Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM ARUS LAUT

MODUL 2
UPWELLING

Oleh:
Afiq Mahasin
26050120130084
Oseanografi A

Koordinator Praktikum:
Dr. Kunarso, ST, MSi.
NIP. 19690525 199603 1 002

Tim Asisten :
Deera Herdi Mardhiyah 26050119130067
Ahmad Fai’q Indra Susilo 26050119130057
Ebenezer Michael Dave 26050119130119
Riyanti Maharani Ilyas 26050119120014
Siti Hamidah 26050119120018
Petrik Siano Okta Prima L. 26050119130125
Ferancha Retika 26050119130049
Riska Widyah Ningrum 26050119120002
Salma Nabila Khairunnisa 26050119130063
Ramadoni Khirtin 26050119130079
Eka Salma Afifah Putri 26050119120010
Arij Kemala Yasmin R. 26050119140144
Amalia Sekar A. 26050119130135
Kurnia Fajar Hidayat 26050119130104

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
Lembar Pengesahan
Modul 2 : Upwelling

No Keterangan Nilai

1 Pendahuluan

2 Tinjauan Pustaka

3 Materi Metode

4 Hasil

5 Pembahasan

6 Penutup

7 Daftar pustaka

Total

Cilacap, 28-09-2021

Asisten Praktikan

Afiq Mahasin
Arij Kemala Yasmin R.
NIM. 26050119140144 NIM. 26050120130084

Mengetahui,

Koordinator Mata Kuliah

Arus Laut

Dr. Kunarso, ST, MSi.

NIP. 19690525 199603 1 002


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Upwelling merupakan Fenomena yang biasa terjadi di suatu wilayah perairan


yang salah satunya ada di lautan atau samudra dan dipengaruhi oleh wind-driven
motion (angin bergerak) yang kuat, dingin yang biasanya membawa massa air
yang kaya akan nutrien ke arah permukaan laut. Selain itu upwelling juga dapat
diartikan sebagai fenomena naiknya massa air laut. Gerakan naiknya massa air
ini juga diakibatnya karena adanya stratifikasi seperti lapisan yang memiliki
perbedaan densitas pada setiap lapisannya karena dengan bertambahnya
kedalaman perairan maka suhunya akan semakin turun dan densitas meningkat
hal ini menimbulkan energi untuk menggerakkan massa air secara vertikal.
Secara teoritis proses terjadinya upwelling adalah karena adanya pengaruh angin
dan adanya proses divergensi ekman. Angin menyebabkan pergerakan arus
secara vertikal disamping arus permukaan secara horizontal. Transfer netto
lapisan permukaan (dikenal sebagai transpor ekman) adalah 900 ke arah kanan di
belahan bumi utara. normalnya, air permukaan menanggapi gaya tersebut dengan
bergerak seperti irisan.

Seiring pesatnya perkembangan teknologi, banyak peneliti yang melakukan


kajian dengan lebih efisien. Dengan menggunakan teknologi dari penginderaan
jauh, karena hemat dari segi waktu .Citra satelit Aqua MODIS (Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan salah satu citra 2
penginderaan jauh yang memiliki banyak manfaat di berbagai bidang, seperti
bidang kehutanan, pertanian, meteorologi, klimatologi, perikanan, dan kelautan.
Dengan memanfaatkan satelit Aqua MODIS Level 3B diharapkan dapat
menggambarkan pola suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a di perairan
Selat Bali untuk mengetahui pendugaan upwelling. Dengan mengetahui
informasi tentang upwelling, maka akan mendapatkan informasi dengan lebih
efisien dan efektif untuk kontribusi terhadap daerah pesisir untuk meningkatkan
hasil tangkapan ikan.

Fenomena upwelling yang terjadi di Indonesia anatara lain disebabkan oleh


keadaan kontur dasar perairan laut Indonesia yang sangat beragam hal ini
dipengaruhi karena adanya banyak pulau, penyempitan atau pelebaran selat dan
juga banyak terdapatnya sill (dataran lembah yang mencuat) di mulut cekungan
laut. Kekosongan air dilapisan inilah yang diisi oleh massa air dari bawah yang
kaya nutrien. Pada saat terjadi upwelling, salinitas permukaan mencapai 34%0
dan temperatur berkisar antara 26,40C-27,80C, kadar plankton dan unsur-unsur
fosfat, nitrat dan silikat naik dengan mencolok, sehingga tingkat produktivitas
tinggi. Sebaliknya pada downwelling terjadi penenggelaman air permukaan
sehingga menyebabkan produktivitas menurun.

I.2 Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui proses terjadinya upwelling


di perairan
2. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat upwelling dalam bidang
oseanografi
3. Mahasiswa mengetahui intensitas dan jenis upwelling di perairan
Laut Seram
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Upwelling
Menurut Putra et al. (2017), upwelling atau pembalikan massa air
merupakan naiknya massa air di lapisan bawah (termoklin) ke permukaan.
Naiknya massa air ini dikarenakan adanya angin yang bergerak di atas perairan
sehingga angin ini akan mendorong massa air di permukaan. Semakin
terdorongnya massa air di permukaan ini maka akan terjadi kekosongan sehingga
kekosongan inilah yang kemudian diisi oleh massa air yang berada di lapisan
bawahnya. Karakteristik lapisan termoklin memiliki sifat di mana suhu yang lebih
dingin dan salinitas yang lebih tinggi. Selain kedua hal tersebut, pada lapisan
termoklin, juga kaya akan nutrient. Oleh karena itu, ketika terjadi upwelling dan
lapisan termoklin naik, karakteristik perairan di permukaan akan berubah. Jika
umumnya karakteristik perairan memiliki suhu yang hangat, suhu permukaan laut
akan lebih dingin dari biasanya (turun sekitar 2 oC pada daerah tropis) saat terjadi
upwelling. Salinitas juga bisa mencapai 34 ppt dan perairan permukaan juga akan
kaya dengan nutrient serta plankton-plankton. Keberadaan plankton yang banyak
ini juga menjadi faktor akan banyaknya ikan yang nantinya berkumpul di perairan
ini.
Menurut Silubun et al. (2015), upwelling adalah peristiwa naiknya massa air
dari lapisan bawah ke permukaan perairan. Proses upwelling disebabkan karena
adanya pengaruh angin dan proses divergensi Ekman. Angin yang berhembus
terus menerus dengan kecepatan penuh dalam waktu yang lama sejajar garis
pantai mendorong massa air dan karena gaya coriolis, sebagai akibat pengaruh
rotasi bumi, massa air bergerak menjauhi pantai. Di belahan bumi utara
pembelokan mengarah ke kanan dari arah arus sedangkan pada belahan bumi
selatan pembelokan mengarah ke kiri dari arah arus. Air permukaan yang
bergerak menjauhi pantai akan diisi air yang dingin di bawahnya naik untuk
mengisi kekosongan pada daerah permukaan.

2.2 Proses Terjadinya Upwelling


Proses kenaikan air (upwelling) di suatu perairan dapat terjadi karena
pengaruh musim tenggara. Menurut teori Wyrtki, angin tenggara pada musim
timur (Juli-Agustus) mendorong banyak massa air dari suatu perairan ke perairan
tujuannya melewati laut lain. Akibatnya, di perairan yang terdorong massa airnya
terjadi difisit air di permukaan yang harus diganti dari bawah, dan penaikan air
tersebut itulah yang disebut upwelling atau taikan air. Proses upwelling dapat
terindikasi dari sebaran konsentrasi chlorophylla yang bervariasi secara spasial
dan temporal. Konsentrasi chlorophyll-a lebih tinggi pada perairan pantai dan
pesisir, serta rendah diperairan lepas pantai, namun pada daerahdaerah tertentu di
perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi chlorophyll-a dalam jumlah yang
cukup tinggi, yang merupakan fenomena upwelling (Ratnawati et al., 2017).

Menurut Hadi dan Radjawane (2009), bila angin bertiup sejajar pantai ke
arah Utara atau angin Selatan maka terbentuk transpor massa ke arah timur atau
menuju pantai. Akibatnya, terjadi penumpukan massa di dekat pantai atau
terbentuk daerah konvergensi di dekat pantai. Massa air yang bertumpuk di pantai
ini kemudian didorong ke lapisan dalam. Gerakan massa air permukaan yang
turun atau tenggelam ke lapisan dalam ini disebut downwelling. Upwelling   dan
downwelling   yang terjadi di perairan pantai ini mengakibatkan terjadinya arus
geostropik yang bergerak menyusuri pantai yang arahnya sama dengan arah angin.
Penjelasannya adalah sebagai berikut. Upwelling yang terjadi di pantai
mengakibatkan terbentuknya daerah divergensi yang membuat tinggi muka air di
pantai lebih rendah dibandingkan tinggi muka air di daerah lepas pantai. Jadi,
upwelling di pantai mengakibatkan slope muka air yang turun ke arah pantai.
Akibat adanya slope muka air ini, terbentuk arus geostropik yang bergerak
menyusur pantai ke arah selatan atau searah dengan arah angin.
Gambar 1. Proses Upwelling di Pantai
(Sumber: Hadi dan Radjawane, 2009)

2.3 Faktor Upwelling


2.3.1 SPL
Suhu di laut adalah salah satu faktor yang penting bagi kehidupan
organisme di lautan karena suhu mempengaruhi baik aktvitas
metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.
Massa air yang bergerak dari dalam menuju kepermukaan (upwelling) dapat
menyebabkan suhu permukaan laut menjadi rendah. Variabilitas SPL di Indonesia
akan mempengaruhi distribusi konveksi dan presipitasi. Variabilitas musiman
SPL di wilayah Indonesia bisa mencapai 4 oC dimana jauh lebih tinggi
dibandingkan variabilitas SPL di samudera Pasifik bagian barat maupun samudera
Hindia bagian timur yang hanya berkisar 1,5°C. Sementara itu variabilitas tahunan
SPL dengan intensitas mencapai lebih dari 4°C didapati di perairan selatan Jawa
hingga Sumatra. Perubahan SPL sebesar 1°C di wilayah Indonesia akan
mempengaruhi perubahan presipitasi di seluruh wilayah Indo-Pasifik (Sukresno et
al., 2018).

2.3.2 Klorofil-a
Proses penyuburan laut disebabkan oleh adanya proses upwelling yang
menyebabkan tingginya kandungan klorofil-a di wilayah perairan tersebut.
Tingkat kesuburan laut yang tinggi sebanding dengan produktivitas primer yang
tinggi pula Klorofil-a menggambarkan kondisi fitoplankton di suatu area. Apabila
fiitoplankton tinggi, potensi hasil tangkap nelayan juga tinggi. Hal ini dikarenakan
oleh peran fitoplankton sebagai produsen di ekosistem laut yang memengaruhi
keberadaan ikan-ikan (konsumen) di sekitarnya. Sementara itu, SST berkaitan erat
dengan proses upwelling yang memengaruhi jumlah ikan di suatu perairan. Suhu
yang rendah menjadi ciri khas dari upwelling. Upwelling membawa nutrient dari
dasar dan menyuburkan permukaan laut sehingga klorofil-a menjadi tinggi. Suhu
yang rendah juga dapat menyebabkan proses mixing dimana lapisan perairan akan
teraduk dan mengantarkan nutrient di dasar ke permukaan. (Purwanto dan
Ramadhani, 2020).

2.3.3 Ocean Color dan Seadass


Menurut Louhenapessy dan Waas (2009) SeaDAS adalah perangkat lunak
yang dikembangkan oleh NASA (National Aeronautics and Space
Administration), Amerika pada tahun 1997, yang merupakan paket analisis citra
satelit secara komprehensif untuk memproses, menampilkan dan menganalisa
semua produk dari data satelit ocean color SeaWiFS (Sea-viewing Wide Field-of-
view Sensor) termasuk data ancillary-nya. Dalam perkembangannya, software
SeaDAS tersebut juga memiliki kemampuan untuk memproses data satelit ocean
color lainnya seperti CZCS (Coastal Zone Color Scanner), ADEOS/OCTS
(Ocean Color Thermal System), MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer), dan MOS (Modular Optoelectronic Scanner). Selain itu,
dapat juga digunakan untuk menampilkan citra suhu permukaan laut dari data
AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer). SeaDAS ini dilengkapi
juga dengan software pemrograman IDL (Interactive Data Language) yang
memungkinkan pengguna mengembangkan aplikasinya.

2.3.4 Citra Modis


Sensor MODIS (moderate resolution imaging spectroradiometer)
merupakan salah satu instrumen yang dikembangkan oleh National Aeronautics
and Space Administration (NASA) pada program Earth Observing System (EOS).
MODIS dibawa oleh wahana satelit Aqua dan satelit Terra yan memindai
permukaan bumi pada orbit polar near sun syncronous. Untuk aplikasi kelautan,
MODIS memiliki 36 produk ocean color termasuk konsentrasi klor-a serta 4
produk. Data SPL dari sensor MODIS diproduksi berdasarkan algoritma MODIS
Infrared Sea Surface Temperature Algorithm ATBD version 2.0. Sedangkan data
klor-a dari sensor MODIS diproduksi berdasarkan algoritma ocean chlorophyll
algorithm, yang di kombinasikan dengan color index based algorithm (CIA)
(Sukresno et al., 2018).

2.4 Daerah upwelling di wilayah perairan Laut Seram


Potensi sumber daya ikan laut yang besar di wilayah Maluku terutama di
perairan Seram belum dimanfaatkan dengan optimal sehingga perlu dikaji dengan
melakukan penelitian. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran yang
dapat diperoleh secara langsung dan tidak langsung.Pengukuran untuk
mendapatkan data langsung ke lapangan dinilai kurang efektif dalam menganalisis
daerah potensi ikan karena data yang didapatkan tidak continue dan membutuhkan
biaya yang besar.Kondisi permukaan laut selalu berubah setiap waktu sehingga
membutuhkan data citra Aqua MODIS untuk memberikan informasi secara
temporal. Sensor MODIS dapat mengukur kandungan klorofil-a dan suhu
permukaan laut (SPL) sebagai parameter utama upwelling. Hasil hubungan antar
parameter SPL dan klorofil-a mempunyai korelasi sempurna mengikuti pola yang
tidak searah artinya SPL tinggi maka klorofil-a rendah. Kecepatan angin
mengikuti pola klorofil-a yang searah artinya klorofil-a tinggi maka kecepatan
angin tinggi. Hubungan yang sempurna setiap parameter di perairan Seram
mendapatkan titik puncak upwelling di bulan Agustus. Bulan Agustus terjadi
upwelling yang sangat kuat dengan SPL 26,703°C, kandungan klorofil-a 0,474 ⁄
dan kecepatan angin 6,680 m/s. Analisis spasial dari data temporal dapat
memberikan informasi mengenai potensi ikan di perairan Pulau Buru dan Seram.
Penelitian menghasilkan peta sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a
berdasarkan pola musim secara klimatologi dari data angin. Sehingga dapat
menjadi acuan bagi nelayan pearairan Pulau Buru dan Seram mengenai potensi
ikan yang ada berdasarkan pola musim.(Kurnianingsih et.al.2017)

2.5 Identifikasi Daerah Upwelling


2.5.1 Identifikasi Daerah Upwelling dengan Klorofil-a dan SPL
Berdasarkan hasil analisis spasial dengan parameter klorofil-a, SPL, dan
angin diketahui bahwa fenomena upwelling di Laut Halmahera terjadi pada
musim timur yaitu pada bulan Juni hingga Agustus. Pada musim timur, rata-rata
kandungan klorofil-a mencapai 0,508 mg/m3. Rata-rata kandungan SPL pada
musim ini lebih rendah dibandingkan pada musim lain dengan rata-rata suhu
mencapai 27,948°C. Sedangkan kecepatan rata-rata angin pada musim timur
mencapai 4,994 m/s. Berdasarkan sebaran klorofil-a, upwelling lemah terjadi jika
nilai klorofil-a < 0,236 mg/m3. Upwelling medium nilai klorofil-a berada pada
rentang 0,236 mg/m3 ≤ UM < 0,376 mg/m3. Upwelling kuat nilai klorofil-a
berada pada rentang 0,376 mg/m3 ≤ UK < 0, mg/m3. Upwelling sangat kuat nilai
klorofil-a > 0,517 mg/m3. Berdasarkan sebaran SPL, upwelling lemah terjadi jika
nilai SPL > 30,362°C. Upwelling medium nilai SPL berada pada rentang 29,840 ≤
UM < 0, 62°C. Upwelling kuat nilai SPL berada pada rentang 29,318 ≤ UK <
29,840C. Dan upwelling sangat kuat nilai SPL < 29,318 °C. Berdasarkan hasil uji
normalitas, didapatkan kesimpulan bahwa variabel angin dan SPL memiliki
distribusi data yang normal, sedangkan variabel klorofil-a memiliki distribusi data
yang tidak normal. Berdasarkan uji korelasi pearson, diketahui angin dan SPL
menunjukkan korelasi yang kuat dengan angka korelasi sebesar -0,722. Dan
berdasarkan Halmahera ditemukan di tempat yang mengandung nilai klorofil-a
yang tinggi serta suhu permukaan laut yang rendah (Purwanti et al., 2017).

2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Identifikasi Upwelling dengan Klorofil-a


dan SPL
SPL yaitu singkatan dari Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature).
Suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter dalam oseanografi. Dalam
penggunaannya SPL sering dikaitkan dengan daerah penangkapan ikan atau sering
disebut Fishing Ground serta merupakan salah satu hal penting bagi kelangsungan
hidup organisme di laut. Distribusi SPL dapat dipengaruhi oleh besarnya
kecepatan angin. Apabila kecepatan angin lemah maka permukaan air menjadi
tenang, sehingga proses pemanasan pada permukaan perairan menjadi lama.
Sementara itu jika kecepatan angin tinggi maka akan terjadi proses pengadukan
massa air sehingga massa air yang berada di lapisa bawah akan bergerak menuju
permukaan perairan sehingga terjadi penurunan suhu permukaan laut
(Yuhendrasmiko et al., 2016).
III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi
3.1.1 Waktu dan tempat
Hari,tanggal : Kamis,24 September 2021
Waktu : 18.30 – 20.50
Tempat : Dirumah masing – masing
3.2.2 Alat dan Bahan
Tabel 1.Alat Praktikum Upwelling
No Nama Gambar Kegu
. naan
1 Laptop Sebagai alat untuk
melakukan pengolahan
data

2 SeaDAS Berfungsi untuk


melakukan
cropping dan reprojecting
citra
3 ArcMap 10.3 Berfungsi untuk
mengolah citra dari
SeaDAS dan
menampilkan
sebaran
upwelling
4 Microsoft Office Menghitung nilai min,
Excel max, average, standar
deviasi dan a, b, c dari
data klorofil-a dan SST
5 Web Browser Sebagai web browser
(Firefox) untuk mengakses citra
dari web
oceancolor

No Nama Gambar Kegunaan


.
Tabel 2.Bahan Praktikum Upwelling
1 Citra MODIS Aqua Sebagai data
Konsentrasi Klorofil A dan yang akan
SST Bulan Juni-Agustus2018 diolah untuk
menentukan
peta sebaran
upwelling
2 File Provinsi Untuk
menunjukkan
lokasi yang
digunakan dari
peta Indonesia
3 Logo Undip Sebagai
identitad
lembaga
pendidikan
tingkat
universitas

3.3 Metode
3.3.1 Download Citra AQUA MODIS

1. Download citra dari ocean color NASA dengan membuka


web http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cms/
2. Lalu pilih data >> Level 3 Browser

3. Pilih cita Aqua MODIS Chlorophyll Concentration

4. Pilih waktu monthly climatology


5. Pilih resolusi 4 km agar cakupan dari citra lebih jelas

6. Download citra pada bulan September,Oktober November 2019, dengan


format SMI sesuai angka belakang NIM dengan list SMI

7. Lakukan langkah 3 dengan citra Aqua MODIS Sea Surface Temperature


(11 daytime)

8. Pilih waktu monthly climatology periode


9. Lalu pilih resolusi 4km

10. Setelah terunduh dengan SMI,lalu simpan

3.3.2 SEADASS
1. Buka aplikasi SeaDas
2. Kemudian pilih file>>>>Open>>>>buka citra yang terunduh

3. Pada file manager buka file raster, klik sebanyak dua kali pada setiap
raster

4. Pilih hyperlink

5. Kemudian cropping pada bagian di Perairan Laut Seram


6. Pilih menu processing, lalu pilih crop, kemudian pilih OK

7. Rectangle bagian peta perairan Laut Seram,kemudian Extract mask pixel


lalu centang semua pilihan,kemudian write file

8. Pada menu view, pilih processing>> Reproject. Pada window I/O


Parameters uncheck “open in SeaDAS” kemudian pilih tempat yang akan
kita gunakan untuk menyimpan.
9. Setelah memilih tempat untuk menyimpan file, pilih Reprojected
Parameters, lalu ubah nilai No- data value menjadi 0 setelah itu pilih Run,
untuk menyimpan hasil dari Proses “Reproject”. Pastikan projection yang
digunakan adalah format WGS 1984

3.3.3 Pengolahan Excell


1. Buka Microsoft Excel

2. Pilih toolbar file>> pilih open, lalu buka file dari hasil ekstraksi di SeaDas
3. Data yang tidak diperlukan dihapus

4. Lakukan proses pemfilteran untuk memilah data yang terdapat nilai 0 atau
NaN dibagian klorofil

5. Lalu mencari nilai max,min,rerata, dan Standar deviasi sesuai dengan


variable
6. Kemudian mencari nilai a,b, dan c sebagai dasar dalam pengklasifikasian
tipe upwelling

7. Setelah mencari nilai a,b, dan c, save file berdasarkan Excel Workbook 97-
2003

3.3.4 Olah Citra Penentuan daerah upwelling di Arcgiss


1. Buka aplikasi ArcGIS hingga muncul tampilan sebagai berikut
2. Pada Toolbar, Pilih Add Data,kemudian masukan data SST dan Klorofil
yang sudah diekstraksi dan dilakukan proses cropping dengan aplikasi SeaDas

3. Kemudian klik kanan pada layer citra bagian klorofil a, lalu pilih
properties>>symbology. Pada tab ini, beri tanda centang pada bagian Display
Background Value kemudian ubah stretch type menjadi Histogram Equalized.
Setelah itu, ganti warna citra sesuai dengan kebutuhan.
4. Pada ArcToolBox, pilih Map Algebra>> raster calculator kemudian
masukkan syarat upwelling berdasarkan kriteria yang sudah ada

5. Hitung semua syarat upwelling dengan dimulai dari perhitungan sea


surface temperature kemudian klorofil -a.Setelah itu hitung upwelling
dengan menggunakan rumus
6. SST Sangat Lemah + CH Sangat Lemah = Upwelling sangat lemah

7. SST Lemah + CH Lemah = Upwelling lemah

8. SST Kuat + CH Kuat = Upwelling kuat

9. SST sangat kuat + CH sangat kuat = Upwelling sangat kuat


10. Setelah itu buaatlah pewarnaan dengan tanda untuk nilai 0 dan 1 dengan
warna Hollow,untuk warna upwelling sangat lemah = biru sangat
muda,lemah =Hijau,kuat=oren,sangat kuat =merah

11. Tambahkan Basemap Oceans

12. Kemudian save file


3.3.5 Layouting Peta
1. Buka peta arcmap

2. Buka data file hasil perhitungan upwelling


3. Klik tolbar view ke bagian layout view peta hasil penentuan daerah
upwelling tadi dan klik landscape

4. Rapihkan peta dan kosongkan bagian bawah sedikit untuk diberi rectangle

5. Kemudian insert lalu masukan legend dan beri keterangan upwelling


menggunakan pewarnaan juga
6. Kemudian insert lalu klik bagian coordinate system dan beri keterangan
sumber peta

7. Masukan north arrow,Scale Text dan scale bar ke bagian insert

8. Masukan new data frame kemudian masukan peta Indonesia (indo


provinsi)di data yang diberikan oleh asisten.Beri grid dan masukan layer
lalu diperbesar
9. Masukan new data frame lagi untuk diberi keterangan nama peta
kemudian logo undip dan nama pembuat peta dengan nama,nim,kelas

10. Selanjutnya export map dengan file JPEG


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil perhitungan dan klasifikasi kriteria upwelling di wilayah perairan
Laut Seram
4.1.1.1 Sea Surface Temperature (SST)
a. September 2019
Nilai Maksimum = 30,2℃ Nilai rata-rata = 26,5℃
Nilai Minimum = 26,2℃ Nilai Standar Deviasi = 13,7℃
a = 19,65
b = 33,5
c = 40,35
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling sangat lemah = USL > 40,35
2. Upwelling lemah = 33,5 < UL <= 40,35
3. Upwelling kuat = 19,65 < UK <= 33,5
4. Upwelling sangat kuat = USK <= 19,65
b. Oktober 2019
Nilai Maksimum = 31,3℃ Nilai rata-rata = 27,6 ℃
Nilai Minimum = 27,9℃ Nilai Standar Deviasi = 14,5 ℃
a. = 20,35
b. = 34,85
c. = 49,35
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling sangat lemah = USL > 49,35
2. Upwelling lemah = 34,85 < UL <= 49,35
3. Upwelling kuat = 20,35 < UK <= 34,85
4. Upwelling sangat kuat = USK <= 20,35
c. November 2019
Nilai Maksimum = 33,8℃ Nilai rata-rata = 30,3
Nilai Minimum = 29,2℃ Nilai Standar Deviasi = 15,4
a. = 22,6
b. = 38
c. = 53,4
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling sangat lemah = USL > 53,4
2. Upwelling lemah = 38< UL <= 53,4
3. Upwelling kuat = 22,6 < UK <= 38
4. Upwelling sangat kuat = USK <= 22,6

4.1.1.2 Klorofil A
a. September 2019
Nilai Maksimum = 17,2℃ Nilai rata-rata = 13,65℃
Nilai Minimum = 10,1℃ Nilai Standar Deviasi = 5,6℃
a = 10,85
b = 16,45
c = 22,05
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling sangat lemah = USL <= 10,85
2. Upwelling lemah = 10,85 < = UL < 16,45
3. Upwelling kuat = 16,45 <= UK < 22,05
4. Upwelling sangat kuat = USK >= 22,05
b. Oktober 2019
Nilai Maksimum = 19,3℃ Nilai rata-rata = 15,1 ℃
Nilai Minimum = 10,8℃ Nilai Standar Deviasi = 4,5 ℃
a. = 12,85
b. = 17,35
c. = 21,85
Klasifikasi Upwelling
1. Upwelling sangat lemah = USL <= 12,85
2. Upwelling lemah = 12,85 < = UL < 17,35
3. Upwelling kuat = 17,35 <= UK < 21,85
4. Upwelling sangat kuat = USK >= 21,85
c. November 2019
Nilai Maksimum = 22,7℃ Nilai rata-rata = 21,4 ℃
Nilai Minimum = 21,3℃ Nilai Standar Deviasi = 14,5
a. = 14,15
b. = 28,65
c. = 43,15
Klasifikasi Upwelling
5. Upwelling sangat lemah = USL <= 14,15
6. Upwelling lemah = 14,15 < = UL < 28,65
7. Upwelling kuat = 28,65 <= UK < 43,15
8. Upwelling sangat kuat = USK >= 43,15

4.1.2 Hasil layouting upwelling di wilayah perairan Laut Seram

Gambar 1.Peta Daerah Upwelling Perairan Laut Seram Bulan September 2019
Gambar 2.Peta Daerah Upwelling Perairan Laut Seram Bulan Oktober 2019

Gambar 3.Peta Daerah Upwelling Perairan Laut Seram Bulan November 2019
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data praktikum mengenai upwelling di
wilayah Laut Seram pada bulan September sampai dengan November tahun 2019.
Diperoleh hasil parameter yang bervariasi dimana berdasarkan parameter yang
digunakan berupa nilai dari suhu dan persebaran klorofil-a bahwa dapat
ditentukan besarnya upwelling yang terjadi di wilayah perairan Laut Seram
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa sebagian besar yang
terjadi pada Laut September bulan September 2019 secara spasial menggunakan
Citra AQUA MODIS adalah didominasi upwelling kuat dan upwelling lemah pada
daerah lepas pantai. Sedangkan untuk wilayah dekat dengan daratan didominasi
dengan upwelling kuat walaupun terdapat sedikit upwelling sangat lemah. Hal ini
karena mendapat pengaruh dari daratan, aktivitas di daratan memberikan masukan
nutrient yang tinggi di perairan. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa pada bulan Oktober di wilayah Perairan Laut
Seram didapatkan sejumlah daerah yang memiliki upwelling. Menurut hasil yang
diperoleh upwelling pada kawasan Laut Seram yang mendekati daratan terdapat
upwelling sangat lemah. Hal ini karena kurang mendapat pengaruh dari daratan,
aktivitas di daratan kurang memberikan masukan nutrient yang tinggi di perairan.
Pada bulan Oktober hanya terdapat sedikit wilayah yang memiliki potensi
upwelling.Pada bulan Oktober upwelling sangat lemah . Berdasarkan hasil
pengolahan data untuk bulan November diperoleh bahwa pada wilayah Laut
Seram didominasi upwelling lemah di wilayah lepas pantai perairan tersebut. Pada
hasil pengolahan terlihat bahwa terjadi upwelling sangat kuat, lemah dan sangat
lemah di wilayah dekat dengan daratan dan laut lepas.
Berdasarkan nilai klorofil-a dan suhu permukaan laut yang didapatkan,
dapat diketahui bahwa pada bulan September – November suhu permukaan laut
mengalami kenaikan dan penurunan secara bertahap, sehingga menyebabkan
klorofil-a semakin berkurang dan naik dikarenakan intensitas cahaya yang
tinggi,dan iklim yang tidak stabil Dapat diketahui bahwa sebaran konsentrasi
klorofil-a sangat bergantung pada kondisi suhu muka laut dimana semakin dingin
suhu muka laut, semakin banyak pula klorofil-a yang terkandung di dalamnya.
Dapat dilihat berdasarkan hasil praktikum bahwa pada bulan Oktober upwelling
yang terjadi didominasi dengan upwelling sangat lemah.Kemudian dapat
diketahui bahwa pola pergerakan angin di Indonesia pada umumnya mengikuti
pergerakan musim. Setiap musim memiliki arah pergerakan angin yang berbeda-
beda. Pada musim peralihan di bulan September pengaruh dari upwelling tinggi
karena pola pergerakan angin berasal dari utara dan dari timur . Kecepatan angin
di daerah pesisir dapat berpengaruh terhadap pencampuran massa air, sehingga
mengakibatkan terjadinya upwelling. Dari parameter yang sudah ditentukan
mengakibatkan besarnya peristiwa upwelling yang terjadi di wilayah perairan
Laut Seram sebagian besar memiliki intensitas yang lemah. Hal ini disebabkan
karena pada bulan Oktober hingga November merupakan musim kemarau
sehingga upwelling yang terjadi lemah karena suhu di permukaan air laut
cenderung tinggi, sehingga upwelling yang terjadi di perairan Laut Seram
umumnya yaitu upwelling lemah.
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan

1. Proses terjadinya upwelling yaitu karena kekosongan massa air di lapisan


atasnya sehingga terjadi divergensi. Salah satu parameter terjadinya
upwelling yaitu adanya SPL yang rendah dan klorofil-a yang tinggi.
2. Manfaat upwelling di bidang oseanografi yaitu merupakan parameter
produktivitas perairan untuk mengetahui tingkat kesuburan suatu
perairan.
3. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan antara klorofil-a, suhu
permukaan laut dan angin didapatkan terjadinya fenomena upwelling di
laut Seram, tepatnya pada bulan September sampai bulan November.
Kemudian nilai sebaran suhu permukaan laut berkisar antara 26,2℃
sampai 33,8℃ , dan kecepatan angin pada saat musim timur (upwelling)
fenomena upwelling di laut Seram terjadi setiap tahun dengan nilai
klorofil-a, suhu permukaan laur, dan angin yang bervariasi.
5.2. Saran
1. Praktikan diharapkan mengetahui penggunaan SeaDAS dan ArcGIS
sebagai pengolah data.

2. Sebaiknya asisten dalam memberikan video tutorial lebih detail lagi


karena dalam pengerjaan praktikan memiliki banyak kendala.

3. Sebaiknya dalam pengolahan data asisten memberikan contoh data yang


gagal dan data yang benar agar praktikan tidak memiliki banyak kendalan
dan mudah untuk memahami data.
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, I. M. dan S. Hadi. 2009. Arus Laut. Institut Teknologi Bandung, Bandung,
163 hlm.
Kurnianingsih,T. N., Budi S., Yudo P., Anindya, W.2017.Analisis Suhu
Permukaan Laut ,Klorofil-A,dan Angin Terhadap Fenomena Upwelling di
Perairan Pulau Bulu dan Seram.Jurnal Geodesi Undip.6(1),238-248
Louhenapessy, D., & Waas, H. J. D. 2009. Aplikasi Teknologi Remote Sensing
Satelit Dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Memetakan Klorofil-
a Fitoplankton. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 5(1).
Purwanti, I., Prasetyo, Y., & Wijaya, A. P. 2017. Analisis Pola Persebaran
Klorofil-A, Suhu Permukaan Laut, Dan Arah Angin Untuk Identifikasi
Kawasan Upwelling Secara Temporal Tahun 2003-2016 (Studi Kasus:
Laut Halmahera). Jurnal Geodesi Undip, 6(4), 506-516.
Purwanto, A. D. dan D. P. Ramadhani. 2020. Analisis Zona Potensi Penangkapan
Ikan (ZPPI) Berdasarkan Citra Satelit SUOMI NPP-VIIRS (Studi Kasus:
Laut Arafura). Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and
Technology., 13 (3): 249-260.
Putra, I. I., A. Sukmono dan A. P. Wijaya. 2017. Analisis Pola Sebaran Area
Upwelling Menggunakan Parameter Suhu Permukaan Laut, Klorofil-A,
Angin dan Arus Secara Temporal Tahun 2003-2016. Jurnal Geodesi
Undip., 6(4).
Ratnawati, H. I., Hidayat, R., Bey, A., & June, T. 2017. Upwelling di Laut Banda
dan Pesisir Selatan Jawa serta hubungannya dengan ENSO dan IOD.
Omni-Akuatika, 12(3).
Silubun, D. T., Gaol, L. J., & Naulita, Y. 2016. Estimasi Intensitas Upwelling
Pantai Dari Datelit Aquamodis Di Perairan Selatan Jawa Dan Barat
Sumatra. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 6(1), 21-29.
Sukresno, B., Jatisworo, D., & Kusuma, D. W. 2018. Analisis multilayer
variabilitas upwelling di perairan Selatan Jawa. Jurnal Kelautan Nasional,
13(1), 15.
Yuhendrasmiko, R., Kunarso, & Wirasatriya, A. (2016). Identifikasi Variasibilitas
Upwelling Berdasarkan Indikator suhu dan klorofil-A di Selatan Lombok.
5(November 2015), 530– 537.

Anda mungkin juga menyukai