pada DSAS yaitu metode Net Shoreline Movement (NSM) dan End Point Rate (EPR). Sedangkan metode
yang digunakan untuk memprediksi perubahan garis pantai dimasa mendatang yang digunakan pada
DSAS yaitu metode Linear Regression Rate (LRR). Pengamamatan perubahan garis pantai mengambil
rentang waktu selama 52 tahun menggunakan data tahun 1964, 1979, 1989, 1996, 2006 dan 2016.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui trend perubahan garis pantai selama kurun waktu 52
tahun dan memprediksi perubahan garis pantai yang akan terjadi mendatang menggunakan DSAS.
Desa Sukodadi, Pondok Kelor dan Kalibuntu selama 52 tahun telah mengalami abrasi saja dan tidak
ditemukan adanya akresi, sedangkan desa lainnya mengalami dinamika perubahan garis pantai baik
akresi maupun abrasi. Desa dengan tingkat akresi tertinggi yaitu Desa Asembagus dan Desa Sukodadi
merupakan desa dengan tingkat abrasi tertinggi. Hasil prediksi perubahan garis pantai Desa
Asembagus merupakan desa yang diprediksi tingkat akresinya paling tinggi dan abrasi tertinggi
diprediksi akan terjadi pada Desa Pondok Kelor. Peristiwa ini diprediksi akan terus berlangsung dan
dapat sewaktu-waktu berubah ataupun berhenti jika terdapat campur tangan manusia di kemudian
hari.
Kata kunci: Perubahan Garis Pantai, DSAS, NSM, EPR, LRR

SHORELINE CHANGES DETECTION USING DIGITAL SHORELINE ANALYSIS


SYSTEM (DSAS) AT EASTERN COASTAL AREA OF PROBOLINGGO REGENCY,
EAST JAVA

Abstract
The eastern coastal area of Probolinggo Regency especially Paiton and Kraksaan have high levels of human
activity in their coastal areas. Shoreline changse monitoring is necessary for coastal dynamics studies, coastal environment
protection and development. Shoreline changes can be monitored using Digital Shoreline Analysis System (DSAS)
method. Net Shoreline Movement (NSM), End Point Rate (EPR) method in DSAS have been choosen to calculate
shoreline changes and to predict future shoreline changes this study use Linear Regression Rate (LRR) method in
DSAS. Shoreline changes observation took 52 years of time span using 1964, 1979, 1989, 1996, 2006 and 2016
data. The purpose of this research is to know the trend of shoreline changes over the past 52 years and to predict the
shoreline changes that will occur in the future with DSAS. Sukodadi, Pondok Kelor and Kalibuntu for 52 years have
been abrasion only and there are no accretion phenomena can be found. Area with the highest level of accretion is
Asembagus and Sukodadi has the highest abrasion. The predicted results of future shoreline changes in areas with
coastline accretion will be more advanced and the abrasion region will retreat more. Asembagus predicted as area with the
highest level of accretion and the highest abrasion is predicted will occur in Pondok Kelor. This phenomena is predicted to
continue and can be change or stop at any time if there is human intervention in the future.
Key words: Shoreline change, DSAS, NSM, EPR, LRR
1)Mahasiswa Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
2)Dosen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

1
1. Pendahuluan merupakan teknologi penginderaan jauh yang
Garis pantai merupakan garis dapat digunakan untuk mendeteksi dan
pertemuan antara daratan dengan lautan yang meghitung perubahan garis pantai di suatu
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Garis wilayah secara otomatis (Sugiyono dkk., 2015).
pantai terdiri atas garis pantai surut terendah, Kabupaten Probolinggo memiliki
pasang tertinggi dan tinggi muka air laut rata- kegiatan aktivitas manusia cukup tinggi pada
rata. Melihat kedudukan garis pantai yang daerah pesisir. Beberapa jenis aktivitas
bervariasi, garis pantai cenderung memiliki manusia yang terdapat di pesisir yaitu kegiatan
sifat yang dinamis dan posisinya dapat perikanan budidaya dan perikanan tangkap,
mengalami perubahan (Cui and Li, 2011). industri serta aktivitas pembangkit tenaga
Posisi garis pantai mengalami listrik (Riani dkk., 2014). Daerah ini memiliki
perubahan yang berlangsung secara terus topografi yang landai dan mudah mengalami
menerus. Perubahan dapat terjadi akibat kenaikan muka air laut yang dapat
proses pengikisan daratan yang disebut abrasi menyebabkan banjir rob (Prayudha dan
maupun penambahan daratan yang disebut Suyarso, 2015). Kabupaten Probolinggo
akresi. Proses abrasi dan akresi dapat merupakan salah satu kabupaten yang sering
disebabkan oleh transpor sedimen, pasang mengalami banjir rob, khusunya Kecamatan
surut, gelombang, arus, aktivitas manusia dan Kraksaan dan Paiton yang berada di wilayah
penggunaan lahan (Arief dkk., 2011). bagian timur Kabupaten Probolinggo (BPBD
Pemantauan terhadap perubahan garis pantai Kab. Probolinggo, 2016a, 2016b; Suyarso,
sangat diperlukan untuk kajian dinamika 2016). Fenomena perubahan garis pantai,
pesisir, perlindungan lingkungan pantai, dan perubahan penggunaan lahan di kawasan
pembangunan lingkungan pesisir. Informasi pantai, penurunan muka tanah dan naiknya
mengenai garis pantai tersebut dapat muka air laut akibat efek pemanasan global
digunakan untuk membantu pengelolaan dapat mengakibatkan meluasnya cakupan
kawasan pesisir, pembuatan peta kerentanan banjir rob (Sudarsono, 2011).
bencana, transportasi laut serta pengelolaan Melihat padatnya aktivitas
dan pengembangan wilayah pesisir (Kasim, masyarakat di pesisir, adanya fenomena banjir
2012; Putra dkk., 2015). rob pada wilayah pesisir bagian timur
Pemantauan perubahan garis pantai Kabupaten Probolinggo menyebabkan
dapat dilakukan menggunakan teknologi pentingnya dilakukan penelitian di Kecamatan
penginderaan jauh dan Sistem Informasi Paiton dan Kraksaan Kabupaten Probolinggo
Geografis (SIG). Pemanfaatan teknologi menggunakan teknologi Digital Shoreline
penginderaan jauh untuk memantau Analysis System (DSAS). Tujuan dilakukannya
perubahan garis pantai sangat diperlukan penelitian ini untuk mengetahui perubahan
khususnya pada daerah dengan garis pantai garis pantai yang telah terjadi pada pesisir
yang panjang atau suatu wilayah yang memiliki timur Kabupaten Probolinggo menggunakan
banyak pulau seperti Indonesia (Winarso dkk., Digital Shoreline Analysis System (DSAS) selama
2001). Digital Shoreline Analysis System (DSAS) kurun waktu 52 tahun dan memprediksi
2
perubahan garis pantai yang akan terjadi di Asembagus. Kecamatan Kraksaan terdiri dari
pesisir timur Kabupaten Probolinggo. Desa Asembakor, Kebonagung, Kalibuntu
2. Metodologi dan Asembagus. Proses penelitian secara
Wilayah kajian penelitian ini yaitu keseluruhan berlangsung mulai bulan Maret
pesisir timur Kabupaten Probolinggo, Jawa hingga Mei 2017. Survei lapangan
Timur yang terdiri dari Kecamatan Paiton dan dilaksanakan pada tanggal 24-25 Maret 2017
Kraksaan seperti yang dapat dilihat pada untuk melihat kondisi lapangan, mengukur
Gambar 1. Kecamatan Paiton terdiri dari Desa kemiringan pantai dan melakukan tracking garis
Bhinor, Sumberejo, Sumberanyar, Sukodadi, pantai tahun 2017 menggunakan Global
Pondok Kelor, Randu Tatah, Jabung Sisir, Positioning System (GPS).
Asembakor, Kebonagung, Kalibuntu dan

Gambar 1. Lokasi penelitian

Data yang digunakan pada penelitian dilakukan proses koreksi geometrik pada
ini yaitu data garis pantai, kemiringan pantai perangkat lunak ArcGIS 10.3. Peta yang sudah
dan peramalan pasang surut. Data garis pantai terkoreksi geometrik kemudian dilakukan
yang digunakan yaitu garis pantai tahun 1964, digitasi untuk memperoleh data garis pantai
1979, 1989, 1996, 2006 dan 2016. Sumber data tahun 1964.
garis pantai tahun 1964 berasal dari Lembar Garis pantai tahun 1979 hingga 2016
Peta 5619 I dan 5719 IV U.S. Army Map Service menggunakan data citra satelit Landsat
(AMS) skala 1:50.000. Proses pengolahan data sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar
pada lembar peta diawali dengan melakukan 1. Tahapan pengolahan data citra satelit yaitu
scan peta ke dalam format JPEG Image (*.jpg). proses pemotongan citra, koreksi geometrik,
Peta yang sudah dalam format (*.jpg) koreksi radiometrik, serta deliniasi daratan dan

3
perairan. Proses pemotongan citra hingga perekaman dari GPS saat penelitian di
deliniasi daratan dan perairan dilakukan pada lapangan menggunakan metode Ground Control
perangkat lunak ENVI 5.1. Pemotongan citra Point dengan total RMS Error <0,05. Koreksi
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh radiometrik merupakan proses pemulihan
wilayah fokus penelitian yaitu Kecamatan citra yang dilakukan dengan tujuan untuk
Kraksaan dan Paiton, Kabupaten memperbaiki kualitas citra yang kurang baik
Probolinggo. Proses pemotongan citra akibat kerusakan satelit atau adanya gangguan
dibantu dengan menggunakan peta Rupa dari atmosfer. Kalibrasi citra dilakukan
Bumi Indonesia Kecamatan Kraksaan dan menggunakan Radiometric Calibration untuk
Paiton skala 1:25.000 untuk menentukan batas mempertajam tampilan citra dan koreksi
wilayah administrasi yang diperlukan. Koreksi atmosfer menggunakan FLAASH (Fast Line of
geometrik dilakukan dengan tujuan untuk Sight Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes)
memperbaiki posisi objek dalam citra sesuai Atmospheric Correction untuk menghilangkan
dengan posisi sebenarnya di lapangan. Koreksi gangguan atmosfer.
geometrik dilakukan menggunakan data hasil

Tabel 1. Sumber data citra satelit Landsat


Tanggal Akuisisi
Citra Satelit Jenis Sensor
(dd/mm/yyyy)
L2: LM21260651979278AAA05 05/10/1979 Multispectral Scanner (MSS)
L4: LT41180651989087AAA06 28/03/1989 Thematic Mapper (TM)
L5: LT51180651996243DKI00 30/08/1996 Thematic Mapper (TM)
L7: LE71180652006246EDC00 03/09/2006 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+)
L8: LC81180652016186LGN00 04/07/2016 Operational Land Imager (OLI)

Deliniasi daratan dan perairan deliniasi daratan dan laut untuk Landsat TM
dilakukan dengan tujuan untuk dan ETM+ menggunakan rumus dari Xu
menggambarkan dengan jelas batas antara (2006), yaitu:
daratan dan perairan yang digunakan untuk
memperjelas posisi garis pantai pada citra.
untuk Landsat 8 OLI menggunakan rumus
Deliniasi daratan dan perairan dilakukan
dari Ko et al. (2015), yaitu:
menggunakan metode Modified Normalised
Difference Water Index (MNDWI). Proses

Tabel 2. Band yang digunakan untuk deliniasi daratan dan perairan


Garis Pantai Panjang Gelombang Resolusi
Jenis Citra Satelit Jenis Sensor Band
(tahun) (mikrometer) (meter)
1979 Landsat 2 MSS 4 (Green) 0,5 – 0,6 60
7 (Near IR) 0,8 – 1,1 60
1989 Landsat 4 TM 2 (Green) 0,52 – 0,61 30
5 (Medium IR) 1,55 – 1,75 30
1996 Landsat 5 TM 2 (Green) 0,52 – 0,61 30
5 (Medium IR) 1,55 – 1,75 30
2006 Landsat 7 ETM+ 2 (Green) 0,52 – 0,61 30
5 (Medium IR) 1,55 – 1,75 30
2016 Landsat 8 OLI 3 (Green) 0,53 – 0,59 30
6 (SWIR 1) 1,57 – 1,65 30

4
MNDWI merupakan suatu metode 2.1. Digital Shoreline Analysis System
yang cukup efisien untuk mempertegas Digital Shoreline Analysis System
perbedaan antara perairan dan urban area, (DSAS) merupakan perangkat lunak yang
karena rumus ini merupakan modifikasi dari dapat digunakan untuk menghitung laju
rumus NDWI terdahulu yang memiliki perubahan garis pantai dari waktu ke waktu.
keterbatasan hanya dapat memisahkan antara (Hakim et al., 2014). Parameter yang
perairan dan vegetasi namun memiliki diperlukan dalam DSAS terdiri dari baseline
keterbatasan untuk mendeteksi tanah dan yaitu garis acuan titik nol yang digunakan
bangunan. Band yang digunakan pada rumus sebagai garis acuan untuk mengukur
MNDWI ialah band dengan panjang perubahan garis pantai dan garis ini tidak
gelombang 0,52-0,60 mikrometer dan band termasuk dalam garis pantai, shorelines yaitu
dengan panjang gelombang 1,55-1,75 garis pantai yang akan diukur perubahannya,
mikrometer (Gautam et al., 2015). MNDWI transects yaitu garis tegak lurus dengan baseline
memiliki tingkat akurasi 99,85% dalam yang membagi pias-pias pada garis pantai.
mengekstrak informasi perairan (Xu, 2006). Adapun gambaran parameter pada DSAS
Nilai panjang gelombang band digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.
sebagai acuan dalam penentuan band yang
digunakan. Band yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Citra
satelit yang telah melalui proses deliniasi
daratan dan perairan dapat dilakukan digitasi
untuk memperoleh data garis pantai.
Peramalan pasang surut digunakan
untuk mengetahui kondisi perairan saat
Gambar 2. Parameter yang dibutuhkan pada
akuisisi data citra satelit sedang mengalami DSAS
pasang, surut atau pada kondisi muka air laut
Penelitian ini menggunakan baseline
rata-rata atau Mean Sea Level (MSL) mengingat
yang diletakkan pada wilayah daratan
pasang surut mempengaruhi kedudukan posisi
(Onshore). Transek dibuat mengarah ke arah
garis pantai. Hal tersebut penting untuk
laut dengan jarak antar transek yang digunakan
dilakukan mengingat satelit Landsat melewati
yaitu 60 m dan panjang transek 1 km. Jarak 60
wilayah khatulistiwa dan melakukan akuisisi
m digunakan mengingat data yang digunakan
data pada waktu-waktu tertentu yaitu sekitar
sebagian besar merupakan data citra satelit
pukul 9.30 pagi untuk Landsat 1, 2 dan
yang berbasis pixel dan dianggap sudah cukup
Landsat 3, pukul 9.45 pagi untuk Landsat 4
detail untuk diterapkan pada garis pantai yang
dan 5, serta pukul 10.00 pagi untuk Landsat 7
memiliki panjang ± 25 km dan pada garis
dan 8 (USGS, 2017; Winarso dkk., 2009).
pantai yang memiliki bentuk tidak lurus seperti
Proses pengolahan data yang dilakukan yaitu
pantai yang terdapat pada pesisir timur
memperoleh data garis pantai.
Kabupaten Probolinggo. Garis pantai tahun

5
1964, 1979, 1989, 1996, 2016 dijadikan sebagai tidak akan mengalami perubahan kecuali
shorelines atau garis pantai yang akan dihitung terdapat aktivitas penambahan atau
perubahan garis pantainya. Pembuatan baseline pengurangan daratan akibat campur tangan
dan shoreline menggunakan metode on screen manusia. Sebelum melakukan prediksi
digitation. DSAS dilakukan pada perangkat dilakukan analisis regresi untuk melihat nilai
lunak ArcGIS 10.3 untuk menghitung koefisien determinasi (R2) pada tiap transek
perubahan garis pantai secara otomatis. untuk mengetahui pada lokasi tersebut telah
Prinsip kerja analisa perubahan garis mengalami perubahan atau tidak. Data dengan
pantai menggunakan DSAS yaitu nilai R2 mendekati 1 dapat digunakan sebagai
menggunakan titik-titik yang dihasilkan dari bahan pertimbangan bahwa pada lokasi
perpotongan antara garis transek yang dibuat tersebut pada masa mendatang akan
dengan garis pantai berdasarkan waktu sebagai mengalami perubahan garis pantai (Istiqomah
acuan pengukuran (Istiqomah dkk., 2016). dkk., 2016). Selain itu melihat nilai koefisien
Analisa dilakukan dengan menganalisa hasil korelasi (R) untuk melihat kekuatan hubungan
perhitungan perubahan garis pantai dan antara dua variabel. Variabel yang digunakan
melalukan pemilihan data yang mengalami variabel X yaitu tahun dan variabel Y yaitu
perubahan tertinggi dan terendah pada setiap jarak garis pantai dari baseline pada tiap tahun
desa pesisir di Kecamatan Paiton dan yang digunakan. Penelitian ini memilih transek
Kraksaan serta memprediksi perubahan garis yang memiliki nilai R>0,7 yang berarti kedua
pantai menggunakan metode analisis regresi. variabel memiliki korelasi sangat kuat
Metode DSAS yang digunakan untuk sebagaimana acuan dari untuk digunakan
menganalisa perubahan garis pantai yaitu Net sebagai bahan prediksi.
Shoreline Movement (NSM) dan End Point Rate 3. Hasil dan Pembahasan
(EPR). Metode NSM digunakan untuk 3.1. Perubahan Garis Pantai Tahun
mengukur jarak perubahan posisi garis pantai 1964-2016
antara garis yang terlama dan garis pantai Pesisir timur Kabupaten
terbaru. Metode EPR digunakan untuk Probolinggo berdasarkan hasil deteksi dan
menghitung laju perubahan garis pantai analisa perubahan garis pantai menggunakan
dengan membagi jarak antara garis pantai Digital Shoreline Analysis System (DSAS) telah
terlama dan garis pantai terkini dengan mengalami perubahan garis pantai pada
waktunya. Metode Linear Regression Rate (LRR) beberapa area tertentu selama kurun waktu
digunakan untuk menganalisa secara statistik tahun 1964 hingga 2016 beserta hasil survei
tingkat perubahan dengan menggunakan lapangan tahun 2017 dapat dilihat pada
regresi linear. Metode ini dapat digunakan Gambar 3 dan Gambar 4. Setiap desa
untuk membantu memprediksi perubahan dilakukan pemilihan data yang memiliki
garis pantai di masa mendatang. Garis pantai perubahan paling signifikan. Hasil perhitungan
yang akan diprediksi ialah garis pantai yang DSAS seperti selama 52 tahun menggunakan
tidak terdapat bangunan permanen, sebab metode Net Shoreline Movement (NSM) dan End
garis pantai yang terdapat bangunan permanen Point Rate (EPR) dapat dilihat pada
6
Tabel 3. Metode NSM digunakan untuk pantai mundur. Metode EPR digunakan untuk
menghitung jarak garis pantai terlama yaitu menghitung laju perubahan garis pantai tiap
tahun 1964 dengan garis pantai terbaru yaitu tahunnya selama 52 tahun, dimana data yang
tahun 2016, dimana jarak yang bernilai positif bernilai positif (+) mengalami akresi dan data
(+) memiliki arti garis pantai maju dan data yang bernilai positif (-) mengalami abrasi.
yang bernilai negatif (-) memiliki arti garis

Tabel 3. Hasil perhitungan perubahan garis pantai selama 52 tahun


Net Shoreline Movement (meter) End Point Rate (meter/tahun)
Desa Rata-Rata Rata-Rata Keterangan
Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah
+ - + -
Bhinor 479,21 -27,30 222,91 -27,30 4,27 -0,52 4,27 -0,52 Akresi
Sumberejo 58,66 -97,89 33,92 -61,79 1,12 -1,87 0,65 -1,18 Abrasi
Sumberanyar 156,83 -125,89 83,50 -48,61 3,00 -2,41 1,60 -0,93 Akresi
Sukodadi -154,36 -289,00 0,00 -218,40 -2,95 -5,53 0,00 -4,18 Abrasi
Pondok Kelor -53,62 -286,32 0,00 -114,91 -1,03 -5,48 0,00 -2,20 Abrasi
Randu Tatah 367,55 -281,77 191,06 -109,59 7,03 -5,39 3,66 -2,10 Akresi
Jabung Sisir 260,77 -64,33 116,09 -39,53 4,99 -1,23 2,22 -0,76 Akresi
Asembakor 166,83 -61,52 68,07 -31,65 3,19 -1,18 1,30 -0,61 Akresi
Kebonagung 12,50 -280,56 12,50 -99,21 0,24 -5,37 0,24 -1,90 Abrasi
Kalibuntu -68,00 -247,65 0,00 -171,66 -1,30 -4,74 0,00 -3,28 Abrasi
Asembagus 677,94 -144,70 356,41 -74,05 12,97 -2,77 6,82 -1,42 Akresi
Hasil perhitungan DSAS diamati abrasi tertinggi dengan laju abrasi rata-rata
berdasarkan terjadinya fenomena akresi dan sebesar -4,18 meter/tahun dan jarak rata-rata
abrasi pada setiap desa. Desa Sukodadi, perubahan sebesar -218,4 meter. Lokasi akresi
Pondok Kelor dan Kalibuntu selama 52 tahun tertinggi terjadi pada muara sungai. Akresi
telah mengalami abrasi saja dan tidak diduga akibat sedimentasi yang terjadi pada
ditemukan adanya akresi, sedangkan desa muara sungai dan adanya penambahan luasan
lainnya mengalami dinamika perubahan garis vegetasi pelindung pantai yang telah ditanam
pantai baik akresi maupun abrasi. Desa pada muara sungai dan disepanjang pantai.
dengan tingkat akresi tertinggi yaitu Desa Abrasi tertinggi diduga disebabkan oleh
Asembagus dengan laju akresi rata-rata keberadaan pembangunan TPI Paiton yang
sebesar 6,82 meter/tahun dan jarak rata-rata mempengaruhi perubahan arah gelombang
perubahan sebesar 356,41 meter. Desa datang.
Sukodadi merupakan desa dengan tingkat

7
Gambar 3. Perubahan garis pantai menggunakan DSAS

Gambar 4. Dinamika perubahan garis pantai selama 52 tahun

3.2. Perubahan Garis Pantai Tahun Kalibuntu selama 15 tahun pertama telah
1964-1979 mengalami abrasi dan tidak ditemukan adanya
Perubahan garis pantai untuk tahun akresi. Laju akresi rata-rata tertingi terdapat
1964-1979 seperti yang dapat dilihat pada pada Desa Asembagus yang berlokasi pada
Gambar 4 sebagian besar garis pantai semakin muara sungai yaitu sebesar 19,28 meter/tahun
mundur dari tahun 1964. Desa Sumberejo, dengan jarak rata-rata perubahan sebesar
Sukodadi, Pondok Kelor, Kebonagung dan 303,82 meter. Laju abrasi rata-rata tertinggi

8
terdapat pada Desa Sukodadi yang berlokasi meter/tahun dengan jarak rata-rata perubahan
pada muara sungai yaitu sebesar -12,4 sebesar -195,33 m.

Tabel 4. Hasil perhitungan perubahan garis pantai tahun 1964-1979


NSM (meter) EPR (meter/tahun)
Desa Rata-Rata Rata-Rata Keterangan
Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah
+ - + -
Bhinor 11,78 -112,98 10,82 -47,56 0,75 -7,17 0,69 -3,02 Abrasi
Sumberejo -39,75 -133,50 0,00 -84,55 -2,52 -8,47 0,00 -5,37 Abrasi
Sumberanyar 177,46 -185,99 87,01 -131,68 11,26 -11,80 5,52 -8,36 Abrasi
Sukodadi -159,29 -259,83 0,00 -195,33 -10,11 -16,49 0,00 -12,40 Abrasi
Pondok Kelor -76,53 -272,33 0,00 -173,50 -4,86 -17,28 0,00 -11,01 Abrasi
Randu Tatah 254,27 -200,63 119,84 -108,15 16,14 -12,73 7,61 -6,86 Akresi
Jabung Sisir 246,31 -57,76 62,05 -29,07 15,63 -3,67 3,94 -1,85 Akresi
Asembakor 135,00 -14,38 46,75 -12,40 8,57 -0,91 2,97 -0,79 Akresi
Kebonagung -13,24 -258,82 0,00 -124,20 -0,84 -16,42 0,00 -7,88 Abrasi
Kalibuntu -78,88 -232,44 0,00 -160,50 -5,01 -14,75 0,00 -10,19 Abrasi
Asembagus 575,65 -161,89 303,82 -101,66 36,53 -10,27 19,28 -6,45 Akresi
Dekade pertama pengamatan tinggi. Perubahan yang tergolong sangat tinggi
perubahan garis pantai bertujuan mengamati dapat juga diakibatkan oleh perbedaan sumber
perubahan garis pantai sebelum menggeliatnya data untuk memperoleh garis pantai. Data
pembangunan di wilayah pesisir timur garis pantai tahun 1964 berasal dari lembar
Kabupaten Probolinggo. Desa Sumberejo, peta sedangkan data tahun 1979 bersumber
Sukodadi, Pondok Kelor, Kebonagung dan dari citra satelit, perbedaan sumber data
Kalibuntu selama 15 tahun pertama telah tersebut diduga menjadi salah satu penyebab
mengalami abrasi dan tidak ditemukan adanya tingkat perubahan yang cukup tinggi karena
akresi, pada kelima desa tersebut belum untuk pembuatan lembar peta tahun 1964
terdapat adanya pembangunan pada wilayah menggunakan jenis satelit yang berbeda. Selain
pesisirnya serta belum terdapat vegetasi perbedaan sumber data perubahan yang
pelindung pantai yang dapat meredam ditemukan bisa jadi masih terpengaruh oleh
gelombang untuk mengurangi laju abrasi. Laju perbedaan kondisi muka air laut, dimana data
akresi rata-rata tertingi terdapat pada Desa pada lembar peta tahun 1964 menggunakan
Asembagus yang berlokasi pada muara sungai. kedudukan muka air laut rata-rata sedangkan
Laju abrasi rata-rata tertinggi terdapat pada data tahun 1979 yang berasal dari citra satelit
Desa Sukodadi yang berlokasi pada muara setelah dilakukan peramalan pasang surut
sungai. perairan sedang dalam keadaan surut.
Muara sungai merupakan lokasi yang 3.3. Perubahan Garis Pantai Tahun
rentan terhadap perubahan garis pantai. 1979-1989
Lokasi tersebut sangat dinamis mengingat Selama tahun 1979-1989 sebagian
perubahan yang terjadi pada lokasi tersebut besar garis pantai semakin maju seperti yang
sebagian besar terbentuk akibat proses dapat dilihat pada Gambar 4. Hampir seluruh
sedimentasi dan berlangsung secara musiman. desa mengalami akresi, hanya desa Asembagus
Selain akibat faktor tersebut, dapat telah saja yang mengalami abrasi berdasarkan hasil
diketahui bahwa jarak perubahan maupun laju perhitungan DSAS pada Tabel 5. Desa
perubahan pada rentang tahun ini cukup Sumberanyar, Sukodadi, Pondok Kelor hanya

9
mengalami akresi saja dan tidak ditemukan Asembagus merupaka desa dengan tingkat
adanya abrasi. Desa Jabung Sisir merupakan abrasi tertinggi dengan laju abrasi rata-rata
desa dengan tingkat akresi tertinggi yang sebesar -4,70 meter/tahun dan jarak rata-rata
berlokasi pada muara sungai dengan laju akresi perubahan sebesar -44,57 meter dimana lokasi
rata-rata sebesar 7,95 meter/tahun dan jarak perubahan terjadi pada muara sungai.
rata-rata perubahan 75,31 meter. Desa

Tabel 5. Hasil perhitungan perubahan garis pantai tahun 1979-1989


NSM (meter) EPR (meter/tahun)
Desa Rata-Rata Rata-Rata Keterangan
Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah
+ - + -
Bhinor 354,88 -63,64 51,26 -27,63 37,45 -6,72 5,41 -2,92 Akresi
Sumberejo 251,68 -45,54 66,71 -27,69 26,56 -4,81 7,04 -2,92 Akresi
Sumberanyar 92,88 10,93 56,54 0,00 9,80 1,15 5,97 0,00 Akresi
Sukodadi 69,47 32,78 54,03 0,00 7,33 3,46 5,70 0,00 Akresi
Pondok Kelor 101,96 33,60 70,43 0,00 10,76 3,55 7,43 0,00 Akresi
Randu Tatah 187,71 -34,93 67,84 -19,73 19,81 -3,69 7,16 -2,08 Akresi
Jabung Sisir 188,04 -103,76 75,31 -42,82 19,84 -10,95 7,95 -4,52 Akresi
Asembakor 88,86 -49,39 27,76 -21,34 9,38 -5,21 2,93 -2,25 Akresi
Kebonagung 69,71 -79,50 32,99 -25,72 7,36 -8,39 3,48 -2,71 Akresi
Kalibuntu 62,47 -27,58 25,40 -16,07 6,59 -2,91 2,68 -1,70 Akresi
Asembagus 214,08 -67,15 32,74 -44,57 22,59 -7,09 3,45 -4,70 Abrasi
Pada dekade ini aktivitas saat kondisi perairan sedang pada tinggi muka
pengembangan wilayah pesisir dimulai. Hal ini air rata-rata (Mean Sea Level).
ditandai dengan munculnya kawasan 3.4. Perubahan Garis Pantai Tahun
pembangkit tenaga listrik pada Desa Bhinor. 1989-1996
Desa Bhinor mengalami penambahan daratan Desa Bhinor selama tahun 1979-1989
akibat aktivitas pembangunan kawasan mengalami tingkat akresi yang paling tinggi
pembangkit tenaga listrik (PLTU Paiton). dibandingkan dengan desa lainnya. Laju akresi
Desa Pondok Kelor mengalami cukup banyak rata-rata pada desa tersebut sebesar 26,74
penambahan daratan yang diduga terjadi meter/tahun dengan rata-rata jarak perubahan
akibat pengembangan kawasan tambak. sebesar 198,57 meter. Desa Sumberejo
Menurut Suyarso (2016), pada sejak tahun memiliki tingkat abrasi paling tinggi pada
1973 wilayah pesisir di Kabupaten rentang tahun ini yaitu sebesar -5,31
Probolinggo mengalami penambahan daratan meter/tahun dengan rata-rata jarak perubahan
akibat pengembangan kawasan tambak. Selain sebesar 38,1 meter. Secara keseluruhan selama
akibat pengembangan wilayah, diduga 7 tahun pada periode ini sebagian besar
perubahan yang terjadi masih terpengaruh wilayah pesisir timur Kabupaten Probolinggo
oleh pasang surut mengingat kondisi pasang mengalami abrasi berdasarkan hasil
surut citra yang digunakan tidak diambil pada perhitungan DSAS yang dapat dilihat pada
kondisi yang sama. Tahun 1979 diambil saat Tabel 6. Perubahan garis pantai pada tahun
kondisi sedang surut dan tahun 1989 diambil 1989-1996 dapat dilihat pada Gambar 4.

10
Tabel 6. Hasil perhitungan perubahan garis pantai tahun 1989-1996
NSM (meter) EPR (meter/tahun)
Desa Rata-Rata Rata-Rata Keterangan
Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah
+ - + -
Bhinor 392,73 -11,60 198,57 -3,77 52,88 -1,56 26,74 -0,51 Akresi
Sumberejo 91,55 -148,88 21,28 -38,10 12,33 -20,05 2,87 -5,13 Abrasi
Sumberanyar 2,53 -47,16 1,20 -14,71 0,34 -6,35 0,16 -1,98 Abrasi
Sukodadi 24,90 -73,50 24,90 -32,85 3,35 -9,90 3,35 -4,42 Abrasi
Pondok Kelor 34,04 -64,58 13,00 -27,29 4,58 -8,70 1,75 -3,67 Abrasi
Randu Tatah 60,65 -30,69 20,04 -5,66 8,17 -4,13 2,70 -0,76 Akresi
Jabung Sisir 61,14 -127,46 19,59 -27,98 8,23 -17,16 2,64 -3,77 Abrasi
Asembakor 30,74 -29,29 15,09 -16,79 4,14 -3,94 2,03 -2,26 Abrasi
Kebonagung 34,15 -55,88 13,13 -20,31 4,60 -7,52 1,77 -2,73 Abrasi
Kalibuntu 0,84 -64,16 0,84 -27,63 0,11 -8,64 0,11 -3,72 Abrasi
Asembagus 58,81 -69,14 31,24 -18,17 7,92 -9,31 4,21 -2,45 Akresi
Tahun 1989-1996 merupakan rob dimana banjir tersebut akan menggenangi
puncak aktivitas pembangunan pada kawasan rumah warga dan tambak.
pembangkit listrik di Desa Bhinor, sebab 3.5. Perubahan Garis Pantai Tahun
berdasarkan perhitungan DSAS tingkat akresi 1996-2006
pada desa ini paling tinggi jika dibandingkan Garis pantai pada tahun 1996-2006
dengan desa lainnya. Desa Sumberejo sebagian besar mengalami akresi berdasarkan
memiliki tingkat abrasi paling tinggi pada hasil perhitungan DSAS yang dapat dilihat
rentang tahun ini. Abrasi yang terjadi pada pada
Desa Sumberejo diduga akibat adanya
Tabel 7. Laju akresi rata-rata paling
pembangunan yang dilakukan pada Desa
tinggi sebesar 6,47 meter/tahun pada Desa
Bhinor dimana kedua desa ini saling
Jabung Sisir dengan jarak rata-rata perubahan
berdekatan, adanya aktivitas pembangunan
sebesar 12,01 meter. Desa Jabung Sisir selain
dapat merubah pola arus maupun gelombang
mengalami akresi maksimum juga mengalami
yang datang ke pantai.
abrasi maksimum. Tingkat abrasi tertinggi juga
Secara keseluruhan pada kurun
terdapat pada desa ini dengan laju abrasi rata-
waktu ini perubahan yang terjadi didominasi
rata sebesar -9,21 meter/tahun dan jarak rata-
oleh abrasi. Hal ini sesuai dengan penelitian
rata perubahan sebesar -92,19 meter.
sebelumnya yang dilakukan oleh Suyarso
Perubahan garis pantai pada tahun 1996-2006
(2016), dimana pada tahun 1995 hingga 2003
dapat dilihat pada Gambar 4.
wilayah Kabupaten Probolinggo khususnya
Secara keseluruhan, garis pantai pada
Kraksaan lebih didominasi oleh erosi pantai.
tahun 1996-2006 dominan mengalami akresi.
Desa pada Kecamatan Kraksaan yang
Tahun 1996-2006 merupakan era dimana
memiliki tingkat abrasi tertinggi yaitu Desa
aktivitas pembangunan pada Kecamatan
Kalibuntu, desa ini sebagian besar berupa area
Paiton cukup tinggi. Kecamatan Paiton terus
pemukiman, tambak dan rawa yang langsung
mengembangkan wilayah pesisirnya dengan
berhadapan dengan laut serta tidak memiliki
membangun Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
perlindungan garis pantai yang cukup
Paiton pada desa Sumberanyar, selain itu
memadai. Berdasarkan pernyataan penduduk
PLTU Paiton terus mengembangkan
sekitar saat survei lapangan, saat gelombang
wilayahnya sehingga pada desa Sumberanyar
tinggi datang desa ini sering mengalami banjir
dan Bhinor pada perhitungan DSAS terdeteksi
11
mengalami akresi. Kondisi perairan saat pengaruh pasang surut terhadap perubahan
pengambilan data citra keduanya dalam garis pantai.
kondisi surut, sehingga tidak terdapat

Tabel 7. Hasil perhitungan perubahan garis pantai tahun 1996-2006


NSM (meter) EPR (meter/tahun)
Desa Rata-Rata Rata-Rata Keterangan
Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah
+ - + -
Bhinor 229,11 -133,78 41,27 -18,64 22,89 -13,37 4,12 -1,86 Akresi
Sumberejo 166,54 -0,52 43,21 -0,52 16,64 -0,05 4,32 -0,05 Akresi
Sumberanyar 99,39 -21,01 32,40 -12,12 9,93 -2,10 3,24 -1,21 Akresi
Sukodadi 29,41 -30,14 12,89 -19,97 2,94 -3,01 1,29 -2,00 Abrasi
Pondok Kelor 42,52 -43,10 15,15 -18,55 4,25 -4,31 1,51 -1,85 Akresi
Randu Tatah 24,34 -68,27 12,01 -28,83 2,43 -6,82 1,20 -2,88 Abrasi
Jabung Sisir 188,58 -267,33 64,78 -92,19 18,84 -26,71 6,47 -9,21 Abrasi
Asembakor 41,43 -54,48 17,45 -13,13 4,14 -5,44 1,74 -1,31 Akresi
Kebonagung 96,85 -62,16 34,86 -24,16 9,68 -6,21 3,48 -2,41 Akresi
Kalibuntu 76,78 -39,54 40,61 -18,61 7,67 -3,95 4,06 -1,86 Akresi
Asembagus 55,12 -92,54 19,93 -50,78 5,51 -9,25 1,99 -5,07 Abrasi
Laju akresi rata-rata maksimum dan mulai menanami vegetasi pelindung pantai
laju abrasi maksimum berada pada Desa untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Jabung Sisir. Lokasi akresi berada pada muara 3.6. Perubahan Garis Pantai Tahun
sungai yang memiliki perubahan yang cukup 2006-2016
tinggi akibat sedimentasi dan penambahan Tahun 1996-2006 garis sebagian
luasan vegetasi mangrove pada muara sungai. besar mengalami abrasi berdasarkan hasil
Sedangkan lokasi abrasi berada pada wilayah perhitungan DSAS pada Tabel 8. dan pada
pemukiman pada Desa Jabung Sisir, pada desa Desa Sukodadi hanya mengalami abrasi dan
ini berdasarkan informasi dari penduduk tidak ditemukan adanya akresi. Laju akresi
sekitar saat survei lapangan juga sering rata-rata paling tinggi yang telah terjadi pada
mengalami banjir rob saat gelombang tinggi tahun 2006-2016 sebesar 6,1 meter/tahun
datang dan masuk ke pemukiman warga. Saat pada Desa Jabung Sisir yang berlokasi pada
melihat kondisi di lapangan, saat ini sudah daerah muara sungai, sedangkan laju abrasi
terdapat tembok pelindung pantai untuk rata-rata paling tinggi sebesar -4,57
melindungi pemukiman warga dari gempuran meter/tahun pada Desa Sukodadi. Ilustrasi
gelombang, akan tetapi tembok telah terkikis perubahan garis pantai pada tahun 2006-2016
oleh gempuran gelombang. Penduduk sekitar dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 8. Hasil perhitungan perubahan garis pantai tahun 2006-2016


NSM (meter) EPR (meter/tahun)
Desa Rata-Rata Rata-Rata Keterangan
Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah
+ - + -
Bhinor 11,17 -50,31 0,34 -22,81 1,16 -5,24 0,04 -2,38 Abrasi
Sumberejo 5,34 -174,08 5,34 -36,24 0,56 -18,14 0,56 -3,78 Abrasi
Sumberanyar 231,98 -108,42 53,34 -19,46 24,18 -11,30 5,56 -2,03 Akresi
Sukodadi -19,94 -63,57 0,00 -43,82 -2,08 -6,63 0,00 -4,57 Abrasi
Pondok Kelor 31,87 -57,80 15,60 -22,63 3,32 -6,02 1,63 -2,36 Abrasi
Randu Tatah 9,51 -65,76 3,50 -24,44 0,99 -6,85 0,36 -2,55 Abrasi
Jabung Sisir 188,58 -267,33 58,53 -32,55 18,84 -26,71 6,10 -3,39 Akresi
Asembakor 54,82 -26,75 17,21 -12,63 5,71 -2,79 1,79 -1,32 Akresi
Kebonagung 50,12 -60,20 19,02 -21,82 5,22 -6,27 1,98 -2,27 Abrasi
Kalibuntu 25,95 -60,02 10,66 -14,67 2,70 -6,26 1,11 -1,53 Abrasi
Asembagus 65,15 -4,29 27,91 -1,36 6,79 -0,45 2,91 -0,14 Akresi

12
Dekade terakhir yaitu tahun 1996- tinggi. Laju akresi paling tinggi yang telah
2006 garis pantai sebagian besar mengalami terjadi pada Desa Jabung Sisir yang berlokasi
abrasi dan aktivitas pembangunan di wilayah pada daerah muara sungai akibat adanya
pesisir mulai berkurang. Berdasarkan hasil penambahan luasan vegetasi pelindung pantai.
survei lapangan garis pantai dari tahun 2016 Sedangkan laju abrasi paling tinggi terdapat
hingga saat ini yaitu 2017 tidak mengalami pada desa Sukodadi yang berada tepat
banyak perubahan. Perubahan yang terjadi disebelah TPI Paiton. Keberadaan TPI Paiton
selama satu dekade ini yaitu pada TPI Paiton (b)mengakibatkan arah gelombang yang
diduga
terdapat penambahan luasan area dan pada datang sehingga mempengaruhi perubahan
PLTU Paiton terdapat penambahan jetty. Jika garis pantai.
terjadi perubahan, nilai perubahan tidak terlalu

(b)
(a)

Jetty
(c)
Mangrove

Gambar 5. Kondisi lapangan; (a) Jetty pada PLTU Paiton, (b) TPI Paiton, (c) Mangrove di Desa
Jabung Sisir
(Sumber: Dokumentasi, 2017)

3.7. Kaitan Geomorfologi dengan bahwa pantai di Kabupaten Probolinggo


Dinamika Garis Pantai memiliki topografi yang landai dan merupakan
Pantai di Kabupaten Probolinggo kawasan yang cukup rawan terhadap kenaikan
bagian timur termasuk ke dalam pantai muka air laut. Karakteristik pantai di
berpasir yang memiliki tingkat kemiringan Kabupaten Probolinggo yang tergolong landai
landai yaitu 0,015° berdasarkan hasil dan memiliki karakteristik sedimen berupa
pengukuran di lapangan dengan substrat dasar pasir lumpur dapat dengan mudah mengalami
pantai didominasi dengan pasir dan pada perubahan garis pantai. Sesuai dengan
beberapa wilayah cenderung berlumpur. penyataaan Tarigan (2010), bahwa pantai yang
Prayudha dan Suyarso (2015), mengemukakan memiliki kemiringan landai serta bersubstrat

13
sedimen halus cukup mudah untuk mengalami muara sungai ini dapat menyebabkan
abrasi begitu gelombang datang. (Angkotasan pendangkalan dan diduga merupakan salah
et al., 2017), pada penelitiannya memiliki satu penyebab pantai pada wilayah ini
kondisi kemiringan pantai yang berbeda yaitu tergolong landai.
terdapat pantai yang landai dan curam pada 3.8. Kaitan Pasang Surut dengan
wilayah kajiannya, berdasarkan hasil Perubahan Garis Pantai
penelitiannya pantai yang landai ditemukan Kondisi pasang surut memiliki
adanya perubahan garis pantai sedangkan pada pengaruh terhadap pembuatan garis pantai
pantai yang curam tidak ditemukan adanya mengingat kedudukan garis pantai dapat
perubahan garis pantai. berubah-ubah sesuai kondisi kedudukan muka
Perubahan garis pantai ditemukan air laut. Kondisi kedudukan muka air laut
terjadi sebagian besar terjadi pada muara perlu untuk diperhatikan utamanya jika
sungai. Perubahan yang terjadi diduga akibat menggunakan data yang berasal dari citra
proses sedimentasi. Sedimentasi yang satelit maupun lembar peta. Data garis pantai
terbentuk pada muara sungai berasal dari yang diperoleh dari lembar peta memiliki
aliran sungai Gunung Bromo dimana ketika referensi kondisi muka air laut dalam
terjadi hujan, pada bagian hulu aliran sungai kedudukan rata-rata atau Mean Sea Level
menjadi deras dan proses transpor sedimen (MSL), Data garis pantai yang berasal dari citra
tidak mengendap di darat melainkan akan satelit dapat bervariasi bergantung pada waktu
mengendap pada muara sungai atau di laut akuisi citra saat dilakukan peramalan pasang
(Suyarso, 2016). Perubahan yang terjadi pada surut. Hasil peramalan pasang surut pada citra
muara sungai merupakan perubahan yang satelit dapat dilihat pada Tabel 9.
bersifat musiman. Angkutan sedimen dari

Tabel 9. Peramalan pasang surut


Akuisisi Data Waktu Akuisisi Kedalaman
No Jenis Citra Satelit Kedudukan Muka Air Laut
(dd/mm/yyyy) Data (meter)
1 L2 MSS 05/10/1979 8:47:44 -0,96 Surut
2 L4 TM 28/03/1989 9:08:36 0,08 MSL
3 L5 TM 30/08/1996 8:52:35 -0,78 Surut
4 L7 ETM+ 03/09/2006 9:25:32 -0,70 Surut
5 L8 OLI 04/07/2016 9:35:38 -1,31 Surut
Analisa perubahan garis pantai seluruh data yang digunakan ke dalam kondisi
sebaiknya menggunakan data yang memiliki kedudukan muka air laut rata-rata atau Mean
kondisi kedudukan muka air laut yang seragam Sea Level (MSL) (Kasim, 2011).
sehingga dapat meminimalisir terdeteksinya 3.9. Prediksi Perubahan Garis Pantai
perubahan yang masih diakibatkan oleh Prediksi perubahan garis pantai
pasang surut. Jika data masih memiliki dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
kedudukan muka air laut yang bervariasi, perubahan garis pantai yang akan terjadi di
sebaiknya perlu untuk dilakukan koreksi masa mendatang. Prediksi pada penelitian ini
pasang surut. Koreksi pasang surut dilakukan dilakukan untuk 10 tahun ke depan. Data
untuk menyamakan posisi garis pantai pada dengan nilai koefisien korelasi (R) mendekati 1
14
dalam prediksi perubahan garis pantai dapat Sumberejo mengalami abrasi sebesar -1,63
digunakan sebagai bahan pertimbangan bahwa m/tahun, Sukodadi sebesar -3,06 m/tahun,
pada lokasi tersebut pada masa mendatang Pondok Kelor sebesar -4,12 m/tahun,
akan mengalami perubahan garis pantai. Kebonagung sebesar -3,43 m/tahun dan
Berikut ini merupakan hasil prediksi laju Kalibuntu sebesar -3,44 m/tahun. Desa
perubahan garis pantai untuk 10 tahun ke Asembagus merupakan desa yang diprediksi
depan yang dapat dilihat pada Gambar 6. tingkat akresinya paling tinggi jika
Berdasarkan hasil prediksi, wilayah dibandingkan desa lainnya yang mengalami
yang mengalami akresi di masa mendatang akresi dan abrasi tertinggi diprediksi akan
garis pantainya diprediksi pada masa terjadi pada Desa Pondok Kelor.
mendatang akan terus maju ke arah laut setiap Desa Asembagus merupakan desa
tahunnya. Wilayah yang mengalami abrasi di yang diprediksi garis pantainya akan semakin
kemudian hari posisi garis pantai akan maju dari tahun ke tahun yang berlokasi di
semakin mundur ke arah daratan setiap muara sungai. Perubahan tersebut diduga akan
tahunnya. Desa Sumberanyar tidak dapat diakibatkan oleh proses sedimentasi pada
dilakukan prediksi garis pantai dikarenakan muara sungai. Sedangkan desa yang memiliki
pada desa tersebut hampir seluruh garis tingkat abrasi tertingi yaitu Desa Pondok
pantainya telah dibangun bangunan pantai Kelor. Desa ini rentan akan perubahan garis
permanen yaitu TPI, tembok pelindung pantai pantai dikarenakan masih belum adanya
dan tambak, sehingga garis pantai memiliki bangunan pelindung pantai yang cukup
kemungkinan tidak akan berubah. Wilayah memadai. Lokasi ini didominasi oleh kawasan
yang mengalami akresi diantaranya desa pemukiman, menurut penduduk sekitar saat
Bhinor sebesar 1,63 m/tahun, Randu Tatah survei lapangan meskipun telah terdapat
sebesar 1,39 m/tahun, Jabung Sisir sebesar bangunan pelindung pantai pada kawasan
2,89 m/tahun, Asembakor sebesar 1,28 pemukiman, akan tetapi saat pasang tertinggi
m/tahun dan Asembagus 5,55 m/tahun, air masih dapat masuk ke area pemukiman.
sedangkan sisanya mengalami abrasi. Desa

Gambar 6. Prediksi Laju Perubahan Garis Pantai 10 Tahun Mendatang

15
Prediksi perubahan garis pantai pada Desa Pondok Kelor. Peristiwa
untuk masa mendatang digunakan sebagai ini diprediksi akan terus berlangsung
pertimbangan dalam merencanakan dan dapat sewaktu-waktu berubah
pengelolaan wilayah pesisir maupun antisipasi ataupun berhenti jika terdapat
terhadap bencana yang diakibatkan oleh campur tangan manusia di
perubahan garis pantai. Dalam melakukan kemudian hari.
prediksi lokasi garis pantai yang digunakan 5.2 Saran
yaitu garis pantai yang dapat mengalami Penelitian ini dirasa masih memiliki
perubahan seperti pantai yang tidak dilindungi kekurangan, diharapkan penelitian selanjutnya
oleh bangunan pelindung pantai serta pantai dapat mengembangkan penelitian seperti ini
yang berada di dekat muara sungai. Bangunan dan memperbaiki kekurangan yang terdapat
pantai, bangunan tambak yang berlokasi pada pada penelitian ini. Diharapkan penelitian
garis pantai serta bangunan pelindung pantai mendatang dapat menggunakan data citra
yang bersifat permanen pada proses prediksi satelit yang secara keseluruhan memiliki waktu
tidak diperhitungkan karena merupakan akuisisi data yang sama dan memiliki kondisi
bangunan tetap yang diduga tidak akan pasang surut yang sama. Mengingat perubahan
mengalami perubahan kecuali jika terdapat yang terjadi secara alami pada daerah ini
pengembangan wilayah pesisir pada kawasan sebagian besar terdapat pada muara sungai
tersebut.. yang perubahannya bersifat musiman,
4. Penutup sehingga waktu akuisisi citra dan kondisi
5.1 Kesimpulan pasang surut sangat berpengaruh terhadap
Kesimpulan yang dapat diambil dari perubahan garis pantai yang akan terdeteksi.
penelitian ini yaitu: Daftar Pustaka
1. Selama 52 tahun Desa Sukodadi, Angkotasan, A.M., Nurjaya, I.W., Natih,
N.M., 2017. Analisis perubahan garis
Pondok Kelor dan Kalibuntu telah
pantai di pantai barat daya Pulau
mengalami abrasi saja dan tidak Ternate, Provinsi Maluku Utara. J.
Teknol. Perikan. Dan Kelaut. 3, 11–
ditemukan adanya akresi, sedangkan
22.
desa lainnya mengalami dinamika Arief, M., Winarso, G., Prayogo, T., 2011.
Kajian Perubahan Garis Pantai
perubahan garis pantai baik akresi
Menggunakan Data Satelit Landsat
maupun abrasi. Desa dengan tingkat di Kabupaten Kendal. J.
Penginderaan Jauh 8, 71–80.
akresi tertinggi yaitu Desa
BPBD Kab. Probolinggo, 2016a. Rob
Asembagus dan Desa Sukodadi Kalibuntu, Kraksaan. BPBD Kab
Probolinggo. URL
merupakan desa dengan tingkat
http://bpbd.probolinggokab.go.id/i
abrasi tertinggi. d/berita/rob-kalibuntu-kraksaan/
(accessed 5.22.17).
2. Prediksi garis pantai untuk 10 tahun
BPBD Kab. Probolinggo, 2016b. Banjir Rob
mendatang Desa Asembagus Di Desa Randu Tatah Paiton,
Probolinggo. BPBD Kab
merupakan desa yang diprediksi
Probolinggo. URL
tingkat akresinya paling tinggi dan http://bpbd.probolinggokab.go.id/i
d/berita/banjir-rob-di-desa-randu-
abrasi tertinggi diprediksi akan terjadi
16
tatah-paiton-probolinggo/ (accessed Sarwono, J., 2006. Metode Penelitian
5.22.17). Kuantitatif & Kualitatif. Graha Ilmu,
Cui, B.-L., Li, X.-Y., 2011. Coastline change Yogyakarta.
of the Yellow River estuary and its Sudarsono, B., 2011. Inventarisasi Perubahan
response to the sediment and runoff Wilayah Pantai Dengan Metode
(1976–2005). Geomorphology 127, Penginderaan Jauh (Studi Kasus
32–40. Kota Semarang). Teknik 32, 163–
doi:10.1016/j.geomorph.2010.12.001 170.
Gautam, V.K., Gaurav, P.K., Murugan, P., Sugiyono, W., Ghitarina, Samson, S.A., 2015.
Annadurai, M., 2015. Assessment of Studi Perubahan Garis Pantai
Surface Water Dynamicsin Menggunakan CItra Satelit Landsat 7
Bangalore Using WRI, NDWI, di Pantai Tanah Merah Kecamatan
MNDWI, Supervised Classification Samboja Kabupaten Kutai
and K-T Transformation. Aquat. Kartanegara. J. Perikan. Trop. 21,
Procedia 4, 739–746. 68–76.
doi:10.1016/j.aqpro.2015.02.095 Suyarso, S., 2016. Dynamics and Evolution of
Hakim, A.R., Sutikno, S., Fauzi, M., 2014. the Coast Probolinggo, East Java.
Analisis Laju Abrasi Pantai Pulau Oseanologi Dan Limnol. Indones. 1,
Rangsang di Kabupaten Kepulauan 19–27.
Meranti dengan Menggunakan Data Tarigan, M.S., 2010. Perubahan garis pantai di
Satelit. J. Sains Dan Teknol. 13. wilayah pesisir perairan Cisadane,
Istiqomah, F., Sasmito, B., Amarrohman, F.J., Provinsi Banten. Makara J. Sci.
2016. Pemantauan Perubahan Garis USGS, 2017. Digital Shoreline Analysis
Pantai Menggunakan Aplikasi Digital System. USGS Woods Hole Sci.
Shoreline Analysis System (DSAS) Cent. URL
Studi Kasus: Pesisir Kabupaten https://woodshole.er.usgs.gov/proje
Demak. J. Geod. Undip 5, 78–89. ct-pages/DSAS/index-dev.htm
Kasim, F., 2012. Pendekatan beberapa metode (accessed 2.2.17).
dalam monitoring perubahan garis Winarso, G., Joko, H., Arifin, S., 2009. Kajian
pantai menggunakan dataset Penggunaan Data Inderaja untuk
penginderaan jauh Landsat dan SIG. Pemetaan Garis Pantai (Studi Kasus
J. Ilm. Agropolitan 5, 620–635. Pantai Utara Jakarta). J.
Kasim, F., 2011. Koreksi Pasang Surut dalam Penginderaan Jauh 6, 65–72.
Pemetaan Perubahan Garis Pantai Winarso, G., Judijanto, Budhiman, S., 2001.
Menggunakan Data Inderaja dan The Potential Application Remote
SIG. J. Ilm. Agrosains Trop. 6, 180– Sensing Data For Coastal Study.
188. Presented at the 22nd Asian
Ko, B.C., Kim, H.H., Nam, J.Y., 2015. Conference on Remote Sensing,
Classification of potential water Singapore, pp. 1–5.
bodies using Landsat 8 OLI and a Xu, H., 2006. Modification of normalised
combination of two boosted random difference water index (NDWI) to
forest classifiers. Sensors 15, 13763– enhance open water features in
13777. remotely sensed imagery. Int. J.
Prayudha, B., Suyarso, 2015. Aplikasi Sistem Remote Sens. 27, 3025–3033.
Informasi Geografis untuk Pemetaan doi:10.1080/01431160600589179
Genangan Rob dengan Studi Kasus,
in: Kondisi Lingkungan Pesisir &
Perairan Probolinggo, Jawa Timur.
LIPI Press, Jakarta, p. 163.
Putra, I.M.A.W., Susanto, A., Soesanti, I.,
2015. Pemodelan Perubahan Garis
Pantai dengan Metode End Point
Rate pada Citra Satelit Landsat.
Semnas Teknomedia Online 3, 4–2.
Riani, E., Wardiatno, Y., others, 2014. Kajian
Lingkungan Bentik Perairan Pesisir
Paiton, Provinsi Jawa Timur.

17

Anda mungkin juga menyukai