MODUL 2
UPWELLING
Oleh:
Koordinator Praktikum:
Tim Asisten :
DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Lembar Pengesahan
No Keterangan Nilai
1 Pendahuluan
2 Tinjauan Pustaka
3 Materi Metode
4 Hasil
5 Pembahasan
6 Penutup
7 Daftar pustaka
Mengetahui,
Koordinator Mata Kuliah
Arus Laut
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Upwelling merupakan Fenomena yang biasa terjadi di suatu wilayah perairan yang
salah satunya ada di lautan atau samudra dan dipengaruhi oleh wind-driven motion (angin
bergerak) yang kuat, dingin yang biasanya membawa massa air yang kaya akan nutrien
ke arah permukaan laut. Selain itu upwelling juga dapat diartikan sebagai fenomena
naiknya massa air laut. Gerakan naiknya massa air ini juga diakibatnya karena adanya
stratifikasi seperti lapisan yang memiliki perbedaan densitas pada setiap lapisannya
karena dengan bertambahnya kedalaman perairan maka suhunya akan semakin turun dan
densitas meningkat hal ini menimbulkan energi untuk menggerakkan massa air secara
vertikal. Secara teoritis proses terjadinya upwelling adalah karena adanya pengaruh angin
dan adanya proses divergensi ekman. Angin menyebabkan pergerakan arus secara
vertikal disamping arus permukaan secara horizontal. Transfer netto lapisan permukaan
(dikenal sebagai transpor ekman) adalah 900 ke arah kanan di belahan bumi utara.
normalnya, air permukaan menanggapi gaya tersebut dengan bergerak seperti irisan
Fenomena upwelling yang terjadi di Indonesia anatara lain disebabkan oleh keadaan
kontur dasar perairan laut Indonesia yang sangat beragam hal ini dipengaruhi karena
adanya banyak pulau, penyempitan atau pelebaran selat dan juga banyak terdapatnya sill
(dataran lembah yang mencuat) di mulut cekungan laut. Kekosongan air dilapisan inilah
yang diisi oleh massa air dari bawah yang kaya nutrien. Pada saat terjadi upwelling,
salinitas permukaan mencapai 34%0 dan temperatur berkisar antara 26,40C-27,80C, kadar
plankton dan unsur-unsur fosfat, nitrat dan silikat naik dengan mencolok, sehingga
tingkat produktivitas tinggi. Sebaliknya pada downwelling terjadi penenggelaman air
permukaan sehingga menyebabkan produktivitas menurun.
2.2.2. SPL
Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu factor yang penting bagi kehidupan
organisme I lautan, karrena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolism maupun
perkembangbiakan dari organisme – organisme tersebut. SPL juga digunakan sebagai
indikasi penentuan kualitas suatu perairan (Ayu, 2011).
Kisaran suhu pada suatu daerah, umumnya ditentukan oleh besar kecilnya
pemanasan yang diterima dari matahari dan kedudukan lintang pada daerah itu sendiri.
Semakin tinggi kedudukan lintang di daerah tersebut, maka perambatan panas yang
diterima akan semakin lama. Sebaliknya, apabila semakin rendah kedudukan lintang
tersebut maka semakin cepat perambatan panasnya, karena jarak menentukan perambatan
panas dari matahari ke Bumi (Sediadi, 2012).
2.2.3. Citra MODIS
Menurut Tarigan (2009), Aqua diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002 dan memiliki
enam instrumen bumi yang mengamati serta mengumpulkan berbagai data global. Misi
Aqua merupakan bagian dari NASA yang berpusat Internasional Earth Observing System
(EOS). Aqua sebelumnya bernama EOS PM, menandakan sore waktu melintasi
khatulistiwa nya. Satelit Aqua (EOS PM-1) dengan sensor MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) dibuat oleh NASA, Amerika dan masih beroperasi hingga
sekarang. Sensor MODIS ini memiliki :
1. 36 band spektral (620-965nm, 3660-14385 μm)
2. 3 resolusi spektral (250m, 500m, dan 1 km)
3. Band spektral 8-16 diperuntukan khusus untuk pemantauan warna perairan
2.3. Daerah upwelling di wilayah perairan selatan selat Makassar
Proses Analisis upwelling dilakukan berdasarkan distribusi spasial konsentrasi
klorofil-a pada saat periode musim timur yaitu bulan mei-agustus. Ada bulan mei belum
terlihat tanda-tanda peningkatan konsentrasi klorofil-a di bagian Selatan Selat Makassar.
Memasuki bulan juni konsentrasi klorofil-a mulai ada peningkatan dan puncaknya terjadi
pada bulan agustus. Hasil analisis sebaran SPL dan klorofil-a pada tahun 2009 dan
2010menunjukkan bahwa terbentuknya SPL rata-rata berawal dari bulan juni.
Peningkatan pada SPL di ikuti juga oleh peningkatan klorofil-a. Peningkatan SPL dan
klorofil-a kemudian menyebar di seluruh Perairan Selatan Selat Makassar (Inaku, 2015).
2.4. Identifikasi Daerah Upwelling
2.4.1. Identifikasi Upwelling dengan Klorofil-a dan SPL
Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan (Birowo
dan Arief, 1983). Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan
tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya Kadar zat hara
tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan. Karenna perkembangan
fitoplankton sang at at kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik
selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan
selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut (Kasim, 2010).
Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplaknton
pada suatu perairan tertentu dan dapt digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan.
Berdasarkan penelitian Nontji (1974) dalam Presetiahadi, (1994) nilai rata-rata
kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata pada saat
berlangsung musim timur (0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada
musim barat (0,16 mg/m3). Daerah-daerah denga nilai klorofil tinggi mempunyai
hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air / upwelling (Laut Banda,
Arafura, Selat Bali dan selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai-sungai
Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan (Kasim, 2010).
2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Identifikasi Upwelling dengn Klorofil Adan SPL
SPL yaitu singkatan dari Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature). Suhu
permukaan laut merupakan salah satu parameter dalam oseanografi. Dalam
penggunaannya SPL sering dikaitkan dengan daerah penangkapan ikan atau sering
disebut Fishing Ground serta merupakan salah satu hal penting bagi kelangsungan hidup
organisme di laut. Distribusi SPL dapat dipengaruhi oleh besarnya kecepatan angin.
Apabila kecepatan angin lemah maka permukaan air menjadi tenang, sehingga proses
pemanasan pada permukaan perairan menjadi lama. Sementara itu jika kecepatan angin
tinggi maka akan terjadi proses pengadukan massa air sehingga massa air yang berada di
lapisa bawah akan bergerak menuju permukaan perairan sehingga terjadi penurunan suhu
permukaan laut (Yuhendrasmiko et al., 2016).
Data klorofil-a merupakan sebuah data yang sangat diperlukan dalam analisis
upwelling suatu perairan. Klorofil-a yaitu pigmen warna yang berperan dalam
penyerapan cahaya matahari. Selain itu klorofil-a juga dapat menyediakan energi untuk
proses fotosintesis berupa ogsigen. Klorofil-a di perairan banyak ditemukan pada semua
tanaman, ganggang hijau dan cyanobacteria. Dalam proses fotosintesis klorofil-a
berperan sebagai pendonor electron primer dalam rantai transpor elektron fotosintesis.
Sementara itu dalam kaitannya dengan analisis upwelling maka klorofil-a dapat
didapatkan citranya melalui sensor MODIS untuk kemudian dilakukan analisis dengan
tujuan memeroleh data yang valid (Fadlan et al., 2011).
3. MATERI METODE
3.2. Materi
3.2.1. Waktu dan Tempat
Hari, tanggal : Kamis, 12 Maret 2020
Waktu : 07.00 – 09.50 WIB
Tempat : Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang
3.3 Metode
3.3.1 Download Citra Aqua MODIS
1. Download citra dari ocean color NASA dengan membuka web
http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cms/
7. Lakukan langkah 3 dengan citra Aqua MODIS Sea Surface Temperature (daytime)
8. Pilih waktu monthly climatology
3.3.2 SeaDAS
1. Buka aplikasi SeaDas
3. Pada file manager buka file raster, klik sebanyak dua kali pada setiap raster
7. Pada menu view, pilih processing>> Reproject. Pada window I/O Parameters uncheck
“open in SeaDAS” kemudian pilih tempat yang akan kita gunakan untuk menyimpan.
8. Setelah memilih tempat untuk menyimpan file, pilih Reprojected Parameters, lalu ubah
nilai No- data value menjadi 0 setelah itu pilih Run, untuk menyimpan hasil dari Proses
“Reproject”. Pastikan projection yang digunakan adalah format WGS 1984.
3.3.3 Pengolahan excel
1. Buka Microsoft Excel
2. Pilih toolbar file>> pilih open, lalu buka file dari hasil ekstraksi di SeaDas
4. Lakukan proses pemfilteran untuk memilah data yang terdapat nilai 0 atau NaN
5. Lalu mencari nilai max,min,rerata, dan Standar deviasi sesuai dengan variabel
6. Kemudian mencari nilai a,b, dan c sebagai dasar dalam pengklasifikasian tipe upwelling
7. Setelah mencari nilai a,b, dan c, save file berdasarkan Excel Workbook 97-2003
3. Kemudian klik kanan pada layer citra bagian klorofil a, lalu pilih
properties>>symbology. Pada tab ini, beri tanda centang pada bagian Display
Background Value kemudian ubah stretch type menjadi Histogram Equalized. Setelah itu,
ganti warna citra sesuai dengan kebutuhan.
4. Pada ArcToolBox, pilih Map Algebra>> raster calculator kemudian masukkan syarat
upwelling berdasarkan kriteria yang sudah ada.
5. SST Lemah + CH Lemah = Upwelling lemah
10. Add data provinsi.shp untuk mengetahui wilayah daratan lokasi pemetaan.
4.1 Hasil
4.1.1. Hasil Perhitungan dan Klasifikasi Kriteria Upwelling Perairan Selatan Selat
Makassar
4.1.1.1. Sea Surface Temperature ( SST )
1) Bulan Juni 2018
Nilai Maksimum = 31.07 Nilai Rata-rata = 30.520C
Nilai Minimum = 29.8550C Standar Deviasi = 0.20C
A = 30.38 C = 30.84
B = 30.65
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL <30.840C
2. Upwelling Menengah (UM) = 30.650C <= UM < 30.840C
3. Upwelling Kuat (UK) = 30.380C <= UK < 30.650C
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK <= 30.380C
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL >30.29 0C
2. Upwelling Menengah (UM) = 30.08 0C <= UM < 30.290C
3. Upwelling Kuat (UK) = 29.770C <= UK < 30.080C
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK <= 29.770C
4.1.1.2. Klorofil A
1) Bulan Juni 2018
Nilai Maksimum = 1.031 mg/L Nilai Rata-rata = 0.27 mg/L
Nilai Minimum = 0.1533 mg/L Standar Deviasi = 0.13 mg/L
A = 0.170 C = 0.495
B = 0.365
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL <0.170 mg/L
2. Upwelling Menengah (UM) = 0.365mg/L <= UM < 0.170 mg/L
3. Upwelling Kuat (UK) = 0.495 mg/L <= UK < 0.365 mg/L
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK >= 0.495 mg/L
A = 0.358 C = 0.929
B = 0.7014
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL < 0.358mg/L
2. Upwelling Menengah (UM) = 0.7014 mg/L <= UM < 0.358 mg/L
3. Upwelling Kuat (UK) = 0.929 mg/L <= UK <0.701 mg/L
5.1 Kesimpulan
1. Proses terjadinya upwelling yaitu karena kekosongan massa air di lapisan atasnya
sehingga terjadi divergensi. Salah satu parameter terjadinya upwelling yaitu adanya
SPL yang rendah dan klorofil-a yang tinggi.
2. Manfaat upwelling di bidang oseanografi yaitu merupakan parameter produktivitas
perairan untuk mengetahui tingkat kesuburan suatu perairan.
5.2 Saran
1. Praktikan diharapkan mengetahui penggunaan SeaDAS dan ArcGIS sebagai pengolah
data.
2. Praktikan lebih memahami proses pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA