Anda di halaman 1dari 21

TUGAS ILMU LINGKUNGAN

ABRASI

Disusun Oleh :
Abdul Hadi
Arifan Farhan
Muhammad Naufal
Muhammad Randy Alfath

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS RIAU
PEKABARU 2016

A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas wilayah perairan laut
lebih dari 75% (sekitar 5.8 juta kilometer persegi) dengan 17.500 pulau dan garis
pantai sekitar 81.000 km. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di
dunia setelah Kanada. Daerah pantai merupakan daerah yang spesifik, karena
berada di antara dua pengaruh yaitu pengaruh daratan dan pengaruh lautan
(Yuwono N, 1993). Kawasan pantai merupakan kawasan yang sangat dinamis
dengan berbagai ekosistem hidup yang saling mempunyai keterkaitan satu dengan
yang lain.
Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan,
karena daerah tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal
dari daratan dan lautan. Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat
hingga sangat cepat, tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan dan
sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Perubahan pantai terjadi
apabila proses geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen pantai melebihi
proses yang biasa terjadi. Perubahan proses geomorfologi tersebut sebagai akibat
dari sejumlah faktor lingkungan seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim,
biotik, pasang surut, gelombang, arus laut dan salinitas (Sutikno, 1993).
Pantai yang dimiliki oleh Indonesia merupakan berkah dari Tuhan yang
Maha Esa. Berkah ini tentu saja harus kita jaga dan rawat dengan sepenuh hati,
guna keberlangsungan hidup kita, memanfaatkan pantai haruslah dengan cara
yang bijaksana dan memperhatikan asas-asas kelestariannya. Kerusakan
ekosistem pantai tentu akan merugikan manusia karena ekosistem pantai adalah
tempat untuk manusia tinggal dan tempat untuk manusia mencari penghidupan,
Manusia membuat tambak-tambak ikan dan udang, tambak-tambak garam,
budidaya rumput laut, mencari ikan di laut, berkebun kelapa, dan sebagainya guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sayangnya sekarang ini sudah banyak ekosistem
pantai yang rusak karena abrasi.
Abrasi merupakan salah satu masalah yang mengancam kondisi pesisir,
yang dapat mengancam garis pantai sehingga mundur kebelakang, merusak
tambak maupun lokasi persawahan yang berada di pinggir pantai, dan juga
mengancam bangunan bangunan yang berbatasan langsung dengan air laut, baik
bangunan yang difungsikan sebagai penunjang wisata maupun rumah rumah

penduduk. Abrasi pantai didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai dari posisi
asalnya (Triatmodjo, 1999).
Abrasi diakibatkan oleh dua factor yaitu factor alam dan factor manusia,
dan yang paling berpengaruh terhadap kerusakan pantai adalah factor manusia.
Penyebab terjadinya abrasi di pantai sebagian besar (diperkirakan lebih dari 90%)
diakibatkan oleh adanya campur tangan manusia (A.Hakam,dkk, 2013). Abrasi
dapat mengakibatkan perubahan garis pantai Indonesia.
Perubahan garis pantai merupakan salah satu bentuk dinamisasi kawasan
pantai yang terjadi secara terus menerus. Perubahan garis pantai yang terjadi di
kawasan pantai berupa pengikisan badan pantai (abrasi) dan penambahan badan
pantai (sedimentasi atau akresi). Proses abrasi disebabkan oleh beberapa faktor
yang secara umum dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu akibat faktor alam seperti
perubahan cuaca atau iklim dan akibat aktivitas manusia yang mengakibatkan
hilangnya perlindungan alami pantai serta berubahnya pola aliran dan transport
disepanjang pantai.
Kondisi kawasan pantai di berbagai lokasi di Indonesia sangat
mengkhawatirkan yang diakibatkan oleh adanya kejadian abrasi atau erosi. Abrasi
adalah Sekitar 100 lokasi di 17 Propinsi dengan panjang pantai kurang lebih 400
km telah mengalami erosi pantai yang mengkhawatikan. Jumlah catatan kejadian
bencana abrasi di Indonesia mulai dari 1815 sampai dengan 2013 adalah sebanyak
192 kali. (Diposaptono, 2011). Keadaan ini sudah sangat mengkhawatirkan, jika
tidak ditangani dengan baik akan memberikan dampak yang sangat merugikan
bagi kelangsungan makhluk hidup, mengingat betapa pentingnya keberadaan
ekosistem pantai tersebut.
Berdasarkan latang belakang masalah tersebut penulis akan membuat
makalah tentang Mitigasi Abrasi Pantai di Indonesia di tambah dengan beberapa
contoh penanganan nyata yang pernah dilakukan oleh beberapa pihak terkait di
wilayah pantai Indonesia guna meminimalisir dampak abrasi.

B. Pembahasan
1. Definisi Abrasi

Abrasi adalah proses dimana terjadi pengikisan pantai yang


disebabkan oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat
merusak. Abrasi atau kata lain biasa disebut erosi pantai. Kerusakan garis
pantai tersebut dikarenakan terganggunya keseimbangan alam daerah
dipantai tersebut. Dan meski Abrasi dapat disebabkan oleh gejala alami
tapi manusia lah yang dijadikan sebagai penyebab utama terjadinya abrasi.
2. Penyebab Abrasi
Abrasi pantai dapat terjadi oleh beberapa faktor, yakni faktor alami
maupun non alami. Faktor alami penyebab abrasi pantai merupakan faktor
alamiah yang menyebabkan suatu daratan pantai akan terkikis atau
bergeser karena faktor alam (gelombang, arus dan pasang surut), tanpa
campur tangan manusia. Umumnya faktor alami berlangsung lama,
mengingat dampaknya terjadi akibat refraksi gelombang yang secara
continue menghantam daratan pantai,sehingga membutuhkan waktu yang
relatif lama. Berbeda dengan faktor non-alami yang merupakan sebagai
faktor pendukung faktor alami dalam mempercepat abrasi pantai, faktor
alami yang umumnya dilakukan oleh aktifitas manusia ini memberikan
dampak atau efek yang lebih cepat, beberapa aktifitas tersebut diantaranya
adalah :
a. Pembangunan

bangunan

pantai

menjorok

ke

laut,

sehingga

mengganggu keseimbangan transport sedimen.


b. Perusakan pelindung pantai alami, yaitu penebangan hutan mangrove,
perubahan fungsi ekosistem padang lamun dan pengambilan terumbu
karang.
c. Pengalihan fungsi ekosistem pantai menjadi areal tambak yang tidak
memperhatikan kondisi dan lokasi (dekat bibir pantai).
d. Penambangan di perairan pantai, khususnya penambangan pasir
pantai, yang dapat mengakibatkan perubahan kedalaman sehingga
merubah pola arus dan gelombang pecah.
Di Indonesia aktifitas manusia yang paling banyak dilakukan dan
tentunya akan memberikan atau berkontribusi dalam mempercepat proses
abrasi pantai di wilayah pantai adalah pengubah alihan fungsi ekosistem

pantai

menjadi

areal

tambak.

Beberapa

penguasaha

perikanan

memanfaatkan luas wilayah pantai sebagai hamparan ladang uang untuk


meraup keuntungan densgan merubah ekosistem menjadi areal tambak,
yang umumnya berupa tambak udang, ikan dan sebagainya. Perubahan
ekosistem wilayah pantai yang tidak disertai dengan pola tata ruang yang
baik, yang tidak memperhitungkan karakter fisik, korelasi antar ekosistem
dan tidak ramah lingkungan, jelas hanya akan bertahan sesaat dan merusak
lingkungan (tidak konservatif).
Abrasi juga disebabkan oleh naiknya permukaan air laut diseluruh
dunia karena mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Mencairnya
lapisan es ini merupakan dampak dari pemanasan global yang terjadi
belakangan ini. Seperti yang kita ketahui,pemanasan global terjadi karena
gas-gas CO2 yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan
kendaraan bermotor menghalangi keluarnya gelombang panas dari
matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga panas tersebut akan tetap
terperangkap di dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di
permukaan bumi meningkat. Suhu di kutub juga akan meningkat dan
membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu mengakibatkan permukaan
air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan akan menggerus
daerah yang permukaannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya
abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan
Pencemaran yang terjadi di pesisir pantai merupakan sesuatu yang
sangat merugikan bagi manusia. Selain itu, sebagian besar objek wisata di
Indonesia merupakan wisata pantai. Keindahan panorama pantai membuat
wisatawan dari mancanegara berdatangan ke Indonesia. Hal ini seharusnya
membuat pemerintah lebih mempedulikan kebersihan dan keasrian pantai,
karena apabila keadaan pantai tidak bersih dan dipenuhi sampah,
wisatawan tidak akan mau lagi mengunjungi pantai di Indonesia yang
akibatnya dapat mengurangi devisa negara.
Rusaknya lingkungan pantai juga dapat merusak ekosistem yang
ada disana. Biota yang hidup di daerah pantai seperti terumbu karang dan
ikan- ikan kecil akan mati bila tingkat pencemarannya tinggi. Untuk itu

diperlukan upaya dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga


keindahan dan keasrian pantai.
3. Dampak abrasi
Abrasi merupakan proses pengikisan pantai yang dikarenakan
kekuatan gelombang laut dan arus laut yang kuat dan bersifat merusak,
kerusakan atau abrasi pantai disebabkan oleh factor alam dan factor
manusia, seperti pengambilan batu dan pasir di pesisir pantai, atau
penebangan pohon di sekitar pantai, kurang diperhatikannya hutan
mangrove. Manusia mengambil kayu dari hutan mangrove dan hutan
pantai untuk kehidupan sehari-hari, seperti untuk kebutuhan bahan bakar
dan bahan bangunan rumah. Apabila pengambilan kayu dilakukan secara
terus-menerus maka pohon-pohon di pesisir pantai akan berkurang dan
habis. Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai memperbesar
peluang terjadinya abrasi, karena akar mangrove yang berfungsi menahan
tanah agar tidak mudah terbawa gelombang sudah habis bersamaan dengan
penebangan pohonnya yang habis ditebang manusia. Dampak abrasi tentu
sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak
diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang mempunyai permukaannya
rendah akan tenggelam. Lokasi wisata terutama pantai yang indah dan
menjadi tujuan wisata akan menjadi rusak. Pemukiman warga daerah
pesisir dan tambak akan tergerus akibat gelombang laut hingga menyatu
menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi
gara-gara

abrasi

pantai

ini.

Banyak

dilakukan

reklamasi

untuk

menanggulangi abrasi namun tetap berdampak pada daerah yang memiliki


ketinggian rendah dalam bentuk banjir rob. Abrasi pantai juga berpotensi
menenggelamkan beberapa pulau kecil di sekitar perairan Indonesia.
Secara alami pantai telah memiliki pelindung alami akan tetapi
dalam perkembangannya terdapat perubahan yang sangat signifikan dan
berpengaruh pada garis pantai. Solusi untuk mengatasi abrasi tidak boleh
sembarangan dan harus memperhatikan kondisi sekitar agar solusi yang di
ambil sesuai dan efektif. Penanggunalang abrasi pada daerah pantai
berbeda satu sama lain tergantung dari kondisi fisik dan lingkungan social

ekonomi pantai tersebut. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada poin
mitigasi abrasi.
Dampak negatif yang diakibatkan oleh abrasi antara lain:

Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk


yang tinggal di pinggir pantai

Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai, karena terpaan ombak


yang didorong angin kencang begitu besar.

Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan perairan pantai karena


terkikisnya hutan bakau
Selain itu, di beberapa tempat di areal pesisir dan pertambakan

yang telah terkikis (abrasi pantai) dan rob yang lebih dalam ke daratan.
Tambak-tambak udang yang terkikis menjadi hilang dan berubah
kondisinya menjadi laut dan akibat pemanasan global menyebabkan air
masuk lebih dalam. Hilangnya tambak akibat terkikis, menghilangkan
pendapatan sebagian petani tambak yang dahulunya termasuk golongan
petani kaya menjadi tidak kaya. Kondisi ini akan mengubah perilaku
petambak yang tadinya sebagai juragan berubah menjadi bukan
juragan.
Perubahan perilaku masyarakat dapat bersifat intern maupun
ekstern dan dapat bersifat positif maupun negatif. Intern dalam arti
perilaku keseharian yang menyangkut diri sendiri seperti rasa apatis,
apriori, traumatik dan lain-lain, sedang ekstern adalah perilaku keseharian
yang menyangkut terhadap orang lain baik di dalam keluarga maupun luar
keluarga seperti kerjasama, paternalistis dan lain-lain. Peningkatan
pendapatan mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat yang ke arah
konsumtif, pemikiran yang lebih maju dan merubah perilaku sosial secara
menyeluruh. Namun sebaliknya kondisi saat ini di kawasan pertambakan
Demak mengalami pendapatan yang menurun atau dapat dikatakan
kesejahteraannya menurun, maka yang terjadi adalah munculnya

kemiskinan baru, daya serap tenaga kerja menurun dan masyarakat


kawasan pesisir yang terimbas ikut menurun. Perubahan pendapatan akan
mengubah perilaku masayarakat tersebut. Karena adanya pengurangan
atau perubahan baik dari hasil pendapatan (menurunnya perekonomian),
kesehatan dan sebagainya,maka tidak sedikit penduduk yang mengalami
penurunan pendapatan akibat abrasi tambak dan rob mengalami perubahan
perilaku yang bersifat negatif yaitu apriori, apatis dan mengalami
gangguan jiwa. Selain itu, Akibat penurunan pendapatan para nelayan dan
petani tambak tidak dapat menyekolahkan anaknya lebih tinggi. Maka, ada
penduduk yang mengambil keputusan untuk mengadakan perpindahan
ketempat lain yang diperkirakan dapat memperbaiki penghasilan mereka.
Daerah pantai yang mengalami abrasi sangat sulit untuk dipulihkan
atau kembali dalam keadaaan normal. Selain itu juga, kerusakan pantai
akibat abrasi dapat menggangu mata pencaharian penduduk disekitar,
terutama yang berprofesi sebagai nelayan. Pantai yang mengalami abrasi
jika tidak di tanggulangi akan berakibat kerusakan pantai yang semakin
parah.
Sedia payung sebelum hujan. Setidaknya pepatah ini dapat kita
gunakan utuk meminimalisir terjadinya abrasi. Sebelum abrasi terjadi lebih
parah, terdapat tindakan pencegahan yang mungkin dapat kita lakukan
baik secara perseorangan atau berkelompok. Untuk menanggulangi atau
mencegah terjadinya abrasi pantai yaitu (Ramadhan, 2013):
1. Pelestarian terumbu karang
Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan
gelombang yang sampai ke pantai. oleh karena itu perlu pelestarian
terumbu karang dengan membuat peraturan untuk melindungi
habitatnya. ekosistem terumbu karang, padang lamun, mangrove dan
vegetasi pantai lainnya merupakan pertahanan alami yang efektif
mereduksi kecepatan dan energi gelombang laut sehingga dapat
mencegah terjadinya abrasi pantai. jika abrasi pantai terjadi pada
pulau-pulau kecil yang berada di laut terbuka, maka proses
penenggelaman pulau akan berlangsung lebih cepat.

2. Melestarikan tanaman bakau/mangrove


Fungsi dari tanaman bakau yaitu untuk memecah gelombang yang
menerjang pantai dan memperkokoh daratan pantai, selain untuk
mempertahnakan pantai, mangrove juga berfungsi sebagai tempat
berkembangbiakan ikan dan kepiting.
3. Melarang penggalian pasir pantai Pasir pantai yang terus menerus
diambil akan mengurangi kekuatan pantai.
4. Sedangkan pada pantai yang telah atau akan mengalami abrasi, akan
dibuatkan pemecah ombak atau talud untuk mengurangi dampak dari
terjangan ombak, tindakan ini sering juga disebut tindakan
pencegahan secara teknis.
4. Mitigasi Bencana Abrasi
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP
No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Membuat rencana detail tata ruang daerah pesisir adalah salah satu
langkah dalam meminimalisir dampak abrasi, di daerah pesisisr pantai
yang rawan abrasi sangat penting untuk mengatur penggunaan lahan.
Rencana detail tata ruang ini digunakan untuk membuat zoning kawasan
lindung dan budidaya. Setiap persil seharusnya ditentukan guna lahan,
KDB, KLB, jumlah lantai agar pembangunan daerah pesisir dapat terarah.
(Rahtama, 2014)
Dalam rencana detail ini juga berisi di mana akan dibangun
pemecah gelombang dan tanggul karena pemecah gelombang ini dapat
menghambat perjalanan ombak ke pantai. Ombak akan terpecah saat
melewati pemecah gelombang sehingga ombak yang mencapai bibir pantai
memiliki kekuatan yang lebih kecil. Selain pemecah gelombang
pembangunan tanggul dari pasir di sepanjang pantai juga akan mengurangi
resiko abrasi. Pembuatan tanggul ini dapat dilakukan secara swadaya oleh
masyarakat sekita pantai.
Tanggul dapat menahan air laut sehingga air laut tidak dapat masuk
ke pemukiman penduduk dan memperkuat daya tahan pinggir pantai.
Selain itu dalam rencana detail tata ruang hutan bakau seharusnya menjadi
kewajiban untuk semua daerah pesisir di Indonesia. Tanaman bakau dapat

mengurangi resiko abrasi dan dapat mengurangi resiko intrusi air laut.
Dalam rencana detail dirumuskan pembangunan fisik dan pembangunan
sosial ekonominya. Bagaimana pembangunan sosial ekonomi penduduk
pesisir akan menetukan keberhasilan pembangunan fisik daerah pesisir
tersebut. Pembangunan sosial selain bertujuan membuat keadaan sosial
yang lebih manusiawi juga dibutuhkan agar penduduk pesisir dapat
mengelola upaya mitigasi terhadap abrasi. (Rahtama, 2014)
Pembuatan rencana detail tata ruang daerah pesisir sendiri tidak
bisa dilakukan secara sembarangan dan sepihak oleh pemerintah saja atau
oleh mesyarakat saja. Rencana detail tata ruang ini harus dibuat bersama
sama oleh semua pihak yang memiliki kepentingan agar rencana tersebut
dapat memberi manfaat untuk semua pihak. Terlebih lagi pembuatan
rencana yang disetujui oleh semua pihak akan mudah direalisasikan.
Rencana detail tata ruang yang benar dan diimplementasikan secara
optimal akan dapat meningkatkan kapasitas daerah pesisir dan mengurangi
resiko abrasi sehingga daerah pesisir menjadi daraeh yang tangguh.
Secara teori menurut Steward dan Hutabarat, 1985 perlindungan
daerah pesisir pantai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu soft solution
(non struktur) atau dengan cara hardsolution (terstruktur) tergantung dari
kondisi fisik pantai tersebut :
1. Soft solution
a. Penanaman tumbuhan pelindung pantai
Penanaman tumbuhan pelindung pantai (bakau, nipah dan pohon apiapi) dapat dilakukan terhadap pantai berlempung, karena pada pantai
berlempung pohon bakau dan pohon api api dapat tumbuh dengan
baik tanpa perlu perawatan yang rumit. Pohon bakau dan pohom apiapi dapat mengurangi energi gelombang yang mencapai pantai
sehingga pantai terlindung dari serangan gelombang.
b. Pengisian pasir (sand nourishment)
Prinsip kerja sand nourishment yaitu dengan menambahkan suplai
sedimen ke daerah pantai yang potensial akan tererosi. Penambahan
sedimen dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dari laut
maupun dari darat, tergantung ketersediaan material dan kemudahan
transportasi. Suplai sedimen berfungsi sebagai cadangan sedimen
yang akan di bawa oleh badai (gelombang yang besar) sehingga

tidak mengganggu garis pantai. Diusahakan kualitas pasir urugan


harus lebih baik atau sama dengan kualitas pasir yang akan diurug
atau diameter pasir urugan diusahakan lebih besar atau sama dengan
diameter pasir asli (Triatmodjo, 1999).
2. Hard solution
a. Groyne (groin)
Pembuatan bangunan groin sangat mempengaruhi daerah erosi
pantai,hal ini terjadi karena dalam pembuatan groin hanya berfungsi
sebagai mengatasi longshore transport atau perpindahan sedimen
sejajar pantai. Panjang groin akan efektif menahan sedimen apabila
bangunan tersebut menutup lebar surfzone. Namun keadaan tersebut
dapat mengakibatkan suplai sedimen ke daerah hilir terhenti
sehingga dapat mengakibatkan erosi di daerah hilir. Sehingga
panjang groin dibuat 40% sampai dengan 60% dari lebar surfzone
dan jarak antar groin adalah 1-3 panjang groin.
b. Breakwater
Breakwater adalah pemecah gelombang yang ditempatkan secara
terpisah-pisah pada jarak tertentu dari garis pantai dengan posisi
sejajar pantai. Struktur pemecah gelombang ini dimaksudkan untuk
melindungi pantai dari hantaman gelombang yang datang dari arah
lepas pantai.
c. seawall
Seawall merupakan bangunan yang digunakan untuk melindungi
struktur pantai dari bahaya erosi/abrasi dan gelombang kecil.
Seawall dibangun pada sepanjang garis pantai yang diprediksikan
mengalami abrasi. Seawall dimaksudkan untuk melindungi pantai
dan daerah dibelakangnya dari serangan gelombang yang dapat
mengakibatkan abrasi dan limpasan gelombang.
Jika gelombang besar terjadi dan menerjang wilayah pemukiman,
tindakan yang harus dilakukan (Ramadhan, 2013) :
1. Jika terjadi di pantai tanpa pemukiman dapat antisipasi dengan
membuat tanggul sederhana dengan karung berisi pasir dan
ditempatkan di sepanjang pantai yang diterjang ombak.

2.

Jika terjadi dipantai yang berpenduduk atau berdekatan dengan


aktifitas warga, pastikan mengevakuasi terlebih dahulu warga disekitar
, kemudian memberi penanda tempat yang mudah longsor akibat
abrasi memperkuat tepian pantai dengan tanggul alami dari karung

berisi pasir atau material padat lainnya.


3. Jika pantai telah mengalami kerusakan, akan dibuat talud/tanggul atau
pemecah ombak (jety).
Permasalahan, tantangan dan peluang Permasalahan yang dihadapi
saat ini dalam penanganan bencana abrasi diantaranya adalah (A. Hakam,
dkk, 2013) :
a. Belum tersedianya peta resiko bencana dalam skala kecil yang
diperlukan untuk penanganan masalah abrasi. Meskipun peta abrasi
telah dibuat dalam skala nasional, namun sayangnya masih belum
tersedia peta dalam skala kecil (1:500).
b. Kinerja penanggulangan bencana yang belum optimal dan belum
terpadu.
c. Orientasi kelembagaan kebencanaan sebelum ini banyak berorientasi
pada penanganan kedaruratan, belum pada aspek pencegahan serta
pengurangan risiko bencana. Tampaknya pemahaman dan kesadaran
bahwa risiko bencana dapat dikurangi melalui intervensiintervensi
pembangunan masih minim. Undang undang No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana memang telah merubah paradigma
penanggulangan bencana dari responsive (terpusat pada tanggap
darurat dan pemulihan) ke preventif (pengurangan risiko dan
kesiapsiagaan), tetapi dalam pelaksanaannya masih belum terlihat
pada program-program pengurangan risiko bencana.
d. Rendahnya ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Bencana alam yang terjadi dapat menghancurkan hasil-hasil
pembangunan selama bertahun-tahun oleh kelompok masyarakat.
Hal ini tentunya merupakan sebuah pukulan berat bagi masyarakat
yang terkena bencana tersebut. Oleh karenanya isu ketahanan
masyarakat dalam menghadapi bencana merupakan hal penting
untuk diperhatikan dalam kajian ini.

e. Penerapan teknologi di bidang mitigasi bencana belum optimal.


Kurangnya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
mengurangi risiko bencana abrasi memerlukan adanya kolaborasi
dengan lembaga riset dan perguruan tinggi untuk mengembangkan
penelitianpenelitian, ilmu dan teknologi kebencanaan.
Hal hal yang menjadi tantangan dalam upaya penanggulangan
bencana abrasi dan gelombang ekstrim ini adalah diantaranya (A.
Hakam, dkk, 2013) :
a. Sosialisi perubahan pola penanggulangan bencana. Perubahan
paradigma penanggulangan bencana dari responsif ke preventif yang
terkandung dalam Undang-undang No. 24 tahun 2007 perlu
dijelmakan menjadi kebijakan, peraturan-peraturan dan prosedurprosedur tetap (protap) kebencanaan sampai ke tingkat pemerintahan
yang paling rendah. Perlunya perpaduan pengurangan risiko bencana
ke

dalam

program-program

pembangunan

demi

terbangun

mekanisme penanggulangan bencana yang terpadu, efektif, efisien


dan handal.
b. Perlunya penanganan yang mengacu pada tata ruang dan wilayah
agar dampak abrasi tidak semakin meluas. Kawasan pesisir
memerlukan pola perencanaan tata ruang pesisir yang dipengaruhi
oleh pembagian zona-zona perlindungan yang sangat ketat. Hal ini
disebabkan karakter pesisir yang sangat dinamis tetapi rentan
terhadap perubahan yang terjadi. Kondisi dinamis inilah yang
menyebabkan perlunya dicari model pendekatan yang sesuai untuk
penataan ruang wilayah pesisir.
c. Perlunya pengembangan kapasitas dalam penanggulangan bencana
yang melibatkan masyarakat sebagai subjek. Masyarakat bukan
hanya diposisi sebagai objek melainkan juga sebagai pelaku yang
harus berperan aktif untuk melindungi diri sendiri jika terjadi
bencana.
d. Besarnya

kebutuhan

pengembangan

kapasitas

dalam

penanggulangan bencana. Jumlah penduduk yang besar tinggal di


daerah rawan bahaya, akan melibatkan banyak komunitas yang perlu

menerima gladi, simulasi dan pelatihan kebencanaan. Banyak tim


siaga bencana komunitas yang perlu dibentuk dan diberi sumber
daya yang memadai. Selain itu, di pihak pemerintah sendiri masih
banyak daerah yang perlu ditingkatkan dalam hal kelembagaan
penanggulangan bencana dan kelengkapannya, masih banyak aparat
pemerintah yang perlu diberi pendidikan dan pelatihan kebencanaan
agar

dapat

melaksanakan

pembangunan

yang

berperspektif

pengurangan risiko dan menyelenggarakan tanggap serta pemulihan


e.

bencana dengan baik.


Perlunya sinkronisasi regulasi dan kewenangan penanganan bencana

f.

pada saat pra, selama, dan pasca bencana.


Perlu peningkatan komitmen pemerintah daerah sebagaimana
tertuang dalam porsi APBD untuk penanggulangan bencana yang
saat ini masih tergolong kecil. Disamping itu baru sedikit daerah
yang menjadikan bencana sebagai prioritas pembangunan, baik pra,

saat, maupun pasca bencana (NAR 2013).


g. Perlunya meninjau parameter penentuan bahaya dan resiko bencana
abrasi. Besaran beberapa parameter (misal, kecepatan arus,
gelombnag ekstrim) masih perlu diteliti dengan melibatkan peran
akademisi.
h. Tantangan terberat dalam penanggulangan bencana abrasi adalah
menjadikan penanggulangan bencana sebagai investasi dimasa
depan. Dimana bila saat ini tidak dilakukan penanggulangan, maka
kerugian yang diderita akan timbul dimasa yang akan datang.
Beberapa

poin

yang

menjadi

peluang

dalam

upaya

penanggulangan bencana abrasi dan gelombang ekstrim ini adalah (A.


Hakam, dkk. 2013) :
a. Keputusan Pemerintah untuk mendorong agenda pengurangan risiko
bencana gelombang ekstrim dan abrasi adalah dikeluarkannya UU
No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil. Dalam undang-undang tersebut menetapkan sasaran
pembangunan

yang

lebih

berkelanjutan

melalui

pencapaian

keseimbangan antara: Pembangunan ekonomi , pemanfaatan wilayah


pesisir, perlindungan dan pelestarian wilayah pesisir, minimalisasi

kerugian kehidupan manusia dan harta benda dan akses publik di


zona pesisir. Selain itu Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2008
tentang Rehabilitasi dan reklamasi hutan, juga mendukung
penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan melalui tahapan
perencanaan dan pelaksanaan. (Kementrian Kehutanan, 2012).
b. Semakin banyaknya provinsi dan kabupaten/kota yang membentuk
BPBD.

Pembentukan

badan-badan

penanggulangan

bencana

independen di berbagai tingkat pemerintahan ini akan lebih


menjamin tertanganinya isu penanggulangan bencana dan isu terkait
lainnya dengan baik.
c. Tumbuhnya Perhatian Dunia pada isu pengurangan risiko bencana,
terutama terkait dengan kecenderungan perubahan iklim global yang
dampaknya kian memburuk. Komitmen antar negara, sebagai contoh
dalam koridor negara Asia Tenggara (ASEAN) dengan membentuk
AHA Center dan latihan bersama penanggulangan bencana yang
dikenal dengan ARDEX sebagai implementasi AADMER (ASEAN
Agreement on Disaster Management and Emergency Response).
Dalam pelaksanaannya, penanganan masalah abrasi pantai dan
gelombang ekstrim dapat melibatkan berbagai kepentingan, nilai serta
pemahaman pola penanganannya.
5. Abrasi yang Pernah Terjadi di Wilayah Pesisir Indonesia
1. Semarang
Abrasi pernah dilaporkan dalam Studi Perencanaan Tata Ruang
Pesisir Kota Semarang (DKP Prov. Jateng, 2011) yang menyatakan bahwa
di Pantai Kota Semarang pada tahun 2008 telah mengalami abrasi seluas
4.200 m2 yang meliputi wilayah di sungai Plumbon, Pesisir Kelurahan
Randugarut, Kawasan Marina dan Tanjung Emas, Kawasan TPI Tambak
Lorok dan Kawasan Terminal Tambak Boyo.
Berdasarkan penelitian (A. Hakim,dkk, 2012) penyebab abrasi di
pantai Kota Semarang adalah sebagai berikut :
a. Terjadinya abrasi di lokasi penelitian dipengaruhi oleh morfologi
pantai lokasi penelitian, kecepatan dan arah angin, serta intervensi
manusia yang berupa pembangunan bangunan bangunan yang
menjorok ke laut.

b. Proyeksi luasan abrasi dilokasi penelitian pada tahun 2015 diperkiran


seluas 116.307 m2 dan meningkat pada tahun 2020 seluas 174.593
m2.
c. Penambahan bangunan pelindung pantai berupa Groin dan Seawall
mampu mengurangi laju abrasi dan akresi, sedangkan bangunan pantai
yang paling efektif untuk mengurangi laju abrasi di lokasi penelitiaan
adalah Seawall.
2. Pontianak
Hutan mangrove di Kalimantan Barat mencapai areal seluas
40.000 hektar yang berlokasi di sepanjang pantai muara Sanguiduri,
pantai Singkawang, Pemangkat, delta Sungai Kapuas bagian selatan,
muara Sungai Ambawang, daerang Pulau Padang Tikar dan Pulau
Maya, daerah muara Sungai Kualam serta pantai Katapang (Abdul
Syukur, 1984).
Permasalahan yang dihadapi sampai saat ini adalah pertambahan
jumlah penduduk yang sangat pesat terutama di daerah pantai sepanjang
jalan Pontianak-Singkawang-Sambas. Hal ini menyebabkan banyak
hutan mangrove yang rusak ditebang oleh penduduk untuk memenui
kayu bakar dan bahan bangunan. Rusaknya mangrove ini diperkirakan
salah satu penyebab erosi pantai makin cepat. Salah satu alternative
untuk mengurangi terjadinya erosi tersebut adalah reboisasi mangrove,
sekalipun merupakan upaya jangka panjang. (Soeroyo, 1992)
3. Bali
Salah satu contoh kerusakan pantai di Indonesia adalah
kerusakan pantai yang terjadi di Tanah Lot Bali. Menurut Bali Beach
Concervation Project (2005), Bali memiliki panjang pantai 430 km,
sekitar 18 % nya merupakan pantai karang dengan pasir putih. Sekitar
16 % atau 70 km dari panjang pantai yang ada telah mengalami
erosi/abrasi akibat faktor alam maupun akibat ulah manusia. Beberapa
daerah pantai Bali yang telah mengalami kerusakan antara lain Pantai
Kuta, Sanur, dan Tanah Lot. Abrasi pantai yang terjadi di Tanah Lot
telah mencapai 1,5 cm sampai 2 cm per tahunnya. Apabila abrasi yang

tejadi tidak segera ditangani maka dapat mengakibatkan rusaknya Pure


yang berada di Tanah Lot tersebut. (Surenddro, 2012)
Mengingat Tanah Lot Bali merupakan daerah wisata, maka
dalam penanganannya tidak boleh menganggu keindahan panorama
pantai, sehingga untuk mengatasi abrasi pantai yang terjadi di Tanah
Lot dilakukan dengan mebangun pemecah gelombang bawah air
(PGBA). (Surendro, 2012)
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disampaikan
kesimpulan dan saran sebagai berikut (Surenddro, 2012) :
1. Pemecah gelombang bawah air sangat cocok untuk keperluan
penanggulangan abrasi yang diakibatkan oleh gelombang, terutama
untuk kawasan wisata pantai.
2. Karena konstruksinya tidak terlihat, maka pemecah gelombang
bawah air tidak akan mengurangi keindahan panorama pantai.
3. Pemecah gelombang bawah air dapat menghancurkan energi
gelombang berkisar antara 32 s.d 60 %.
4. kalimantan
Abrasi kian mengancam wilayah pesisir. Keganasan alam
mendesak kehidupan nelayan Garis pantai di pesisir Tabunio terkikis
hingga lebih dari 50 meter dalam lima tahun terakhir. Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan memperkirakan kerusakan pantai akibat
abrasi telah mencapai ratusan kilometer. Panjang garis pantai wilayah
ini mencapai 1.330 kilometer (Media Indonesia, 2011).
Kondisi itu mengharuskan pemerintah daerah, baik provinsi
maupun kabupaten dan kota, harus merogoh anggaran sangat dalam.
Dana dibutuhkan untuk membangun jalan layang, beronjong, dan
menanam kembali pohon penahan abrasi. Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Kalimantan Selatan Arsyadi mengatakan abrasi terparah terjadi
di sepanjang pesisir Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu.
Untuk merehabilitasi dibutuhkan pembangunan jalan layang.
Dananya diperkirakan mencapai Rp170 miliar. Pembangunan beronjong
atau dam penahan gelombang juga terus dilakukan. Hanya saja,
progresnya kalah cepat ketimbang perluasan dampak abrasi. Menanam
bakau pun menjadi program lain. Untuk yang satu ini, pemerintah
mendapat dukungan dari masyarakat. Salah satunya datang dari

Komunitas Jurnalis Pena Hijau Indonesia Kalimantan Selatan mereka


menanam 1.000 pohon penahan abrasi jenis ketapang laut. Penanaman
dilakukan di Desa Kuala Tambangan, dengan melibatkan warga
setempat.
Selain melakukan reboisasi hutan mangrove Pemerintah
Kabupaten Tanah Laut juga memprogramkan pencetakan areal
persawahan di wilayah pesisir dan kampung- kampung nelayan. Pesisir
akan dikembangkan menjadi sentra pertanian tanaman padi baru di
Tanah Laut. Pemerintah akan membangun jaringan irigasi dan
mendanai pencetakan sawah baru. Saat ini pencetakan sawah di wilayah
pesisir mulai dilaksanakan di Desa Batakan, dengan luas 300 hektare.
Potensi di ka wasan itu mencapai 5.000 hektare. Di Tanah Laut, jumlah
nelayan mencapai 20 ribu jiwa. Pekerjaan tambahan ini digagas sebagai
solusi bagi nelayan keluar dari perangkap kemiskinan.
5. Bengkulu
Kondisi Kabupaten Bengkulu Tengah menunjukkan bahwa
tingkat kerusakan pantainya cukup tinggi dan perlu mendapatkan
penanganan dengan segera. Ha ini disebabkan pesisir pantai Bengkulu
Tengah merupakan jalan Lintas Darat yang merupakan jalur perlewatan
antar provinsi di Sumatera. Selain itu beberapa tempat yang mengalami
proses abrasi dan erosi merupakan lokasi wisata daerah yang meruakan
sumber pendapatan bagi Kabupaten Bengkulu Tengah, juga dapat
meningkatkan perekonomian penduduk lokal.
Kerusakan pantai Bengkulu Tengah diakibatkan oleh factor
alami dan faktot antropogenik. Factor alami berupa gelombang arus
besar di sepanjang panntai sehingga dapat merusak ekosistem dan
bangunan di sepanjang panntai. Factor antropogenik oleh kegiatan
masyarakat yang tidak mematuhi aturan daeraah dan kaidah yang
berlaku.
Konsep penanganan kerusakan pantai Bengkulu Tengah ini
dapat dilakukan secara teknik dan non teknik. Secara teknik
penanganan kerusakan pantai dilakukan dengan perlindungan buatan
berupa bangunan pantai, seperti revement, breakwater, groin, maupun

jety. Sedangkan penanganan kerusakan pantai secaara non teknis


dilakukan dengan memperbaiki system kebijakan dan peraturan daerah.
(Fadillah,dkk,2013)

C. Penutup
1. Kesimpulan
Abrasi dan pencemaran pantai merupakan masalah pelik yang
dihadapi oleh masyarakat. Dari penjelasan kami di atas kami dapat
menyimpulkan beberapa hal. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat
kami sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Abrasi diakibatkan oleh naiknya permukaan air laut karena mencairnya
lapisan es yang ada di daerah kutub bumi. Es tersebut mencair akibat
terjadinya pemanasan global.
2. Masalah abrasi maupun pencemaran lingkungan ini sangat sulit untuk
diatasi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungannya.
Masih banyak orang yang membuang sampah pada sembarang tempat
yang nantinya dapat mencemari lingkungan.
3. Dampak yang diakibatkanoleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai
akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan
daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam.
4. Dampak dari abrasi dapat dikurangi dengan membangun alat pemecah
ombak dan juga menanam pohon bakau di pinggir pantai. Alat pemecah
ombak dapat menahan laju ombak dan memecahkan gelombang air
sehingga kekuatan ombak saat mencapai bibir pantai akan berkurang.
Demikian juga dengan pohon bakau yang ditanam di pinggiran pantai.
Akar-akarnya yang kokoh dapat menahan kekuatan ombak agar tidak
mengikis pantai. Dari kesimpulan tersebut dapat kita lihat penyebab
abraasi dan juga beberapa cara untuk mengatasinya. Kita juga dapat
mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan apabila hal ini tidak segera
diatasi. Menurut kami permasalahan ini harus diselesaikan bukian hanya
oleh pemerintah, tapi juga memerlukan partisipasi dari masyarakat.

2. Saran
Selain kesimpulan tadi, kami juga memiliki beberapa saran yang
akan kami sampaikan. Adapun saran-saran yang akan kami sampaikan
adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat harus mengambil peran dalam mengatasi masalah abrasi
dan pencemaran pantai, karena usaha dari pemerintah saja tidak cukup
berarti tanpa bantuan dari masyarakat.
2. Pemerintah harus memberikan hukuman yang tagas bagi setiap orang
yang merusak lingkungan.
3. Pembangunan alat pemecah ombak dan penanaman pohon bakau harus
segera dilakukan agar abrasi yang terjadi di beberapa daerah tidak
bertambah parah.
4. Bagi para pemilik pabrik maupun usaha apapun yang ada di sekitar
pantai agar tidak membuang limbah atau sampah ke laut Mereka harus
menyediakan sarana kebersihan agar limbah atau sampah yang mereka
hasilkan tidak mencemari pantai. Demikianlah saran-saran yang dapat
kami sampaikan,semoga apa yang telah kami sampaikan dapat
menambah pengetahuan bagi masyarakat agar mau menjaga keasrian dan
kebersiha lingkungan. Semua orang harus ikut berperan serta dalam
menanggulangi masalah yang sangat berbahaya yang
bernama ABRASI.

DAFTAR PUSTAKA
http://materi-perkapalan.blogspot.com/2013/07/sedikit-tentang-abrasi.html
http://bayukreshnaadhitya.blogspot.co.id/2012/06/abrasi-pantai.html
http://idkf.bogor.net/yuesbi/eDU.KU/edukasi.net/Fenomena.Alam/Abrasi/materi4.html

Anda mungkin juga menyukai