Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI
MODUL I : SPLITTING

Disusun Oleh :

Oseanografi

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan. Sedangkan sedimen
diartikan sebagai partikel yang berasal dari pelapukan batuan, tanah, proses biologi, dan proses
antropogenis yang kemudian mengendap di sungai, danau, dan lautan (Lihawa, 2017).
Mayoritas batuan yang menutupi permukaan bumi ini merupakan batuan sedimen yang terdiri
dari batu pasir, batu gamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan sedimen lainnya.
Batuan tersebut terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi dan kemudian terendapkan
secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan. Proses ini terus berlangsung hingga saat ini.

Pantai Parangkusumo merupakan salah satu pantai yang terdapat di kawasan pesisir
Yogyakarta. Pesisir Pantai Parangkusumo memiliki lokasi yang dekat dengan jalur aliran Sungai
Opak. Sama seperti pantai di selatan jawa pada umumnya, Pantai Parangkusumo juga diterpa
gelombang yang kuat dan besar. Di pantai ini terbentuk gumuk pasir. Gumuk pasir di wilayah
pesisir Parangkusumo merupakan satu-satunya gumuk pasir yang memiliki bentuk khas berupa
tipe barkhan. Gumuk pasir ini juga memiliki ukuran yang besar dengan ketinggian dapat
mencapai 15 meter. Faktor utama yang memengaruhi pembentukan gumuk pasir disini adalah
adanya energi angin yang kuat berupa angin monsun timur. Selain itu terdapat faktor lain yang
turut membentuk gumuk pasir seperti yang disebutkan oleh Sunarto (2014; dalam Nuraini, 2016)
yaitu, 1) adanya tiupan angin dari laut menuju ke pantai; 2) adanya koridor angin (wind corridor)
atau lorong angin alami (wind tunnel); 3) adanya pasokan material pasir; 4) material berbentuk
lepas-lepas; 5) morfologi gisik; 6) kelerengan gisik; 7) lebar gisik; 8) julat pasut; 9) pengahalang
angin.

Kusumawardani et al (2018) menyebutkan bahwa granulometri adalah metode analisis


batuan sedimen menggunakan analisis pada ukuran batuan sedimen. Hasil analisis besar butir ini
dapat menunjukkan informasi mengenai proses-proses yang terjadi pada partikel selama
sedimentasi serta dapat menginterpretasikan lingkungan pengendapan sedimen. Dalam proses
analisis diperlukan sampel yang representatif. Representatif disini berarti bahwa sampel yang
dianalisis dapat mewakili populasi sedimen yang akan dianalisa. Splitting dilakukan agar hasil
sampel yang didapat bersifat objektif bukan subjektif, yang mana subjektif tidak dianggap
mewakili keselurah sedimen / butir karena sampel yang didapat ialah sampel yang dipilih. Salah
satu metode dari splitting ialah metode quartering. Quatering dilakukan dengan membagi sampel
sedimen menjadi 4 kuadran kemudian menggabungkan sampel pada kuadran 1 dengan 3 dan 2
dengan 4 sehingga diperoleh dua bagian sampel yang dapat dianalisa distribusi ukuran butirnya.

1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah:
1. Mengetahui analisa granulometri
2. Mengetahui analisa splitting
3. Mengetahui metode quartering
4. Melatih cara menentukan distribusi ukuran butir dan parameter statistiknya
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan praktikum ini diantaranya:
1. Dapat melakukan analisa granulometri
2. Memahami cara analisa splitting
3. Dapat menggunakan metode quatering dalam analisa sedimen
4. Dapat menentukan distribusi ukuran butir dan parameter statistiknya
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Sedimen
Lihawa (2017) menyebutkan bahwa sedimen adalah partikel yang berasal dari pelapukan
batuan, tanah, proses biologi, dan proses antropogenis yang kemudian mengendap di sungai,
danau, dan lautan. Endapan itu akan terkompaksi dan mengalami litifikasi yang kemudian
membentuk batuan sedimen. Partikel hasil peluruhan suatu batuan akan dibawa oleh udara, air,
ataupun es ke suatu tempat dan ketika tenaga untuk membawa partikel itu habis maka terjadilah
sedimentasi. Suatu batuan sedimen tersusun dari unsur biologis seperti organisme atau bagian
tubuh organisme dan kimiawi seperti mineral.
Al Ansar et al (2014) menjelaskan bahwa sedimen secara umum dapat didefinisikan sebagai
tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang mengalami erosi
pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam suatu badan air. Kecepatan angkutan
sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Ada tiga
cara partikel sedimen terangkut di dalam aliran sungai, yaitu terlarut (wash load), melompat, dan
dengan cara merayap atau menggelinding. Cara terlarut (wash load) merupakan metode
pengangkutan partikel sedimen yang terjadi pada partikel-partikel berukuran kecil seperti tanah
liat dan debu. Melompat merupakan cara pengangkutan partikel sedimen yang memiliki ukuran
lebih besar dari partikel terlarut, seperti pasir. Metode pengangkutan yang terakhir adalah dengan
cara merayap atau menggelinding di dasar sungai. Partikel sedimen yang bergerak dengan cara
menggelinding di dasar sungai memiliki ukuran dan berat partikel yang lebih besar dari pasir,
seperti kerikil (gravel). Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit,
di daerah genangan banjir, saluran air, sungai, dan waduk (Asdak, 1995 dalam Purwadi et al.,
2016). Endapan dari sedimen di suatu tempat ini pada akhirnya akan mengeras dan membentuk
batuan. Batuan yang terbentuk akibat pemadatan endapan bahan lepas ini disebut dengan batuan
sedimen.
Berdasarkan mekanisme pengangkutannya partikel padat sedimen dapat dikategorikan
menjadi dua jenis, yaitu sedimen melayang (suspended load) dan sedimen dasar (bed load).
Suspended load merupakan butiran sedimen yang bergerak di atas dasar sungai dengan cara
melayang. Partikel sedimen yang melayang di dalam kolom air ini umumnya adalah butiran-
butiran pasir halus yang jarang berinteraksi dengan dasar sungai, karena selalu terdorong ke atas
oleh turbulensi air. Sedangkan bed load yaitu butiran sedimen yang bergerak di dasar sungai
dengan cara menggelinding (rolling), bergeser (sliding), atau meloncat (jumping). Sedimen yang
mempunyai ukuran relatif besar dan berat akan mengendap di dasar perairan sementara partikel
sedimen yang memiliki ukuran kecil akan tersuspensi dalam badan air (Rumhayati, 2019).
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya ukuran partikel sedimen yang terangkut aliran air
seperti: ukuran sedimen yang masuk ke badan sungai/saluran air, karakteristik saluran, debit dan
karakteristik fisik partikel sedimen.
2.1.2 Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses mengendapnya material fragmental oleh air sebagai akibat dari
adanya erosi. Proses mengendapnya material tersebut merupakan proses terkumpulnya butir-
butir tanah yang terjadi karena kecepatan aliran air yang mengangkut bahan sedimen mencapai
kecepatan pengendapan (settling velocity). Proses sedimentasi dapat terjadi pada lahan-lahan
pertanian maupun di sepanjang dasar sungai, dasar waduk, muara, dan sebagainya (Purwadi et
al., 2016).
Tucker (1991, dalam Affandy, 2019) menyebutkan bahwa 70% batuan di permukaan bumi
tersusun atas batuan sedimen. Namun batuan sedimen itu hanyalah 5% dari volume seluruh
kerak bumi. Dari total 5%, terdapat 80% batu lempung, 5% batupasir, dan 80% batu gamping.
Hal ini berarti bahwa batuan sedimen tersebar sangat luas hingga hampir menutupi seluruh
penjuru bumi. Hanya saja batuan sedimen memiliki ketebalan yang tipis sehingga tidak
mencapai lapisan bumi yang lebih dalam. Ketebalan batuan sedimen berkisar di angka 0 hingga
13 kilometer dan hanya 2,2 kilometer ketebalan yang tersingkap di bagian benua. Bentuk besar
lainnya tidak terlihat. Setiap singkapan memiliki ketebalan yang berbeda. Umumnya ketebalan
yang terlihat hanya 1,8 kilometer. Dasar lautan dipenuhi oleh sedimen. Ketebalan lapisan
sedimen yang memenuhi dasar lautan tidak dapat dipastikan. Hal ini disebabkan oleh
penambahan endapan sedimen yang terjadi secara terus-menerus di dasar laut yang
mengakibatkan pertambahan ketebalan lapisan sedimen. Ketebalan lapisan ini umumnya berkisar
di antara 0,2 kilometer sampai lebih dari 3 kilometer dengan ketebalan rata-rata sekitar 1
kilometer.
Sedimen tidak hanya bersumber dari darat saja, namun juga dari perairan itu sendiri. Arus
air dan gelombang yang terbentuk di sepanjang aliran perairan ini memiliki energi yang dapat
mengikis batuan, terumbu karang, maupun tepian jalur aliran. Rumhayati (2019) menyebutkan
bahwa sumber sedimen perairan berasal dari aktivitas alamiah dan aktivitas manusia. Presipitasi
partikulat yang berasal dari udara, debu kosmis, erosi tanah, dan pelapukan material organik dan
anorganik merupakan sumber alamiah sedimen perairan. Kegiatan manusia baik di daratan
maupun perairan akan menyumbangkan keberadaan endapan sedimen di dasar perairan.

Gambar 1. Sumber sedimen perairan

(Rumhayati, 2019)

Proses sedimentasi terjadi di perairan daerah pesisir yang mendapat suplai muatan sedimen
yang tinggi dan memiliki kondisi lingkungan yang relatif terlindung dari hantaman gelombang
dan dangkal. Saputra et al. (2020) menjabarkan bahwa di lapangan, proses sedimentasi dapat
diamati dengan adanya gosong pasir di perairan atau endapan lumpur yang meluas ke perairan.
dalam jangka panjang, sedimentasi akan menimbulkan perubahan kedalaman di lautan. Contoh
peristiwanya adalah semakin bertambahnya daratan ke arah lautan atau dengan bergesernya garis
pantai ke arah laut. peristiwa sedimentasi ini membawa dampak yang menguntungkan dan
merugikan. Peristiwa sedimentasi menguntungkan dengan bertambahnya daerah daratan di
kawasan pesisir pantai. Namun di sisi lain, proses sedimentasi juga membawa dampak yang
buruk. Sedimentasi dapat menyebabkan pendangkalan di daerah pesisir. Pendangkalan ini akan
mengakibatkan terganggunya pelayaran, pelabuhan, muara sungai dan saluran-saluran di tepi
pantai.
2.1.3 Sedimentologi
Sedimentologi merupakan ilmu yang mempelajari batuan sedimen. Ilmu ini mempelajari
tentang ciri-ciri fisik, biologis, kimiawi batuan sedimen dan semua proses yang menghasilkan
kaarakteristik batuan tersebut. Dalam ilmu geologi, untuk mempelajari batuan sedimen
diperlukan pula ilmu pendamping yaitu stratigrafi dan paleontologi (Noor, 2014). Palenteologi
merupakan ilmu yang berkaitan erat dengan sedimentologi karena pada batuan sedimen terdapat
flora fauna atau zat renik lain yang membatu dalam batuan sedimen. Sedangkan stratigrafi dapat
digunakan untuk menentukan umur lapisan sedimen pada batuan. pengetahuan mengenai umur
lapisan batuan dapat digunakan untuk mengetahui urutan kejadian suatu seri perlapisan batuan
dan korelasinya dengan tempat lain.
Konsep interpretasi batuan dalam proses modern menjadikan sedimentologi adalah cabang
yang berbeda dalam ilmu geologi. Material sedimen secara alami sangat bervariasi dari asal usul,
ukuran, bentuk dan komposisi. Partikel seperti gravel dan kerikil bisa terbawa dari erosi batuan
yang lebih tua atau secara langsung keluar dari gunung api. Sedimentologi telah memberikan
kontribusi untuk berbagai bidang, seperti dalam pemanfaatan kekayaan alam dan perekayasaan
lingkungan. Banyak ahli sedimentologi datang dari usaha minyak bumi dan sedikit dari usaha
tambang lainnya. Pada periode tahun 1970 penelitian sedimentologi mulai beralih dari
makroskopis dan fisik ke arah mikroskopis dan kimia. Dengan perkembangan teknik analisa dan
penggunaan katadoluminisen dan mikroskop elektron memungkinkan para ahli sedimentologi
mengetahui lebih baik tentang geokimia. Perkembangan yang pesat ini memacu kita untuk
mengetahui hubungan antara diagenesa, pori-pori dan pengaruhnya terhadap evolusi porositas
dengan kelulusan batupasir dan batugamping (Misliniyati, 2011).
Batuan sedimen tersebar sangat luas hingga hampir menutupi seluruh penjuru bumi. Hanya
saja batuan sedimen memiliki ketebalan yang tipis. Tucker (1991, dalam Affandy, 2019)
menyebutkan bahwa 70% batuan di permukaan bumi tersusun atas batuan sedimen. Namun
batuan sedimen itu hanyalah 5% dari volume seluruh kerak bumi. Dari total 5%, terdapat 80%
batu lempung, 5% batupasir, dan 80% batu gamping. Ketebalan batuan sedimen berkisar di
angka 0 hingga 13 kilometer dan hanya 2,2 kilometer ketebalan yang tersingkap di bagian benua.
Bentuk besar lainnya tidak terlihat.
2.2 Klasifikasi Sedimen
Sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai sebab. Sebab-sebab itu diantaranya
adalah sifat fisis dan kimiawinya, genesa, proses terbentuknya, dan lain-lain. Berdasarkan
mekanisme pengangkutannya partikel padat sedimen dapat dikategorikan menjadi dua jenis,
yaitu sedimen melayang (suspended load) dan sedimen dasar (bed load). Suspended load
merupakan butiran sedimen yang bergerak di atas dasar sungai dengan cara melayang. Partikel
sedimen yang melayang di dalam kolom air ini umumnya adalah butiran-butiran pasir halus yang
jarang berinteraksi dengan dasar sungai, karena selalu terdorong ke atas oleh turbulensi air.
Sedangkan bed load yaitu butiran sedimen yang bergerak di dasar sungai dengan cara
menggelinding (rolling), bergeser (sliding), atau meloncat (jumping). Sedimen yang mempunyai
ukuran relatif besar dan berat akan mengendap di dasar perairan sementara partikel sedimen
yang memiliki ukuran kecil akan tersuspensi dalam badan air (Rumhayati, 2019). Faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya ukuran partikel sedimen yang terangkut aliran air seperti: ukuran
sedimen yang masuk ke badan sungai/saluran air, karakteristik saluran, debit dan karakteristik
fisik partikel sedimen.

Gambar 2. Pergerakan partikel sedimen di dalam perairan


(Noor, 2014)
Berdasarkan proses pembentukannya batuan sedimen dapat dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu mekanik, kimia, dan organik. Batuan sedimen yang diendapkan secara mekanik akan
menghasilkan batuan sedimen detritus atau klastik. Batuan sedimen yang diendapkan secara
kimiawi akan menghasilkan batuan sedimen kimia. Sedangkan batuan sedimen organik
merupakan batuan sedimen yang terbentuk dengan bantuan organisme. Pembentukan sedimen
secara mekanik terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan
(allogenik). Pembentukan sedimen secara mekanik dipengaruhi oleh beberapa hal. Beberapa hal
tersebut adalah sumber material atau batuan asal, lingkungan pengendapan, pengangkutan atau
transportasi, pengendapan, kompaksi, lithifikasi dan sementasi, replacement dan rekristalisasi,
dan diagenesis. Batuan yang terbentuk melalui proses kimia pada umumnya terbentuk melalui
dua jenis proses. Pertama pelepasan material anorganik atau karbon dioksida yang menyebabkan
terbentuknya batuan sedimen (escape of carbon dioxide) seperti batubara. Kedua evaporasi, yaitu
pembentukan material sedimen akibat pengaruh penguapan seperti anhidrit. Batuan sedimen
organik terbentuk dengan melibatkan aktivitas organisme. Ada beberapa bentuk atau jenis proses
yang dapat membentuk batuan sedimen organik, yaitu akumulasi sisa skeletal organisme dan
kegiatan dari organisme seperti proses fotosintesis dan kegiatan bakteri (Chaerul, 2017). Setelah
proses kimia atau organik terjadi, akan dilanjutkan dengan proses kompaksi dan kristalisasi,
lithifikasi, replacement, rekristalisasi, dan diagenesis. Batuan sedimen kimia dan organik dapat
terbentuk pada kondisi darat, transisi dan laut. Tahap akhir pembentukan batuan sedimen kimia
dan organik sama seperti yang terjadi pada batuan sedimen mekanik.
Hal yang paling mudah diamati dari suatu sedimen adalah sifat fisiknya. Sifat fisis
merupakan kenampakan atau penampilan dari suatu partikel sedimen yang akan ditinjau. Sifat
fisis ini dapat berupa ukuran, berat, warna, struktur, tekstur bentuk, dan sebagainya yang dapat
mencirikan suatu partikel sedimen secara fisik. Dari berbagai sifat fisik ini, ukuran butir
merupakan hal yang paling mendasar. Analisis ukuran butir sedimen dapat memberikan petunjuk
asal sedimen, transportasi dan kondisi pengendapannya. Ukuran butir sedimen umumnya
menjadi dasar penamaan sebuah sedimen dan membantu menganalisa proses pengendapannya,
karena ukuran butir berhubungan erat dengan dinamika transportasi dan deposisi sedimen
(Wenworth, 1922 dalam Hidayati, 2017).
Andawayanti (2019) menyebutkan, berdasarkan ukuran butirnya, partikel sedimen dapat
diklasifikasikan menjadi 6 jenis, yaitu lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble,
dan batu (boulder). Salah satu contoh skala geometrik yang lazim digunakan sebagai pedoman
klasifikasi ukuran butir adalah tabel klasifikasi Wentworth. Klasifikasi wenworth merupakan
skala geometrik kelipatan dua atau setengah dari ukuran butir sebelumnya. Klasifikasi ini
memiliki rentang ukuran butir dari kurang dari 1/256 mm hingga lebih dari 256 mm (Chaerul,
2017). Wenworth mengklasifikasikan ukuran butir menjadi 4 kategori, yaitu lempung, lanau,
pasir, dan gravel.
Gambar 3. Tabel klasifikasi ukuran butir Wenworth
(Hidayati, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Affandy, Ranni. 2019. Batuan Sedimen dan Metamorf: Sebuah Tinjauan Ilmiah. Lemah Media
Pustaka, Bandung, 51 hlm.

Al Ansar, Nadhirah, Muhammad Arsyad, Sulistiawaty. 2014. Studi Analisis Sedimentasi Di


Sungai Pute Rammang-Rammang Kawasan Karst Maros. Jurnal Sains dan Pendidikan
Fisika, 10(3): 301-307.

Andawayanti, Ussy. 2019. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terintegrasi. Universitas
Brawijaya Press, Malang, 194 hlm.

Chaerul, Muhammad. 2017. Pengantar Ilmu Batuan. YCAB Publisher, Jakarta, 162 hlm.

Hidayati, Nurin. 2017. Dinamika Pantai. Universitas Brawijaya Press, Malang, 194 hlm.

Kusumawardani, M., Sandra Kasim, dan Maskur. 2018. Karakteristik Endapan Tsunami
Berdasarkan Metode Granulometri dan Metode Suseptibilitas di Sulawesi Tengah.
Natural Science: Journal of Science and Technology 7 (1): 36 – 43.

Lihawa, Fitryane. 2017. Daerah Aliran Sungai Alo Erosi, Sedimentasi Dan Longsoran.
Deepublish, Yogyakarta, 229 hlm.

Misliniyati, R. 2011. Studi Proses Geomorfologi Dengan Pendekatan Analisis Ukuran Butir
Sedimen (Studi Kasus Proses Sedimentasi Muara Sungai Banyuasin Sumatera Selatan).
Jurnal 3(1): 17-23.

Noor, Djauhari. 2014. Pengantar Geologi. Deepublish, Yogyakarta, 626 hlm.

Nuraini, F., Sunarto dan L.W. Santosa. 2016. Pengaruh Vegetasi Terhadap Dinamika
Perkembangan Gumuk Pasir Di Pesisir Parangkusumo. Geomedia 14 (2): 1-11.

Purwadi, Ofik Taufik, Dyah Indriana K., Astika Murni Lubis. 2016. Analisis Sedimentasi di
Sungai Way Besai. Jurnal Rekayasa, 20(3): 167-178.

Rumhayati, Barlah. 2019. Sedimen Perairan: Kajian Kimiawi, Analisis, dan Peran. Universitas
Brawijaya Press, Malang, 140 hlm.

Saputra, Syifa, Edward Ngii, Muhammad Chaerul, Dewi Nurmalita Suseno, La Ode Muhammad
Magribi, Marzuki Sinambela, Dewi Alima Nostalia Suseno, Moch Saad, Reza Yesica,
Luhur Akbar Devianto. 2020. Pengelolaan Wilayah Pesisir yang Terpadu untuk
Ketahanan Nasional. Yayasan Kita Menulis, Medan, 162 hlm.

Anda mungkin juga menyukai