Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PENDAHULUAN PRAKTIKUM ARUS LAUT

MODUL 2
UPWELLING

Oleh:

Khana Nadira S 26050120140166 Oseanografi B

Koordinator Praktikum:
Dr. Kunarso, ST, MSi.
NIP. 19690525 199603 1 002

Tim Asisten :

Deera Herdi Mardhiyah 26050119130067


Ahmad Fai’q Indra Susilo 26050119130057
Ebenezer Michael Dave 26050119130119
Riyanti Maharani Ilyas 26050119120014
Siti Hamidah 26050119120018
Petrik Siano Okta Prima L. 26050119130125
Ferancha Retika 26050119130049
Riska Widyah Ningrum 26050119120002
Salma Nabila Khairunnisa 26050119130063
Ramadoni Khirtin 26050119130079
Eka Salma Afifah Putri 26050119120010
Arij Kemala Yasmin R. 26050119140144
Amalia Sekar A. 26050119130135
Kurnia Fajar Hidayat 26050119130104

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONOGORO
SEMARANG
2021
TUGAS PENDAHULUAN

MODUL 2: UPWELLING

1. Upwelling
Upwelling merupakan fenomena naiknya massa air yang dingin serta kaya zat
hara dari lapisan yang lebih dalam ke lapisan atas atau menuju permukaan. Daerah
upwelling kaya akan zat hara, maka daerah tersebut merupakan daerah yang subur
dimana konsentrasi klorofil-a atau planktonnya tinggi, sehingga merupakan daerah
perikanan yang baik (kaya). Salah satu daerah yang telah teridentifikasi adanya
upwelling adalah Selatan Jawa hingga selatan pulau Sumbawa. Hal ini di buktikan
dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, misalnya penelitian yang telah
dilakukan oleh Nontji (1993), Susanto et al.(2001), dan Kunarso (2005). Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan adanya fenomena upwelling di daerah tersebut.
Penelitian-peneltian yang dilakukan dilakukan diatas mengkaji daerah yang sangat
luas, oleh karena itu diperlukannya kajian untuk daerah yang lebih spesifik. Selat
Lombok merupakan salah satu perairan yang memiliki produktivitas perairan yang
tinggi akibat adanya fenomena upwelling yang terjadi secara musiman di Selat
Lombok. Hal ini sangat menarik untuk dikaji karena masih sedikitnya kajian di
daerah ini, oleh karena itu diperlukannya analisa suhu dan klorofil-a sebagai indikator
pendugaan daerah upwelling yang dikaitkan dengan pola angin diperairan Selat
Lombok ( Yuhendrasmiko et al ., 2016 ).
Laut Banda merupakan salah satu perairan yang memiliki kekayaan muatan unsur
hara yang melimpah. Sebaran unsur hara tersebut dapat diketahui dengan adanya
fenomena upwelling di laut Banda. Salah satu cara untuk menganalisis upwelling
tersebut menggunakan citra Aqua MODIS (klorofil-a dan suhu permukaan laut)
sebagai parameter upwelling, citra Quickscatt untuk arah dan kecepatan angin, serta
data permodelan Aviso untuk pola arus. Di berbagai wilayah laut di Indonesia
terutama di laut Banda, diperkirakan setiap tahunnya terjadi fenomena upwelling
dengan berbagai karakteristik dan pola persebarannya. Untuk membuktikan hal
tersebut akan di analisa perkembanagan dan karakteristik fenomena upwelling setiap
tahunnya secara bulanan dan rata-rata dalam 14 tahun. Untuk menegetahui wilayah
upwelling di wilayah ini, kita dapat menggunakan metode pengindraan jauh. Salah
satunya memanfaatkan citra Aqua MODIS ( Putra et al ., 2017 ).

2. Proses Terjadinya Upwelling


Upwelling terjadi karena adanya proses divergensi ekman dan pengaruh angin.
Upwelling bisa terjadi di perairan laut lepas dan perairan pantai dimana proses
terjadinya di kedua perairan tersebut berbeda - beda, dimana pada perairan laut lepas
dipengaruhi oleh pergerakan arus yang menyebar dari massa air lapisan bawah yang
naik ke permukaan dan mengisi kekosongan. Sedangkan proses terjadinya upwelling
di perairan pantai, yaitu terjadinya divergensi ekman akibat tiupan angin sejajar
pantai. Massa air yang bergerak dari dalam menuju kepermukaan menyebabkan suhu
permukaan laut (SPL) yang rendah, tingginya salinitas dan kandungan zat hara yang
tinggi di butuhkan untuk makanan ikan ke permukaan laut ( Swara et al ., 2021 ).

Gambar 1. Proses Terjadinya Upwelling


( Sumber : National Geographic )
Terjadinya upwelling akan menyebabkan salinitas tinggi, SPL rendah, densitas
tinggi, oksigen relatif rendah dan fosfat tinggi terutama pada batas bawah dari lapisan
homogen. Semua penelitian yang telah dilakukan baik skala in situ maupun dengan
menggunakan teknologi penginderaan jauh hanya berfokus pada proses terjadinya
upwelling dari perubahan fisik, kimia dan biologi tetapi belum disertai perhitungan
indeks upwelling. Indeks upwelling ini ditentukan oleh nilai stres angin dan gaya
Coriolis. Hal ini menjadi menarik untuk melakukan kajian upwelling dengan
menggunakan perhitungan indeks upwelling di wilayah Laut Banda ( Tristianto et al.,
2021 ).

3. Faktor Upwelling

3.1. SPL

Secara geografis perairan Sumatera Barat berada di Samudera Hindia. Samudera


Hindia juga dipengaruhi oleh angin muson. Pergantian arah angin muson 2 kali
dalam setahun mengakibatkan sirkulasi massa air ikut berubah ubah. Aktivitas
oseanografi yang terjadi di Samudera Hindia seperti pergerakan massa air musiman
yang terjadi di Samudera Hindia juga mempengaruhi sebaran SPL (suhu permukaan
laut) di perairan Sumatera Barat. Suhu permukaan laut merupakan salah satu faktor
utama pergerakan siklus musim baik di daerah tropis maupun subtropis, dimana suhu
permukaan laut mempengaruhi kondisi atmosfer, cuaca, upwelling, dan musiman,
bahkan munculnya fenomena El Nino dan La Nina dapat dipelajari melalui suhu
permukaan laut. Peta sebaran SPL juga dapat mengetahui lokasi upwelling di
perairan. Daerah terjadinya upwelling umumnya merupakan perairan yang subur.
Dimana perairan tersebut kaya akan nutrient. Jika diketahui daerah perairan yang
subur tersebut maka daerah penangkapan ikan dapat diketahui, karena migrasi ikan
cenderung ke perairan yang subur.

Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah antara 18-
30°C. Suhu permukaan laut yang tinggi diperairan dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem diperairan laut. Pengamatan sebaran SPL secara langsung diperairan sulit
dilakukan, perairan laut yang luas dan SPL yang berubah-ubah menjadi kendala
dalam pengamatan sebaran SPL secara langsung. Untuk itu pengamatan sebaran SPL
menggunakan citra satelit dinilai tepat karena dapat merekam SPL diperairan dengan
wilayah yang luas dalam waktu yang bersamaan. Peta sebaran SPL diperairan telah
banyak diaplikasikan dibidang perikanan dan Dinamika Lingkungan Indonesia.
Walaupun citra suhu permukaan laut tersebut hanya menggambarkan keadaan sesaat
sebaran suhu permukaan laut di daerah studi, akan tetapi fenomena yang terjadi
berubah sangat lambat, sehingga untuk kondisi beberapa hari suhu tersebut dapat
dianggap sama. Dengan begitu pengamatan fenomena oseanografi seperti sebaran
SPL sangat efektif dilakukan untuk wilayah yang luas dengan metode penginderaan
jauh menggunakan citra satelit.( Alfajri et al., 2017 ).

3.2. Klorofil-A

Keberadaan klorofil-a di laut memiliki peranan penting dalam identifikasi


kesuburan di sebuah perairan. Kandungan klorofil-a di laut dapat dipengaruhi oleh
beberapa unsur seperti suhu permukaan laut, arah angin, serta arus laut. Ketiganya
memiliki peran penting dalam terjadinya upwelling serta downwelling yang mana
dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan klorofil. Varibilitas suhu dan
klorofil-a permukaan laut dapat digunakan untuk menentukan daerah perairan yang
memiliki potensi besar keberadaan ikan. Perubahan suhu serta arah angin umumnya
disebabkan oleh pola pergerakan monsun. Pola monsun dapat dibedakan menjadi
Musim Barat (Desember-Februari), Musim Peralihan I (Maret-Mei), Musim
Peralihan II (Juni-Agustus), serta Musim Timur (September-November).

Pola musiman ini yang akan mempengaruhi kondisi suhu permukaan laut serta
arah angin di perairan utara Jawa, yang mana berkaitan dengan terjadinya upwelling
dan downwelling. Variabilitas suhu dan sebaran klorofil-a dikaji menggunakan
penginderaan jauh melalui data aqua modis dari Bulan Januari 2006 sampai dengan
Desember 2016. Data tersebut yang akan digunakan untuk menentukan pola
distribusi klorofil-a di perairan utara Jawa secara musiman. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh variabilitas klorofil-a di perairan utara Jawa
terhadap monsun. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terkait
pengaruh kondisi atmosfer khususnya perubahan monsun dengan distribusi klorofil-
a yang terdapat di perairan utara Jawa. ( Mahagnyana et al., 2017 ).

3.3. Ocean Color dan Seadass


Penelitian tentang fenomena oceanografi baik skala global maupun mesoscale
memerlukan pengamatan suhu permukaan laut (SST) dan ocean color imagery dari
satelit. Sehingga memudahkan dalam mempelajari berbagai fenomena terkait lainnya
yang berlangsung di lautan. Peralatan yang dibutuhkan adalah unit perangkat
komputer berbasis linux (Fedora core 6) serta software Seadas. SeaDas ( SeaWifs
Data Analysis System ) adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh NASA (
National Aeronautics and Space Administration ), Amerika pada tahun 1997,
merupakan paket analisis satelit secara komprehensif untuk memproses,
menampilkan, dan menganalisa semua produk dari daa satelit ocean color SeaWiFS
( Sea-Viewing Wide Field of-view Sensor ) termasuk data ancillary-nya.

Dalam perkembanganya, software SeaDas tersebut juga memiliki kemampuan


untuk memproses data satelit ocean color lainnya seperti CZCS ( Coastal Zone Color
Scanner ), ADEOS / OCTS ( Ocean Color Thermal System ), MODIS ( Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer ), dan MOS ( Modular Optoelectronic
Scanner ). Selain itu, dapat juga digunakan untuk menanpilkan citra suhu permukaan
laut dari data AVHRR ( Advanced Very High Resolution Radiometer ).SeaDas ini
dilengkapi juga dengan spftware pemrogaman IDL ( Interactive Data Language )
yang memungkinkan si pemgguna mengembangkan aplikasi-nya ( Kasim, 2010 ).

3.4. Citra MODIS

Untuk mengetahui variabilitas upwelling di Laut Banda dan mengetahui


hubungan antar parameter ( Indeks upwelling SPL,Klorofil di Laut Banda
menggunakan data satelit penginderaan jauh AQUA-MODIS. Pengolahan Data citra
Aqua MODIS yang terdiri dari data Suhu Permukaan Laut dan klorofil-a harian serta
data angin ECMWF dilakukan perhitungan menjadi komposit bulanan dari data
harian. Perhitungan ini dilakukan menggunakan software pemrograman GrADS.

Perhitungan komposit bulanan dilakukan untuk melihat variabilitas setiap


parameter secara spasial dan temporal. Komposit bulanan dari Suhu Permukaan Laut,
klorofil-a dan angin selanjutnya dilakukan perhitungan komposit klimatologis
dengan software GrADS menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑋̅(𝑥, 𝑦) = 1 n ∑ 𝑥𝑖(𝑥, 𝑦,𝑡) 𝑛 𝑖=1

Keterangan :

𝑋̅(𝑥, 𝑦) = rata-rata bulanan (monthly climatology)

𝑥𝑖(𝑥, 𝑦,𝑡) = Data harian ke-1 pada posisi bujur (x),lintang (y) dan hari ke-t

n = jumlah data dalam 1 bulan

i=1 = Hari ke-1 ( Tristianto et al., 2021 ).

4. Identifikasi Daerah Upwelling

4.1 Identifikasi Daerah Upwelling dengan Klorofil A dan SPL

Pemahaman variabilitas upwelling di daerah perairan Selatan Jawa hingga Timor


tidak bias lepas dari pemahaman variabilitas anomali iklim global yang terjadi yaitu
ENSO dan IOD. Pada saat El Niño bersamaan dengan IOD positif, maka upwelling
yang terjadi di selatan Bali hingga Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur menjadi kuat.
Sebaliknya pada saat La Niña bersamaan dengan IOD negatif maka upwelling yang
terjadi di lokasi tersebut menjadi lemah. Sehingga IOD dan ENSO akan memiliki
pengaruh besar terhadap distribusi klorofil-A pada periode upwelling di Perairan
Sumbawa Selatan. Dengan mengetahui kondisi tersebut, diharapkan dengan
penelitian dapat menjadi dasar dalam perkiraan potensi perikanan sehingga dapat
membantu nelayan untuk menangkap ikan secara efektif dan efisien dan aktivitas
nelayan lokal di sekitar Perairan Sumbawa Selatan dapat berjalan optimal.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data
citra MODIS ( Moderate Resolution Imaging Spektroradiometer ) level 3(tiga) dari
satelit Aqua dan Terra periode bulanan, berupa distribusi spasial SPL ( Suhu
Permukaan Laut ) dan klorofil-a bulanan periode upwelling pada bulan Agustus dan
November 2001-2010 di Perairan Sumbawa Selatan. Penurunan konsentrasi klorofil-
A ini dipengaruhi juga oleh intesnsitas upwelling yang semakin melemah.
Menurunnya intensitas upwelling mempengaruhi transport nutrien dari dasar laut ke
permukaan laut menurun sehingga perairan menjadi tidak subur dan pertumbuhan
fitoplankton terhambat ( Putra et al., 2017 ).

4.2 Kelebihan dan Kekurangan Identifikasi Upwelling dengan Klorofil A dan SPL

Dalam melakukan penangkapan ikan, informasi daerah penangkapan ikan


sangatlah penting, agar efisiensi dan efektifitas penangkapan dapat ditingkatkan.
Analisi tangkapan ikan dapat di dilihat dari proses penginderaan jauh. Adanya
upwelling pada perairan dapat menjadikan indikasi sebagai daerah tangkapan ikan,
hal ini karena dengan adanya upwelling maka pada perairan tersebut terindikasi
memiliki tingkat klorofil-a yang tinggi. Namun, kekurangan dari analisis
penginderaan jauh ini adalah keakuratan data, meskipun hanya beberapa persen saja
(Cahya et al., 2016).

Adanya upwelling dapat diamati dengan melihat kandungan klorofil-a yang ada
di perairan. untuk mengamati klorofil-a tersebut dapat dengan menggunakan satelit
Aqua MODIS. Satelit Aqua MODIS merupakan satelit ilmu pengetahuan tentang
bumi dari Nation Aeronautics and Space Administration (NASA), yang mempunyai
kelebihan dapat mengukur kandungan konsentrasi klorofil-a dan SPL diperairan
secara tepat dan secara luas tanpa langsung turun ke lapangan (Ekayana et al., 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Alfajri. Mubarak. & A., Mulyadi. 2017. Analisa Spasial Dan Temporal Sebaran Suhu
Permukaan Laut Di Perairan Sumatera Barat. Jurnal Dinamika Lingkungan
indonesia., 4 ( 1 ) : 65 -74.

Cahya, C., N., Daduk, S., dan Dewi, S. 2016. Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap
Distribusi Ikan. Oseana,16(4):1-14.

Ekayana, I Made. I Wayan Gede Astawa Karang. Abd. Rahman As-syakur. Irwan
Jatmiko dan Dian Novianto. 2017. Hubungan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Selama
Februari-Maret 2016 dengan Konsentrasi Klorofil-a dan SPL dari Data
Penginderaan Jauh di Perairan Selatan Jawa – Bali. Journal of Marine and Aquatic
Sciences., 3(1):20.

Kasim, F. 2010. Analisis Distribusi Suhu Permukaan Menggunakan Data Citra Satelit
Aqua – Modis Dan Perangkat Lunak Seadas Di Perairan Teluk Tomini. Jurnal
Ilmiah Agropolitan., ( 3 ) : 1.

Mahagnyana. G., Limaran, A., Fadlan. 2017. Pengaruh Monsun Terhadap Kesuburan
Perairan Utara Jawa Dengan Menggunakan Satelit Aqua Modis. Unnes Physics
Journal., 3 ( 1 ).

Putra, I. A., Sukmono, A., Wijaya. 2017. Analisis Pola Sebaram Area Upwelling
Menggunakan Parameter Suhu Permukaan Laut, Klorofil – A, Angin, Dan Arus
Secara Temporal Tahun 2003 – 2016. Jurnal Geodesi Undip., 6 ( 4 ).

Putra, D. T., Amin, D., Asri. 2017. Analisis Pengaruh IOD Dan Enso Terhadap Distribusi
Klorofil – A Pada Periode Upwelling Di Perairan Sumbawa Selatan. Jurnal
Meteorologi Klimatologi Dan Fisika., 4 ( 2 ).
Swara, I. I., Karang. G., Indrawan. 2021. Analisis PolanSebaran Area Upwelling Di
Selatan Indonesia Menggunakan Citra Modis Level 2. Journal of Marine
Research And Technology., 4 ( 1 ) : 56 – 71.

Tristanto, G. S., Wulandari. A., Suryoputro. G., Handyono. M., Zainuri. 2021. Studi
Variabilitas Upwelling di Laut Banda. Indonesian Journal of Oceanography., 3 (
1 ).

Tristianto, G. S., Wulandari. A., Suryoputro. G., Handoyono. M., Zainuri. 2021. Studi
Variabilitas Upwelling Di Laut Banda.Indonesian. Journal Of Oceanography., 3
( 1 ).

Yuhendrasmiko, A. Kunarso. A., Wirasatriya. 2016. Identifikasi Variabilitas Upwelling


Berdasarkan Indikator Suhu Dan Klorofil – A Di Selat Lombok. Jurnal
Oseanografi., 5 ( 4 ) : 540 – 537.

Anda mungkin juga menyukai