Anda di halaman 1dari 26

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan inisiatif global yang


bertujuan untuk menciptakan kehidupan manusia menjadi lebih baik dalam aspek
sosial dan ekonomi serta dapat bersinergi dengan lingkungan. Pada
penyusunannya, disadari penuh bahwa inisiatif global ini tidak dapat
menampikkan adanya implementasi di tingkat regional dan nasional. SDGs di
tingkat regional dan nasional pun perlu meneguhkan kembali semangat dan nilai
SDGs yang inklusif dan partisipatif sebagaimana yang telah dibangun dalam
SDGs tingkat global. Peran negara sangat krusial dalam memastikan bahwa
pelaksanaan SDGs mendasarkan pada pendekatan dan strategi yang holistik antara
pembangunan ekonomi, inklusi sosial, dan keberlanjutan lingkungan dengan tetap
mengedepankan pada karakteristik dan prioritas tiap-tiap negara ataupun daerah.
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, setiap perencanaan
pembangunan harus mempertimbangkan kebutuhan generasi sekarang dan akan
datang, terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam. Dalam memanfaatkan
sumber daya alam untuk pembangunan berkelanjutan harus memperhitungkan
kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup suatu wilayah
ekologis atau ekoregion. Daya dukung lingkungan hidup diartikan sebagai
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya, sedangkan daya tampung
lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Semakin tinggi daya dukung suatu wilayah berarti semakin tinggi kemampuan
lingkungan untuk mendukung kebutuhan manusia, dan semakin tinggi daya
tampung suatu wilayah, berarti semakin kemampuan lingkungan untuk melakukan
pemulihan apabila mengalami gangguan.
Dalam rangka mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dan SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke
dalam perencanaan pembangunan, maka dilaksanakan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) terhadap materi-materi Kebijakan, Rencana, dan/atau Program

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
1
(KRP) yang berdampak dan/atau beresiko terhadap lingkungan hidup.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan KLHS, KLHS wajib dilaksanakan ke dalam penyusunan atau
evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) nasional dan daerah, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional dan daerah, Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) beserta rencana rincinya,
rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu untuk pulau-pulau kecil terluar
serta rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan, dan KRP lain
yang berdampak atau beresiko terhadap lingkungan hidup.
Dalam rangka untuk mempercepat pencapaian visi dan pelaksanaan misi
pembangunan daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2017-2022 mengalami
beberapa perubahan, terutama terkait dengan program dan kegiatan yang ada di
dalamnya. Berdasarkan Pasal 23 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun
2018 tentang Pembuatan dan Pelaksanaan KLHS Dalam Penyusunan RPJMD,
KLHS RPJMD dilaksanakan secara mutatis mutandis untuk pelaksanaan RPJPD,
Perubahan RPJMD, dan Perubahan RPJPD, sehingga pelaksanaan KLHS RPJMD
Perubahan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2017-2022 wajib
dilakukan KLHS.

A. Kondisi Umum Daerah


Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara astronomis terletak pada
104º50’ sampai 109º30’ Bujur Timur dan 0º50’ sampai 4º10’ Lintang Selatan.
Posisi Provinsi ini berbatasan sebelah Barat dengan Selat Bangka, sebelah Timur
dengan Selat Karimata, sebelah Utara dengan Laut Natuna, dan sebelah Selatan
dengan Laut Jawa. Luas wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai
81.725,23 km². Terdiri atas daratan seluas 16.424,23 km² atau 20,10 persen dari
total wilayah dan wilyah laut seluas 65.301,00 km² atau 79,90 persen dari total
wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mempunyai topografi yang
umumnya relatif datar yang terdiri dari dataran rendah hingga berbukit dan hanya
sebagian kecil yang bergunung. Ketinggian dataran rendah rata-rata sekitar 50

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
2
meter di atas permukaan laut. Titik tertinggi terdapat pada puncak Gunung Maras
di Kabupaten Bangka dengan ketinggian 699 meter dan puncak Gunung Tajam di
Kabupaten Belitung dengan ketinggian 445 meter di atas permukaan laut.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terkenal sebagai penghasil bahan
galian timah. Selain produk timah dan mineral ikutannya, ada pula produk
tambang lain nya seperti pasir kwarsa (SiO2), material Kaolin, dan bilitonite
(dikenal dengan nama “satam”). Kaolin merupakan bahan baku untuk pembuatan
kertas, keramik, deterjen, lem, kosmetik dan bahan untuk industri kimia. Pasir
kuarsa dibandingkan dengan pasir biasa adalah lebih putih dan butirannya lebih
kecil. Material ini digunakan untuk pembuatan kaca. Satam banyak digunakan
untuk ornamen/hiasan cincin, bros, dan perhiasan lainnya.
Kepulauan Bangka Belitung memiliki iklim tropis yang dipengaruhi angin
musim yang mengalami bulan basah dan kering. Kondisi iklim tahunan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dapat diamati pada Tabel 3.2 Selama tahun 2012-
2016, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki suhu rata-rata tahunan
antara 27-31 oC dan curah hujan rata-rata tahunan antara 397-580 mm. Curah
hujan maksimum tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 577,3 mm di Belitung
dan tahun 2012 sebesar 466,2 mm di Pangkalpinang. Sementara kelembabannya
relatif tinggi dengan fluktuasi yang kecil. Di bulan Desember dan Januari,
biasanya musim penghujan di Kepulauan Bangka Belitung, angin kencang, dan
ombak laut cenderung meninggi.

1. Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan Pangan dan Air


Penyediaan pangan pada dasarnya dapat dipenuhi oleh sumber-sumber
pangan yang berasal dari pertanian, perikanan (hasil laut), perkebunan, kehutanan
hingga sumber daya peternakan. Prioritas pemenuhan dan penyediaan pangan
merupakan salah satu aspek penting yang sudah sepatutnya diperhatikan lebih
mendalam. Daya dukung lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang
harus diperhatikan lebih seksama agar dapat digunakan sebagai langkah awal
dalam menetapkan strategi penyediaan pangan masyarakat. Strategi penyediaan
pangan yang jitu dapat menjamin keamanan dan ketahanan pangan yang
sistematis pada suatu lingkungan.

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
3
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menyusun Peta Indikatif Daya
Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Lingkungan,
berdasarkan peta kondisi bentang alam, tutupan vegetasi, dan peta penutupan
lahan tahun 1996, 2006, dan 2016.

Tabel 1. Distribusi Kelas Daya Dukung Penyediaan Pangan Tahun 1996-2016

Tahun 1996 Tahun 2006 Tahun 2016


Kelas Luas Luas Luas Luas Luas (Ha) Luas
(Ha) (%) (Ha) (%) (%)
Sangat Tinggi 2.581,00 0,15 2.581,00 0,15 2.657,90 0,16
Tinggi 176.278,43 10,57 154.636,53 9,27 148.101,41 8,88
Sedang 1.312.552,73 78,72 1.265.614,42 75,90 1.234.453,51 74,03
Rendah 27.196,23 1,63 33.450,40 2,01 41.709,47 2,50
Sangat Rendah 136.094,26 8,16 198.420,29 11,90 227.780,36 13,66
Blank 12.703,01 0,76 12.703,01 0,76 12.703,01 0,76
Total (Ha) 1.667.405,65 100 1.667.405,65 100 1.667.405,65 100

Gambar 1. Peta Indikatif Daya Dukung Jasa Penyediaan Pangan Provinsi


Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016

Secara umum terlihat adanya peningkatan luasan pada kategori sangat


rendah pada tahun 1996 – 2016 yaitu seluas 136.094,26 ha atau 8,16% dari luas

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
4
wilayah Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 1996, kemudian meningkat
hingga seluas 198.420,29 ha atau 11,90% pada tahun 2006. Tahun 2016, luasan
kategori jasa penyediaan pangan sangat rendah meningkat menjadi 227.780,36 ha
atau 13,66%. Jasa ekosistem penyediaan pangan kategori rendah pada tahun 1996
seluas 27.196,23 ha atau 1,63%, luasan ini meningkat namun tidak terlihat
signifikan, hingga sebesar 33.450,40 ha atau 2,01% pada tahun 2006. Tahun 2016,
luasan lahan yang menyediakan jasa ekosistem penyediaan pangan kategori
rendah sebesar 41.709,47 ha atau 2,50%. Bertambahnya luasan wilayah yang
memberikan jasa ekosistem penyediaan pangan kategori rendah dan sangat rendah
mengindikasikan menurunnya kemampuan lahan dan ekosistem di Kepulauan
Bangka Belitung dalam menyediakan sumber pangan. Kondisi ini semakin
diperparah dengan menurunnya luasan jasa penyediaan ekosistem pada kategori
sedang hingga sangat tinggi. Kelas jasa ekosistem kategori sedang memiliki
luasan sebesar 1.312.552,73 ha atau 78,72% pada tahun 1996 dan menurun
menjadi 1.265.614,42 ha atau 75,90% pada tahun 2006 serta
1.234.453,51 ha atau 74,03% pada tahun 2016 (Gambar 3.8). Jasa ekosistem
penyediaan pangan pada kategori tinggi pada tahun 1996 memiliki luasan
176.278,43 ha atau 10,57% dan menurun pada tahun 2006 menjadi 154.636,53 ha
atau 9,27%. Tahun 2016 kembali mengalami penurunan menjadi 148.101,41 ha
atau 8,88%. Jasa penyediaan pangan kategori sangat tinggi tidak mengalami
perubahan yang signifikan sejak tahun 1996 hingga 2016 yaitu secara konsisten
berada pada persentase sekitar 0,15%.
Pada data tahun 2016, luasan lahan pertambangan meningkat pesat dari
105.074,05 Ha pada tahun 2006 menjadi 143.411,58 Ha pada tahun 2016.
Meningkatnya luas lahan tambang mengakibatkan menurunnya potensi lahan
sebagai penyedia pangan karena lahan pertambangan umumnya memiliki sedikit
vegetasi dan kondisi tanah yang terkategori kritis. Meskipun tidak terlalu
signifikan, namun jasa penyediaan pangan kategori sangat tinggi meningkat dari
2.504,45 Ha menjadi 2.581,35 Ha. Kondisi ini disebabkan oleh bertambahnya luas
hutan mangrove primer sebagai penyedia pangan terutama pangan laut dan pesisir
pantai.

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
5
Tabel 2. Distribusi Luasan Daya Dukung Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan Pada
Berbagai Jenis Tutupan Lahan Tahun 2016

Luas Kelas (Ha)


Tutupan Lahan Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Blank Total
Rendah Tinggi
Bandara / Pelabuhan 146,08 146,08
Hutan lahan 617,62 617,62
kering primer
Hutan lahan 115.878,50 1.342,54 117.221,03
kering sekunder
Hutan 30.479,11 1.177,82 1.175,67 32.832,59
mangrove
primer
Hutan 283,35 30.896,02 1.665,25 32.844,62
mangrove
sekunder
Hutan rawa primer 596,05 596,05
Hutan rawa sekunder 222,57 33.713,92 10.665,63 162,00 44.764,12
Lahan terbuka 68.125,85 7.672,34 733,22 76.531,41
Perkebunan / Kebun 135,65 191.380,15 8,20 191.524,00
Permukiman / 28.968,77 3.585,46 383,28 32.937,51
Lahan terbangun
Pertambangan 130.539,65 12.548,78 323,14 143.411,58
Pertanian lahan kering 185,02 53.536,74 3.792,42 251,52 57.765,70
Pertanian lahan
kering campur semak 2.719,57 541.571,74 1.258,49 618,38 546.168,18
/ kebun
campur
Rawa 9.838,64 1.002,59 64,06 10.905,29
Savanna / Padang 9.907,41 89,79 19,41 10.016,61
rumput
Sawah 1.283,60 477,49 1.761,10
Semak belukar 2.315,86 296.281,73 259,51 1.131,17 299.988,28
Semak belukar rawa 1.443,42 53.822,67 309,81 55.575,90
Tambak 594,59 32,65 627,24
Transmigrasi 2.416,80 2.416,80
Tubuh air 274,18 3.997,08 737,68 5.008,94
Blank 3.745,02 3.745,02
Total 227.780,36 41.709,47 1.234.453,51 148.101,41 2.657,90 12.703,01 1.667.405,65

2. Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan Air


Selain penyediaan pangan, salah satu jasa ekosistem yang penting adalah
jasa ekosistem penyediaan air. Air merupakan komponen utama dalam hidup
manusia yang menyusun lebih dari 80% tubuh manusia. Selain diperlukan dalam
aktivitas manusia seperti konsumsi dan sanitasi, air digunakan dalam berbagai
keperluan penting seperti irigasi dan kegiatan budidaya ikan. Air bersih juga
merupakan salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari ekosistem. Secara alami,
air bersih dapat berasal dari air permukaan, seperti: sungai dan danau maupun
berasal dari air tanah. Pentingnya fungsi air bagi kehidupan manusia tidak

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
6
terhindarkan harus menjadi sasaran pengelolaan yang optimal dalam mendukung
kebutuhan mendasar masyarakat. Distribusi dan persebaran wilayah jasa
ekosistem penyediaan air di provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tutupan lahan pada wilayah ekoregion di Bangka Belitung memberikan jasa
ekosistem penyediaan air pada berbagai kriteria yang berbeda, mulai dari kategori
sangat rendah hingga sangat tinggi. Perubahan luasan tutupan lahan diketahui
memberikan pengaruh terhadap layanan jasa penyediaan air di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung pada kurun waktu 1996 – 2016 yang dapat dilihat
pada berikut.

Tabel 3. Distribusi Kelas Daya Dukung Penyediaan Air Tahun 1996–2016


Tahun 1996 Tahun 2006 Tahun 2016
Kelas Persentase Persentase Persentase
Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha)
(%) (%) (%)
Sangat Tinggi 131,15 0,01 131,15 0,01 132,38 0,01
Tinggi 12.060,12 0,72 12.630,69 0,76 11.150,68 0,67
Sedang 79.204,39 4,75 76.046,43 4,56 49.649,09 2,98
Rendah 1.331.570,01 79,86 1.175.883,64 70,52 1.112.163,73 66,70
Sangat Rendah 231.736,97 13,90 390.010,74 23,39 481.606,76 28,88
Blank 12.703,01 0,76 12.703,01 0,76 12.703,01 0,76
Total (Ha) 1.667.405,65 100 1.667.405,65 100 1.667.405,65 100

Gambar 2. Peta Indikatif Daya Dukung Jasa Penyediaan Air Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung Tahun 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
7
Luasan kelas jasa ekosistem penyediaan air dalam kategori tinggi sebesar
12.060,12 ha atau 0,72% pada tahun 1996, kemudian meningkat hingga seluas
12.630,69 ha atau 0,76% pada tahun 2006, dan kembali menurun tajam pada
tahun 2016, yaitu seluas 49.649,09 ha atau 2,98%. Perubahan luasan kelas jasa
ekosistem penyediaan air dalam kategori sedang di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung tahun 1996–2016 menunjukkan adanya penurunan luasan wilayah yaitu
sebesar 79.204,39 ha atau 4,75% pada tahun 1996, kemudian menurun hingga
menjadi seluas 76.046,43 ha atau 4,56% pada tahun 2006, dan kembali menurun
tajam hingga seluas 49.649,09 ha atau setara dengan 2,98% dari luasan Kepulauan
Bangka Belitung pada tahun 2016. Jasa ekosistem penyediaan air kategori rendah
pada tahun 1996 seluas 1.331.570,01 ha atau setara dengan 79,86%. Luasan
tersebut menurun pada tahun 2006 yaitu sebesar 1.175.883,64 ha atau 70,52% dan
secara konsisten menurun di tahun 2016 menjadi 1.112.163,73 ha atau 66,70%.
Menurunnya luasan jasa ekosistem penyediaan air kategori tinggi, sedang dan
rendah tidak telepas dari meningkatnya luasan wilayah pada kategori sangat
rendah. Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang memberikan jasa
ekosistem penyediaan air dalam kategori sangat rendah pada tahun 1996 sebesar
231.736,97 ha atau setara dengan 13,90% dari total luas wilayah provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Luasan ini meningkat pada tahun 2006 dan 2016
dengan luasan sebesar 390.010,74 ha atau 23,39% pada tahun 2006, dan
481.606,76 ha atau 28,88% pada tahun 2016. Kelas jasa ekosistem penyediaan air
bersih kategori sangat tinggi cenderung konstan, yaitu sekitar 0,1% luas wilayah
Kepulauan Bangka Belitung.

Degradasi dan alih fungsi lahan merupakan beberapa penyebab menurunnya


jasa ekosistem penyediaan air pada suatu wilayah. Daerah hutan berperan sebagai
wilayah atau area konservasi air yang memiliki cadangan air tanah yang tinggi.
Hilangnya vegetasi yang terjadi akibat degradasi dan alih fungsi hutan menjadi
perkebunan campuran dan pertambangan menyebabkan terjadinya penurunan jasa
ekosistem penyediaan air yang signifikan.

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
8
Tabel 4. Distribusi Luasan Daya Dukung Jasa Ekosistem Penyediaan Air Pada
Berbagai Jenis Tutupan lahan Tahun 2016

Luas Kelas (Ha)

Tutupan Lahan Sangat Sangat Total


Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah Blank
Bandara / 146,08 146,08
Pelabuhan
Hutan lahan
617,62 617,62
kering primer
Hutan lahan
115.878,50 1.342,54 117.221,03
kering sekunder
Hutan
mangrove 1.177,82 30.479,11 1.175,67 32.832,59
primer
Hutan
mangrove
332,91 30.846,46 1.665,25 32.844,62
sekunder
Hutan rawa primer 176,68 419,37 596,05
Hutan
rawa 44.602,12 162,00 44.764,12
sekunder
Lahan terbuka 7.672,34 68.125,85 733,22 76.531,41
Perkebunan
/ Kebun 9.027,43 182.488,37 8,20 191.524,00
Permukiman /
Lahan 3.585,46 28.968,77 383,28 32.937,51
terbangun
Pertambangan 12.548,78 130.539,65 323,14 143.411,58
Pertanian
57.514,18 251,52 57.765,70
lahan kering
Pertanian
lahan kering
campur semak
/ kebun 545.549,79 618,38 546.168,18
campur
Rawa 6.835,12 4.006,11 64,06 10.905,29
Savanna /
579,32 9.417,88 19,41 10.016,61
Padang rumput
Sawah 1.761,10 1.761,10
Semak belukar 298.857,10 1.131,17 299.988,28
Semak belukar 3,88 55.262,20 309,81 55.575,90
rawa
Tambak 594,59 32,65 627,24
Transmigrasi 2.416,80 2.416,80
Tubuh air 132,38 4.138,88 737,68 5.008,94
Blank 3.745,02 3.745,02
Total 132,38 11.150,68 49.649,09 1.112.163,73 481.606,76 12.703,01 1.667.405,65

Jasa ekosistem penyediaan air bersih tahun 2016 mengalami penurunan


yang terlihat pada semakin meluasnya tutupan lahan pertambangan yang memiliki
kategori kelas jasa penyediaan air rendah (meningkat hingga seluas 12.548,78 ha)

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
9
dan kategori kelas sangat rendah (meningkat hingga seluas 130.539,65 ha).
Aktivitas penambangan timah menghasilkan tailing pasir dengan porositas tinggi
yang tidak dapat dijadikan sebagai wilayah resapan dan konservasi air. Bekas
galian penambangan pada dasarnya memiliki cadangan air permukaan yang cukup
banyak namun kualitas air yang rendah seperti pH air rendah dan kandungan
logam relatif tinggi menyebabkan air permukaan pada kolam/kolong bekas
penambangan dikategorikan belum memenuhi standar baku mutu layak untuk air
konsumsi.
Kawasan perkebunan sebagai salah satu tutupan lahan dengan jasa
ekosistem penyediaan air sangat rendah diketahui memiliki luasan yang terus
meningkat sejak tahun 1996 hingga 2016. Tahun 1996 kawasan perkebunan
memiliki luasan sebesar 24.857,52 ha yang meningkat pesat pada tahun 2006
hingga sebesar 119.239,61 ha, kemudian meningkat lagi menjadi sebesar
182.488,37 ha pada tahun 2016. Meluasnya tutupan lahan dalam bentuk
perkebunan/kebun terutama perkebunan sawit menjadikan lahan tersebut memiliki
penurunan jasa ekosistem penyediaan air. Hal ini dikarenakan adanya konversi
area hutan yang awalnya sebagai wilayah konservasi air menjadi perkebunan yang
secara perlahan-lahan menurunkan kualitas lahan tersebut dalam menyimpan
cadangan air tanah.

3. Gambaran Keuangan Daerah Provinsi Babel dalam Pencapaian


Indikator TPB
Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bersumber dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah. Dalam periode 2012–2016, pendapatan daerah secara
keseluruhan meningkat dari Rp. 1.384.937.385.356,64 pada tahun 2012
menjadi Rp.1.950.153.950.302,77 pada tahun 2016. Berdasarkan pencapaian
realisasi pendapatan daerah terhadap target pendapatan daerah, maka selama
kurun waktu 5 tahun, rata-rata realisasi pendapatan daerah 98,62%, sebagaimana
disajikan pada tabel berikut.

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
10
Tabel 5. Perkembangan Pendapatan Daerah Provinsi Bangka Belitung Tahun
2012-2016

Uraian Target Pendapatan Realisasi Pendapatan Pencapaian


2012 1.387.545.298.963,62 1.384.937.385.356,64 99,81%
2013 1.554.611.722.708,58 1.529.110.292.281,15 98,36%
2014 1.722.417.070.217,83 1.719.774.423.456,42 99,85%
2015 1.918.085.118.953,54 1.886.998.635.504,14 98,38%
2016 2.017.171.126.824,26 1.950.153.950.302,77 96,68%

Sumber: BAKUDA Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2016

Kontribusi Pendapatan Daerah ada 3 (tiga) komponen yaitu Pendapatan Asli


Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Terjadi persentase capaiannya pendapatan daerah yang menurun terus sejak tahun
2014-2016 walaupun secara absolut realisasi pendapatan terus mengalami
peningkatan dari tahun 2012-2016. Gambaran perekmbangan angka-angka
capaiannya dari ke tiga komponen sumber pendapatan daerah tersebut dari tahun
2012-2016 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Kontribusi Komponen Pendapatan Daerah Tahun 2012-2016

Kontribusi
Target Realisasi
Uraian Pencapaian Terhadap
Pendapatan Pendapatan
Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah
2012 423.107.063.158,62 438.373.572.678,64 103,61% 31,65%
2013 478.877.918.597,58 495.786.504.873,15 103,53% 32,42%
2014 556.742.867.297,83 563.108.840.861,42 101,14% 32,74%
2015 558.971.218.953,54 571.802.890.055,14 102,30% 30,30%
2016 581.397.810.824,26 575.152.636.957,77 98,93% 29,49%
Dana Perimbangan
2012 785.306.155.805,00 821.499.996.517,00 104,61% 59,32%
2013 933.756.954.111,00 907.835.915.596,00 97,22% 59,37%
2014 1.034.374.722.920,00 1.025.142.797.595,00 99,11% 59,61%
2015 1.179.487.500.000,00 1.130.400.495.449,00 95,84% 59,90%
2016 1.430.773.316.000,00 1.126.284.913.345,00 78,72% 57,75%
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
2012 179.132.080.000,00 125.063.816.161,00 69,82% 9,03%
2013 141.976.850.000,00 125.487.871.812,00 88,39% 8,21%
2014 131.299.480.000,00 131.522.785.000,00 100,17% 7,65%
2015 179.626.400.000,00 184.795.250.000,00 102,88% 9,79%
2016 5.000.000.000,00 248.716.400.000,00 4974,33% 12,75%

Sumber: BAKUDA Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
11
Jika dilihat dari sumber dananya dalam 5 tahun terakhir, Pendapatan Asli
Daerah memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah rata-rata sebesar
31,32%, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan fiskal pemerintah daerah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung termasuk kategori sedang. Dana
perimbangan memberikan sumbangan rata-rata sebesar 59,19%, hal ini berarti
ketergantungan pendanaan dari tahun 2012 ke tahun 2016 berfluktuatif. Peran
terbesar adalah ditahun 2014, sebesar 32,74%. Artinya peningkatan Pendapatan
Asli Daerah sebagai sumber pendapatan harus ditingkatkan.
Kemampuan keuangan daerah dalam pembiayaan pembangunan, dapat
dilihat dari rasio PAD terhadap realisasi belanja. PAD mampu membiayai rata-
rata 31,47% dari kebutuhan belanja. Sedangkan dana perimbangan berkontribusi
rata-rata sebesar 59,43%. Namun demikian, selama periode 2012-2016, tren
kontribusi PAD terhadap APBD relatif naik sedikit yang menunjukkan bahwa
kecepatan pertumbuhan PAD cukup mampu mengimbangi pertumbuhan
kebutuhan belanja daerah, walaupun masih harus ditutupi dengan pendanaan
lainnya.

B. Permasalahan/Isu Prioritas Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Permasalahan-permasalahan yang terkait dengan TPB dirumuskan bersama


melalui konsultasi publik yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan, seperti
perwakilan instansi dan perangkat daerah terkait, pelaku usaha, perwakilan
masyarakat, akademisi, dan media massa. Perumusan permasalahan ini dilakukan
bersamaan dengan identifikasi dan perumusan indikator TPB yang sesuai dengan
karakteristik wilayah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Perumusan isu
prioritas menggunakan skema seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2016.

Tabel 7. Permasalahan/Isu Prioritas KLHS

No. Isu Prioritas


1 Ketersediaan air bersih yang terbatas
2 Pengelolaan sampah dan limbah yang masih kurang optimal
3 Kerusakan lahan
4 Pengendalian pertambangan timah yang masih kurang

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
12
No. Isu Prioritas
5 Kerusakan laut dan pesisir
6 Banjir
7 Kurangnya kualitas pendidikan dan masalah lain generasi muda
8 Kurangnya kualitas kesehatan masyarakat
9 Konflik sengketa lahan dan pemanfaatan ruang
10 Banyaknya lahan tidak produktif

C. Pemetaan Indikator TPB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Indikator TPB yang telah dirumuskan pada saat konsultasi publik


disempurnakan perumusannya oleh Tim Kelompok Kerja (Pokja) KLHS, dengan
dilengkapi data-data terkait dan analisisnya. Berikut ini disajikan hasil pemetaan
indikator TPB di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang ditetapkan sejumlah
202 indikator.

Tabel 8. Capaian Indikator TPB

Telah Belum Belum


Tujuan Pembangunan Tidak Ada Jumlah
No. Mencapai Mencapai Dilaksanakan
Berkelanjutan Data (T) Indikator
Target (SS) Target (SB) (BB)
1 Tanpa Kemiskinan 5 10 3 18
2 Tanpa Kelaparan 4 6 10
Kehidupan Sehat dan
3 13 20 33
Sejahtera
4 Pendidikan Berkualitas 6 7 1 14
5 Kesetaraan Gender 5 6 1 12
Air Bersih dan Sanitasi
6 3 7 1 10 21
Layak
7 Menjamin Akses Energi 1 2 1 4
Pertumbuhan Ekonomi dan
8 1 12 1 14
Pekerjaan Layak
Infrastruktur, Industri, dan
9 5 3 8
Inovasi
10 Mengurangi Kesenjangan 2 2 2 6
Kota dan Permukiman
11 2 4 9 15
Berkelanjutan
Pola Produksi dan
12 1 2 2 5
Konsumsi Berkelanjutan
Penanganan Perubahan
13 1 1 1 3
Iklim
Pelestarian dan
14 2 2 1 5
Pemanfaatan

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
13
Telah Belum Belum
Tujuan Pembangunan Tidak Ada Jumlah
No. Mencapai Mencapai Dilaksanakan
Berkelanjutan Data (T) Indikator
Target (SS) Target (SB) (BB)
Berkelanjutan Ekosistem
Lautan
Pelestarian dan
Pemanfaatan
15 1 2 1 1 5
Berkelanjutan Ekosistem
Daratan
Perdamaian, Keadilan dan
16 3 4 10 17
Kelembagaan yang Kokoh
Kemitraan untuk Mencapai
17 4 8 12
Tujuan
Total 50 96 21 35 202

35; 17%
50; 25%
Telah Mencapai Target (SS)
21; 10%

Belum Mencapai Target (SB)

96; 48% Belum Dilaksanakan (BB)

Tidak Ada Data (T)

Gambar 3. Persentase Capaian Indikator TPB Di Provinsi Kepulauan Bangka


Belitung

D. Keterkaitan Indikator TPB dan Enam Muatan Lingkungan Hidup


Indikator-indikator yang dikaji pengaruhnya terhadap 6 muatan lingkungan
hidup (daya dukung daya tampung lingkungan hidup, jasa ekosistem, pengaruh
dampak/resiko, efisiensi pemanfaatan SDA, perubahan iklim, dan biodiversitas)
adalah indikator-indikator yang berhubungan langsung dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup (DDDTLH) terutama jasa ekosistem penyediaan
air dan penyediaan pangan, indikator-indikator yang memiliki data, dan indikator-
indikator yang merupakan wewenang Provinsi. 17 TPB yang dikaji tersebut terdiri

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
14
dari 2 indikator (indikator nomor 1.4.1.(d), dan 1.4.1.(e)) di TPB 1 (Mengakhiri
segala bentuk kemiskinan dimanapun), 4 indikator (indikator nomor 2.1.1*, 2.1.1.
(a), 2.1.2*, dan 2.1.2.(a)) di TPB 2 (Menghilangkan kelaparan, mencapai
ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian
berkelanjutan), 16 indikator ( indikator nomor 6.1.1.(a), 6.1.1.(b), 6.1.1.(c),
6.2.1.(a). 6.2.1.(b), 6.2.1.(c), 6.2.1.(d), 6.2.1.(e), 6.2.1.(f), 6.5.1.(a), 6.5.1.(d),
6.5.1.(e), 6.5.1.(h), 6.5.1.(i), 6.6.1.(d), dan 6.6.1.(e)) di TPB 6 (Menjamin
keterserdiaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk
semua), dan 1 indikator (15.3.1.(a)) di TPB 15 (Melindungi, merestorasi dan
meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan
secara lestari, mengehentikan pengguranan, memulihkan degradasi lahan, serta
menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati).
Pengaruh indikator nomor 1.4.1.(d), 1.4.1.(e), 2.1.1*, 2.1.1.(a), 2.1.2*,
2.1.2.(a), 6.1.1.(a), 6.1.1.(b), 6.1.1.(c), 6.2.1.(a), 6.2.1.(b), 6.2.1.(c), 6.2.1.(d),
6.2.1.(e), dan 6.2.1.(f), terhadap muatan lingkungan hidup daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup pada jasa ekosistem penyediaan air yang terlampaui di
Kabupaten Bangka seluas 23.296,5 ha, Bangka Barat 27.614,1 ha, Bangka Selatan
9.440,4 ha, Bangka Tengah 10.773,0 ha, Belitung 22.557,3 ha, Belitung Timur
34.245,2 ha, dan Pangkal Pinang 84,9 ha, sedangkan yang belum terlampaui
seluas 277.643,8 ha di Kabupaten Bangka, 259.817,6 ha di Kabupaten Bangka
Barat, 362.298,9 ha di Kabupaten Bangka Selatan, 202.090,8 ha di Kabupaten
Bangka Tengah, 208.060,1 ha di Kabupaten Belitung, 221.529,9 ha di Kabupaten
Belitung Timur, dan 10.395,6 ha di Kota Pangkal Pinang. Indikator-indikator di
atas pada jasa ekosistem penyediaan pangan yang terlampaui di Kabupaten
Bangka seluas 6.192,6 ha, Bangka Barat seluas 3.056,4 ha, Bangka Selatan
1.475,6 ha, Bangka Tengah 4.489,0 ha, Belitung 6.163,4 ha, Belitung Timur
1.480,3 ha, dan Kota Pangkal Pinang 9.018,5 ha, sedangkan yang belum
terlampaui di Kabupaten Bangka seluas 294.747,7 ha, Bangka Barat 284.375,3 ha,
Bangka Selatan 370.263,6 ha, Bangka Tengah 208.374,8 ha, Belitung 224.454,0
ha, Belitung Timur 254.294,8 ha, dan Kota Pangkal Pinang 1.461,9 ha.
Indikator nomor 6.5.1.(a), 6.5.1.(d), 6.5.1.(e), 6.5.1.(h), 6.5.1.(i), dan
6.6.1.(e) merupakan indikator yang berkaitan dengan Daerah Aliran Sungai

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
15
(DAS). Status jasa ekosistem penyediaan air yang telah terlampaui terluas berada
di DAS Buding seluas 19.768,0 ha, dan status jasa ekosistem penyediaan pangan
yang telah terlampaui terluas berada di DAS Baturusa seluas 10.605,4 ha.
Indikator nomor 6.6.1.(d) merupakan indikator tentang luas lahan kritis
dalam KPH yang direhabilitasi. Jasa ekosistem penyediaan pangan yang
terlampaui pada kawasan hutan lindung kelas kekritisan lahan sangat kritis 14,0
ha, kawasan hutan produksi kelas kekritisan lahan sangat kritis 3.878,8 ha,
kawasan hutan produksi konversi dengan kelas kekritisan lahan sangat kritis
seluas 15,4 ha. Jasa ekosistem penyediaan pangan yang terlampaui pada kawasan
suaka alam/kawasan pelestarian alam dengan kelas kekritisan lahan kritis seluas
140,8 ha, dan potensial kritis 30,9 ha. Jasa ekosistem penyediaan air yang
terlampaui pada kawasan hutan lindung kelas kekritisan lahan sangat kritis 79,9
ha, kawasan hutan produksi kelas kekritisan lahan sangat kritis 570,7 ha, kawasan
suaka alam/kawasan pelestarian alam kelas kekritisan lahan agak kritis seluas 5,9
ha.
Indikator nomor 15.3.1.(a) merupakan indikator tentang luas lahan kritis
yang direhabilitasi terhadap luas lahan keseluruhan. Status Jasa Ekosistem
Penyediaan Pangan yang Terlampaui pada lahan Agak Kritis 12.197,2 ha, Kritis
6.019,9 ha, potensial kritis 7.521,1 ha, sangat kritis 4.754,0 ha, dan tidak kritis 2,9
ha. Status Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih yang terlampaui pada lahan agak
kritis seluas 63.354,5 ha, kritis 9.767,5 ha, potensial kritis 45.723,0 ha, sangat
kritis 8.655,6 ha, dan tidak kritis 342,2 ha.
Jasa ekosistem penyediaan air yang berpotensi terganggu untuk mencapai
indikator nomor 1.4.1.(d), 1.4.1.(e), 2.1.1*, 2.1.1.(a), 2.1.2*, 2.1.2.(a), 6.1.1.(a),
6.1.1.(b), 6.1.1.(c), 6.2.1.(a), 6.2.1.(b), 6.2.1.(c), 6.2.1.(d), 6.2.1.(e), dan 6.2.1.(f)
di Kabupaten Bangka seluas 81,4 ha, Belitung 4,5 ha, dan Belitung Timur 44,9 ha,
sedangkan untuk jasa ekosistem penyediaan pangan yang berpotensi terganggu di
Kabupaten Bangka seluas 86,8 ha, Bangka Barat 213,8 ha, Bangka Selatan
1.416,7 ha, Bangka Tengah 17,7 ha, Belitung 160,8 ha, dan Belitung Timur 759,5
ha. Jasa ekosistem penyediaan air yang berpotensi terganggu pada indikator
nomor 6.5.1.(a), 6.5.1.(d), 6.5.1.(e), 6.5.1.(h), 6.5.1.(i), dan 6.6.1.(e) terluas berada
di DAS Layang seluas 61,1 ha, dan jasa ekosistem penyediaan pangan yang

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
16
berpotensi terganggu terluas berada di DAS Balar dengan luas 870,5 ha. Jasa
ekosistem penyediaan pangan yang berpotensi terganggu pada indikator nomor
6.6.1.(d) dan 15.3.1.(a) berkaitan di kawasan hutan lindung seluas 1.013,3 ha,
hutan produksi 346,2 ha, dan kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam 9,8
ha, dan jasa ekosistem penyediaan air yang berpotensi terganggu di kawasan
hutan produksi seluas 28,6 ha.
Kajian untuk muatan dampak atau resiko menggunakan peta kerawanan
bencana di Kecamatan pesisir karena keterbatasan data. Hasil kajian kerawanan
bencana pada indikator nomor 1.4.1.(d), 1.4.1.(e), 2.1.1*, 2.1.1.(a), 2.1.2*,
2.1.2.(a), 6.1.1.(a), 6.1.1.(b), 6.1.1.(c), 6.2.1.(a), 6.2.1.(b), 6.2.1.(c), 6.2.1.(d),
6.2.1.(e), dan 6.2.1.(f) yaitu, kerawanan bencana banjir kategori rendah terluas
berada di Kabupaten Bangka Barat yaitu seluas 284.911,0 ha atau 100% dari
jumlah luas wilayah kajiannya, kategori sedang berada di Kota Pangkal Pinang
seluas 3.529,5 ha atau 100% dari luas wilayah kajiannya, dan kategori tinggi
berada di Kabupaten Bangka Tengah seluas 55.400,3 ha atau 27,33% dari luas
wilayah kajiannya. Hasil kajian pada kerawanan bencana cuaca ekstrim kategori
rendah tidak terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kategori sedang
yang paling luas terdapat pada Kabupaten Bangka Selatan seluas 319.598,3 ha
atau 100% dari luas wilayah kajiannya, dan kategori tinggi paling luas pada
Kabupaten Belitung seluas 93.688,4 ha atau 41,81% dari luas wilayah kajiannya.
Kerawanan bencana gelombang untuk semua indikator diatas di seluruh wilayah
kajian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berkategori sedang. Kerawanan
bencana gempa bumi di seluruh wilayah kajian di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung berkategori rendah. Hasil kajian kerawanan bencana kebakaran
berketagori sedang terluas berada di Kabupaten Belitung Timur seluas 97.153,7
ha atau 43,75% dari luas wilayah kajian, sedangkan berkategori tinggi terluas
berada di Kabupaten Bangka Selatan seluas 319.598,3 ha atau 100% dari luas
wilayah kajian. Kerawanan bencana kekeringan berkategori sedang terluas berada
di Kabupaten Belitung, yaitu seluas 224.079,8 ha atau 100% dari luas wilayah
kajian, sedangkan berkategori tinggi terluas berada di Kabupaten Bangka Selatan
dengan luas sekitar 291.541,6 ha atau 91,2% dari luas wilayah kajiannya.
Kerawanan bencana tanah longsor kategori rendah terluas berada di Kabupaten

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
17
Belitung Timur seluas 66.124,8 ha atau 29,77% dari luas wilayah kajiannya,
berkategori sedang terluas berada di Kabupaten Bangka seluas 243.478,5 ha atau
100% dari luas wilayah kajiannya, dan berkategori tinggi terluas berada di
Kabupaten Bangka Selatan seluas 240.712,1 ha atau 75,32% dari luas wilayah
kajiannya.
Hasil kajian kerawanan bencana untuk indikator nomor 6.5.1.(a), 6.5.1.(d),
6.5.1.(e), 6.5.1.(h), 6.5.1.(i), dan 6.6.1.(e) menunjukkan kerawanan bencana banjir
tertinggi pada kategori rendah berada di DAS Mancang seluas 82.019,9 ha,
kategori sedang terluas berada di DAS Linggang seluas 14.050,3 ha, dan kategori
tinggi terluas berada di DAS Kurau seluas 36.019,8 ha. Kerawanan bencana cuaca
ekstrim terkait indikator diatas kategori rendah tidak terdapat di DAS di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, kategori sedang terluas berada di DAS Mancang
seluas 82.019,9 ha, dan kategori tinggi terluas berada di DAS Banten seluas
21.311,6 ha. Kerawanan bencana gelombang laut untuk seluruh DAS yang berada
di Kecamatan pesisir Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berada pada kategori
sedang. Kerawanan bencana gempa bumi untuk seluruh DAS di Kecamatan
pesisir Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berada pada kategori rendah.
Kerawanan bencana kebakaran kategori rendah tidak terdapat di seluruh DAS di
Kecamatan pesisir Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kategori sedang terluas
berada di DAS Kotawaringin seluas 39.388,8 ha, dan kategori tinggi terluas
berada di DAS Kurau seluas 60.168,8 ha. Kerawanan bencana kekeringan
kategori rendah tidak terdapat di seluruh DAS di Kecamatan pesisir Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, kategori sedang terluas berada di DAS Cerucuk
seluas 52.463,9 ha, dan kategori tinggi terluas berada di DAS Mancang seluas
82.019,9 ha. Kerawanan bencana tanah longsor dengan kategori rendah terluas
berada di DAS Ungu seluas 24.018,8 ha, kategori sedang terluas berada di DAS
Selan seluas 55.489,6 ha, dan kategori tinggi terluas berada di DAS Kepoh seluas
56.360,6 ha.
Efesiensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai
indikator 1.4.1.(d), 6.1.1.(a), 6.1.1.(b), 6.1.1.(c), dan 6.2.1.(a) yaitu tubuh air di
Kabupaten Bangka seluas 1.527,4 ha, Bangka Barat 1.389,3 ha, Bangka Selatan
81,2 ha, Bangka Tengah 263,2 ha, Belitung 309,4 ha, Belitung timur 735,8 ha, dan

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
18
Kota Pangkal Pinang 273,1 ha. Sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk
mencapai indikator 2.1.1*,2.1.1.(a), dan 2.1.2* adalah lahan berupa pertanian
lahan kering di Kabupaten Bangka seluas 16.848,2 ha, Bangka Barat 7.649,6 ha,
Bangka Selatan 19.450,8 ha, Bangka Tengah 3.791,3 ha, Belitung 6.447,8 ha, dan
Belitung Timur 3.616,8 ha, pertanian lahan kering campur semak di Kabupaten
Bangka seluas 156.104,1 ha, Bangka Barat 122.783,9 ha, Bangka Selatan
73.937,0 ha, Bangka Tengah 73.815,8 ha, Belitung 65.087,5 ha, Belitung Timur
50.002,9 ha, dan Kota Pangkal Pinang 4.648,7 ha, dan sawah/persawahan di
Kabupaten Bangka seluas 11,2 ha, Bangka Selatan 1.160,3 ha, Belitung Timur
588,3 ha.
Perubahan iklim akibat dari mencapai indikator dikaji menggunakan peta
resiko iklim. Resiko iklim terkait indikator nomor 1.4.1.(d), 1.4.1.(e), 2.1.1*,
2.1.1.(a), 2.1.2*, 2.1.2.(a), 6.1.1.(a), 6.1.1.(b), 6.1.1.(c), 6.2.1.(a), 6.2.1.(b),
6.2.1.(c), 6.2.1.(d), 6.2.1.(e), dan 6.2.1.(f) di Kabupaten Bangka kategori rendah
seluas 116.358,4 ha, sedang 116.384,4 ha, dan tinggi 68.725,6 ha; Kabupaten
Bangka Barat kategori sangat rendah seluas 26.612,8 ha, rendah 96.011,4 ha,
sedang 114.372,5 ha, dan tinggi 50.267,8 ha; Kabupaten Bangka Selatan kategori
sangat rendah 76.652,4 ha, rendah 32.541,0 ha, sedang 188.670,1 ha, dan tinggi
68.043,7 ha; Kabupaten Bangka Tengah kategori sangat rendah seluas 42.922,7
ha, rendah 3.573,7 ha, sedang 135.625,2 ha, dan tinggi 30.356,8 ha; Kabupaten
Belitung kategori sangat rendah 93,8 ha, rendah 890,4 ha, sedang 164.085,0 ha,
dan tinggi 66.436,4 ha; Kabupaten Belitung Timur kategori rendah 1.922,9 ha,
sedang 208.803,1 ha, tinggi 45.217,0 ha; Kota Pangkal Pinang kategori sangat
rendah 1.837,6 ha, rendah 80,8 ha, sedang 2.474,8 ha, dan tinggi 6.062,5 ha.
Resiko iklim terkait indikator nomor 6.5.1.(a), 6.5.1.(d), 6.5.1.(e), 6.5.1.(h),
6.5.1.(i), dan 6.6.1.(e) kategori sangat rendah terluas berada di DAS Balar seluas
28.885,7 ha, kategori rendah terluas berada di DAS Kotawaringin seluas 45.323,7
ha, kategori sedang terluas berada di DAS Linggang seluas 71.189,5 ha, dan
kategori tinggi terluas berada di DAS Cerucuk seluas 25.127,6 ha.
Resiko iklim terkait indikator nomor 6.6.1.(d) di kawasan hutan lindung
kelas resiko sangat rendah seluas 27.111,0 ha, rendah 15.950,7 ha, sedang
107.060,7, tinggi 34.019,5 ha; resiko iklim pada kawasan hutan produksi kelas

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
19
resiko sangat rendah seluas 47.903,6 ha, rendah 50.041,6 ha, sedang 259.639,5 ha,
dan tinggi 75.198,8 ha; resiko iklim pada kawasan hutan produksi konversi kelas
resiko sedang seluas 712,0 ha; resiko iklim pada kawasan suaka alam/kawasan
pelestarian alam kelas resiko sangat rendah 3.463,9 ha, rendah 6.488,8 ha, sedang
14.651,8 ha, dan tinggi seluas 10.542,9 ha. Resiko iklim terkait indikator nomor
15.3.1.(a) kategori tinggi di lahan agak kritis seluas 147.253,0 ha, lahan kritis
36.092,4 ha, lahan potensial kritis 124.775,6 ha, lahan sangat kritis 21.723,3 ha,
dan lahan tidak kritis 2.337,7 ha.
Usaha untuk mencapai indikator-indikator pembangunan berpotensi
mengganggu biodiversitas yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kajian untuk muatan biodiversitas menggunakan peta sebaran mangrove dan
tutupan lahan atau penggunaan lahan tahun 2016. Usaha untuk mencapai indikator
nomor 1.4.1.(d), 1.4.1.(e), 2.1.1*, 2.1.1.(a), 2.1.2*, 2.1.2.(a), 6.1.1.(a), 6.1.1.(b),
6.1.1.(c), 6.2.1.(a), 6.2.1.(b), 6.2.1.(c), 6.2.1.(d), 6.2.1.(e), dan 6.2.1.(f) berpotensi
mengganggu mangrove yang paling luas di Bangka Barat seluas 31.237,8 ha,
hutan lahan kering primer di Kabupaten Bangka Barat seluas 617,6 ha, hutan
lahan kering sekunder terluas di Kabupaten Belitung Timur 39.611,3 ha, hutan
rawa primer terluas di Kabupaten Bangka seluas 279,7 ha, hutan rawa sekunder
terluas di Bangka Selatan 22.514,8 ha, rawa terluas di Kabupaten Belitung Timur
4.877,7 ha, rumput terluas di Belitung 3.923,3 ha, semak belukar terluas di
Bangka Selatan 153.055,4 ha, dan semak belukar rawa terluas di Kabupaten
Belitung Timur 13.009,2 ha. Pada indikator nomor 6.5.1.(a), 6.5.1.(d), 6.5.1.(e),
6.5.1.(h), 6.5.1.(i), dan 6.6.1.(e) berpotensi mengganggu mangrove terluas yang
berada di DAS Mancang seluas 17.564,2 ha, hutan lahan kering primer tertinggi di
DAS Kampa, hutan lahan kering sekunder terluas di DAS Linggang 13.911,4 ha,
hutan rawa primer terluas di DAS Kotawaringin seluas 279,7 ha, hutan rawa
sekunder terluas di DAS Balar seluas 17.210,8 ha, rawa terluas di DAS Linggang
seluas 4.249,7 ha, padang rumput terluas di DAS Cerucuk seluas 3.107,2 ha,
semak belukar terluas di DAS Kepoh seluas 32.255,1 ha, dan semak belukar rawa
terluas di DAS Linggang seluas 6.518,5 ha.
Indikator nomor 6.6.1.(d) berpotensi mengganggu mangrove terluas di hutan
lindung seluas 34.665,7 ha, hutan lahan kering di hutan produksi seluas 205,8 ha;

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
20
hutan lahan kering sekunder di terluas di kawasan hutan produksi 50.889,1 ha,
hutan rawa primer terluas di kawasan hutan produksi 31.766,3 ha, rawa terluas di
kawasan hutan produksi 1.308,0 ha, semak belukar terluas di kawasan hutan
produksi seluas 100.218,1 ha, dan semak belukar rawa terluas di kawasan hutan
produksi 21.366,4 ha. Indikator nomor 15.3.1.(a) berpotensi mengganggu
mangrove pada lahan Sangat kritis 629,8 ha, hutan rawa primer di lahan agak
kritis seluas 70,6 ha, hutan rawa sekunder di lahan sangat kritis 14,0 ha, rawa di
lahan sangat kritis 951,8 ha, padan rumput di lahan sangat kritis 1.452,0 ha, semak
belukar di lahan sangat kritis 4.457,3 ha, semak belukar rawa di lahan sangat kritis
467,4 ha.

E. Alternatif Skenario Pembangunan Berkelanjutan

Perumusan alternatif skenario pembangunan berkelanjutan dilakukan oleh


Tim Pokja dengan bantuan Tim Tenaga Ahli berdasarkan hasil proyeksi capaian
indikator TPB hingga akhir masa RPJMD, yaitu tahun 2022 dan akhir tahun 2030
(masa SDGs). Hasil proyeksi menunjukkan adanya gap (selisih) antara capaian
indikator TPB provinsi dengan target indikator TPB secara nasional (target
RPJMN) pada banyak indikator TPB, terutama indikator TPB yang telah
dilaksanakan namun belum mencapai target (kategori SB). Secara ringkas,
terdapat 5 kategori skenario untuk indikator TPB seperti ditampilkan tabel berikut
ini.

Tabel 9. Skenario Pencapaian Indikator TPB

Pemenuhan Target Indikator TPB


Upaya
No. Proyeksi dengan
Kondisi Eksisting Hasil Proyeksi BAU Tambahan
Upaya Tambahan

1 Terpenuhi Tidak Terpenuhi Harus Dipenuhi


Dengan
2 Tidak Terpenuhi Tidak Terpenuhi Harus Dipenuhi Upaya
Tambahan
3 Tidak Dikerjakan Tidak Dikerjakan Harus Dipenuhi

4 Terpenuhi Terpenuhi Tidak Dilakukan Tanpa Upaya


5 Tidak Terpenuhi Terpenuhi Tidak dilakukan Tambahan

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
21
Pada Skenario Nomor 1 terbaca bahwa indikator TPB dengan kondisi
eksisting data capaian indikator maupun data eksisting kondisi DDDT yang telah
terpenuhi (sesuai target dan tidak melampaui daya dukung lingkungan), namun
setelah diproyeksikan sesuai dengan data series-nya tanpa melibatkan upaya
tambahan (BAU) ternyata tidak terpenuhi, maka harus disusun proyeksi
pencapaian target indikator tersebut dengan melibatkan upaya tambahan agar
terpenuhi. Begitu juga pada Skenario Nomor 3 yang menunjukkan indikator TPB
yang tidak dikerjakan (biasanya untuk indikator yang tidak ada data), perlu
melibatkan upaya-upaya tambahan. Skenario 1 s.d. 3 adalah skenario dengan
upaya tambahan, sementara skenario 4 dan 5 adalah skenario tanpa upaya
tambahan.

F. Rekomendasi KLHS

Rekomendasi KLHS dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian


pembangunan berkelanjutan yang dilakukan, yaitu dengan mempertimbangkan
hasil proyeksi capaian indikator TPB, alternatif skenario, kondisi DDDT, analisis
pengaruh indikator terhadap 6 muatan KLHS, dan kemampuan keuangan daerah.
Rekomendasi KLHS yang dirumuskan terdiri dari 4 jenis rekomendasi, yaitu :

1. Rekomendasi untuk indikator TPB yang memerlukan upaya tambahan,


2. Rekomendasi untuk indikator TPB yang tidak perlu upaya tambahan,
3. Rekomendasi untuk indikator TPB yang terkait dengan DDDT,
4. Rekomendasi untuk indikator TPB yang tidak memiliki data.

Keempat jenis rekomendasi tersebut disajikan di dalam Dokumen Utama


dan Tahapan Proses KLHS RPJMD Perubahan Tahun 2017-2022 Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Rekomendasi KLHS diintegrasikan ke dalam
Dokumen RPJMD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, begitu juga dengan
bagian-bagian lain dari dokumen KLHS.
Di dalam pencapaian TPB, dilakukan penilaian (scoring) terhadap 17 TPB.
Penilaian ini dilakukan oleh Tim Pokja KLHS dalam rangka untuk memberikan
peringkat prioritas pencapaian TPB. Hasil penilaian dan peringkat yang telah
tersusun ditampilkan pada tabel berikut ini.

RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
22
Tabel 10. Prioritas Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Analisis 6
Jumlah Isu KLHS & Ketercapaian Rentang Skor Skor Skor Muatan Total
No. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Muatan Peringkat
Indikator Isu RPJMD Data (%) Gap (%) Isu Gap KLHS Skor
KLHS

Mengakhiri Kemiskinan Dalam Segala


1 18 9 28 13,30 6 4,74 8,55 10,00 23,29 7
Bentuk Di Manapun

Menghilangkan kelaparan, mencapai


ketahanan pangan dan gizi yang baik,
2 10 8 40 12,50 6 4,21 7,25 10,00 21,46 10
serta meningkatkan pertanian
berkelanjutan
Menjamin kehidupan yang sehat dan
3 meningkatkan kesejahteraan seluruh 33 8 39 97,54 4 4,21 15,81 6,67 26,69 3
penduduk semua usia
Menjamin kualitas pendidikan yang
inklusif dan merata serta
4 14 6 43 19,66 0 3,16 7,68 0,00 10,84 15
meningkatkan kesempatan belajar
sepanjang hayat untuk semua
Mencapai kesetaraan gender dan
5 12 6 42 3,22 0 3,16 6,15 0,00 9,31 17
memberdayakan kaum perempuan
Menjamin ketersediaan serta
6 pengelolaan air bersih dan sanitasi 21 11 14 18,37 6 5,79 10,41 10,00 26,20 4
yang berkelanjutan untuk semua
Menjamin akses energi yang
7 terjangkau, andal, berkelanjutan, dan 4 4 25 42,93 5 2,11 11,79 8,33 22,23 9
modern untuk semua
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
yang inklusif dan berkelanjutan,
8 kesempatan kerja yang produktif dan 14 11 7 96,62 2 5,79 18,95 3,33 28,07 1
menyeluruh, serta pekerjaan yang
layak untuk semua

23
RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Analisis 6
Jumlah Isu KLHS & Ketercapaian Rentang Skor Skor Skor Muatan Total
No. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Muatan Peringkat
Indikator Isu RPJMD Data (%) Gap (%) Isu Gap KLHS Skor
KLHS
Membangun infrastruktur yang
tangguh, meningkatkan industri
9 8 13 0 6 6,84 10,00 10,00 26,84 2
inklusif dan berkelanjutan, serta
mendorong inovasi
Mengurangi kesenjangan intra dan
10 6 11 33 0,00 0 5,79 6,67 0,00 12,46 14
antarnegara
Menjadikan kota dan permukiman
11 inklusif, aman, tangguh, dan 15 10 13 6 5,26 8,67 10,00 23,93 5
berkelanjutan
Menjamin pola produksi dan konsumsi
12 5 8 20 4 4,21 8,00 6,67 18,88 11
yang berkelanjutan
Mengambil tindakan cepat untuk
13 mengatasi perubahan iklim dan 3 8 33 3 4,21 6,67 5,00 15,88 13
dampaknya
Melestarikan dan memanfaatkan
secara berkelanjutan sumber daya
14 5 4 40 85,33 4 2,11 14,53 6,67 23,30 6
kelautan dan samudera untuk
pembangunan berkelanjutan
Melindungi, merestorasi, dan
meningkatkan pemanfaatan
berkelanjutan ekosistem daratan,
mengelola hutan secara lestari,
15 5 10 20 6 5,26 8,00 10,00 23,26 8
menghentikan penggurunan,
memulihkan degradasi lahan, serta
menghentikan kehilangan
keanekaragaman hayati

24
RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Analisis 6
Jumlah Isu KLHS & Ketercapaian Rentang Skor Skor Skor Muatan Total
No. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Muatan Peringkat
Indikator Isu RPJMD Data (%) Gap (%) Isu Gap KLHS Skor
KLHS
Menguatkan masyarakat yang inklusif
dan damai untuk pembangunan
berkelanjutan, menyediakan akses
16 keadilan untuk semua, dan 17 3 18 0 1,58 8,24 0,00 9,81 16
membangun kelembagaan yang
efektif, akuntabel, dan inklusif di
semua tingkatan
Menguatkan sarana pelaksanaan dan
17 merevitalisasi kemitraan global untuk 12 4 0 63,38 0 2,11 16,34 0,00 18,44 12
pembangunan berkelanjutan

Total 202

25
RINGKASAN EKSEKUTIF KLHS RPJMD PERUBAHAN TAHUN 2017-2022
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Anda mungkin juga menyukai