Anda di halaman 1dari 30

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sedimen merupakan suatu proses akumulasi mineral yang diakibatkan oleh
adanya pengendapan dari material maupun partikel lain yang terbentuk melalui
proses biogeokimia yang terjadi di laut. Muatan sedimen yang masuk ke dalam
lingkungan perairan melalui maedia air dan kemudian diendapkan (sedimentasi)
sehingga dengan proses yang terjadi secara terus-menerus pada material tersebut
akan terjadi pengendapan (Gross, 1990 dalam Pratiwi et al, 2015).
Proses pengendapan material-material yang diangkut dinamakan dengan
sedimentasi atau pengendapan, yang dapat terjadi apabila batuan mengalami
pelapukan dan erosi lalu diangkut atau dibawa oleh tenaga alam dan akhirnya
terjadilah sedimentasi. Proses terjadinya sedimentasi memakan waktu yang cukup
lama. Setiap lapisan sedimen mempunyai struktur yang berbeda-beda dan
memiliki umur yang berbeda.
Banyak penelitian yang meneliti umur dari sedimen. Dengan mengetahui
umur sedimen maka dapat diketahui proses terbentuknya muka bumi, serta
kejadian-kejadian yang pernah terjadi di waktu lampau. Selain itu mengetahui
umur sedimen juga dapat mengetahui perubahan lingkungan yang terjadi dengan
melihat perubahan dari struktur sedimen.
Jika merujuk pada teori penentuan umur relatif batuan, pada 2 lapisan yang
berbeda dalam 1 penampang dapat ditentukan dengan melihat lapisan yang
terlebih dahulu diendapkan, yang terendapkan pertama lebih tua umurnya
daripada yang terendapkan kemudian. Proses ini berlangsung terus-menerus
sampai semua lapisan tersusun dalam suatu skala umur relatif yang
memperlihatkan urutan kejadiannya. Dalam keadaan normal (belum mengalami
gangguan), dalam suatu urutan batuan yang diendapkan maka lapisan yang berada
paling bawah umurnya paling tua.
Metode penentuan umur absolut sedimen telah banyak dikaji misalnya
dengan menghitung kadar garam, menghitung kecepatan pengendapan sedimen,
serta menghitung proses erosi batuan. Tetapi metode-metode ini belum bisa
menentukan umur sedimen secara pasti karena setiap tempat memiliki keadaan
2

dan jenis sedimen yang berbeda. Sehingga digunakan metode penentuan sedimen
dengan menggunakan radioktif.
Teknik radionuklida baik alam maupun buatan sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia yaitu di bidang hidrologi, peternakan, pertanian, kesehatan,
dan industri. Khusus di bidang hidrologi, radionuklida dapat digunakan untuk
mendeteksi kebocoran pipa, menentukan gerak sedimen pelabuhan, mengukur
debit air sungai, mendeteksi zat pencemar dalam air dan menentukan umur dan
laju sedimentasi (BATAN, 2015). Asas keradioaktifan, bahwa beberapa unsur
tertentu mengalami pemisahan sehingga yang mempunyai berat atom tinggi
berubah menjadi unsur yang mempunyai berat atom yang lebih kecil dan akhirnya
210
menjadi unsur yang stabil/mantap, misalnya radionuklida Pb adalah salah satu
anak luruh 238U.
Penentuan umur sedimen dengan menggunakan teknik radioisotop alam
210
Pb telah digunakan secara luas di perairan laut. Pada lapisan sedimen coring
210
pengukuran aktivasi spesifikasi Pb dapat menentukan umur sedimen hingga
sekitar 150 tahun ke masa lampau (Susanti, 2007). Sebelumnya, Golberd (1963)
dalam Crickmore et al. (1990) telah mengembangkan metode penentuan laju
sedimentasi dan umur sedimen pada awal tahun 60-an dengan radionuklida alam
210
Pb yang mempunyai waktu paruh 22,3 tahun. Sehingga penentuan umur
sedimen 210Pb sangat sesuai untuk digunakan untuk kajian perubahan dan kejadian
dalam periode dimana aktivitas manusia mulai memberi dampak pada lingkungan
dengan adanya perubahan yang signifikan pada lingkungan sekitar.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah suatu lembaga perintahan
non kementrian di Indonesia yang bertugas untuk melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir
(BATAN, 2015). Tidak banyak tempat di Indonesia yang dapat menunjang
penelitian yang menggunakan tenaga nuklir, salah satunya adalah BATAN. Di
BATAN terdapat Pusat Aplikasi Isotop dan Radioaktif (PAIR) yang
melaksanakan penegmbangan dan aplikasi teknologi isotop dan radiasi untuk
menunjang visi dan misi BATAN yang sesuai untuk melakukan Kerja Praktek
(KP).
3

1.2. Tujuan Kerja Praktek


Tujuan dari kerja praktek yang dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan
Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-BATAN) adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari metode penentuan umur sedimen dan laju akumulasi sedimen
menggunakan radioisotop 210Pb melalui analisis aktivasi dari unsur 210Pb.
2. Mengetahui besar laju akumulasi pada core sedimen

1.3. Manfaat Kerja Praktek


Manfaat dari kerja praktek yang dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan
Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-BATAN) adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mengetahui secara langsung metode penentuan umur
sedimen dengan menggunakan isotop 210Pb.
2. Mahasiswa dapat mengetahui metode penentuan laju sedimen berdasarkan
umur sedimen.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sedimen
Sedimen merupakan material bahan padat yang berasal dari batuan yang
mengalami proses pelapukan, disintegrasi, pengangkutan oleh air, angin dan gaya
gravitasi, serta pengendapan sehingga membentuk lapisan-lapisan di permukaan
bumi yang padat atau tidak terkonsolidasi (Isnaniawardhani dan Natsir, 2012
dalam Hakim et al, 2015). Menurut Soewarno (1991) dalam Irawati et al. (2015)
proses sedimentasi meliputi proses erosi, pengangkutan (transportation),
pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri.
Dimana proses ini berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang
merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus lalu
menggelinding bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian
lainnya masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen.
Kandungan organik yang terdapat di sedimen laut terdiri dari partikel-
partikel yang berasal dari pecahan serta sisa rangka dari organisme laut ataupun
dari detritus organik daratan yang telah tertansportasi oleh berbagai media alam
dan terendapkan di dasar laut dalam kurun waktu yang cukup lama. Secara umum,
pendeposisian material organik karbon lebih banyak terdapat di daerah dekat
pantai (Sari, 2014). Kandungan karbon organik total sangat dipengaruhi oleh
produktivitas perairan, dimana bahan organik merupakan salah satu indikator
kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan karbon organik di
perairan laut menjadi faktor kualitas perairan laut (Odum, 1971 dalam Putri et al,
2015).
Pasang surut mendominasi sirkulasi air di sebagian besar muara sungai,
sehingga suplai air di muara sungai bergantung pada peristiwa pasang surut. Di
perairan sempit dan semi tertutup seperti di muara sungai, pasang surut
merupakan gaya penggerak utama sirkulasi massa air (Rifardi, 2009 dalam
Purnama et al, 2015). Rifardi (2009) lebih lanjut menjelaskan, pada saat pasang
volume air di daerah muara sungai bertambah dengan air yang berasal dari laut.
Penambahan air laut ini akan menyebabkan konsentrasi sedimen tersuspensi di
perairan berubah. Begitu juga pada saat surut, air akan berkurang sehingga
5

konsentrasi sedimen tersuspensi di perairan akan berubah lagi. Berdasarkan hal


tersebut, pasang surut merupakan parameter yang penting dalam proses
pengangkutan sedimen di sekitar muara sungai, selain itu pengaruh arus dan debit
sungai dapat mengaduk sedimen yang ada di muara sungai yang mana
mempengaruhi konsentrasi sedimen tersuspensi yang ada di muara sungai.
Sedimen merupakan suatu proses akumulasi mineral yang diakibatkan
oleh adanya pengendapan dari material maupun partikel lain yang terbentuk
melalui proses kimia yang terjadi di laut. Muatan sedimen yang masuk kedalam
lingkungan perairan melalui media air dan kemudian diendapkan (sedimentasi)
sehingga dengan proses yang terjadi secara terus menerus pada material tersebut
akan terjadi pengendapan (Gross, 1990 dalam Pratiwi et al, 2015). Sedangkan
menurut Surjono et al. (2010) dalam Pratiwi et al. (2015) pengendapan sedimen
terjadi dikarenakan adanya sebaran tekstur sedimen. Analisa yang digunakan
untuk mendapatkan parameter nilai pada pengukuran butir sedimen seperti rata-
rata (mean), keseragaman butir (sorting), skewness dan kurtosis berupa analisa
granulometri.
Sedimen tersuspensi adalah material organik maupun anorganik yang
melayang di dalam kolom air sebelum mengalami pengendapan ke dasar perairan.
Sedimen tersuspensi dapat memicu pencemaran akibatnya yaitu terjadinya
kekeruhan di perairan tersebut. Arus sebagai salah satu parameter
hidrooseanografi memiliki peran aktif terhadap sebaran sedimen tersuspensi. Arus
mengakibatkan sedimen yang telah mengalami pengendapan kembali terangkat ke
kolom perairan akibat dari proses turbulensi. Hal ini mengakibatkan konsentrasi
sedimen tersuspensi meningkat (Arvianto et al, 2016).
Lebih lanjut Arvianto et,al. (2016), menjelaskan, sedimen tersuspensi yang
menyebar di perairan laut berasal dari darat yang dibawa oleh debit sungai menuju
muara. Muara menjadi tempat pertukaran sistem transport dari debit ke arus laut.
Sumber sedimen tersuspensi berasal dari hasil erosi daerah atas (up land), hasil
erosi dasar sungai, hasil degradasi makhluk hidup, serta limbah industri dan
rumah tangga. Sedimen yang tersuspensi pada perairan memiliki pengaruh
terhadap kwalitas perairan tersebut. Jika nilai konsentrasi sedimen tersuspensi
6

semakin tinggi, maka kekeruhan di perairan tersebut juga semakin tinggi sehingga
metabolisme makhluk hidup di perairan terganggu.
2.2 Radionuklida
Pada umumnya inti atom menjadi stabil akibat gaya tarik menarik antara
proton dan neutron yang kuat, hal ini untuk mengontrol energi elektrik yang
mencoba memisahkan kedua komponen tersebut. Jika jumlah neutron di dalam
inti melebihi ambang batas, maka inti atom menjadi tidak stabil, inti atom akan
meluruh atau mengeluarkan energi berlebih dalam bentuk partikel bermuatan atau
gelombang elektromagnetik yang dinamakan radiasi (Site Environmental Report,
2006). Elemen radioaktif atau radionuklida mempunyai sifat zat nuklir yang tidak
stabil. Radionuklida yang digunakan untuk estimasi umur dan laju sedimentasi
terdiri atas radionuklida alam dan radionuklida buatan (Crickmore et al, 1990).
Beberapa contoh radionuklida penting untuk penentian umur sedimen
adalah 14C, 7Be, 137Cs, 210Pb.
 14
C
14
C mempunyai waku paruh 5730 tahun dan dapat memberikan informasi
selama jangka waktu ribuan tahun. Penggunaan 14C sebagai penentu umur
sedimen muda kurang akurat (Crickmore et al, 1990).
 7
Be
7
Be adalah radionuklida kosmogenik yang dihasilkan di lapisan atmosfer.
Radionuklida ini mempunyai waktu paruh yang sangat pendek (53,3 hari)
dan terkonsentrasi khususnya 5cm pada profil tanah lapisan atas (Wailling
dan Quine, 1995 dalam Zapata dan Garcia-Audo, 2000).
 137
Cs
137
Cs adalah radionuklida buatan yang terbentuk dari hasil uji coba senjata
137
nuklir atau kecelakaan reactor nuklir. Cs bisa ditemukan di lapisan
permukaan tanah pada konsentrasi yang sangat rendah, biasanya kurang
dari 1 pCi1/g.0,004 Bq/g (Site Environmental Report, 2004). Radionuklida
137
buatan Cs mempunyai waktu paruh 30 tahun (Figuera et al, 2002). Cs
telah digunakan sebagai tracer di dalam studi sirkulasi laut dan laju
sedimentasi untuk 40 sampai 50 tahun terakhir.
 210
Pb
7

210
Pb adalah radionuklida alami yang digunakan dalam studi dinamika
kelautan danlaju sedimentasi dengan waktu paruh sebesar 22,3 tahun.
Umur sedimen yang dapat diukur dengan 210
Pb antara 100 – 150 tahun
(Crickmore et al., 1990). 210Pb sangat efektif untuk menetukan umur muda
sedimen.
2.3 Radioisotop 210Pb
210
Radioisotop Pb (t1/2 22,26 tahun) merupakan radioisotop alam yang
terbentuk melalui peluruhan deret uranium dan dapat berasal dari fall out
peluruhan gas radon (222Rn) kemudian turun ke permukaan bumi selanjutnya
tersedimentasi. Radioisotop ini dalam lingkungan aquatik bercampur dalam
210 210
sedimen dan terakumulasi pada sistem dasar air. Radioisotop Pb dan Po
210
terdapat dalam batuan fosfat. Isotop Pb diukur karena bersifat chemotoxic,
radiotoxic, mempunyai waktu paruh yang lama (22,3 tahun) dapat terakumulasi
dalam tulang (Susiati et al, 2006).
222
Lebih lanjut Susiati et al. (2006) menjelaskan, Radioisotop Rn
merupakan anak luruh dari 226Ra dimana 226Ra terdapat didalam batuan dan tanah
210
dan akan menghasilkan Pb yang akan berada dalam kondisi setimbang dengan
222
induknya. Difusi sejumlah kecil Rn dari tanah dan lepas ke atmosfer untuk
210
selanjutnya membentuk Pb kemudian turun kembali kepermukaan tanah atau
210
permukaan sedimen. Isotop Pb yang turun dari atmosfer tidak berada dalam
222
kondisi kesetimbangan dengan Rn didalam tanah dan dinamakan sebagai
210
unsupported atau kelebihan Pb.
210 210 226
Kelebihan Pb dapat dihitung melalui pengukuran Pb dan Ra dan
210
dirunut dengan komponen-komponen setempat. Konsentrasi Pb dalam sedimen
tinggi di permukaan dan menurun dengan pertambahan kedalaman. Penurunan
konsentrasi tersebut berhubungan dengan peluruhannya sehingga bagian terdalam
dari sedimen berhubungan dengan waktu sedimentasi. Hubungan konsentrasi
210
Pb dengan kedalaman adalah linier jika dibuat plot antara kedalaman versus
210
logaritmik konsentrasi Pb. Slope persamaan linier tersebut dapat digunakan
210
untuk memprediksi kecepatan sedimentasi. Penetapan konsentrasi Pb
perlapisan sedimen dapat digunakan untuk menentukan umur sedimen dengan
jangkauan 100 tahun dari sekarang (Susiati et al, 2006).
8

Untuk mengetahui laju sedimentasi yakni dengan menggunakan metode


210
isotop Pb. Metode ini mampu menentukan umur dan laju sedimen hingga 150
210
tahun ke masa lampau. Penentuan umur sedimen dengan Pb sesuai digunakan
sebagai alat untuk kajian perubahan lingkungan dan untuk mempelajari fenomena
aktivitas manusia yang memberi dampak pada lingkungan
(Dewata, 2007 dalam Sa’adah et al, 2015).
210
Penentuan umur sedimen dengan teknik radioisotop alam Pb telah
digunakan secara luas baik di danau maupun di perairan laut. Pengukuran
210
aktivitas spesifik Pb pada lapisan sedimen hingga sekitar 150 tahun ke masa
210
lampau. Sehingga penentuan umur sedimen dengan Pb sangat sesuai untuk
digunakan sebagai tool untuk kajian perubahan dan kejadian dalam periode
dimana aktivitas manusia mulai memberi dampak pada lingkungan dengan adanya
perubahan yang signifikan pada lingkungan sekitar (Susiati et al, 2007).
210
Lebih lanjut Susiati et al , (2007) menjelaskan, Radionuklida Pb adalah
238
salah satu anak luruh U, keberadaannya dalam sedimen berasal dari proses
226 222
Ra meluruh dan terbentuk gas Rn yang terpancar ke udara hingga terbentuk
210
Pb excess (unsupported), kemudian turun ke permukaan dan berikatan dengan
partikel suspensi dan mengendap bersamaan membentuk lapisan sedimen. Yang
226
terbentuk karena adanya peluruhan Ra yang terdapat dalam sedimen tersebut
melalui proses kesetimbangan dan meluruh menjadi 210Pb (supported).
210
Radionuklida alam Pb dengan waktu paruh 22,3 tahun, telah digunakan
secara luas untuk menentukan umur sedimen sejak Goldberg mengembangan
210
metodelogi tersebut pada awal tahun 60-an. Pengukuran aktivitas spesifik Pb
pada lapisan sedimen di batuan inti (core) dapat menentukan umur dan laju
akumulasi sedimen hingga 150 tahun ke massa lampau (Arman, Aet,al., 2013).
Penentuan keadaan atom radionuklida setiap saat dapat dihitung jika
diketahui konstanta peluruhannya (G). Konstanta pelururhan kaitannya sangat erat
dengan waktu paruh, waktu paruh adalah waktu yang diperlukan oleh zat
radionuklida meluruh dan menyebabkan jumlah atom radionuklida menjadi
setengah dari jumlah atom radionuklida semula.
9

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Kerja praktek mengenai proses penentuan umur dan laju akumulasi
sedimen dilaksanakan pada Juni 2016 di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi -
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-BATAN), Jakarta Selatan, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 12520.

Gambar 1. Peta Lokasi Kerja Praktek


3.3. Alat dan Bahan
3.3.1. Alat
Alat yang digunakan dalam kerja praktek ini disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Fungsinya
No Alat Fungsi
1 Timbangan analitik Untuk mengukur berat sampel
2 Oven Untuk mengeringkan sampel
3 Mortar Untuk menggerus sempel sedimen kering hingga
halus
4 Sieve Shaker Untuk memisahkan ukuran butir sedimen
5 Gelas ukur Untuk mengukur volume larutan
6 Pipet tetes Untuk meneteskan larutan
7 Saringan Untuk menyaring sampel
8 Tabung Erlenmeyer Sebagai wadah untuk mencampurkan larutan
9 Alpha spektrofotometer Untuk mencacah isotop
10 Water Bath Untuk memanaskan dan mengeringkan sampel
11 Pipet Serologis Untuk menetukan volume suatu larutan
12 Mikropipet Untuk menentukan volume larutan yang lebih
kecil
10

3.3.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam kerja praktek ini disajikan dalam Table 3.
Tabel 3. Bahan dan Fungsinya
No Bahan Fungsi
1 Larutan standard 209Po Sebagai tracer
2 HCl (1:1) Sebagai reagen
3 HCl 0,3 M Sebagai reagen
4 HNO3 (1:1) Sebagai reagen
5 H2O2 Sebagai reagen
6 Asam Askorbat Sebagai reagen untuk mengikat Fe
(C6H8O6)
7 Aqubidest Sebagai pelarut
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Pengeringan Sampel
Prosedur pengeringan sampel disajikan pada Gambar 2. Pengeringan
sampel bertujuan untuk mendapatkan berat kering dan persentasi kandungan air
dalam sampel sedimen. Setelah kering dilakukan pengayakan untuk mendapatkan
ukuran butir yang paling kecil mislanya jenis silt. Ukuran butir yang kecil ini
dikarenakan aktivitas Pb berada di ukuran butir silt.

Sampel sedimen dipotong setiap 1 cm pada bagian 10 cm di atas dan 2 cm bagian


bawah

Timbang berat basah

Keringkan di oven ada suhu 600C selama 3 hari

Timbang berat kering

Digerus dengan mortar hingga halus

Dilakukan pengayakan untuk mendapatkan ukuran butir jenis silt

Gambar 2. Prosedur Pengeringan Sampel


11

3.4.2. Preparasi Sampel

Proses preparasi sampel dapat dilihat dalam Gambar 3. Pada proses ini
209
sampel akan ditambahkan dengan tracer Po yang berfungsi sebagai standar
dan agar data yang dihasilkan valid. Sampel juga akan dihancurkan dengan
menggunakan asam aquaregai (HCl + HNO3), yang merupakan asam kuat, agar
210
partikel-partikel sedimen melepaskan ikatannya dengan Pb. Untuk
menghilangkan senyawa organic diteteskan H2O2. Asam Askorbat juga digunakan
untuk menghilangkan Fe yang ada pada sampel agar tidak menghalangi proses
pembacaan SpecktrometerAlpha.

Timbang sampel sebanyak 5 gr

Teteskan

tracer 209Po sebanyak 0,2 Bq


Tambahkan

10ml HCl (1:1) dan 10 ml HNO3 (1:1)


Dilarutkan dengan

15 ml Aquades
Ditambahkan

4 -5 tetes H2O2

Dipanaskan dengan
Water bath pada suhu 800C sampai kering

Ditambahkan
10 ml HCL (1:1) dan 40 ml H2O setelah kering

Panasakan 10 menit hingga homogen


12

Disaring dengan kertas saring

Dibilas

Gelas beaker yang digunakan dengan HCl 0.3 M sebanyak 30 ml lalu saring

Panaskan
Filtrat sampai kering dan terbentuk endapan

Kemudian Ditambahkan
4 ml HCl (1:1)

Cukupkan volume hingga 50 ml dengan menambahkan HCl 0.3 M

Panaskan selama 5 menit

Tambahkan Ascorbic Acid hingga larutan menjadi tidak berwarna

Gambar 3. Proses Preparasi Sampel

4. Pencacahan sampel sedimen


Proses pencacahan sampel disajikan pada Gambar 4. Proses pencacahan
sampel dilakukan dengan menggunakan Spectrometer Alpha. Pencacahan sampel
ini bertujuan untuk mendapatkan nilai aktivitas 210Pb.

Pindahkan larutan ke dalam gelas yang berisi disk logam

Lalu
Stirer selama 10 menit hingga kandungan logam menempel pada disk

Kemudian
Disk dimasukkan ke spectrometer alpha

Lalu
Dicacah selama 3 jam

Gambar 4. Proses Pencacahan Sampel Sedimen


13

3.4.5. Perhitungan Umur Sedimen


Metode perhitungan umur sedimen merujuk pada Susiati (2007), metode
ini berdasarkan aktivasi 210 Pb. Metode pengolahan data yang digunakan adalah
CRS (Constant Rate of Supply) yang mengasumsikan bahwa perubahan 210Pb
pada sedimen konstan dan jika laju sedimnetasi berubah, konsentrasi 210Pb akan
cair atau terkonsentrasi. Langkah-langkah perhitungan umur sedimen yaitu :
1. Perhitungan total 210Pb diperoleh dari rumus :
A (210Pb) = (N210s-1 / N209s-1) (A209Po/gr sedimen)
Dengan :
A (210Pb) = Total 210Pb
N
210s-1 = Cacahan alfa dari 210Pb
N
209s-1 = Cacahan alfa dari 209Po
A209Po = Koefisien aktivitas peluruhan sebesar 0,0846 Bq
2. Aktivasi 210 Pb excess berubah terhadap waktu sesuai dengan persamaan
C = C(o)e-kt
C(o) = konsentrasi 210 Pb excess
ln(2)
k = 𝑇1/2 T1/2 210Pb = 22,3 tahun

3. Sehingga umur sedimen pada lapisan tertentu (lapisan x) adalah :


1 𝐶(𝑜)
t = 𝑘 ln 𝐶

4. Laju akumulasi sedimen dapat dihitung melalui persamaan :


𝒈𝑨
R= 𝑪

Dengan :
R = Laju akumulasi sedimen
g = konstanta peluruhan (0.031083 / tahun)
A = julmah unsupported 210Pb
C = Konsentrasi unsupported 210Pb
14

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional
(PAIR – BATAN)
4.1.1. Sejarah
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 230 tahun 1954, pemerintah
membentuk Panitia Negara yang bertugas untuk melakukan penelitian
radioaktivitas yang ada di atmosfer Indonesia. Sejak saat itu kegiatan di bidang
nuklir (tenaga atom) di Indonesia di mulai. Kemudian pada tanggal 5 Desember
1958 dikeluarkannya Undang-Undang No. 65 tahun 1958 Panitia Negara untuk
penelitian radioaktivitas ditingkatkan menjadi Lembaga Atom Nasional (LTAN)
yang merupakan Lembaga Riset untuk meneliti dan mengembangkan nuklir serta
sebagai Dewan Tenaga Nuklir (DTA) untuk mengawasi LTA (Nariastuti, 2016).
Lembaga Atom Nasional diubah menjadi Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN) berdasarkan Undang –Undang No. 31 tahun 1964. Tanggal 10 April
1997 diatur kembali Undang – Undang yang memisahkan fungsi regulasi dan
pengawasan dengan fungsi promosi pemanfaatan tenaga nuklir. Berdasarkan
undang – undang tersebut keluar Surat Keputusan Presiden RI No. 197 pada
tanggal 7 Desember 1998 tentang perubahan nama BATAN dari Badan Tenaga
Atom Nasional menjadi BadanTenaga Nuklir Nasional (BATAN)
(Nariastuti, 2016).
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di
bidang Iptek Nuklir, dibangun beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di
berbagai pusat penelitian antara lain pada tanggal 20 Desember 1966,
berdasarkan Surat Keputuasan Direktur Jendral No. 220/0/M/1966 dibangun
Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta. Berdasarkan Keputusan
Presiden No. 14 tanggal 20 Februari 1980, Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar
Jumat berganti nama menjadi Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (disingkat
PAIR). Karena itu setiap tanggal 20 Desember, PAIR merayakan Hari Ulang
Tahunnya (Nariastuti, 2016).
4.1.2. Tugas dan Fungsi
15

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi sesuai Peraturan Kepala Badan Tenaga
Nuklir Nasional Nomor 14 Tahun 2013 tentang Organsiasi dan Tata Kerja Badan
Tenaga Nuklir Nasional merupakan Unit Kerja Tingkat Eselon II di bawah Deputi
Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir, mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pembinaan dan
bimbingan di bidang penelitian dan pengembangan aplikasi isotop dan radiasi di
bidang industri dan lingkungan, pertanian dan proses radiasi (Nariastuti, 2016).
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN),
PAIR menyelenggarakan fungsi :
1. Pelaksanaan urusan perencanaan, persuratan dan kearsipan, kepegawaian,
keuangan, perlengkapan dan rumah tangga, dokumentasi ilmiah dan publikasi
serta pelaporan;
2. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dan aplikasi isotop dan radiasi di
bidang industri dan lingkungan;
3. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dan aplikasi isotop dan radiasi di
bidang pertanian;
4. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dan aplikasi isotop dan radiasi di
bidang proses radiasi;
5. Pelaksanaan pemantauan keselamatan kerja dan pengelolaan limbah;
6. Pelaksanaan jaminan mutu;
7. Pelaksanaan pengamanan nuklir kawasan; dan
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan olseh Deputi Bidang Sains dan Aplikasi
Teknologi Nuklir.
4.1.3. Visi, Misi dan Prinsip Kerja
Visi PAIR adalah terwujudnya teknologi isotop dan radiasi yang handal,
mempunyai daya saing dan keselamatan tinggi serta berperan nyata dalam
pembangunan pertanian, industri dan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan secara berkelanjutan.
Misi PAIR adalah :
1. Melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan
penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir
16

sehingga menjadi pusat acuan dalam penerapan teknologi isotop dan


radiasi di bidang pertanian, proses radiasi kebumian dan lingkungan.
2. Meningkatkan pengembangan pemanfaatan teknologi isotop dan radiasi
untuk menghasilkan produk inovasi yang memiliki daya saing, menyentuh
kepentingan masyarakat luas serta diserap dan dimanfaatkan oleh
pengguna akhir.
3. Menumbuhkan jenjang kerjasama dan sinergi antara lembaga penelitian
baik di dalam maupun luar negeri serta membangun kemitraan dengan
pelaksana usaha untuk menguatkan ketahanan pangan, meningkatkan
kemampuan industri nasional serta pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan secara optimal.
4. Menerapkan sistem mutu dalam manajemen litbang penelitian untuk
mewujudkan budaya keselamatan yang tinggi pada setiap aspek kegiatan
serta meningkatkan transparansi dalam pengelolaan adiministrasi menuju
ke arah divensifikasi sumber pembiayaan penelitian
Prinsip :
Pengembangan aplikasi teknologi isotop dan radiasi dilaksanakan secara
profesional untuk kesejahteraan manusia dan peradaban bangsa dengan
mengutamakan prinsip keselamatan, azas manfaat dan kelestarian lingkungan
(Nariastuti, 2016).
4.2. Porositas
Sampel yang digunakan untuk kerja praktek ini adalah sampel yang
berasal dari Teluk Jakarta. Sampel diambil pada bulan Mei 2004 di beberapa titik
lokasi yang berbeda, tetapi dalam laporan kerja praktek ini yang diolah hanya satu
tempat yaitu pada stasiun JB22 dengan koordinat 106o48’ BT dan 5o54’ LS.
Nilai Porositas dari setiap lapisan core sedimen disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Profil Porositas Sampel Coring JB 22
Kode Kedalaman Berat (gram) Porositas
No
Cacah ( cm ) Basah Kering Selisih (%)
1 JB22-1 (0-2) 20.23 5.02 15.21 75.19
2 JB22-2 (2-4) 14.98 4.64 10.34 69.03
3 JB22-3 (4-6) 17.35 5.79 11.56 66.63
4 JB22-4 (6-8) 16.61 5.47 11.14 67.07
5 JB22-5 (8-10) 17.37 6.01 11.36 65.4
17

6 JB22-6 (10-12) 16.69 5.67 11.02 66.03


7 JB22-7 (12-14) 19.24 6.65 12.59 65.44
8 JB22-8 (14-16) 17.44 6.22 11.22 64.33
9 JB22-9 (16-18) 20.14 7.41 12.73 63.21
10 JB22-10 (18-20) 20.64 7.42 13.22 64.05
11 JB22-11 (20-22) 18.37 7.29 11.08 60.32
12 JB22-12 (22-24) 20.74 8.53 12.21 58.87
13 JB22-13 (24-26) 21.31 7.63 13.68 64.2
14 JB22-14 (26-28) 19.6 7.86 11.74 59.9
15 JB22-15 (28-30) 19.07 6.89 12.18 63.87
16 JB22-16 (30-32) 19.4 7.36 12.04 62.06
17 JB22-17 (32-34) 21.36 8.31 13.05 61.1
18 JB22-18 (34-36) 21.15 8.76 12.39 58.58
19 JB22-19 (36-38) 20.82 9.62 11.2 53.79
20 JB22-20 (38-40) 20.41 9.48 10.93 53.55
Dari nilai porositas tersebut diolah menjadi grafik yang dapat dilihat pada
Gambar 5.

Porositas (%)
50 55 60 65 70 75 80
0
2
4
6
Kedalaman (cm)

8
10
12
14
16
18
20

Gambar 5. Profil porositas sampel coring JB 22


Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa semakin ke dalam porositas
pada sedimen akan semakin menurun. Pada lapisan permukaan (0-2 cm) memiliki
porositas terbesar yaitu 75.19 % serta pada lapisan paling bawah (38-40 cm)
memiliki porositas terkecil yaitu 53,55 %.
18

Ukuran partikel atau grain size mempengaruhi porositas pada sedimen.


Clay yang mempunyai porositas sekitar 70 % - 90 % dengan ukuran partikel di
bawah 0,004 mm. Pasir mempunyai porositas sekitar 50 % - 69 % dengan ukuran
pastikel antara 0.063 mm – 2 mm (Seilbold and Berger, 1993). Pada data di atas
porositas akan cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman. Sedimen
yang teredapkan di bawah sedimen yang baru akan memberikan dampak kompresi
terhadap sedimen sebelumnya. Hal ini memberikan pengaruh semakin
berkurangnya kandungan air pada lapisan bawah. Kandungan air yang berkurang
pada lapisan bawah karena air bergerak ke atas permukaan sedimen.
4.3. Aktivitas 210Pb
210
Aktivitas total Pb ditentukan oleh pengguna dari pancaran sinar alpa
210 210
luruhnya, yaitu Po (Zuo, 1991). Pada sampel didapatkan aktivitas total Pb
yang dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini :

Total 210Pb (Bq/kg)


0 20 40 60 80 100
0

6
Kedalaman (cm)

10

12

14

16

18

20

Gambar 6. Profil Total 210Pb


210
Dari grafik dapat disimpulkan bahwa aktivitas total Pb dari sampel
semakin menurun sesuai bertambahnya kedalaman. Penurunan ini disebabkan
210
oleh peluruhan radioaktif dari Pb terhadap waktu. Lapisan yang lebih dalam
pada sebuah coring menunjukkan waktu yang lebih tua, peluruhan radioaktif
19

diasumsikan sebagai indikasi dari penurunan konsentrasi terhadap kedalaman


210
(Jeter, 1999). Perhitungan aktivitas total Pb yang lebih spesifik dapat dilihat
pada Lampiran 1.
210
Aktivitas supported Pb diasumsikan berada pada keadaan setimbang
226 226 222
dengan Ra. Ra meluruh membentuk gas Rn yang kemudian meluruh
210
melalui rangkaian peluruhan dengan waktu paruh pendek membentuk Pb.
210
Aktivitas supported Pb dapat diukur dengan menggunakan gamma
226
spectrometer dengan mengasumsikan keadaan keseimbangan dengan Ra.
210
Sedangkan alpha spectrometer digunakan untuk mengukur aktivitas total Pb.
210 210
Aktivitas unsupported Pb didapat mengurangkan aktivitas Pb total dengan
aktivitas 226Ra (supported 210Pb) (Susiati, 2007).
4.4. Perhitungan Umur dan Laju sedimentasi
Umur sedimen dapat dihitung dengan menggunakan model CRS (Constant
Rate of Supply). Crickmore et al. (1990) mengatakan bahwa perunahan
lingkungan yang sangat dramatis dapat terjadi pada 150 tahun yang lalu. Laju
sedimentasi dan erosi memberikan pengaruh yang signifikan pada periode
210
tersebut. Ketika hal ini terjadi, profile unsupported Pb akan menjadi tidak
210
linear. Pb pada sedimen didominasi oleh fallout atmosferik secara langsung.
210
Model CRS mengasumsikan bahwa perubahan Pb pada sedimen konstan dan
210
jika laju akumulasi sedimen berubah, konsentrasi Pb akan menjadi cair atau
terkonsentrasi (Willard dan Holmes, 1997).
Umur sedimen tiap lapisan coring dapat dilihat pada Table 5 di bawah ini
Tabel 5. Umur Sedimen Core JB22
Kode Kedalaman T Umur
No
Cacah ( cm ) (tahun) sedimen
1 JB22-1 (0-2) 1.934334 2002
2 JB22-2 (2-4) 5.218133 1999
3 JB22-3 (4-6) 8.990595 1995
4 JB22-4 (6-8) 12.4489 1992
5 JB22-5 (8-10) 17.16583 1987
6 JB22-6 (10-12) 21.91445 1982
7 JB22-7 (12-14) 27.45049 1977
20

8 JB22-8 (14-16) 31.94332 1972


9 JB22-9 (16-18) 41.98322 1962
10 JB22-10 (18-20) 53.83079 1950
11 JB22-11 (20-22) 72.13804 1932
12 JB22-12 (22-24) 87.99451 1916
13 JB22-13 (24-26) 100.8093 1903
14 JB22-14 (26-28) 114.3504 1890
15 JB22-15 (28-30) 134.0997 1870

Grafik umur pada setiap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 7.

2000 Grafik Umur Sedimen (Tahun)

1950
Umur (Tahun)

1900

1850

1800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lapisan Sedimen

Gambar 7. Grafik Umur Sedimen


210
Dari data jumlah unsupported Pb setiap koring dapat kita ketahui laju
akumulasi dari sedimentasi. Misalnya untuk penentuan laju akumulasi sedimen
pada coring JB 22 di kedalaman 0 -2 cm adalah 3.57 kg/m2.thn dengan jumlah
210
unsupported 4969.491 Pb Bq/m2 dan konsentrasi unsupported 210
Pb 43.34
Bq/Kg. Dari perhitungan laju akumulasi sedimen dapat diolah menjadi sebuah
grafik yang disajikan pada Gambar 8 di bawah ini :
21

Laju Akumulasi Sedimen (kg/m2. thn)


0 1 2 3 4
0
2
4
6
Kedalaman (cm)

8
10
12
14
16
18
20

Gambar 8. Grafik Laju Akumulasi Sedimen


Untuk melihat lebih jelas laju akumulasi sedimen pada setiap lapisan dan
umur sedimen dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Umur Sedimen dan Laju Akumulasi Sedimen
Umur Laju
Kedalaman sedimen Akumulasi
( cm ) (tahun) (kg/m2.
thn)
(0-2) 2002 3.564
(2-4) 1999 1.899
(4-6) 1995 2.047
(6-8) 1992 2.120
(8-10) 1987 1.674
(10-12) 1982 1.568
(12-14) 1977 1.558
(14-16) 1972 1.825
(16-18) 1962 0.890
(18-20) 1950 0.733
(20-22) 1932 0.418
(22-24) 1916 0.589
(24-26) 1903 0.686
(26-28) 1890 0.660
(28-30) 1870 0.357
Laju akumulasi sedimen di daerah perairan Teluk Jakarta menunjukkan
bahwa setiap tahun semakin meningkat. Pada tahun 1870 laju akumulasi sedimen
yang terjadi sebesar 0.357 kg/m2. thn. Sedangkan 12 tahun kemudian yaitu tahun 1972
22

laju akumulasi sedimennya sebesar 1.825 kg/m2. thn. Laju akumuasi semakin meningkat
hingga di tahun 2002 laju akumulasi mencapai 3.564 kg/m2 thn.Kenaikan laju akumulasi
sedimen ini dikarenakan didaerah teluk Jakarta semakin banyak aktivitas industry dan
proses erosi juga semakin tinggi. Masukan dari sungai dan aktivitas manusia juga
mempengaruhi peningkatan laju akumulasi sedimen ini.
Menurut Lubis (2007) terdapat 13 sungai yang bermuara ke teluk Jakarta.
Sungai-sungai tersebut memberikan konstribusi yang besar pada proses sedimentasi di
Teluk Jakarta. Tingginya laju akumulasi di Teluk Jakarta berkaitan dengan meningkatnya
populasi penduduk di daerah Jakarta dan sekitranya dan awal perkembangan
pembangunan. Peningkatan populasi serta pembangunan mempengaruhi perubahan tata
ruang tanah untuk pemukiman dan industri.
23

V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapat dari Kerja Praktek ini adalah sebagai
berikut :
1. Metode penentuan umur sedimen dengan menggunakan isotop 210Pb
efektif untuk menentukan umur sedimen muda misalnya 150 tahun keatas
2. Laju akumulasi 1870 laju akumulasi sedimen yang terjadi sebesar 0.357
kg/m2. thn sedangkan tahun 2002 meningkat menjadi 3.564 kg/m2 thn
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Untuk hasil yang lebih akurat sebaiknya digunakan koreksi ukuran butir
apabila ukuran butir sampel dominan adalah selain silk dan clay.
2. Metode yang digunakan dapat diaplikasikan untuk penelitian yang lainnya.
24

DAFTAR PUSTAKA
Arvianto S E, Alfi S, Gentur H. 2016. Pengaruh arus terhadap sebaran sedimen
tersuspensi di Muara Sungai Silugonggo Kabupaten Pati. J.Oce Vol. 5
(1) : 116 – 125.
Arman Ali, Untung S, B Pratikno. 2013. Geokronologi polutan logam berat
dengan teknik nuklir terhadap sedimen di daerah Suralaya Provinsi
Banten. J Segara Vol. 9 (2) : 129 – 133.
Nariastuti,Asih. 2016. Sejarah dan Struktur Organisasi Pusat Aplikasi Isotop dan
Radiasi. Jakarta : Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). 2015. Profil Pusat Aplikasi Isotop dan
Radiasi. http://www.batan.go.id/index.php/id/profil-pair/172-aplikasi-
isotop-dan-radiasi. Diakses pada tanggal 23 Mei 2016 pukul 10.13 WIB.
Crickmore, M.J., G.S.Tazioli, P.G. Appleby, and F. Oldfield. 1990. The Use of
NuclearTechniques in Sediment Transport and Sedimentation Problems.
Internationalhydrological Programme :UNESCO.
Hakim A R, Muslim, M Makmur. 2015. Hubungan ukuran butir sedimen dengan
kandungan total organik carbon pada sedimen perairan Pulau Tikus,
Bengkulu. J.Oce Vol.4 (3) : 585 – 589.
Irawati Nia, J Marwoto, H Suseno. 2015. Kajian sebaran tekstur sedimen di
perairan Pulau Belitung. J.Oce Vol. 4 (4) : 750 – 755.
IAEA – TECDOC. 1983. Radioisotopes in Sediments Studies.
Pratiwi M J, Muslim, H Suseno. 2015. Studi sebaran sedimen berdasarkan tekstur
sedimen di perairan Sayung, Demak. J.Oce Vol. 4(3) : 608 – 613.
Purnama A E, Hariadi, S Saputro. 2015. Pengaruh arus, pasang surut dan debit
sungai terhadap distribusi sedimen tersuspensi di perairan muara sungai
Ciberes, Cirebon. J.Oce Vol. 4 (1) : 74 – 84.
Putri R A P, Muslim, M Makmur. 2015. Sebaran karbon organik total pada
sedimen di perairan laut Belitung. J.Oce Vol.4 (4) : 765 – 770.
Sa’adah Nailis, P Subarjo, W Atmodjo. 2015. Laju sedimen menggunakan metode
isotop 210Pb di maura jungkat Pontianak Kalimantan Barat. J.OceVol. 4
(1) : 48 -54.
Said Irwan, M.Noor Jalaluddin, A Upe, Abd. Wahid Wahab. 2009. penetapan
kosentrasi logam berat krom dan timbal dalam sedimen estuaria sungai
Matangpondo. Jurnal Chemica Vol. 10 (2) : 40-47.
Sari, T.A. 2014. Studi bahan organik total (BOT) sedimen dasar laut di perairan
nabire,Teluk Cendrawasih, Papua. J. Oce Vol.3 (1) : 81-86.
Siebold, E. and W.H. Berger. 1993. The Sea Floor. An Introduction to Marine
Geology. Second Edition. Springer-Verlag Berlin. Jerman. 350 hlm.

Site Environmental Report. 2006. Understanding Radiation. www.


Bnl.gov/ewms/ser/05ser/Appendix_B.pdf.
25

Susiati Heni, A A Lubis, Yarianto SBS. Fepriadi, Sarmin. 2007 Aplikasi teknik
nuklir untuk studi geokronologi sedimen di perairan pantai lokasi tapak
PLTN Ujung Lemahabang, Semenanjun Muria. Di dalam : Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI ; Jakarta, 2007
ISSN. 1410-6086 . Jakarta : Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-
BATAN. Hlm 141 – 149.
Willard, D.A. and C.W. Holmes. 1997. Pollen and Geochronological Data From
South Florida : Taylor Creek Site 2.
Zuo, Z. 1991. Dynamic Behaviour of 210Pb, 209Po and 137
Cs in Costal and Sgif
Environments. China : Geboren Te Nan Jing.
26

Lampiran 1. Perhitungan 210Pb total dan unsupported 210Pb

Pb
total Pb total Pb Pb
No depth 209 dev 210 dev Time cps209 cps210 (Bq/gr) (Bq/kg) Supported unsupported
1 0-2 121 9.09 216 6.8 20324 0.00595 0.0106 0.05 50.340 7 43.3404959
2 2-4 27 19.3 77 11.4 7731 0.00349 0.01 0.08 80.422 7 73.4222222
3 4-6 58 13.1 139 8.48 13361 0.00434 0.0104 0.067 67.582 7 60.5827586
4 6-8 18 23.4 38 16.2 10014 0.0018 0.0038 0.059 59.533 7 52.5333333
5 8-10 21 21.8 48 14.4 16340 0.00129 0.0029 0.064 64.457 7 57.4571429
6 10-12 8 35.4 17 24.3 6937 0.00115 0.0025 0.059 59.925 7 52.925
7 12-14 31 18 57 13.3 9317 0.00333 0.0061 0.051 51.851 7 44.8516129
8 14-16 35 16 50 17.2 13126 0.00267 0.0038 0.040 40.285 7 33.2857143
9 16-18 49 16.7 99 12 7550 0.00649 0.0131 0.056 56.975 7 49.9755102
10 18-20 19 22.4 33 17.1 12005 0.00158 0.0027 0.048 48.978 7 41.9789474
11 20-22 40 17.7 69 12 11625 0.00344 0.0059 0.048 48.645 7 41.645
12 22-24 9 33.3 8 35 14677 0.00061 0.0005 0.025 25.066 7 18.0666667
13 24-26 34 17.2 21 21.8 9598 0.00354 0.0022 0.017 17.417 7 10.4176471
14 26-28 30 15 7000 0.00429 0.0021 0.014 14.1 7 7.1
15 28-30 2 70.7 1 100 8579 0.00023 0.0001 0.014 14.1 7 7.1
16 30-32 38 16.2 20 22.4 9085 0.00418 0.0022 0.014 14.84 7 7.84210526
17 32-34 30 17.7 4 57.7 7000 0.00429 0.0006 0.007 7.52 7 0.52
18 34-36 46 8 3135 0.01467 0.0026 0.009 9.808 7 2.808696
19 36-38 15 2 4000 0.00375 0.0005 0.007 7.52 7 0.52
20 38-40 7 1 3420 0.00205 0.0003 0.008 8.057 7 1.057143

 Perhitungan Pb Total

A (210Pb) = (N210s-1 / N209s-1) (A209Po/gr sedimen)


= (0.010628/0.005954) (0.0846/3)
= 50.34049587 (Bq/kg)
 Perhitungan Pb Unsupported
Pb Unsupported = Pb Total – Pb Supported*
= 50.340449587 – 7
= 43.34049587 (Bq/kg)
*Pb Supported di dapat dari pengukuran dengan menggunakan gamma
spectrophotometer
27

Lampiran 2. Perhitungan umur dan laju akumulasi sedimen

Berat mass flux mass flux Pb ex accumulation


No depth Kering (gr/cm^2) (kg/m^2) (Bq/m^2) acc ex A(x) g ln t date rate
-
1 0-2 5.02 0.7105 7.105 308 307.95 4969 0.06 1.934 2002 3.56
-
2 2-4 4.64 0.6568 6.568 482.2 790.16 4487 0.16 5.218 1999 1.9
-
3 4-6 5.79 0.8195 8.195 496.5 1286.7 3991 0.28 8.991 1995 2.05
-
4 6-8 5.47 0.7742 7.742 406.7 1693.4 3584 0.39 12.45 1992 2.12
-
5 8-10 6.01 0.8507 8.507 488.8 2182.2 3095 0.53 17.17 1987 1.67
-
6 10-12 5.67 0.8025 8.025 424.7 2606.9 2671 0.68 21.91 1982 1.57
-
7 12-14 6.65 0.9413 9.413 422.2 3029.1 2248 0.85 27.45 1977 1.56
-
8 14-16 6.22 0.8804 8.804 293 3322.1 1955 0.99 31.94 1972 1.83
9 16-18 7.41 1.0488 10.49 524.2 3846.3 1431 -1.3 41.98 1962 0.89
0.03 -
10 18-20 7.42 1.0502 10.5 440.9 4287.2 990.3 1.67 53.83 1950 0.73
-
11 20-22 7.29 1.0318 10.32 429.7 4716.9 560.6 2.24 72.14 1932 0.42
-
12 22-24 8.53 1.2074 12.07 218.1 4935 342.4 2.74 87.99 1916 0.59
-
13 24-26 7.63 1.08 10.8 112.5 5047.5 229.9 3.13 100.8 1903 0.69
-
14 26-28 7.86 1.1125 11.13 78.99 5126.5 150.9 3.55 114.4 1890 0.66
-
15 28-30 6.89 0.9752 9.752 69.24 5195.7 81.7 4.17 134.1 1870 0.36
16 30-32 7.36 1.0418 10.42 81.7 5277.4 0
17 32-34 8.31 1.1762 11.76 6.116 5283.6
18 34-36 8.76 1.2399 12.4 34.83 5318.4
19 36-38 9.62 1.3616 13.62 7.081 5325.5
20 38-40 9.48 1.3418 13.42 14.19 5339.7

1) Menghitung Mass Flux


Mf = Berat Kering/Diameter Corring
= 5.02 / 7.065
= 0.71054494 (Kg/m2)
2) Menghitung Pb ex
Pb ex = Pb Unsupported x Mass Flux
28

= 43.34049587 x 0.71054494
= 307.9537003 (Bq/m2)
3) Menghitung Akumulasi Pb ex
A Pb ex = ∑ Pb ex dari coring yang paling atas hingga kedalaman tertentu
Missal
A Pb ex (4-6) = Pb ex (0-2) + Pb ex(2-4) + Pb ex(4-6)
= 307.9537003 + 482.2068098 + 496.4956439
= 1286.656
4) Menghitung A (x)
A(x) (0-2) = A Pb ex terakhir – A Pb ex(0-2)
= 5277.445 – 307.9537
= 4969.491
5) Menghitung konstanta peluruhan (k)
k = Ln(2) / 22.3
k = 0031083
𝐶(𝑜)
6) Menghitung ln 𝐶
Ln = Ln (Ax / Pb ex terakhir)
= Ln (4969.491 / 5277.445)
= -0.06012
7) Menghitung umur sedimen (t)
1 𝐶(𝑜)
t = 𝑘 ln 𝐶
= (1/0.031083) x (-0.06012)
= 1.934334
29

Lampiran 3. Dokumentai

Proses preparasi sampel Alpha Spectrometer

Pengeringan sampel di water bath Water bath


30

Proses Stirer Disk yang telah di stirrer

Pembimbing Kerja Praktek

Anda mungkin juga menyukai