Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM ARUS LAUT

MODUL 2
UPWELLING

Oleh:

HAJAR SHOFWATUL ISLAM 26050118120007 OSEANOGRAFI A

Koordinator Praktikum:

Dr. Kunarso, ST, MSi.


NIP. 19690525 199603 1 002

Tim Asisten :

Fero Arrul Fiqhi 26050117130064


Kukuh Adhy Prasetya 26050117140036
Faradian Nurul Hapsari 26050117130066
Anggie Almira Rizkiana 26050117130056
Ega Nadia B.U. 26050117140035
Daniel Alfha Mahestro 26050117130072
Pratama Al Bintani 26050117130071
Farah Anggi Winarti 26050117130075
Nur Fikri Sandi 26050117130068
Hovaldo Bernandes CIK 26050117130069
Ghifari Raihan Silam Siregar 26050117130061
Misbahul Diptya Pawitra 26050117120011
Ginnia Julianti Utomo 26050117120023
Rafi Alfani 26050117130058

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Lembar Pengesahan

No Keterangan Nilai
1 Pendahuluan
2 Tinjauan Pustaka
3 Materi Metode
4 Hasil
5 Pembahasan
6 Penutup
7 Daftar pustaka

Semarang, 12 Maret 2020


Asisten Praktikan

FARAH ANGGI WINARTI HAJAR SHOFWATUL ISLAM


NIM. 26050117130075 NIM. 26050118120007

Mengetahui,
Koordinator Mata Kuliah
Arus Laut

Dr. Kunarso, ST, MSi.


NIP. 19690525 199603 1 002

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Upwelling merupakan Fenomena yang biasa terjadi di suatu wilayah perairan yang
salah satunya ada di lautan atau samudra dan dipengaruhi oleh wind-driven motion (angin
bergerak) yang kuat, dingin yang biasanya membawa massa air yang kaya akan nutrien
ke arah permukaan laut. Selain itu upwelling juga dapat diartikan sebagai fenomena
naiknya massa air laut. Gerakan naiknya massa air ini juga diakibatnya karena adanya
stratifikasi seperti lapisan yang memiliki perbedaan densitas pada setiap lapisannya
karena dengan bertambahnya kedalaman perairan maka suhunya akan semakin turun dan
densitas meningkat hal ini menimbulkan energi untuk menggerakkan massa air secara
vertikal. Secara teoritis proses terjadinya upwelling adalah karena adanya pengaruh angin
dan adanya proses divergensi ekman. Angin menyebabkan pergerakan arus secara
vertikal disamping arus permukaan secara horizontal. Transfer netto lapisan permukaan
(dikenal sebagai transpor ekman) adalah 900 ke arah kanan di belahan bumi utara.
normalnya, air permukaan menanggapi gaya tersebut dengan bergerak seperti irisan
Fenomena upwelling yang terjadi di Indonesia anatara lain disebabkan oleh keadaan
kontur dasar perairan laut Indonesia yang sangat beragam hal ini dipengaruhi karena
adanya banyak pulau, penyempitan atau pelebaran selat dan juga banyak terdapatnya sill
(dataran lembah yang mencuat) di mulut cekungan laut. Kekosongan air dilapisan inilah
yang diisi oleh massa air dari bawah yang kaya nutrien. Pada saat terjadi upwelling,
salinitas permukaan mencapai 34%0 dan temperatur berkisar antara 26,40C-27,80C, kadar
plankton dan unsur-unsur fosfat, nitrat dan silikat naik dengan mencolok, sehingga
tingkat produktivitas tinggi. Sebaliknya pada downwelling terjadi penenggelaman air
permukaan sehingga menyebabkan produktivitas menurun.

I.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui proses terjadinya upwelling di perairan
2. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat upwelling dalam bidang oseanografi
3. Mahasiswa mengetahui intensitas dan jenis upwelling di Perairan Selatan Selat
Makassar

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Upwelling
Upwelling adalah proses yang terjadi di arus permukaan yang sangat penting bagi
produksi biota planktonik ini dapat terjadi pada waktu tertentu (sekurang-kurangnya
dalam hitungan minggu). Seperti diketahui arus air tidak hanya bergerak secara mendatar
(horizontal), tetapi dapat pula bergerak secara menegak (vertikal) dalam beberapa sebab.
Kadar hara yang tinggi pada saat terjadi upwelling di permukaan perairan dipadukan
dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi, akan memacu laju fotosintesa fitoplankton
(plankton nabati) kemudian fitoplankton ini akan dimakan oleh kopepoda dan
zooplankton lain yang bersifat plankton feeder yang merupakan pakan utama bagi
berbagai jenis ikan pelagis kecil (Kasim, 2010).
Upwelling merupakan fenomena laut akibat adanya interaksi antara tekanan
angin di atas permukaan laut dan gaya geostropik, air dipompa ke permukaan untuk
mengisi kekosongan akibat arus divergensi di permukaan. Upwelling membawa serta air
yang lebih dingin dan lebih kaya akan nutrien. Upwelling mengakibatkan produktifitas
primer meningkat yang pada akhirnya produksi biologis meningkat pula hingga ke semua
tropik level (Nababan, Zulkarnaen, & Gaol, 2009).
II.2 Faktor Upwellling
2.2.1. Klorofil-a
Klorofil a merupakan komponen penting yang didukung fitoplankton dan tumbuhan
air yang mana keduanya merupakan sumber makanan alami bagi ikan. Klorofil-a adalah
suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peran penting terhadap
berlangsungnya proses fotosintesis (Makmur, 2008).
Klorofil-a di suatu perairan dapat digunakan sebagai ukuran produktivitas primer
fitoplankton, karena pada umunya dapat dijumpai pada semua jenis fitoplankton.
Konsentrasi klorofil-a untuk perairan tipe oligotrofik sebesar 0 – 4 mg/m³, tipe
mesotrofik sebesar 4 – 10 mg/m³, dan tipe eutrofik sebesar 10 – 100 mg/m³. Konsentrasi
klorofil-a di perairan dapat mewakili biomassa dari alga atau fitoplankton. Konsentrasi
klorofil-a dalam fitoplankton sekitar 0,5 – 2 % berat tubuh. Konsentrasi klorofil-a dari
tiap jenis fitoplankton berbeda-beda. Konsentrasi klorofil-a berbanding lurus dengan
biomassa fitoplankton (Makmur, 2008).

2.2.2. SPL
Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu factor yang penting bagi kehidupan
organisme I lautan, karrena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolism maupun
perkembangbiakan dari organisme – organisme tersebut. SPL juga digunakan sebagai
indikasi penentuan kualitas suatu perairan (Ayu, 2011).
Kisaran suhu pada suatu daerah, umumnya ditentukan oleh besar kecilnya
pemanasan yang diterima dari matahari dan kedudukan lintang pada daerah itu sendiri.
Semakin tinggi kedudukan lintang di daerah tersebut, maka perambatan panas yang
diterima akan semakin lama. Sebaliknya, apabila semakin rendah kedudukan lintang
tersebut maka semakin cepat perambatan panasnya, karena jarak menentukan perambatan
panas dari matahari ke Bumi (Sediadi, 2012).
2.2.3. Citra MODIS
Menurut Tarigan (2009), Aqua diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002 dan memiliki
enam instrumen bumi yang mengamati serta mengumpulkan berbagai data global. Misi
Aqua merupakan bagian dari NASA yang berpusat Internasional Earth Observing System
(EOS). Aqua sebelumnya bernama EOS PM, menandakan sore waktu melintasi
khatulistiwa nya. Satelit Aqua (EOS PM-1) dengan sensor MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) dibuat oleh NASA, Amerika dan masih beroperasi hingga
sekarang. Sensor MODIS ini memiliki :
1. 36 band spektral (620-965nm, 3660-14385 μm)
2. 3 resolusi spektral (250m, 500m, dan 1 km)
3. Band spektral 8-16 diperuntukan khusus untuk pemantauan warna perairan
2.3. Daerah upwelling di wilayah perairan selatan selat Makassar
Proses Analisis upwelling dilakukan berdasarkan distribusi spasial konsentrasi
klorofil-a pada saat periode musim timur yaitu bulan mei-agustus. Ada bulan mei belum
terlihat tanda-tanda peningkatan konsentrasi klorofil-a di bagian Selatan Selat Makassar.
Memasuki bulan juni konsentrasi klorofil-a mulai ada peningkatan dan puncaknya terjadi
pada bulan agustus. Hasil analisis sebaran SPL dan klorofil-a pada tahun 2009 dan
2010menunjukkan bahwa terbentuknya SPL rata-rata berawal dari bulan juni.
Peningkatan pada SPL di ikuti juga oleh peningkatan klorofil-a. Peningkatan SPL dan
klorofil-a kemudian menyebar di seluruh Perairan Selatan Selat Makassar (Inaku, 2015).
2.4. Identifikasi Daerah Upwelling
2.4.1. Identifikasi Upwelling dengan Klorofil-a dan SPL
Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan (Birowo
dan Arief, 1983). Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan
tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya Kadar zat hara
tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan. Karenna perkembangan
fitoplankton sang at at kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik
selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan
selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut (Kasim, 2010).
Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplaknton
pada suatu perairan tertentu dan dapt digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan.
Berdasarkan penelitian Nontji (1974) dalam Presetiahadi, (1994) nilai rata-rata
kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata pada saat
berlangsung musim timur (0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada
musim barat (0,16 mg/m3). Daerah-daerah denga nilai klorofil tinggi mempunyai
hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air / upwelling (Laut Banda,
Arafura, Selat Bali dan selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai-sungai
Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan (Kasim, 2010).
2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Identifikasi Upwelling dengn Klorofil Adan SPL
SPL yaitu singkatan dari Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature). Suhu
permukaan laut merupakan salah satu parameter dalam oseanografi. Dalam
penggunaannya SPL sering dikaitkan dengan daerah penangkapan ikan atau sering
disebut Fishing Ground serta merupakan salah satu hal penting bagi kelangsungan hidup
organisme di laut. Distribusi SPL dapat dipengaruhi oleh besarnya kecepatan angin.
Apabila kecepatan angin lemah maka permukaan air menjadi tenang, sehingga proses
pemanasan pada permukaan perairan menjadi lama. Sementara itu jika kecepatan angin
tinggi maka akan terjadi proses pengadukan massa air sehingga massa air yang berada di
lapisa bawah akan bergerak menuju permukaan perairan sehingga terjadi penurunan suhu
permukaan laut (Yuhendrasmiko et al., 2016).
Data klorofil-a merupakan sebuah data yang sangat diperlukan dalam analisis
upwelling suatu perairan. Klorofil-a yaitu pigmen warna yang berperan dalam
penyerapan cahaya matahari. Selain itu klorofil-a juga dapat menyediakan energi untuk
proses fotosintesis berupa ogsigen. Klorofil-a di perairan banyak ditemukan pada semua
tanaman, ganggang hijau dan cyanobacteria. Dalam proses fotosintesis klorofil-a
berperan sebagai pendonor electron primer dalam rantai transpor elektron fotosintesis.
Sementara itu dalam kaitannya dengan analisis upwelling maka klorofil-a dapat
didapatkan citranya melalui sensor MODIS untuk kemudian dilakukan analisis dengan
tujuan memeroleh data yang valid (Fadlan et al., 2011).
3. MATERI METODE
3.2. Materi
3.2.1. Waktu dan Tempat
Hari, tanggal : Kamis, 12 Maret 2020
Waktu : 07.00 – 09.50 WIB
Tempat : Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang

3.2.2. Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat Praktikum Upwelling
No Nama Gambar Kegunaan
.
1 Laptop Sebagai alat untuk melakukan
pengolahan data

2 SeaDAS Berfungsi untuk melakukan


cropping dan reprojecting
citra
3 ArcMap 10.3 Berfungsi untuk mengolah
citra dari SeaDAS dan
menampilkan sebaran
upwelling
4 Microsoft Office Menghitung nilai min, max,
Excel average, standar deviasi dan a,
b, c dari data klorofil-a dan
SST

5 Web Browser Sebagai web browser untuk


(Firefox) mengakses citra dari web
oceancolor

Tabel 2. Bahan Praktikum Upwelling


No Nama Gambar Kegunaan
.
1 Citra MODIS Aqua Sebagai data yang
Konsentrasi Klorofil A dan akan diolah untuk
SST Bulan Juni-Agustus2018 menentukan peta
sebaran upwelling

2 File Provinsi Untuk menunjukkan


lokasi yang digunakan
dari peta Indonesia

3 Logo Undip Sebagai identitad


lembaga pendidikan
tingkat universitas

3.3 Metode
3.3.1 Download Citra Aqua MODIS
1. Download citra dari ocean color NASA dengan membuka web
http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cms/

2. Lalu pilih data >> Level 3 Browser

3. Pilih cita Aqua MODIS Chlorophyll Concentration


4. Pilih waktu monthly climatology

5. Pilih resolusi 4 km agar cakupan dari citra lebih jelas

6. Download citra pada bulan Juni-Agustus, dengan format SMI

7. Lakukan langkah 3 dengan citra Aqua MODIS Sea Surface Temperature (daytime)
8. Pilih waktu monthly climatology

9. Lalu pilih resolusi 4km

10. Setelah terunduh, simpan

3.3.2 SeaDAS
1. Buka aplikasi SeaDas

2. Kemudian pilih file>>>>Open>>>>buka citra yang terunduh

3. Pada file manager buka file raster, klik sebanyak dua kali pada setiap raster

4. Pilih synchronize compatible product view dan synchcronize cursor

5. Kemudian cropping pada bagian di Perairan Selatan Selat Makassar


6. Pilih menu processing, lalu pilih crop, kemudian pilih OK

7. Pada menu view, pilih processing>> Reproject. Pada window I/O Parameters uncheck
“open in SeaDAS” kemudian pilih tempat yang akan kita gunakan untuk menyimpan.

8. Setelah memilih tempat untuk menyimpan file, pilih Reprojected Parameters, lalu ubah
nilai No- data value menjadi 0 setelah itu pilih Run, untuk menyimpan hasil dari Proses
“Reproject”. Pastikan projection yang digunakan adalah format WGS 1984.
3.3.3 Pengolahan excel
1. Buka Microsoft Excel

2. Pilih toolbar file>> pilih open, lalu buka file dari hasil ekstraksi di SeaDas

3. Data yang tidak diperlukan dihapus

4. Lakukan proses pemfilteran untuk memilah data yang terdapat nilai 0 atau NaN
5. Lalu mencari nilai max,min,rerata, dan Standar deviasi sesuai dengan variabel

6. Kemudian mencari nilai a,b, dan c sebagai dasar dalam pengklasifikasian tipe upwelling

7. Setelah mencari nilai a,b, dan c, save file berdasarkan Excel Workbook 97-2003

3.3.4 Olah Citra Penentuan daerah upwelling di ArcGIS


1. Buka aplikasi ArcGIS hingga muncul tampilan sebagai berikut
2. Pada Toolbar, Pilih Add Data,kemudian masukan data SST dan Klorofil yang sudah
diekstraksi dan dilakukan proses cropping dengan aplikasi SeaDas

3. Kemudian klik kanan pada layer citra bagian klorofil a, lalu pilih
properties>>symbology. Pada tab ini, beri tanda centang pada bagian Display
Background Value kemudian ubah stretch type menjadi Histogram Equalized. Setelah itu,
ganti warna citra sesuai dengan kebutuhan.

4. Pada ArcToolBox, pilih Map Algebra>> raster calculator kemudian masukkan syarat
upwelling berdasarkan kriteria yang sudah ada.
5. SST Lemah + CH Lemah = Upwelling lemah

6. SST Medium + CH Medium = Upwelling medium

7. SST Kuat + CH Kuat = Upwelling kuat

8. SST sangat kuat + CH sangat kuat = Upwelling sangat kuat


9. Sehingga, setelah semua kriteria dimasukkan akan seperti ini.

10. Add data provinsi.shp untuk mengetahui wilayah daratan lokasi pemetaan.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1. Hasil Perhitungan dan Klasifikasi Kriteria Upwelling Perairan Selatan Selat
Makassar
4.1.1.1. Sea Surface Temperature ( SST )
1) Bulan Juni 2018
Nilai Maksimum = 31.07 Nilai Rata-rata = 30.520C
Nilai Minimum = 29.8550C Standar Deviasi = 0.20C
A = 30.38 C = 30.84
B = 30.65
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL <30.840C
2. Upwelling Menengah (UM) = 30.650C <= UM < 30.840C
3. Upwelling Kuat (UK) = 30.380C <= UK < 30.650C
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK <= 30.380C

2) Bulan Juli 2018


Nilai Maksimum = 30.4550C Nilai Rata-rata = 29.8641960C
Nilai Minimum = 29.090C Standar Deviasi =0.19607810C
A = 29.71 C = 30.20
B = 30.01
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL > 30.200C
2. Upwelling Menengah (UM) = 30.010C <= UM < 30.200C
3. Upwelling Kuat (UK) = 29.710C <= UK < 30.010C
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK <= 29.710C

3) Bulan Agustus 2018


Nilai Maksimum = 30.65 Nilai Rata-rata = 29.9290C
Nilai Minimum = 29.2850C Standar Deviasi = 0.211620C
A = 29.77 C = 30.29
B = 30.08

Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL >30.29 0C
2. Upwelling Menengah (UM) = 30.08 0C <= UM < 30.290C
3. Upwelling Kuat (UK) = 29.770C <= UK < 30.080C
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK <= 29.770C

4.1.1.2. Klorofil A
1) Bulan Juni 2018
Nilai Maksimum = 1.031 mg/L Nilai Rata-rata = 0.27 mg/L
Nilai Minimum = 0.1533 mg/L Standar Deviasi = 0.13 mg/L
A = 0.170 C = 0.495
B = 0.365
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL <0.170 mg/L
2. Upwelling Menengah (UM) = 0.365mg/L <= UM < 0.170 mg/L
3. Upwelling Kuat (UK) = 0.495 mg/L <= UK < 0.365 mg/L
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK >= 0.495 mg/L

2) Bulan Juli 2018


Nilai Maksimum = 2.4057mg/L Nilai Rata-rata = 0.3824mg/L
Nilai Minimum = 0.1485mg/L Standar Deviasi =0.2429mg/L
A = 0.200 C = 0.807
B = 0.564
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL < 0.200 mg/L
2. Upwelling Menengah (UM) = 0.564 mg/L <= UM < 0.200 mg/L
3. Upwelling Kuat (UK) = 0.807 mg/L <= UK < 0.564 mg/L
4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK >= 0.807 mg/L

3) Bulan Agustus 2018


Nilai Maksimum = 1.414mg/L Nilai Rata-rata = 0.5301mg/L

Nilai Minimum = 0.225mg/L Standar Deviasi = 0.2284mg/L

A = 0.358 C = 0.929

B = 0.7014

Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling Lemah (UL) = UL < 0.358mg/L
2. Upwelling Menengah (UM) = 0.7014 mg/L <= UM < 0.358 mg/L
3. Upwelling Kuat (UK) = 0.929 mg/L <= UK <0.701 mg/L

4. Upwelling Sangat Kuat (USK) = USK >= 0.929 mg/L


3. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Proses terjadinya upwelling yaitu karena kekosongan massa air di lapisan atasnya
sehingga terjadi divergensi. Salah satu parameter terjadinya upwelling yaitu adanya
SPL yang rendah dan klorofil-a yang tinggi.
2. Manfaat upwelling di bidang oseanografi yaitu merupakan parameter produktivitas
perairan untuk mengetahui tingkat kesuburan suatu perairan.

5.2 Saran
1. Praktikan diharapkan mengetahui penggunaan SeaDAS dan ArcGIS sebagai pengolah
data.
2. Praktikan lebih memahami proses pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, D. R. A. (2011). STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT


MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS. Program Studi Teknik Geomatika ITS-
Sukolilo, Surabaya, 1–7.
Fadlan, A., Sugianto, D. N., Kunarso, & Zainuri, M. (2011). Pengaruh Fenomena Monsun, El
Nino Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean DIpoole (IOD) Terhapad Anomali
Tinggi Muka Laut di Utara dan Selatan Pulau Jawa. Ilmu Kelautan, 16(3), 171–180.
https://doi.org/10.14710/ik.ijms.16.3.171-180
Inaku, D. F. (2015). Analisis Pola Sebaran dan Perkembangan Area Upwelling di Bagian
Selatan Selat Makassar.
Kasim, F. (2010). Analisis Distribusi Suhu Permukaan Menggunakan Data Citra Satelit Aqua-
Modis dan Perangkat Lunak Seadas di Perairan Teluk Tomini. Analisis Distribusi
Pemanfaatan Citra Satelit, 3(April), 270–276.
Makmur, M. (2008). Pengaruh Upwelling Terhadap Ledakan Alga (Blooming Algae) di
Lingkungan Perairan Laut. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolaha Limbah
VI-BATAN-RISTEK, 6, 240–245.
Nababan, B., Zulkarnaen, D., & Gaol, J. L. (2009). Variabilitas Konsentrasi Klorofil-a di
Perairan Utara Sumbawa Berdasarkan Data Satekit SeaWiFS. Jurnal Ilmu Dan
Teknologi Kelautan Tropis, 1(2), 72–83.
Sediadi, A. (2012). Effek Upwelling Terhadap Kelimpahan Dan Distribusi Fitoplankton Di
Perairan Laut Banda Dan Sekitarnya. MAKARA of Science Series, 8(2), 43–51.
https://doi.org/10.7454/mss.v8i2.409.
Yuhendrasmiko, R., Kunarso, & Wirasatriya, A. (2016). Identifikasi Variasibilitas Upwelling
Berdasarkan Indikator suhu dan klorofil-A di Selatan Lombok. 5(November 2015), 530–
537.

Anda mungkin juga menyukai