I. PENDAHULUAN
dan jenis sedimen yang berbeda. Sehingga digunakan metode penentuan sedimen
dengan menggunakan radioktif.
Teknik radionuklida baik alam maupun buatan sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia yaitu di bidang hidrologi, peternakan, pertanian, kesehatan,
dan industri. Khusus di bidang hidrologi, radionuklida dapat digunakan untuk
mendeteksi kebocoran pipa, menentukan gerak sedimen pelabuhan, mengukur
debit air sungai, mendeteksi zat pencemar dalam air dan menentukan umur dan
laju sedimentasi (BATAN, 2015). Asas keradioaktifan, bahwa beberapa unsur
tertentu mengalami pemisahan sehingga yang mempunyai berat atom tinggi
berubah menjadi unsur yang mempunyai berat atom yang lebih kecil dan akhirnya
210
menjadi unsur yang stabil/mantap, misalnya radionuklida Pb adalah salah satu
anak luruh 238U.
Penentuan umur sedimen dengan menggunakan teknik radioisotop alam
210
Pb telah digunakan secara luas di perairan laut. Pada lapisan sedimen coring
210
pengukuran aktivasi spesifikasi Pb dapat menentukan umur sedimen hingga
sekitar 150 tahun ke masa lampau (Susanti, 2007). Sebelumnya, Golberd (1963)
dalam Crickmore et al. (1990) telah mengembangkan metode penentuan laju
sedimentasi dan umur sedimen pada awal tahun 60-an dengan radionuklida alam
210
Pb yang mempunyai waktu paruh 22,3 tahun. Sehingga penentuan umur
sedimen 210Pb sangat sesuai untuk digunakan untuk kajian perubahan dan kejadian
dalam periode dimana aktivitas manusia mulai memberi dampak pada lingkungan
dengan adanya perubahan yang signifikan pada lingkungan sekitar.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah suatu lembaga perintahan
non kementrian di Indonesia yang bertugas untuk melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir
(BATAN, 2015). Tidak banyak tempat di Indonesia yang dapat menunjang
penelitian yang menggunakan tenaga nuklir, salah satunya adalah BATAN. Di
BATAN terdapat Pusat Aplikasi Isotop dan Radioaktif (PAIR) yang
melaksanakan penegmbangan dan aplikasi teknologi isotop dan radiasi untuk
menunjang visi dan misi BATAN yang sesuai untuk melakukan Kerja Praktek
(KP).
3
2.1 Sedimen
Sedimen merupakan material bahan padat yang berasal dari batuan yang
mengalami proses pelapukan, disintegrasi, pengangkutan oleh air, angin dan gaya
gravitasi, serta pengendapan sehingga membentuk lapisan-lapisan di permukaan
bumi yang padat atau tidak terkonsolidasi (Isnaniawardhani dan Natsir, 2012
dalam Hakim et al, 2015). Menurut Soewarno (1991) dalam Irawati et al. (2015)
proses sedimentasi meliputi proses erosi, pengangkutan (transportation),
pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri.
Dimana proses ini berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang
merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus lalu
menggelinding bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian
lainnya masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen.
Kandungan organik yang terdapat di sedimen laut terdiri dari partikel-
partikel yang berasal dari pecahan serta sisa rangka dari organisme laut ataupun
dari detritus organik daratan yang telah tertansportasi oleh berbagai media alam
dan terendapkan di dasar laut dalam kurun waktu yang cukup lama. Secara umum,
pendeposisian material organik karbon lebih banyak terdapat di daerah dekat
pantai (Sari, 2014). Kandungan karbon organik total sangat dipengaruhi oleh
produktivitas perairan, dimana bahan organik merupakan salah satu indikator
kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan karbon organik di
perairan laut menjadi faktor kualitas perairan laut (Odum, 1971 dalam Putri et al,
2015).
Pasang surut mendominasi sirkulasi air di sebagian besar muara sungai,
sehingga suplai air di muara sungai bergantung pada peristiwa pasang surut. Di
perairan sempit dan semi tertutup seperti di muara sungai, pasang surut
merupakan gaya penggerak utama sirkulasi massa air (Rifardi, 2009 dalam
Purnama et al, 2015). Rifardi (2009) lebih lanjut menjelaskan, pada saat pasang
volume air di daerah muara sungai bertambah dengan air yang berasal dari laut.
Penambahan air laut ini akan menyebabkan konsentrasi sedimen tersuspensi di
perairan berubah. Begitu juga pada saat surut, air akan berkurang sehingga
5
semakin tinggi, maka kekeruhan di perairan tersebut juga semakin tinggi sehingga
metabolisme makhluk hidup di perairan terganggu.
2.2 Radionuklida
Pada umumnya inti atom menjadi stabil akibat gaya tarik menarik antara
proton dan neutron yang kuat, hal ini untuk mengontrol energi elektrik yang
mencoba memisahkan kedua komponen tersebut. Jika jumlah neutron di dalam
inti melebihi ambang batas, maka inti atom menjadi tidak stabil, inti atom akan
meluruh atau mengeluarkan energi berlebih dalam bentuk partikel bermuatan atau
gelombang elektromagnetik yang dinamakan radiasi (Site Environmental Report,
2006). Elemen radioaktif atau radionuklida mempunyai sifat zat nuklir yang tidak
stabil. Radionuklida yang digunakan untuk estimasi umur dan laju sedimentasi
terdiri atas radionuklida alam dan radionuklida buatan (Crickmore et al, 1990).
Beberapa contoh radionuklida penting untuk penentian umur sedimen
adalah 14C, 7Be, 137Cs, 210Pb.
14
C
14
C mempunyai waku paruh 5730 tahun dan dapat memberikan informasi
selama jangka waktu ribuan tahun. Penggunaan 14C sebagai penentu umur
sedimen muda kurang akurat (Crickmore et al, 1990).
7
Be
7
Be adalah radionuklida kosmogenik yang dihasilkan di lapisan atmosfer.
Radionuklida ini mempunyai waktu paruh yang sangat pendek (53,3 hari)
dan terkonsentrasi khususnya 5cm pada profil tanah lapisan atas (Wailling
dan Quine, 1995 dalam Zapata dan Garcia-Audo, 2000).
137
Cs
137
Cs adalah radionuklida buatan yang terbentuk dari hasil uji coba senjata
137
nuklir atau kecelakaan reactor nuklir. Cs bisa ditemukan di lapisan
permukaan tanah pada konsentrasi yang sangat rendah, biasanya kurang
dari 1 pCi1/g.0,004 Bq/g (Site Environmental Report, 2004). Radionuklida
137
buatan Cs mempunyai waktu paruh 30 tahun (Figuera et al, 2002). Cs
telah digunakan sebagai tracer di dalam studi sirkulasi laut dan laju
sedimentasi untuk 40 sampai 50 tahun terakhir.
210
Pb
7
210
Pb adalah radionuklida alami yang digunakan dalam studi dinamika
kelautan danlaju sedimentasi dengan waktu paruh sebesar 22,3 tahun.
Umur sedimen yang dapat diukur dengan 210
Pb antara 100 – 150 tahun
(Crickmore et al., 1990). 210Pb sangat efektif untuk menetukan umur muda
sedimen.
2.3 Radioisotop 210Pb
210
Radioisotop Pb (t1/2 22,26 tahun) merupakan radioisotop alam yang
terbentuk melalui peluruhan deret uranium dan dapat berasal dari fall out
peluruhan gas radon (222Rn) kemudian turun ke permukaan bumi selanjutnya
tersedimentasi. Radioisotop ini dalam lingkungan aquatik bercampur dalam
210 210
sedimen dan terakumulasi pada sistem dasar air. Radioisotop Pb dan Po
210
terdapat dalam batuan fosfat. Isotop Pb diukur karena bersifat chemotoxic,
radiotoxic, mempunyai waktu paruh yang lama (22,3 tahun) dapat terakumulasi
dalam tulang (Susiati et al, 2006).
222
Lebih lanjut Susiati et al. (2006) menjelaskan, Radioisotop Rn
merupakan anak luruh dari 226Ra dimana 226Ra terdapat didalam batuan dan tanah
210
dan akan menghasilkan Pb yang akan berada dalam kondisi setimbang dengan
222
induknya. Difusi sejumlah kecil Rn dari tanah dan lepas ke atmosfer untuk
210
selanjutnya membentuk Pb kemudian turun kembali kepermukaan tanah atau
210
permukaan sedimen. Isotop Pb yang turun dari atmosfer tidak berada dalam
222
kondisi kesetimbangan dengan Rn didalam tanah dan dinamakan sebagai
210
unsupported atau kelebihan Pb.
210 210 226
Kelebihan Pb dapat dihitung melalui pengukuran Pb dan Ra dan
210
dirunut dengan komponen-komponen setempat. Konsentrasi Pb dalam sedimen
tinggi di permukaan dan menurun dengan pertambahan kedalaman. Penurunan
konsentrasi tersebut berhubungan dengan peluruhannya sehingga bagian terdalam
dari sedimen berhubungan dengan waktu sedimentasi. Hubungan konsentrasi
210
Pb dengan kedalaman adalah linier jika dibuat plot antara kedalaman versus
210
logaritmik konsentrasi Pb. Slope persamaan linier tersebut dapat digunakan
210
untuk memprediksi kecepatan sedimentasi. Penetapan konsentrasi Pb
perlapisan sedimen dapat digunakan untuk menentukan umur sedimen dengan
jangkauan 100 tahun dari sekarang (Susiati et al, 2006).
8
III. METODOLOGI
3.3.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam kerja praktek ini disajikan dalam Table 3.
Tabel 3. Bahan dan Fungsinya
No Bahan Fungsi
1 Larutan standard 209Po Sebagai tracer
2 HCl (1:1) Sebagai reagen
3 HCl 0,3 M Sebagai reagen
4 HNO3 (1:1) Sebagai reagen
5 H2O2 Sebagai reagen
6 Asam Askorbat Sebagai reagen untuk mengikat Fe
(C6H8O6)
7 Aqubidest Sebagai pelarut
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Pengeringan Sampel
Prosedur pengeringan sampel disajikan pada Gambar 2. Pengeringan
sampel bertujuan untuk mendapatkan berat kering dan persentasi kandungan air
dalam sampel sedimen. Setelah kering dilakukan pengayakan untuk mendapatkan
ukuran butir yang paling kecil mislanya jenis silt. Ukuran butir yang kecil ini
dikarenakan aktivitas Pb berada di ukuran butir silt.
Proses preparasi sampel dapat dilihat dalam Gambar 3. Pada proses ini
209
sampel akan ditambahkan dengan tracer Po yang berfungsi sebagai standar
dan agar data yang dihasilkan valid. Sampel juga akan dihancurkan dengan
menggunakan asam aquaregai (HCl + HNO3), yang merupakan asam kuat, agar
210
partikel-partikel sedimen melepaskan ikatannya dengan Pb. Untuk
menghilangkan senyawa organic diteteskan H2O2. Asam Askorbat juga digunakan
untuk menghilangkan Fe yang ada pada sampel agar tidak menghalangi proses
pembacaan SpecktrometerAlpha.
Teteskan
15 ml Aquades
Ditambahkan
4 -5 tetes H2O2
Dipanaskan dengan
Water bath pada suhu 800C sampai kering
Ditambahkan
10 ml HCL (1:1) dan 40 ml H2O setelah kering
Dibilas
Gelas beaker yang digunakan dengan HCl 0.3 M sebanyak 30 ml lalu saring
Panaskan
Filtrat sampai kering dan terbentuk endapan
Kemudian Ditambahkan
4 ml HCl (1:1)
Lalu
Stirer selama 10 menit hingga kandungan logam menempel pada disk
Kemudian
Disk dimasukkan ke spectrometer alpha
Lalu
Dicacah selama 3 jam
Dengan :
R = Laju akumulasi sedimen
g = konstanta peluruhan (0.031083 / tahun)
A = julmah unsupported 210Pb
C = Konsentrasi unsupported 210Pb
14
4.1. Profil Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional
(PAIR – BATAN)
4.1.1. Sejarah
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 230 tahun 1954, pemerintah
membentuk Panitia Negara yang bertugas untuk melakukan penelitian
radioaktivitas yang ada di atmosfer Indonesia. Sejak saat itu kegiatan di bidang
nuklir (tenaga atom) di Indonesia di mulai. Kemudian pada tanggal 5 Desember
1958 dikeluarkannya Undang-Undang No. 65 tahun 1958 Panitia Negara untuk
penelitian radioaktivitas ditingkatkan menjadi Lembaga Atom Nasional (LTAN)
yang merupakan Lembaga Riset untuk meneliti dan mengembangkan nuklir serta
sebagai Dewan Tenaga Nuklir (DTA) untuk mengawasi LTA (Nariastuti, 2016).
Lembaga Atom Nasional diubah menjadi Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN) berdasarkan Undang –Undang No. 31 tahun 1964. Tanggal 10 April
1997 diatur kembali Undang – Undang yang memisahkan fungsi regulasi dan
pengawasan dengan fungsi promosi pemanfaatan tenaga nuklir. Berdasarkan
undang – undang tersebut keluar Surat Keputusan Presiden RI No. 197 pada
tanggal 7 Desember 1998 tentang perubahan nama BATAN dari Badan Tenaga
Atom Nasional menjadi BadanTenaga Nuklir Nasional (BATAN)
(Nariastuti, 2016).
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di
bidang Iptek Nuklir, dibangun beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di
berbagai pusat penelitian antara lain pada tanggal 20 Desember 1966,
berdasarkan Surat Keputuasan Direktur Jendral No. 220/0/M/1966 dibangun
Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta. Berdasarkan Keputusan
Presiden No. 14 tanggal 20 Februari 1980, Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar
Jumat berganti nama menjadi Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (disingkat
PAIR). Karena itu setiap tanggal 20 Desember, PAIR merayakan Hari Ulang
Tahunnya (Nariastuti, 2016).
4.1.2. Tugas dan Fungsi
15
Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi sesuai Peraturan Kepala Badan Tenaga
Nuklir Nasional Nomor 14 Tahun 2013 tentang Organsiasi dan Tata Kerja Badan
Tenaga Nuklir Nasional merupakan Unit Kerja Tingkat Eselon II di bawah Deputi
Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir, mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pembinaan dan
bimbingan di bidang penelitian dan pengembangan aplikasi isotop dan radiasi di
bidang industri dan lingkungan, pertanian dan proses radiasi (Nariastuti, 2016).
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN),
PAIR menyelenggarakan fungsi :
1. Pelaksanaan urusan perencanaan, persuratan dan kearsipan, kepegawaian,
keuangan, perlengkapan dan rumah tangga, dokumentasi ilmiah dan publikasi
serta pelaporan;
2. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dan aplikasi isotop dan radiasi di
bidang industri dan lingkungan;
3. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dan aplikasi isotop dan radiasi di
bidang pertanian;
4. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dan aplikasi isotop dan radiasi di
bidang proses radiasi;
5. Pelaksanaan pemantauan keselamatan kerja dan pengelolaan limbah;
6. Pelaksanaan jaminan mutu;
7. Pelaksanaan pengamanan nuklir kawasan; dan
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan olseh Deputi Bidang Sains dan Aplikasi
Teknologi Nuklir.
4.1.3. Visi, Misi dan Prinsip Kerja
Visi PAIR adalah terwujudnya teknologi isotop dan radiasi yang handal,
mempunyai daya saing dan keselamatan tinggi serta berperan nyata dalam
pembangunan pertanian, industri dan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan secara berkelanjutan.
Misi PAIR adalah :
1. Melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan
penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir
16
Porositas (%)
50 55 60 65 70 75 80
0
2
4
6
Kedalaman (cm)
8
10
12
14
16
18
20
6
Kedalaman (cm)
10
12
14
16
18
20
1950
Umur (Tahun)
1900
1850
1800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lapisan Sedimen
8
10
12
14
16
18
20
laju akumulasi sedimennya sebesar 1.825 kg/m2. thn. Laju akumuasi semakin meningkat
hingga di tahun 2002 laju akumulasi mencapai 3.564 kg/m2 thn.Kenaikan laju akumulasi
sedimen ini dikarenakan didaerah teluk Jakarta semakin banyak aktivitas industry dan
proses erosi juga semakin tinggi. Masukan dari sungai dan aktivitas manusia juga
mempengaruhi peningkatan laju akumulasi sedimen ini.
Menurut Lubis (2007) terdapat 13 sungai yang bermuara ke teluk Jakarta.
Sungai-sungai tersebut memberikan konstribusi yang besar pada proses sedimentasi di
Teluk Jakarta. Tingginya laju akumulasi di Teluk Jakarta berkaitan dengan meningkatnya
populasi penduduk di daerah Jakarta dan sekitranya dan awal perkembangan
pembangunan. Peningkatan populasi serta pembangunan mempengaruhi perubahan tata
ruang tanah untuk pemukiman dan industri.
23
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapat dari Kerja Praktek ini adalah sebagai
berikut :
1. Metode penentuan umur sedimen dengan menggunakan isotop 210Pb
efektif untuk menentukan umur sedimen muda misalnya 150 tahun keatas
2. Laju akumulasi 1870 laju akumulasi sedimen yang terjadi sebesar 0.357
kg/m2. thn sedangkan tahun 2002 meningkat menjadi 3.564 kg/m2 thn
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Untuk hasil yang lebih akurat sebaiknya digunakan koreksi ukuran butir
apabila ukuran butir sampel dominan adalah selain silk dan clay.
2. Metode yang digunakan dapat diaplikasikan untuk penelitian yang lainnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arvianto S E, Alfi S, Gentur H. 2016. Pengaruh arus terhadap sebaran sedimen
tersuspensi di Muara Sungai Silugonggo Kabupaten Pati. J.Oce Vol. 5
(1) : 116 – 125.
Arman Ali, Untung S, B Pratikno. 2013. Geokronologi polutan logam berat
dengan teknik nuklir terhadap sedimen di daerah Suralaya Provinsi
Banten. J Segara Vol. 9 (2) : 129 – 133.
Nariastuti,Asih. 2016. Sejarah dan Struktur Organisasi Pusat Aplikasi Isotop dan
Radiasi. Jakarta : Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). 2015. Profil Pusat Aplikasi Isotop dan
Radiasi. http://www.batan.go.id/index.php/id/profil-pair/172-aplikasi-
isotop-dan-radiasi. Diakses pada tanggal 23 Mei 2016 pukul 10.13 WIB.
Crickmore, M.J., G.S.Tazioli, P.G. Appleby, and F. Oldfield. 1990. The Use of
NuclearTechniques in Sediment Transport and Sedimentation Problems.
Internationalhydrological Programme :UNESCO.
Hakim A R, Muslim, M Makmur. 2015. Hubungan ukuran butir sedimen dengan
kandungan total organik carbon pada sedimen perairan Pulau Tikus,
Bengkulu. J.Oce Vol.4 (3) : 585 – 589.
Irawati Nia, J Marwoto, H Suseno. 2015. Kajian sebaran tekstur sedimen di
perairan Pulau Belitung. J.Oce Vol. 4 (4) : 750 – 755.
IAEA – TECDOC. 1983. Radioisotopes in Sediments Studies.
Pratiwi M J, Muslim, H Suseno. 2015. Studi sebaran sedimen berdasarkan tekstur
sedimen di perairan Sayung, Demak. J.Oce Vol. 4(3) : 608 – 613.
Purnama A E, Hariadi, S Saputro. 2015. Pengaruh arus, pasang surut dan debit
sungai terhadap distribusi sedimen tersuspensi di perairan muara sungai
Ciberes, Cirebon. J.Oce Vol. 4 (1) : 74 – 84.
Putri R A P, Muslim, M Makmur. 2015. Sebaran karbon organik total pada
sedimen di perairan laut Belitung. J.Oce Vol.4 (4) : 765 – 770.
Sa’adah Nailis, P Subarjo, W Atmodjo. 2015. Laju sedimen menggunakan metode
isotop 210Pb di maura jungkat Pontianak Kalimantan Barat. J.OceVol. 4
(1) : 48 -54.
Said Irwan, M.Noor Jalaluddin, A Upe, Abd. Wahid Wahab. 2009. penetapan
kosentrasi logam berat krom dan timbal dalam sedimen estuaria sungai
Matangpondo. Jurnal Chemica Vol. 10 (2) : 40-47.
Sari, T.A. 2014. Studi bahan organik total (BOT) sedimen dasar laut di perairan
nabire,Teluk Cendrawasih, Papua. J. Oce Vol.3 (1) : 81-86.
Siebold, E. and W.H. Berger. 1993. The Sea Floor. An Introduction to Marine
Geology. Second Edition. Springer-Verlag Berlin. Jerman. 350 hlm.
Susiati Heni, A A Lubis, Yarianto SBS. Fepriadi, Sarmin. 2007 Aplikasi teknik
nuklir untuk studi geokronologi sedimen di perairan pantai lokasi tapak
PLTN Ujung Lemahabang, Semenanjun Muria. Di dalam : Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI ; Jakarta, 2007
ISSN. 1410-6086 . Jakarta : Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-
BATAN. Hlm 141 – 149.
Willard, D.A. and C.W. Holmes. 1997. Pollen and Geochronological Data From
South Florida : Taylor Creek Site 2.
Zuo, Z. 1991. Dynamic Behaviour of 210Pb, 209Po and 137
Cs in Costal and Sgif
Environments. China : Geboren Te Nan Jing.
26
Pb
total Pb total Pb Pb
No depth 209 dev 210 dev Time cps209 cps210 (Bq/gr) (Bq/kg) Supported unsupported
1 0-2 121 9.09 216 6.8 20324 0.00595 0.0106 0.05 50.340 7 43.3404959
2 2-4 27 19.3 77 11.4 7731 0.00349 0.01 0.08 80.422 7 73.4222222
3 4-6 58 13.1 139 8.48 13361 0.00434 0.0104 0.067 67.582 7 60.5827586
4 6-8 18 23.4 38 16.2 10014 0.0018 0.0038 0.059 59.533 7 52.5333333
5 8-10 21 21.8 48 14.4 16340 0.00129 0.0029 0.064 64.457 7 57.4571429
6 10-12 8 35.4 17 24.3 6937 0.00115 0.0025 0.059 59.925 7 52.925
7 12-14 31 18 57 13.3 9317 0.00333 0.0061 0.051 51.851 7 44.8516129
8 14-16 35 16 50 17.2 13126 0.00267 0.0038 0.040 40.285 7 33.2857143
9 16-18 49 16.7 99 12 7550 0.00649 0.0131 0.056 56.975 7 49.9755102
10 18-20 19 22.4 33 17.1 12005 0.00158 0.0027 0.048 48.978 7 41.9789474
11 20-22 40 17.7 69 12 11625 0.00344 0.0059 0.048 48.645 7 41.645
12 22-24 9 33.3 8 35 14677 0.00061 0.0005 0.025 25.066 7 18.0666667
13 24-26 34 17.2 21 21.8 9598 0.00354 0.0022 0.017 17.417 7 10.4176471
14 26-28 30 15 7000 0.00429 0.0021 0.014 14.1 7 7.1
15 28-30 2 70.7 1 100 8579 0.00023 0.0001 0.014 14.1 7 7.1
16 30-32 38 16.2 20 22.4 9085 0.00418 0.0022 0.014 14.84 7 7.84210526
17 32-34 30 17.7 4 57.7 7000 0.00429 0.0006 0.007 7.52 7 0.52
18 34-36 46 8 3135 0.01467 0.0026 0.009 9.808 7 2.808696
19 36-38 15 2 4000 0.00375 0.0005 0.007 7.52 7 0.52
20 38-40 7 1 3420 0.00205 0.0003 0.008 8.057 7 1.057143
Perhitungan Pb Total
= 43.34049587 x 0.71054494
= 307.9537003 (Bq/m2)
3) Menghitung Akumulasi Pb ex
A Pb ex = ∑ Pb ex dari coring yang paling atas hingga kedalaman tertentu
Missal
A Pb ex (4-6) = Pb ex (0-2) + Pb ex(2-4) + Pb ex(4-6)
= 307.9537003 + 482.2068098 + 496.4956439
= 1286.656
4) Menghitung A (x)
A(x) (0-2) = A Pb ex terakhir – A Pb ex(0-2)
= 5277.445 – 307.9537
= 4969.491
5) Menghitung konstanta peluruhan (k)
k = Ln(2) / 22.3
k = 0031083
𝐶(𝑜)
6) Menghitung ln 𝐶
Ln = Ln (Ax / Pb ex terakhir)
= Ln (4969.491 / 5277.445)
= -0.06012
7) Menghitung umur sedimen (t)
1 𝐶(𝑜)
t = 𝑘 ln 𝐶
= (1/0.031083) x (-0.06012)
= 1.934334
29
Lampiran 3. Dokumentai