Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH
MODUL 4 : Suhu Permukaan Air Laut

Disusun Oleh:
Dzaki Al Furqon
26050120140160
Oseanografi B

Koordinator Mata Kuliah Penginderaan Jauh :


Ir. Petrus Subardjo, M.Si
NIP. 19561020 198703 1 001

Tim Asisten
Warisatul Anbiya Selkofa M 26050117120018
Muhammad Farras Ayasy 26050117140023
Riefchi Wicaksono Haris 26040117140065
Octa Firta 26040117140070
Rahmat Yolansyah Putra 26050117120026
Tiara Anggita 26050118130051
Zahra Sadza Salma 26050118120009
Ferdian Agung Baskoro 26050118120025
Maryam S Taib 26050118140091
Danang Imaddudin Mahardika 26050118140076
Muhammad Farhan 26050118140101
Rofiatul Mutmainah 26050118120030

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Tgl Praktikum : 6 November 2020
Tgl Pengumpulan : 12 November 2020

LEMBAR PENILAIAN

MODUL 4 : Suhu Permukaan Laut

Nama : Dzaki Al Furqon NIM : 26050120140160 Ttd :

NO. KETERANGAN NILAI


1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
3. Materi dan Metode
4. Hasil dan Pembahasan
5. Penutup
6. Daftar Pustaka
TOTAL

Mengetahui,
Koordinator Praktikum Asisten

Warisatul Anbiya Selkofa M Ferdian Agung Baskoro


26050117120018 26050118120025
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suhu permukaan laut (SPL) merupakan suhu air yang berada di permukaan laut
yang diukur pada tingkat kedalaman 1 mm s.d 20 m. dalam melakukan pengukuran
suhu permukaan laut digunakan dua cara yaitu secara langsung menggunakan alat
berupa termometer dan dengan cara pengukuran tidak langsung menggunakan
sensor satelit citra(Syaifullah, 2015). Pada mulanya, pengukuran suhu permukaan
laut (SPL) dilakukan menggunakan alat langsung di kapal ataupun pelampung
(buoy) pada titik tertentu, namun tidak dapat memberikan informasi luas dan skala
global. Maka dari itu diperlukan sistem penginderaan jauh untuk pengukuran SPL
secara spasial dan temporal, yang mampu menganalisis area dalam skala luas.
Sistem tersebut menggunakan Sensor satelit yang bekerja dengan melakukan
pendeteksian radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh permukaan air laut.
Penggunaan sistem penginderaan jauh cukup banyak digunakan dalam kajian SPL,
diantarnya yang biasa digunakan adalah data satelit MODIS, NOAA, dan TRMM
(Microwave).
Peta suhu permukaan laut sangat penting dalam ilmu oseanografi, beberapa
fenomena di laut dapat terlihat dengan menggunakan peta SPL secara global.
Beberapa kegunaan dari sebaran SPL adalah untuk mendeteksi fenomena upwelling
dan downwelling, pemetaan distribusi hujan salju, pemetaan banjir, analisa
kelembaban tanah regional, pemantauan badai, analisis fenomena El Nino, La Nina,
IODM, sea level heigh, sea level rises, perubahan iklim global, pergerakan arus laut
(Gulf Stream), dan lain-lainnya.
Melihat betapa pentingnya dan banyaknya manfaat dari mempelajari tentang
suhu permukaan air laut, maka mahasiswa oseanografi dirasa perlu untuk
mempelajarinya. Yaitu salah satu caranya dengan melakukan kegiatan praktikum
ini.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu men-download citra suhu permukaan laut
2. Mahasiswa mampu menampilkan citra suhu permukaan laut
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa spasial suhu permukaan laut

1.3 Manfaat
1. Mengetahui cara mendownload citra suhu permukaan laut
2. Mampu menganalisis spasial berdasarkan citra yang telah di download
3. Mampu mengoperasikan software SeaDAS
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suhu Permukaan Laut


Menurut Syaifullah (2015), menyatakan bahwa Suhu permukaan laut (SPL)
merupakan suhu air yang berada di permukaan laut yang diukur pada tingkat
kedalaman 1 mm s.d 20 m.Dalam melakukan pengukuran suhu permukaan laut
digunakan dua cara yaitu secara langsung menggunakan alat berupa termometer
dan dengan cara pengukuran tidak langsung menggunakan sensor satelit citra.
pengukuran suhu permukaan laut untuk sekarang ini sangat dimudahkan dengan
teknologi dari sistem penginderaan jauh yaitu dengan menggunakan sensor citra
satelit. Sehingga pengukuran suhu permukaan laut dapat dilakukan secara cepat dan
efisien.terlebih lagi hasil data suhu permukaan yang didapat memiliki banyak
kelebihan dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional. Hasil yang
diperlihatkan dengan metode penginderaan jauh cukup akurat dan menjangkau
areal yang luas (Rahman et. al.,2019). Sensor Satelit dapat digunakan untuk
pengamatan fenomena oseanografis, seperti suhu permukaan laut, yang selanjutnya
digunakan untuk memprediksi keberadaan ikan dan daerah penangkapan ikan atau
fishing ground
Menurut Habibie dan Nuraini (2014), menyatakan bahwa Suhu permukaan
laut merupakan salah satu faktor penting yang dapat mengendalikan dinamika
cuaca dan iklim di suatu wilayah , oleh karena itu suhu permukaan laut merupakan
salah satu parameter yang sering digunakan untuk mendeteksi perubahan iklim
salah satunya adalah perubahan ekosistem yang terjadi diperairan pesisir pantai.
Perubahan suhu permukaan yang ekstrim akan menyebabkan biota yang ada
dipesisir pantai mengalami gangguan, dan akibat dari perubahan ini akan mengubah
tatanan ekosistem yang ada.Selain itu Suhu permukaan laut dapat digunakan
sebagai salah satu indikator untuk mengetahui keberadaan suatu spesies ikan pada
suatu perairan. Setiap spesies ikan mempunyai toleransi nilai suhu tertentu yang
disenangi untuk melangsungkan hidupnya sehingga mempengaruhi keberadaan dan
penyebaran ikan di suatu perairan. (Wibisana et. al., 2018 ).
2.2 Citra Satelit AQUAMODIS
Citra satelit AQUAMODIS merupakan sebuah citra yang di dapatkan oleh
hasil perekaman sensor satelit MODIS.. Satelit Aquamodis sendiri pertama kali
diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002 yang merupakan misi NASA untuk dapat
mengobservasi fenomena – fenomena di darat, laut, dan atmosfer (Tanto,2020).
Satelit Aqua memiliki berbagai macam nilai resolusi, yaitu 72, 400 , 800, 1200 dan
1500 Km. Satelit Aqua ini dapat mengukur suhu permukaan laut dan mengetahui
kandungan klorofil yang berada di wilayah perairan. Citra satelit Aqua-MODIS
(Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dapat dimanfaatkan untuk
pemantauan dan kajian SPL karena mempunyai band thermal dan resolusi temporal
yang tinggi, sehingga dinamika perubahan SPL dapat diamati secara kontinu dan
peta sebarannya dapat dianalisis.(Hamuna et al., 2015 ).
Satelit Aqua melakukan perekaman untuk mengamati seluruh permukaan
bumi setiap 1 hingga 2 hari, dari perekaman tersebut diperoleh data dalam 36 kanal
pita spektrum (Spectral band) yang terdiri dari (1-19) band tampak, kemudian pada
band 26 adalah infra merah dan sisanya adalah band thermal. Secara umum, citra
satelit Aqua ini telah banyak digunakan sebagai data untuk melakukan sebuah
kajian atau penelitian mengenai sebaran dan virabilitas SPL, diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh Gaol et al. (2014), yang dimana mereka melakukan pemetaan
sebaran SPL perairan Indonesia. Data dari citra Aqua Modis ini juga memiliki
manfaat yang besar untuk bidang perikanan,yaitu informasi mengenai variabilitas
spasial suhu dan klorofil-a permukaan laut dapat digunakan untuk mempermudah
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan yaitu sebagai dasar untuk
menduga dan menentukan perairan yang potensial untuk fishing ground. (Rahman
et. al., 2019)

2.3 Karakteristik Citra Satelit AQUAMODIS


Menurut Tarigan (2012), mengatakan bahwaa Citra satelit Aqua-MODIS
memiliki karakteristik yang identik, yang dimanaa satelit ini memiliki sensitivitas
radiometrik yang tinggi yaitu 16 bit, kemudian terdiri dari 36 band/ channel saluran
dengan kisaran panjang gelombang 0.4-14.4 μm. Untuk dua band pertama ( band 1
dan 2 ) memiliki ground resolusi 250 m, lima band berikutnya ( band 3 -7 ) memiliki
resolusi 500 m, dan untuk sisanya ( band 8 – 36 ) memiliki resolusi 1000 m dengan
luas areal pengamatan 2330 x 2330 km. Citra satelit Aqua Modis memiliki 3 jenis
band spektral yaitu terdiri dari band tampak,band infra merah, dan band thermal.
Untuk band tampak terdapat pada band spektral 1 – 19, lalu pada band infra merah
terletak pada band spektral 26, dan sisa dari band spektral yang berjumlah 36
tersebut merupakan band thermal.
Satelit citra AquaModis mengelilingi bumi setiap 1 – 2 hari dengan arah
lintasan orbit dari kutub selatan menuju kutub ( Ascending node ) pada ketinggian
705 km dan lebar sapuan 2330 km. satelit ini memiliki orbit polar Sun – syncronnus,
yang melintasi equator pada siang hari mendekati pukul 13.30 waktu lokal.
(Sipayung et al,2016). Citra satelit yang diperoleh memiliki beberapa tingkatan
level, yaitu level 1 – 3, dimana pada level 1 memiliki dua kategori level yaitu level
1a dan 1b. citra yang dihasilkan oleh sensor satelit Aqua yang sebelumnya telah
mengorbit dapat digunakan untuk mengukur parameter yang berada pada
permukaan laut hingga ke atmosfer antara lain mengukur suhu permukaan laut,
konsentrasi klorofil, kandungan uap air dan fenomena – fenomena laut, seperti
terjadinya thermal front dan upwelling. Upwelling merupakan peristiwa naiknya
massa air dari dasar laut ke permukaan laut yang membawa unsur hara yang tinggi
dengan kandungan klorofil yang tinggi (Kurnianingsih et al., 2017)

2.4 Perbedaan Aqua Modis Level 1, 2 dan 3


Dalam satelit Aqua Modis dapa menghasilkan sebuah data yang diamana data
tersebut memiliki 3 jenis level pada format data citranya, yaitu level 1 hingga level
3. Dimana level 1 memiliki 2 kategori, diantaranya level 1a dan level 1b. dalam
setiap level data memiliki perbedaan pada data yang dihasilkan.
Menurut Satrioajie (2012), format level data yang dihasilkan oleh MODIS adalah
sebagai berikut :
1. Format data level 1 merupakan data mentah ditambah dengan informasi
tentang kalibrasi sensor dan geolokasi yang terdiri dari:
a. Level la: mengandung informasi lebih yang dibutuhkan pada set
data. Level la digunakan sebagai input untuk geolocation,
calibration dan processing.
b. Level lb: data yang telah mempunyai terapannya, merupakan hasil
dari aplikasi sensor kalibrasi sensor pada level Ia.
2. Level 2 : dihasilkan dari proses penggabungan data level la dan 1b. Data
level 2 menetapkan nilai geofisik pada tiap piksel, yang berasal dari
perhitungan raw radiance level 1a dengan menerapkan kalibrasi sensor,
koreksi atmosfer, dan algoritma bio-optik.
3. Level 3 : merupakan data level 2 yang dikumpulkan dan dipaketkan dalam
periode 1 hari, 8 hari, 1 bulan, dan 1 tahun.
Perbedaan level data yang lain adalah ketika SPL yang diperoleh berupa level
1b dan level 2b, maka perlu dilakukan koreksi terlebih dahulu. Namun untuk SPL
dari satelit Aquamodis level 3 dengan resolusi spasial 4 km x 4 km tidak perlu
dikoreksi lagi karena sudah terkoreksi radiometrik dan geometrik ( Tanto,2020 )

2.5 Karakteristik Suhu Permukaan Laut di Perairan Selat Sunda


Selat sunda merupakan laut sempit yang memisahkan antara pulau Sumatera
dengan pulau Jawa. Selat sunda merupakan selat yang dinamis. Selat sunda
mendapat pengaruh yang dominan pada bagian utara maupun selatannya. Pada
Bagian utara selat sunda berhubungan langsung dengan laut Jawa, yang membuat
selat ini mendapatkan pengaruh dominan massa air dari laut Jawa dan Laut Cina
Selatan. Sedangkan pada selat bagian selatan mendapat pengaruh dominan dari
kondisi perairan Samudera Hindia. (Dida et. al., 2016)
Selat sunda memiliki aliran massa air yang berasal dari laut jawa. Hal ini
terlihat dengan adanya perluasan massa air yang lebih panas ke arah selatan.
Variabilitas massa air juga akan terjadi di perairan ini, terutama berkaitan dengan
perubahan musim. Karena aliran massa air yang berasal dari laut jawa bersifat lebih
panas sehingga mengakibatkan terjadinya trend peningkatan suhu permukaan laut
dengan probabilitas ≥ 95 % yang saat itu tercatat tren peningkatan tertinggi suhu
permukaan air laut yang terjadi di selat sunda adalah 0,7oC.(Habibie et al., 2014 )
2.6 Pengaruh Musim Terhadap Suhu Permukaan Laut
Perbedaan tekanan udara di belahan bumi utara dan belahan bumi selatan
terjadi disebabkan oleh gerak semu matahari. Indonesia sendiri berada pada garis
khatulistiwa yang merupakan daerah lintasan pergerakan udara. Daerah lintas
pergerakan udara tersebut diakbatkan oleh perbedaan tekanan udara pada kedua
belahan bumi. Pergerakan udara ini disebut dengan angin muson. Angin muson
secara bergantian bergerak melintasi wilayah Indonesia sepanjang tahun dengan
periode enam bulan yakni bulan April hingga Septermber terjadi angin muson timur
dan bulan Oktober hingga Maret akan terjadi angin muson barat (Dida et. al., 2016).
Secara umum, musim hujan di indonesia terjadi saat angin muson barat
bertiup sedangkan kemarau di sebabkan pada saat angin muson timur. Pergerakan
angin akan memengaruhi karakteristik massa air di laut, salah satunya adalah
terjadinya perubahan arah arus permukaan. Pergerakan angin yang kuat pada
permukaan air menyebabkan terjadinya pencampuran massa air pada lapisan atas
dan menjadikan sebaran suhu menjadi homogen. Sistem angin muson berpengaruh
terhadap fluktuasi karakteristik perairan, seperti angin, arus, serta sebaran suhu.
Pergerakan angin akan mempengaruhi karakteristik massa air laut. Selain itu,
pergerakan angin juga mengakibatkan persebaran suhu permukaan laut menjadi
homogen. Hal ini dikarenakan tercampurnya massa air pada lapisan atas.
Contohnya adalah pada saat musim timur di perairan selatan Jawa. Pada saat itu
akan bertiup angin dari benua Australia menuju ke arah barat. Hal ini menyebabkan
pergerakan massa air permukaan berpindah sehingga sirkulasi massa air dari
bagian dalam yang bersuhu rendah menjadi naik keatas menggantikan massa air
yang berpindah (Rifai et. al., 2020).

2.7 Musim di Indonesia


Menurut Rahayu et al,(2018), menyatakan bahwa Indonesia merupakan
negara beriklim tropis yang hanya memiliki dua musim yaitu musim hujan dan
musim kemarau. Secara umum, musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan Maret
sampai Oktober dan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September.
Meskipun musim terjadi secara periodik tetapi musim dapat bergeser.salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran musim di wilayah Indonesia adalah
fenomena Indian Ocean Dipole (IOD). Fenomena IOD merupakan fenomena yang
terjadi karena adanya perbedaan anomali suhu permukaan laut di Samudera Hindia
bagian barat dengan bagian timur.
Musim hujan di indonesia disebabkan oleh banyak faktor yang salah satunya
adalah karena angin muson barat, angin muson barat sendiri merupakan angin yang
bertiup dari Asia menuju ke Australia, pergerakan tersebut disebabkan pada saat
kedudukan semu matahari berada di belahan bumi selatan, sehingga penyinaran
matahari di benua Australia lebih tinggi di bandingkan dengan yang ada di benua
Asia, hal ini menyebabkan udara di benua Australia bertekanan minimum dan pada
saat yang bersamaan di benua asia bertekanan maksimum, sehingga terjadilah
pergerakan angin dari Benua Asia ke Benua Australia. Pada saat bergerak menuju
Australia angin muson ini melewati samudera pasifik yang luas sehingga membawa
banyak uap air yang terkandung, lalu ketika melintas di wilayah indonesia, uap air
tersebut mengalami peristiwa presipitasi yang menyebabkan hujan, hal tersebut
yang membuat wilayah indonesia mengalami musim hujan. Musim kemarau di
indonesia di pengaruhi oleh angin muson timur, angin tersebut bertiup dari benua
Australia ke benua Asia. angin ini bersifat kering karena pada saat menuju asia
melewati gurun pasir yang ada di wilayah Australia, sehingga ketika melintas di
indonesia menyebabkan terjadinya musim kemarau.( Rahman et. al., 2019)

2.8 Analisa Spasial Suhu Permukaan Laut


Analisis spasial adalah sekumpulan teknik yang dapat digunakan dalam
pengolahan data SIG. Hasil analisis data spasial sangat bergantung pada lokasi
objek yang sedang dianalisis. Analisis spasial juga dapat diartikan sebagai teknik-
teknik yang digunakan untuk meneliti dan mengeksplorasi data dari perspektif
keruangan. Semua teknik dan pendekatan perhitungan matematis terkait dengan
data keruangan spasial dilakukan dengan fungsi analisis spasial tersebut.
Pengamatan sebaran SPL secara langsung diperairan sulit dilakukan. Hal ini karena
perairan laut yang luas dan SPL yang berubah-ubah. Maka dari itu, sebaran SPL
menggunakan citra satelit dinilai tepat, karena tentu saja mempermudah dan bisa
merekam SPL perairan wilayah luas dalam waktu yang bersamaan (Ginting dan
Putra, 2019).
Sebelum citra suhu permukaan laut dapat ditampilkan harus melalui proses
berupa analisis.Ada dua cara untuk menganalisa citra suhu permukaan laut, yaitu
analisis temporal dan spasial. proses analisis spasial suhu permukaan laut secara
luas sudah sering dilakukan yaitu dapat mencakup seluruh wilayah indonesia,
namun analisis secara temporal dalam waktu yang panjang belum banyak
dilakukan, terutama tren kenaikan suhu dan penurunan suhu permukaan air laut.
Analisis spasial dapat digunakan untuk menganalisis anomali dan slope. Pada
analisis anomali SPL digunakan untuk mementukan nilai anomali positif dan
negatif dai suatu wilayah, namun pada analisis slope SPL digunakan untuk
mengetahui daerah- daerah yang mengalami tren penigkatan dan tren
penurunan(Syaifullah,2015).
III. MATERI DAN METODE

3.2 Waktu Dan Tempat


Waktu : 4 November 2020
Tempat : Tegal , Jawa Tengah

3.3 Materi
o Download Citra suhu permukaan laut
o Menampilkan Citra Suhu Permukaan Laut level 2.
o Analisa Spasial suhu permukaan laut.

3.3. Metode
3.3.1. Download Citra Suhu Permukaan Laut

1. Langkah yang pertama adalah buka chrome, kemudian masukan alamat


https://oceancolor.gsfc.nasa.gov , setelah itu lakukan registrasi terlebih
dahulu.
2. kembali ke halaman web awal, lalu klik menu data, pada menu browser
pilih level 1 dan 2 dengan cara klik dua kali pada tulisan tersebut.

3. Akan muncul tampilan web, setalah itu pada menu modis checklist pada
Aqua, untuk menu select checklist pada menu day , untuk radius checklist
pada pilihan 72, dan swaths containing pilih anypart.
4. lalu set tanggal citra ( untuk ketentuan NIM akhiran 0 set tanggal citra :
musim barat : Des,Jan,Feb tahun 2018 ) dengan format : 19 desember
2018.lalu klik 2 kali pada gambar peta dengan posisi pada bagian pulau
Jawa agar terlihat laut jawa, indonesia.

5. Pilih citra yang memiliki kenampakan pulau jawa dan laut jawa , setelah
itu download file citra dengan file format sst. Lalu tunggu sampai proses
download selesai.
3.3.2. Koreksi Nilai Awan

1. Buka software seaDas , lalu muncul window utama, kemudian klik open

data file , pilih file citra yang tadi sudah di download , kemudian klik
open product.

2. Langkah selanjutnya adalah menampilkan citra dengan cara ,Pada window


file manager di sebelah kiri akan muncul layer 1 AQUAMODIS, klik pada
folder raster, lakukan double click pada file sst. Lalu citra akan muncul
3. klik kanan lagi pada file sst, pilih mathband , akan muncul window
mathband , ganti nama dengan format Nama_NIM., lalu klik pada edit
expression.

4. Akan muncul window expression editor , lalu pada bagian expression


masukan rumus “ if qual_sst then NaN else 1 * sst ” lalu pilih Ok sebanyak
2 kali
5. Kemudian akan muncul citra yang sudah terkoreksi seperti berikut.

3.3.3. Cropping Citra

1. Untuk proses crop citra melanjutkan proses dari koreksi awan , diawali
dengan pilih menu raster yang berada dibagian atas, lalu pilih crop.
2. Kemudian akan muncul window create cropped file > pilih band subset >
kemudian unchecked semua band kecuali band citra yang sudah dilakukan
proses koreksi dengan format Nama_Nim > klik Ok

3.3.4. Menampilkan Citra Suhu Permukaan Laut


1. Setelah itu pada window file manager akan muncul layer [2]
AQUAMODIS, lalu pilih folder raster yang ada pada layer 2 , kemudian
lakukan double click pada file yang berformat Nama_NIM.
2. lalu pilih menu raster yang ada dibagian atas kembali > pilih reproject ,
kemudian akan muncul window, pada menu I/O parameter unchacked save
file as. Lalu pada menu map projection ganti projection peta dengan
UTM/WGS 84. Setelah klik run.

3. lalu layer [3] AQUAMODIS akan muncul , pilih kembali folder raster
kemudian double click pada file yang berformat Nama_NIM. Sehingga
akan muncul citra kembali.
4. selanjutnya adalah memberikan warna pada citra dengan cara klik ikon

color manager yang berada pada bagian bawah kiri , lalu pada
window color manager pilih basic kemudian pada mene scheme pilih SST
sehingga citra akan menampilkan warna sebagai berikut.

5. lalu export file dengan cara klik menu file pada bagian atas, pilih export >
BigGeoTIFF > Ubah file name dengan format Nama_NIM_Kelas_modul
4 > export product
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1. Download Citra Suhu Permukaan Laut

Gambar 1 . Hasil download citra

4.1.2. Koreksi Nilai Awan

Gambar 2. Hasil Koreksi Awan


4.1.3. Cropping Citra

Gambar 3. Hasil Cropping Citra

4.1.4. Menampilkan Suhu Permukaan Laut

Gambar 4 . Hasil Suhu Permukaan Laut


4.2. Pembahasan
4.2.1. Download Citra Permukaan air Laut
Pada praktikum kali ini, citra didownload dari website
oceancolor.dspc.nas.gov. Citra yang didownload pada praktikum kali ini adalah
citra dengan pilihan satelit citra AquaMODIS level 1 dan 2 karena pada level ini
data satelit sudah diproses untuk menghasilkan produk data geofisik seperti
brightness temprature , raddiance, cloud mask, NDVI, SST, LST. Sehingga dapat
digunakan untuk menganalisis suhu permukaan air laut. Kemudian citra satelit
didownload dengan pilihan waktu siang dengan radius 72 km. citra yang diwonload
merupakan data citra yang termasuk pada musim barat (Desember – Januari), maka
dipilih citra dengan tanggal 19 Desember 2018 dengan area citra harus mencakup
wilayah pulau jawa dan laut jawa,. Data ini digunakan untuk mengetahui suhu
permukaan laut. Data yang didownload dari website tersebut memiliki ragam
macamnya seperti TERRAMODIS, AQUAMODIS, OLCI, dan lain sebagainya.
Namun pada praktikum kali ini, data citra yang dipakai adalah AQUAMODIS.
Citra AQUAMODIS dipakai karena citra ini dapat dimanfaatkan untuk pemantauan
dan kajian SPL karena mempunyai band thermal dan resolusi temporal yang tinggi,
sehingga dinamika perubahan SPL dapat diamati secara kontinu dan peta
sebarannya dapat dianalisis, sehingga dapat menampilkan data sebaran klorofil dan
juga Sea Surface Temperature atau SST, yang merupakan data yang kita butuhkan
untuk mengetahui suhu permukaan air laut pada praktikum kali ini

4.2.2. Koreksi Nilai Awan


Pengoreksian nilai awan dilakukan supaya hasil citra atau suhu laut
terhindar dari gangguan awan yang menutupi sehingga citra atau suhu permukaan
laut terlihat lebih jelas. Pengoreksian nilai awan dilakukan karena pada saat
pengambilan gambar oleh sensor, sensor satelit mengalami gangguan-gangguan
oleh awan yang menghalangi jalannya pengambilan citra. Pengoreksian citra
dilakukan dengan memasukan rumus“if qual_sst then NaN else 1*sst”. Rumus
tersebut dipakai untuk mengalikan hasil citra kita dengan nilai awan pada citra tanpa
mengurangi atau merubah nilai citra tersebut. Sehingga citra yang dihasilkan
nantinya akan berupa citra tanpa ataupun tidak terdapat awan didalamnya.
Pada saat sebelum melakukan koreksi citra terlebih dahulu melakukan
cropping citra, karena agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan spesifik pada
daerah yang ingin dikaji agar citra pada daerah yang dikaji terbebas dari tutupan
awan sehingga terlihat lebih jelas dan akurat dalam menganalisis suhu permukaan
air lautnya. Hasil citra yang didapat pada saat sebelum dan sesudah dikoreksi
memiliki perbedaan yaitu pada saat sebelum dikoreksi citra memiliki nilai awan
yang masih tinggi sehingga daerah kurang jelas terlihat karena tertutup oleh awan,
kemudian ketika citra sudah mengalami proses koreksi awan, citra tersebut sudah
terlihat lebihi jernih karena awan yang tadinya menutupi daerah sudah dihilangkan
selain itu citra memiliki perbesaran dan lebih spesifik terhadap daerah yang dikaji,
sehingga hasil analisis suhu permukaan air laut menjadi lebih baik dan akurat.

4.2.3. Analisa Suhu Permukaan Laut


Data citra hasil perekaman oleh satelit Aqua/Terra dapat digunakan untuk
mengetahui suhu permukaan laut. Citra penginderaan jauh MODIS dari satelit
Aqua/Terra. mempunyai band thermal dan resolusi temporal yang tinggi, sehingga
dinamika perubahan SPL dapat diamati secara kontinu. Melalui beberapa band
termal tersebut dapat diekstrak nilai suhu permukaan lautnya. Dari citra yang telah
diolah dapat diketahui fluktuasi temporal SPL pada wilayah yang di tinjau. Selain
itu dapat diketahui nilai SPL maksimum dan minimumnya.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, Suhu pada perairan ini
relatif rendah karena pada bulan – bulan ini memasuki musim Angin Muson barat,
Angin tersebut bersifat basah, karena membawa masa udara yang banyak
mengandung uap air karena ketika bertiup dari Benua asia ke Benua Australia
melewati samudera pasifik yang luas sehingga banyak membawa uap air dan
berdampak pada terjadinya musim hujan.
V. SARAN DAN KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Mendownload citra suhu permukaan laut dapat dilakukan melalui


website Oceancolor.dspc.nasa.gov,dengan pilihan citra AQUA-
MODIS

2. Software SeaDas digunkan untuk mengolah citra suhu permukaan air


laut dengan melakukan koreksi awan dan cropping citra, sehingga
dapat menampilkan citra suhu permukaan air laut yang lebih jernih
dan akurat.

3. Analisa spasial terhadap citra suhu permukaan laut yang


ditampilkan, dilakukan dengan menggunakan software SeaDAS.
Yang memiliki rata- rata suhu permukaan laut jawa pada bulan
Desember mengalami penurunan suhu permukaan.

5.2 Saran

1. Video tutor sebaiknya tetap diberikan karena pada saat asistensi


mengalami kendala jaringan sehingga sulit untuk memahami.
2. Untuk preteset sebaiknya dibuatkan atau di kemas dengan menarik
3. Praktikan diharapkan dapat fokus terhadap materi yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA

Tanto, T. 2020. Deteksi Suhu Permukaan Laut (Spl) Menggunakan Satelit. Jurnal
Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and
Technology., 13(2) : 126-142.
Dida, H. P., Suparman, S., & Widhiyanuriyawan, D. 2016. Pemetaan Potensi Energi
Angin Di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Satelit Quikscat
Dan Windsat. Jurnal Rekayasa Mesin., 7(2) : 95-101.
Febriani, E. R., & Sukojo, B. M. 2016. Analisa Perbandingan Penggunaan Citra
Modis Level 1b dan Level 2 dalam Menentukan Prakiraan Daerah
Penangkapan Ikan (Studi Kasus: Pantai Selatan Blitar). Jurnal
Teknik ITS., 5(2) : 439-442.
Habibie, M. N., & Nuraini, T. A. 2014. Karakteristik dan Tren Perubahan Suhu
Permukaan Laut di Indonesia Periode 1982-2009. Jurnal
meteorologi dan geofisika, 15(1): 37 – 49
Hamuna, B., Paulangan, Y. P., & Dimara, L. 2015. Kajian suhu permukaan laut
mengunakan data satelit Aqua-MODIS di perairan Jayapura,
Papua. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan
Perikanan., 4(3): 160 – 167
Kurnianingsih, T. N., Sasmito, B., Prasetyo, Y., & Wirasatriya, A. 2017. Analisis
Sebaran Suhu Permukaan Laut, Klorofil-A, dan Angin Terhadap
Fenomena Upwelling di Perairan Pulau Buru dan Seram.jurnal
Geodesi Undip., 6(1) : 238 – 248
Rahman, M. A., Syamsudin, M. L., & Agung, M. U. K. 2019. Pengaruh Musim
Terhadap Kondisi Oseanografi Dalam Penentuan Daerah
Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Di Perairan
Selatan Jawa Barat. Jurnal Perikanan Kelautan., 10(1) : 92 - 102
Rifai, A., Rochaddi, B., Fadika, U., Marwoto, J., & Setiyono, H. 2020. Kajian
Pengaruh Angin Musim Terhadap Sebaran Suhu Permukaan Laut
(Studi Kasus: Perairan Pangandaran Jawa Barat). Indonesian
Journal of Oceanography., 2(1) : 98-104
Syaifullah, M. D. 2015. Suhu Permukaan Laut Perairan Indonesia dan
Hubungannya dengan Pemanasan Global. Jurnal Segara., 11(2) :
103-113.
Wibisana, H., Sukojo, B. M., & Lasminto, U. 2018. Penentuan Model Matematis
Yang Optimal Suhu Permukaan Laut Di Pantai Utara Gresik
Berbasis Nilai Reflektan Citra Satelit Aqua
Modis. Geomatika., 24(1) : 31-38

Anda mungkin juga menyukai