Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM ARUS LAUT

MODUL 2
UPWELLING

Oleh:

Safira Ashilah 26050119140116 Oseanografi B

Koordinator Praktikum:

Dr. Kunarso, ST, MSi.


NIP. 19690525 199603 1 002

Tim Asisten :

Aryobimo Bharadian Ariputro 26050118130054


Salsabila Rahidah 26050118140070
Elsa Mayora J. P. 26050118120011
Lisa Khumaeroh 26050118120022
Rofiatul Mutmainah 26050118130030
Mochamad Rafif Rabbani 26050117170001
Ezikri Yasra 26050118140114
Galang Sandi Timur 26050118140083
Ferdian Agung Baskoro 26050118120025
Yustinus Wijanarko 26050118140103
Fransiska Krisna W. N. P. 26050118130072
Mar’ah Nida Kholawati 26050118120015
Dhany Ajiperwata 26050118120006
Audria Izza Nadira 26050118120021

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Modul 2 : Upwelling

No Keterangan Nilai
1 Pendahuluan
2 Tinjauan Pustaka
3 Materi Metode
4 Hasil
5 Pembahasan
6 Penutup
7 Daftar pustaka
Total

Semarang, 25 Maret 2021

Asisten Praktikan

Ferdian Agung Baskoro Safira Ashilah


NIM. 26050118120025 NIM. 26050119140116

Mengetahui,
Koordinator Mata Kuliah
Arus Laut

Dr. Kunarso, ST, MSi.


NIP. 19690525 199603 1 002
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia yang luas keseluruhan wilayahnya dikelilingi oleh laut memiliki potensi
sumberdaya hayati laut yang berlimpah, tetapi hingga kini pengelolaan dan pemanfaatannya
belum dilakukan secara optimal. Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat
perlu diimbangi dengan pengamatan kondisi kualitas perairan secara berkesinambungan.
Parameter penting kualitas perairan adalah suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a.
Fitoplankton memegang peranan penting pada ekosistem perairan. Fitoplankton dikenal
sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil sehingga mampu melakukan
fotosintesis. Kandungan klorofil pada perairan memiliki keterkaitan dengan kelimpahan
fitoplankton.
Perubahan arah angin dan musim diperkirakan dapat mempengaruhi suhu rata-rata
tahunan suatu tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan perairan
di Laut Natuna, memanfaatkan teknologi penginderaan jauh melalui sebaran suhu permukaan
laut dan konsentrasi klorofil-a dari data citra satelit Aqua MODIS Level 3 serta mengetahui
hubungan suhu permukaan laut dan klorofil-a di perairan. Suhu permukaan laut dan klorofil-a
ini yang dapat digunakan sebagai indikator pendugaan lokasi upwelling.
Pengetahuan mengenai upwelling akan sangat berguna bagi kehidupan, dimana daerah
upwelling dianggap berpotensi sebagai fishing ground. Banyaknya ikan di tempat upwelling
dikarenakan banyaknya nutrien dan khlorofil di area tersebut. Upwelling tidak hanya terjadi di
pantai, namun dilaut lepas juga dapat terjadi akibat adanya divergensi arus vertikal.
Upwelling memiliki hubungan yang tinggi dengan transport ekman, di daerah pantai ketika
transport ekman menjauhi pantai maka akan terjadi kekosongan massa di area pantai sehingga
terjadilah upwelling sebagai pengisi massa air yang kosong tersebut.
Sehingga dapat diketahui bahwa pada praktikum ini berkaitan dengan ilmu
oseanografi di bidang arus dimana sangat penting untuk dipelajari dan dikaji khususnya oleh
mahasiswa oseanografi. Oleh karena itu, praktikum mengenai upwelling ini bertujuan untuk
mempermudah mahasiswa oseanografi dalam mengkaji dan menganalisis fenomena arus laut
upwelling.

I.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui proses terjadinya upwelling di perairan
2. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat upwelling dalam bidang oseanografi
3. Mahasiswa mengetahui intensitas dan jenis upwelling di Perairan Laut Natuna.
II.TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Upwelling
Upwelling diartikan sebagai fenomena pertukaran massa air yang dingin dan berat
serta kaya zat hara dari lapisan yang lebih dalam ke lapisan atas atau menuju permukaan.
Kejadian upwelling pada suatu wilayah dapat diidentifikasi dengan melihat faktor
lingkungan seperti suhu permukaan laut yang lebih rendah dan konsentrasi klorofil-a yang
lebih tinggi dari sekitarnya (Banjarnahor et al., 2020).
Upwelling merupakan proses perpindahan massa air laut secara vertikal ke permukaan
air laut. Angin yang berhembus di atas permukaan air mendorong massa air yang ada di
permukaan sehingga mengakibatkan kekosongan massa air. Oleh karena itu, massa air yang
berada di bawah lapisan permukaan akan mengisi kekosongan tersebut. Gerakan naik ini
membawa serta massa air yang suhunya lebih dingin, salinitas yang lebih tinggi serta nutrient
yang kaya ke permukaan (Purwanti et al., 2017).

II.2 Faktor Upwelling


2.2.1. Klorofil-A
Fitoplankton merupakan tumbuhan sel tunggal berukuran mikroskopik yang berfungsi
sebagai sumber makanan organisme perairan karena dapat melakukan fotosintesis. Klorofil-a
merupakan pigmen yang paling dominan yang terdapat pada fitoplankton. Oleh karena itu,
konsentrasi klorofil-a dapat digunakan sebagai indikator dari kelimpahan fitoplankton dan
potensi organik di suatu perairan (Purwanti et al., 2017).
Menurut Putra et al. (2017), Klorofil-a merupakan komponen paling penting yang
didukung fitoplankton dan tumbuhan air yang mana keduanya merupakan sumber makanan
alami bagi ikan. Klorofil-a adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai
peran penting terhadap berlangsungnya proses fotosintesis. Klorofil-a suatu perairan dapat
digunakan sebagai ukuran produktifitas primer fitoplankton karena pada umunya dapat
dijumpai pada semua jenis fitoplankton. Dari persebaran konsentrasi klorofil-a di perairan
Indonesia diperoleh bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi di jumpai pada muson timur,
dimana pada saat tersebut terjadi upwelling di beberapa perairan Indonesia di bagian timur.
Sedangkan klorofil-a terendah di jumpai pada muson barat laut. Pada saat ini di perairan
Indonesia tidak terjadi upwelling dalam skala yang besar sehingga nilai konsentrasi nutrien di
perairan lebih kecil.
2.2.2. SPL
Menurut Putra et al. (2017), Suhu perairan merupakan suatu faktor lingkungan yang
paling mudah dipelajari dari faktor lainnya, sebab suhu merupakan suatu petunjuk yang
berguna dari perubahan kondisi lingkungan. Suhu air laut, terutama lapisan permukan/atas
ditentukan oleh intensitas penyinaran matahari yang berubah tiap waktu. Perubahan
suhu ini dapat terjadi secara, harian, musiman, tahunan, dan jangka panjang. Perubahan suhu
yang cukup drastis akan mempengaruhi bahkan menghilangkan kehidupan biota yang ada di
suatu wilayah perairan.
Menurut Purwanti et al. (2017), Suhu permukaan laut dapat mempengaruhi proses
fotosintesis di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung
yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis.
Kenaikan suhu dapat menaikkan laju maksimal fotosintesis, sedangan pengaruhnya tidak
langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi
distribusi fitoplankton.
2.2.3. Citra MODIS
Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) adalah salah satu
instrumen utama yang dibawa Earth Observing System (EOS PM 1) satelit aqua, yang
merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space
Administration (NASA). Salah satu produk dari Aqua MODIS adalah citra level 3. Citra level
3 terdiri dari data suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan parameter lainnya yang
sudah dikemas dalam periode waktu tertentu. Citra Aqua MODIS digunakan oleh ilmuwan
dari berbagai macam disiplin ilmu. Citra Aqua MODIS level 3 merupakan produk data yang
sudah diproses, citra tersebut sudah mengalami proses pengolahan citra berupa koreksi
atmosferik yang dilakukan untuk keperluan menghilangkan hamburan cahaya yang sangat
tinggi yang disebabkan oleh komponen atmosfer (Banjarnahor et al., 2020).
Aqua yang dalam bahasa latin berarti air, adalah salah satu satelit ilmu pengetahuan
tentang bumi kepunyaan NASA (bational Aeronautics and Space Administration), yang
mempunyai misi mengumpulkan informasi tentang siklus air bumi, termasuk
penguapan dari samudra, uap air di atmosfer, awan, presipitasi, kelembaban tanah, es yang
ada di laut dan darat, serta salju yang menutupi daratan. Variabel yang juga diukur oleh
Aqua antara lain aerosol, tumbuhan yang menutupi daratan, fitoplankton dan bahan organik
terlarut di lautan, serta suhu udara, daratan dan air (Putra et al., 2017).
2.2.4. Ocean Color dan Seadass
SeaDas adalah software pengolahan citra dimana data yang diolah dengan
menggunakan SeaDas ini adalah data suhu permukaan laut dan data klorofil-a. SeaDAS
merupakan suatu aplikasi pengolah data lingkungan yang dikembangkan oleh lembaga
antariksa Amerika Serikat NASA. Aplikasi ini sejatinya gratis untuk digunakan, jika seseuai
dengan syarat dan ketentuan yang dikeluarkan oleh NASA itu sendiri. Situs NASA Ocean
Color merupakan menyediakan data mengenai perubahan lingkungan terkhusus untuk
lingkungan laut. Orang-orang yang bekerja dibidang lingkungan laut, kelautan, maupun
perikanan biasa mengakses situs NASA Ocean Color untuk mendapatkan data lingkungan
tersebut [ CITATION Pau01 \l 1033 ].
Menurut Karondia dan Jaelani (2015), SeaDAS adalah perangkat lunak yang
dikembangkan oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration), Amerika pada
tahun 1997, yang merupakan paket analisis citra satelit secara komprehensif untuk
memproses, menampilkan dan menganalisa semua produk dari data satelit ocean color
SeaWiFS (Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor) termasuk data ancillary-nya. Dalam
perkembangannya, software SeaDAS tersebut juga memiliki kemampuan untuk memproses
data satelit ocean color lainnya seperti CZCS (Coastal Zone Color Scanner), ADEOS/OCTS
(Ocean Color Thermal System), MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer),
dan MOS (Modular Optoelectronic Scanner). Selain itu, dapat juga digunakan untuk
menampilkan citra suhu permukaan laut dari data AVHRR (Advanced Very High Resolution
Radiometer). SeaDAS ini dilengkapi juga dengan software pemrograman IDL (Interactive
Data Language) yang memungkinkan pengguna mengembangkan aplikasinya.

2.3. Daerah upwelling di wilayah Perairan Laut Natuna


Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam wilayah
Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya laut yang sangat
besar, ini dikarenakan 99,24% wilayahnya adalah lautan. Suhu perairan di Kepulauan Natuna
tidak begitu bervariasi yaitu berkisar antara 27-300 C. Data yang digunakan pada penelitian
yaitu data primer berupa nilai suhu permukaan laut yang diukur secara langsung dengan
termometer di permukaan perairan. Sedangkan, data sekunder adalah nilai suhu permukaan
laut dan klorofil-a citra satelit Aqua Modis level 3 dengan data per bulan pada tahun 2015-
2018. Metode analisis data dilakukan dengan metode visual (analog) dan metode statistic
(Fauziah et al., 2020).
Hasil penelitian yang didapatkan adalah Klorofil-a tertinggi pada bulan januari 2019
yaitu 0.28 mg/m3. Rata–rata konsentrasi klorofil bernilai 0.25 mg/m3 dan suhu permukaan
laut berkisar antara 26-30°C. Klorofil-a di daerah dekat pantai lebih tinggi di banding dengan
perairan lepas pantai. Suhu permukaan laut semakin ke perairan laut lepas semakin dingin.
Berdasarkan pola sebaran klorofil-a secara musiman dan spasial, di beberapa bagian perairan
dijumpai konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi yang disebabkan terjadinya pengkayaan
nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui proses dinamika massa air, di antaranya
upwelling, percampuran vertikal serta pola pergerakan massa air yang membawa massa air
kaya nutrien dari perairan sekitarnya (Fauziah et al., 2020).

2.4. Identifikasi Daerah Upwelling


2.4.1. Identifikasi Daerah Upwelling dengan Klorofil-A dan SPL
Menurut Kunarso et al. (2005), Penentuan nilai kisaran intensitas upwelling
didasarkan pada kisaran rata-rata nilai suhu dan chlorofil-a dari hampir semua lokasi
upwelling di Indonesia. Nilai kisaran suhu diperoleh antara 25 – 28 oC, sedangkan klorofil-a
0,7 – 10 mg/m3, nilai ini kemudian, dibagi 3 kriteria dengan dasar utama suhu permukaan laut
sebagai berikut:

Menurut Banjarnahor et al. (2020), Penentuan kriteria upwelling dilakukan dengan


dua cara yaitu kriteria upwelling berdasarkan nilai sebaran klorofil-a dan kriteria upwelling
berdasarkan nilai sebaran SPL yaitu sebagai berikut:
1. Kriteria upwelling berdasarkan nilai sebaran klorofil-a
a. Menentukan Batas garis
Batas Bawah (C) = Nilai rata-rata - Standar Deviasi
Batas Tengah (B) = Nilai rata-rata+Standar Deviasi
Batas Atas (A) = Batas Te + (2 x Standar Deviasi)
b. Menentukan Kriteria upwelling
Upwelling lemah (UL) = UL < Batas bawah (C)
Upwelling Medium (UM) = Batas bawah (C) < UM < Batas tengah (B)
Upwelling Kuat (UK) = Batas tengah (B) < UK < Batas atas (A)
2. Kriteria upwelling berdasarkan sebaran SPL
a. Menentukan Batasan garis
Batas Atas (A) = Nilai rata-rata + (0,5 x Standar Deviasi)
Batas Tengah (B) = Nilai Rata-rata - (0,5 x Standar Deviasi)
Batas Bawah (C) = Batas tengah - (Standar Deviasi)
b. Menentukan Kriteria Upwelling
Upwelling lemah (UL) = UL> Batas bawah (C)
Upwelling Medium (UM) = Batas tengah (B) < UM < Batas atas (C)
Upwelling Kuat (UK = Batas atas (A) < UK < Batas tengah (B).
2.4.2. Kelebihan & Kekurangan Identifikasi Upwelling dengan Klorofil A dan SPL
Adanya proses Upwelling disuatu perairan umumnya akan meningkatkan
produktivitas perairan. Namun besar pengaruh dari Upwelling ini dapat berbeda berdasrkan
tempat dan waktu. Adanya perbedaan durasi (lama kejadian) dan intensitas (kekuatan) dari
Upwelling dapat mempengaruhi variabilitas produktivitas primer wilayah perairan Indonesia.
Data Sea Surface Temperature (SST) Anomaly pada periode yang sama digunakan sebagai
indikator untuk menentukan kondisi Upwelling (Wirjohamidjojo dan Sugarin, 2008).
Adanya perubahan pada beberapa kondisi perairan diantaranya suhu dan klorofil-a
tersebut tentunya dapat dimanfaatkan untuk memantau fenomena Upwelling melalui teknologi
penginderaan jauh. Berdasarkan data yang diperoleh dari teknologi penginderaan jauh ini
dapat diketahui nilai sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) dan konsentasi klorofil-a yang
kemudian selanjutnya dapat digunakan dalam memantau pola sebaran dan perkembangan area
Upwelling di bagian selatan perairan Indonesia (Purba dan Khan, 2019).
III. MATERI METODE
III.1 Materi
III.1.1 Waktu dan Tempat
Hari, Tanggal : Sabtu, 20 Maret 2021
Waktu : 13.00 – 16.50 WIB
Tempat : Secara daring melalui platform Microsoft Teams.

III.1.2 Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat dan Bahan

Nama Gambar Fungsi


Laptop Untuk menjalankan
software pengolah data
Upwelling

by Unknown Author is
ArcGIS 10.3 licensed under Untuk memetakan
wilayah terjadinya
upwelling

SeaDas 7.3.1 Untuk mengkonversi citra


Aqua MODIS agar bisa
diolah ke dalam ArcGIS
Website OceanColor Untuk mendapatkan citra
klorofil dan SST dari
satelit MODIS

Microsoft Excel Untuk mengetahui nilai


ABC yang akan
digunakan dalam
by Unknown
Author is
pemetaan di ArcGIS serta
licensed under mengetahui nilai
maksimum, minimum,
rata-rata dan standar
deviasi.
III.2 Metode
III.2.1 Download Citra Aqua MODIS
1. Download Citra dari Ocean Color NASA dengan membuka web
http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/ dan pilih Level 3 Browser

2. Pilih citra Aqua MODIS Chlorophyll Concentration, waktu monthly, resolusi 4 km


agar citra yang diperoleh lebih jelas.

3. Download citra pada bulan Maret, April dan Mei dengan mengklik SMI, kemudian
simpan di tempat yang diinginkan.
4. Lakukan langkah-langkah yang sama dengan citra Aqua MODIS Sea Surface
Temperature.

III.2.2 SeaDAS
1. Buka aplikasi Seadas, lalu Pilih file  open  buka citra chlorofil dan sst yang sudah
diunduh tiap bulan
2. Pada file manager buka file raster, klik dua kali pada setiap raster yang telah diunduh
baik sst maupun klorofil.

3. Pilih synchronize compatible product view dan synchcronize cursor nya pada bagian
kanan bawah aplikasi SeaDAS.

4. Lakukan cropping pada Laut Natuna (sesuai NIM), pada menu Raster, pilih crop,
kemudian pilih OK
5. Buat rectangle pada daerah perairan Laut Natuna (sesuai NIM)

6. Klik kanan dan pilih Export Max Pixels

7. Ceklist semua dan klik Write to File


8. Pilih folder untuk save data.

9. Lakukan hal yang sama untuk sst, lalu klik kanan dan pilih geometry lalu ikuti langkah
seperti chlorophyll.

10. Pada menu pilih Raster  Reproject. Pada window I/O Parameters uncheck “open in
SeaDAS” kemudian pilih tempat file untuk menyimpan hasil crop yang telah dibuat.
11. Setelah itu, pada Reprojected Parameters, ubah nilai No-data Value menjadi 0 setelah
itu pilih Run. Pastikan projection yang digunakan adalah WGS 84.

III.2.3 Pengolahan excel


1. Open file yang akan diolah

2. Klik Next > checklist Comma > Next sampai Finish.


3. Hapus kolom dan baris yang tidak diperlukan.

4. Lakukan filter untuk pengecekan terhadap nilai NaN, kemudian NaN di-unchecklist
dan Add current selection to filter di-unchecklist.
5. Kemudian menentukan nilai min, max, average, standar deviasi serta nilai a, b dan c.

6. Setelah itu file disimpan dengan file type Excel 97-2003 Workbook. Lakukan hal
yang sama untuk pengolahan data lainnya pada bulan April-Mei.

III.2.4 Olah Citra Penentuan daerah upwelling di ArcGIS


1. Buka aplikasi ArcGIS, kemudian Add Data dengan memasukkan data SST dan
Klorofil yang sudah di-Reproject pada software SeaDas. Pilih data dengan file type
(.img)
2. Pada ArcToolBox, pilih Map Algebra, kemudian klik raster calculator.

3. Masukkan rumus syarat upwelling untuk menentukan SST dan Klorofil sangat lemah
hingga sangat kuat

4. Setelah itu ubah nama layer untuk dapat membedakan SST dan Klorofil dari sangat
lemah hingga sangat kuat dengan mengklik dua kali pada nama layer
5. Buka kembali Raster Calculator kemudian untuk mengetahui sebaran Upwelling
masukkan rumus sesuai kriteria Upwelling, CHLOR Sangat Lemah + SST Sangat
Lemah = Upwelling Sangat Lemah

6. CHLOR Lemah + SST Lemah = Upwelling Lemah

7. CHLOR Kuat + SST Kuat = Upwelling kuat


8. CHLOR sangat kuat + SST sangat kuat = Upwelling sangat kuat

9. Ubah warna pada masing-masing layer UPW (layer 0 dan 1 = Hollow)

10. layer 2 diberi warna yang berbeda-beda dan nama layer nya diubah berdasar kondisi
Upwelling nya. Kemudian unchecklist semua layer selain layer UPW.
11. Add data indo_provinsi.shp untuk mengetahui wilayah daratan lokasi pemetaan.
Sehingga, setelah semua kriteria dimasukkan akan seperti ini.

III.2.5 Layouting Peta


1. Insert > Legend untuk memasukkan keterangan pada peta yang dibuat

2. Insert > Scale bar untuk memasukkan batang perbandingan skala


3. Insert>Dynamic Text>Coordinates System. Koordinat sistem dan sumber dimasukkan
dengan klik kanan lalu pilih properties

4. Insert > Data Frame kemudian pilih indo_provinsi.shp, setelah itu pada properties,
extent indicators, pindahkan layers. Kemudian pilih tab grid untuk menampilkannya

5. Insert > Picture pilih logo UNDIP untuk memasukkan pada peta
6. Insert  Text, Masukkan Judul Nama, NIM, dan kelas.

7. Pada peta sebaran upwelling Klik kanan>Properties>Grid lalu New Grid dan Next
sampai Finish. Setelah itu klik pada label ceklis Left dan Right

8. Setelah itu Add Basemap pada menu toolbar kemudian pilih Oceans.
9. Export Map pada dengan mengklik file. Lakukan hal yang sama untuk membuat peta
sebaran upwelling pada bulan berikutnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Hasil Perhitungan dan Klasifikasi Kriteria Upwelling di Wilayah Perairan Laut
Natuna
4.1.1.1. Bulan Maret 2019
4.1.1.1.1. Sea Surface Temperature (SST)
Nilai Maksimum = 37,870C Nilai Rata-rata = 29.460580C
Nilai Minimum = 26,470C Standar Deviasi = 1.0617970C

A = 28.92968 C = 31.05327
B = 29.99148

Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Sangat Lemah (USL) = USL > 31.053270C
2. Upwelling Lemah (UL) = 31.053270C <= UL < 29.991480C
3. Upwelling Kuat (UK) = 29.991480C <= UK < 28.929680C
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK <= 28.929680C

4.1.1.1.2 Klorofil A
Nilai Maksimum =1.037427mg/L Nilai Rata-rata = 0.155293 mg/L
Nilai Minimum = 0.090155mg/L Standar Deviasi = 0.092165 mg/L

A = 0.109211 C = 0.293541
B = 0.201376

Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Sangat Lemah (USL)= USL < 0.109211mg/L
2. Upwelling Lemah (UL) = 0.109211mg/L <= UL < 0.201376mg/L
3. Upwelling Kuat (UK) = 0.201376mg/L <= UK < 0.293541mg/L
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK >= 0.293541mg/L
4.1.1.2 Bulan April 2019
4.1.1.2.1 Sea Surface Temperature (SST)

Nilai Maksimum = 38,350C Nilai Rata-rata = 30,742720C


Nilai Minimum = 28,20C Standar Deviasi = 0.787650C

A = 30.3489 C = 31.9242
B = 31.13655

Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Sangat Lemah (USL) = USL > 31.92420C
2. Upwelling Lemah (UL) = 31.92420C <= UL < 31.136550C
3. Upwelling Kuat (UK) = 31.136550C <= UK < 30.34890C
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK <= 30.34890C

4.1.1.2.2 Klorofil A
Nilai Maksimum = 2.448095mg/L Nilai Rata-rata = 0.131794mg/L
Nilai Minimum = 0.064662mg/L Standar Deviasi = 0.095337mg/L

A = 0.084126 C = 0.2748
B = 0.179463

Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Sangat Lemah (USL)= USL < 0.084126mg/L
2. Upwelling Lemah (UL) = 0.084126mg/L <= UL < 0.179463mg/L
3. Upwelling Kuat (UK) = 0.179463mg/L <= UK < 0.2748 mg/L
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK >= 0.2748mg/L

4.1.1.3 Bulan Mei 2019


4.1.1.3.1 Sea Surface Temperature (SST)

Nilai Maksimum = 38.78 0C Nilai Rata-rata = 31.26227 0C


Nilai Minimum = 29.045 0C Standar Deviasi = 0.538524 0C

A = 30.993 C = 32.07005
B = 31.53153
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Sangat Lemah (USL) = USL > 32.070050C
2. Upwelling Lemah (UL) = 32.070050C <= UL < 31.531530C
3. Upwelling Kuat (UK) = 31.531530C <= UK < 30.9930C
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK <= 30.9930C

4.1.1.3.2 Klorofil A
Nilai Maksimum = 2.225054 mg/L Nilai Rata-rata = 0.120554 mg/L
Nilai Minimum = 0.055886 mg/L Standar Deviasi = 0.072568 mg/L

A = 0.084271 C = 0.229406
B = 0.156838

Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Sangat Lemah (USL)= UL < 0.084271 mg/L
2. Upwelling Lemah (UL) = 0.084271 mg/L <= UM < 0.156838 mg/L
3. Upwelling Kuat (UK) = 0.156838 mg/L <= UK < 0.229406 mg/L
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK >= 0.229406 mg/L
4.1.2. Hasil Layouting upwelling di wilayah Perairan Laut Natuna

Gambar 1. Peta Daerah Upwelling Perairan Laut Natuna Bulan Maret

Gambar 2. Peta Daerah Upwelling Perairan Laut Natuna Bulan April


Gambar 3. Peta Daerah Upwelling Perairan Laut Natuna Bulan Mei

IV.1 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data praktikum mengenai upwelling di wilayah Laut
Natuna pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei tahun 2019. Diperoleh hasil parameter
yang bervariasi dimana berdasarkan parameter yang digunakan berupa nilai dari suhu dan
persebaran klorofil-a bahwa dapat ditentukan besarnya upwelling yang terjadi di wilayah
perairan Natuna.
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa sebagian besar yang terjadi pada
Laut Natuna bulan Maret 2019 secara spasial menggunakan Citra Aqua Modis adalah
didominasi upwelling kuat dan upwelling lemah pada daerah lepas pantai. Sedangkan untuk
wilayah dekat dengan daratan didominasi dengan upwelling kuat walaupun terdapat sedikit
upwelling sangat lemah. Hal ini karena mendapat pengaruh dari daratan, aktivitas di daratan
memberikan masukan nutrient yang tinggi di perairan. Berdasarkan hasil pengolahan data
yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada bulan April di wilayah Perairan Laut Natuna
didapatkan sejumlah daerah yang memiliki upwelling. Menurut hasil yang diperoleh
upwelling pada kawasan Laut Natuna yang mendekati daratan terdapat upwelling sangat kuat
dan kuat. Hal ini karena mendapat pengaruh dari daratan, aktivitas di daratan memberikan
masukan nutrient yang tinggi di perairan. Pada bulan April hanya terdapat sedikit wilayah
yang memiliki potensi upwelling sangat lemah dan kuat. Sedangkan upwelling sangat kuat
dan upwelling lemah lebih mendominasi pada bulan April. Berdasarkan hasil pengolahan data
untuk bulan Mei diperoleh bahwa pada wilayah Laut Natuna didominasi upwelling lemah di
wilayah lepas pantai perairan tersebut. Pada hasil pengolahan terlihat bahwa terjadi upwelling
sangat lemah, lemah dan kuat di wilayah dekat dengan daratan.
Berdasarkan nilai klorofil-a dan suhu permukaan laut yang didapatkan, dapat diketahui
bahwa pada bulan Maret-Mei suhu permukaan laut mengalami kenaikan secara bertahap,
sehingga menyebabkan klorofil-a semakin berkurang dikarenakan intensitas cahaya yang
tinggi. Menurut Fauziah et al (2020), dapat diketahui bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a
sangat bergantung pada kondisi suhu muka laut dimana semakin dingin suhu muka laut,
semakin banyak pula klorofil-a yang terkandung di dalamnya. Dapat dilihat berdasarkan hasil
praktikum bahwa pada bulan mei upwelling yang terjadi didominasi dengan upwelling lemah,
hal ini disebabkan oleh suhu permukaan laut yang semakin tinggi yaitu berkisar 29.0450C-
38.780C. Kemudian dapat diketahui bahwa pola pergerakan angin di Indonesia pada
umumnya mengikuti pergerakan musim. Setiap musim memiliki arah pergerakan angin yang
berbeda-beda. Pada musim peralihan I (Maret-Mei) pola pergerakan angin berasal dari utara
(Maret) dan dari timur (April). Kecepatan angin di daerah pesisir dapat berpengaruh terhadap
pencampuran massa air, sehingga mengakibatkan terjadinya upwelling. Dari parameter yang
sudah ditentukan mengakibatkan besarnya peristiwa upwelling yang terjadi di wilayah
perairan Natuna sebagian besar memiliki intensitas yang lemah. Hal ini disebabkan karena
pada bulan Maret hingga Mei merupakan musim peralihan I sehingga upwelling yang terjadi
lemah. Sehingga upwelling yang terjadi di Perairan Natuna umumnya yaitu upwelling lemah.
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Proses terjadinya upwelling di perairan pada umumnya dikarenakan oleh kekosongan
massa air yang berada di lapisan atas, sehingga massa air yang kaya nutrien dari
lapisan dasar akan naik ke atas dan mengisi lapisan permukaan.
2. Manfaat upwelling di bidang oseanografi adalah untuk memetakan daerah tangkapan
ikan, karena upwelling mengindikasikan bahwa perairan tersebut subur sehingga
sangat memungkinkan untuk banyak ikan yang berada di kawasan tersebut.
3. Dengan bantuan software SeaDAS dan ArcGIS dapat diketahui dari persebaran
upwelling di wilayah Perairan Laut Natuna pada bulan Maret-Mei 2019 bahwa
terjadi upwelling yang lemah yang disebabkan oleh suhu permukaan laut yang tinggi
sehingga klorofil-a menjadi berkurang dengan intensitas cahaya yang sangat tinggi.

V.2 Saran
1. Sebaiknya dalam layouting peta lebih bervariasi dan dibuat lebih menarik
2. Sebaiknya materi yang dipaparkan untuk mengolah data dan membuat peta lebih
diperjelas
3. Sebaiknya praktikan lebih aktif saat praktikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Banjarnahor, H.P., Andri S., dan Nurhadi B. 2020. Analisis Pengaruh Fenomena Upwelling
terhadap Jumlah Tangkapan Ikan dengan Pengamatan Temporal Citra Aqua Modis
(Studi Kasus: Selat Bali). Jurnal Geodesi Undip., 9(2): 95-101.
Fauziah, A.N., Imam T., dan Aristi D.P.F. 2020. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan
Tongkol Dengan Teknologi Penginderaan Jauh Berdasarkan Parameter Klorofil-A dan
Suhu Permukaan Laut Di Perairan Natuna. Journal of Fisheries Resources Utilization
Management and Technology., 9(1): 35-44.
Karondia, L.A., dan L.M. Jaelani 2015. Validasi Algoritma Estimasi Total Suspende Solid
dan CHL-A Pada Citra Satelit Aqua Modis dan Terra Modis dengan Data In Situ.
Jurnal Geolid., 11(1): 46-51.
Kunarso, Safwan H., dan Nining S.N. 2005. Kajian Lokasi Upwelling untuk Penentuan
Fishing Ground Potensial Ikan Tuna. Ilmu Kelautan., 10(2): 61-67.
Paul, J. H. 2001. Marine Microbiology. Florida: Academic Press.
Purba, N. P. dan A. M. A. Khan. 2019. Upwelling Session In Indonesia Waters. World News
of Natural Sciences An International Scientific Journal, vol. 25(2019):72-83
Purwanti, I., Yudo P., dan Arwan P.W. 2017. Analisis Pola Persebaran Klorofil-A, Suhu
Permukaan Laut, dan Arah Angin untuk Identifikasi Kawasan Upwelling Secara
Temporal Tahun 2003-2016 (Studi Kasus : Laut Halmahera). Jurnal Geodesi Undip.,
6(4): 506-516.
Putra, I.I., Abdi S., dan Arwan P.W. 2017. Analisis Pola Sebaran Area Upwelling
Menggunakan Parameter Suhu Permukaan Laut, Klorofil-A, Angin dan Arus Secara
Temporal Tahun 2003-2016 (Studi Kasus : Laut Banda). Jurnal Geodesi Undip., 6(4):
157-168.
Wirjohamidjojo, S. dan Sugarin. 2008. Praktek Meteorologi Kelautan. Jakarta: Badan
Meteorologi dan Geofisika.

Anda mungkin juga menyukai